Anda di halaman 1dari 23

Sarkoma Kaposi

Disusun oleh :

Nama : I Putu Agus Indra Saputra

Nim : 1002055

Prodi S1 keperawatan

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2011
BAB I
PENDAHULUAN

Sarkoma Kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8


(HHV8) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi dikaitkan dengan herpesvirus
(KSHV). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama
Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen
sarcoma pada kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal
15 bulan setelah ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru
paru dan traktus pencernaannya
Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat ditularkan melalui
kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada. Bahkan, penyakit ini telah
diidentifikasi pada pasien transplantasi organ dengan HIV negative yang menerima terapi
immunosupresif. Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin diteliti hingga didapatkan 4
jenis sarkoma kaposi dengan manifestasi klinis yang berbeda namun patofisiologinya sama,
diantaranya : SK klasik, SK endemik pada orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi
immunosupresan, dan SK terkait AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala
klinik mulai dari gangguan kulit ringan sampai mempengaruhi organ tubuh
SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut Tengah atau keturunan
Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih muda terutama dari daerah Afrika
Sub-Sahara sebagai penyakit yang lebih agresif menyerang kulit terutama anggota badan
bagian bawah dengan prevalensi pria dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang menderita kanker
di Afrika penyebabnya adalah SK. SK pada pasien dengan terapi immunosupresan termasuk
didalamnya pasien post transplantasi organ dan terbanyak pada pasien dengan penyakit
autoimun. Lebih dari 20 % penderita AIDS di Eropa menderita SK dan SK ini didapat pada
pasangan muda homoseksual.

BAB II
SARKOMA KAPOSI
I.
DEFINISI
Sarkoma kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh virus bernama human
herpesvirus 8 ( HHV8 ) dan biasa disebut dengan istilah sarkoma kaposi dikaitkan
dengan herpesvirus ( KSHV ).
Sarkoma Kaposi adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah, biasanya pada kulit.

II. EPIDEMOLOGI
Seperti yang dideskripsikan, sarkoma kaposi klasik adalah penyakit yang relatif lamban
menyerang orang tua dari wilayah laut Tengah, atau keturunan Eropa Timur.
Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan belakangan pada orang Afrika muda, terutama
dari Afrika Sub-Sahara, sebagai penyakit yang lebih agresif dan menyerang kulit, terutama
anggota badan yang letaknya di bawah. Terdapat catatan bahwa penyakit ini tidak
berhubungan dengan infeksi HIV.
Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan transplantasi telah dideskripsikan, tetapi
jarang terjadi sampai adanya penghambat kalsineurin (seperti siklosporin, yang merupakan
penghalang fungsi sel T) untuk transplantasi organ. Pada tahun 1980-an, insiden tersebut
berkembang dengan cepat.
Sarkoma Kaposi endemik dideskripsikan selama tahun 1980-an sebagai penyakit agresif
pada pasien AIDS (HIV juga menyebabkan kerusakan imunitas sel T). Penyakit ini 300 kali
lebih mudah menyerang pasien AIDS daripada pada resipien transplantasi ginjal.
Terdapat catatan bahwa HHV-8 menyebabkan berbagai jenis Sarkoma Kaposi.

III. ANATOMI & FISIOLOGI


SISTEM KULIT
Anatomi kulit
1. Kulit
Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan tebalnya. Luas kulit orang
dewasa adalah satu setengah sampai dua meter persegi. Tebalnya antara 1,5 5
mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit
paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial lengan atas,
sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, dan
bokong.

Bagian-bagian Kulit Manusia


Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium,
dan jaringan subkutan atau subkutis.

a. Epidermis
Epidermis tersusun atas lapisan tanduk lapisan korneum dan lapisan Malpighi.
Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan
digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan
spinosum dan lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan
gesekan dari luar. Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif
membelah diri, mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum.Lapisan
Malphighi mengandung pigmenmelanin yang memberi warna pada kulit.

Bagian dari Epidermis:


Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling luar
yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan
kaki.
Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.
Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak
tangan dan kaki.
Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle cell
layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk poligonal
dengan besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma
jernih karena mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-
tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng.
Diantara sel terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari
protoplasma dan tonofibril atau keratin. Penebalan antar jembatan
membentuk penebalan bulat kecil disebut nodus bizzozero. Diantara sel
juga terdapat sel langerhans.
Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk kubus
tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris seperti pagar
(palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif.

b. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat
(pars papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar
(pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah,
saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

c. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)


Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas
antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang tyerbanyak
adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan
mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di
lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari
jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energi.

Fisiologi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
a. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan- jaringan
tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh- pengaruh luar seperti
luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan
lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu
tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke
dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar
ultraviolet dari matahari.
b. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai
alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi
c. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler
serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh
yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar
36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat
kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing.
Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan
lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat
yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan
zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui
keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan
keringat yang tidak disadari.
e. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
f. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam
lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka
dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang
sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk
ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke
dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
g. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak
halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain dari kulit
yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat
maupun konstraksi otot penegak rambut.

SISTEM IMUN
Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh
a. Nodus Limfe
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel
kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-
kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika
diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus
limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan
bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di
seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada
pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di
sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di
dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam
pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang
berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke
pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi
mengenai jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada
pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini
akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
b. Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang
belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan
sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah
terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita.
c. Sumsum Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi
fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mam-pu mengerjakan tugas
ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali.
Merasakan bahwa tubuh mem-butuhkan sel darah merah, trombosit, dan granulosit,
maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi limfosit yang
merupakan tugas utamanya.
d. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa
terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di
pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah.
Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan organ berwarna merah tua di
bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang
sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah ter-tentu sel
darah (sel darah merah dan trombosit). Kata menyimpan mungkin menimbulkan
kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat
penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk
sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia
untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh
suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.

IV.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Pada beberapa dekade sebelumnya dapat dilihat dari epidemiologi yang ada dan
pemeriksaan mikroskopik yang pernah dilakukan yang menjelaskan etiologi dari sarkoma
kaposi. Sejak tahun 1994 ketika Chang dan rekan rekannya menemukan DNA dari sebuah
virus pada lesi dari sarkoma kaposi yang belum diketahui jenisnya. Penemuan ini lalu
diklon, diisolasi dan diteliti dan ternyata virus tersebut merupakan sebuah virus herpes pada
manusia yang sekarang dikenal dengan sarkoma kaposi terkait dengan herpesvirus
(KSHV) atau family human herpes virus 8 ( HHV8 ).
HHV8 ini adalah bagian dari family - herpesviridae, genus rhadinovirus. Terdiri dari
165-kb DNA genom yang menunjukkan 90 bentuk terbuka. HHV8 ini dikontrol oleh
LANA-1, V cyclin dan vFLIP atau replikasi virus lytic yang dikenal vGPCR, vIL6 dan v-
bcl-2. HHV8 ini masuk ke pejamu secara in vivo dan in vitro. Pada pemeriksaan darah dan
sel endothelial limfatik menyerupai sel hemopoetic dengan tipe yang berbeda.
Transmisi HHV8 tidak diketahui pasti. Namun angka terbesar dari sarkoma kaposi ini
pada pria homoseksual dan biseksual. Perkembangan tumor ini berhubungan dengan
aktivitas seksual yang terjadi. Hal inilah yang menjadi alasan terhadap pernyataan yang ada
bahwa transmisi dari HHV8 tinggi melalui hubungan seksual, termasuk oral dan anal seks.
Virus ini paling banyak menyebar di Mediterania dan Afrika. Transmisi nonseksual bisa
melalui air liur khususnya di daerah endemik. Untuk tenaga medis perlu diketahui bahwa
virus ini bertransmisi melalui kontak darah termasuk pada kasus tranplantasi organ.
Patogenesis dari HHV8 pada sarkoma kaposi yang ditemukan antara lain :
1. Genom dari HHV8 dideteksi pada lesi sarkoma kaposi di semua stadium dari semua
varian yang ada.
2. Pada lesi sarkoma kaposi, HHV8 terdapat pada semua sel tumor.
3. Tumor sel sarkoma kaposi ini menunjukkan integrasi monoclonal dari virus DNA.

Di area dengan insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Eropa Utara, infeksi
HHV8 sangat jarang ( dibawah 0,1% ). Namun, di daerah insidensi tinggi seperti Italia
Selatan, prevalensi dari HHV8 mencapai 20%. Dan prevalensi tertinggi di daerah Afrika
Tengah yaitu 22 71% pada orang dewasanya yang menjadikan daerah tersebut merupakan
endemik dari sarkoma kaposi. Pada pasien dengan transplantasi organ ( khususnya pada
resipien ), manifestasi penyakit mulai terlihat 1 2 tahun setelah transplant dan pada pasien
dengan HIV-1 menderita sarkoma kaposi pada 5 10 tahun setelah terinfeksi.
Pada penderita AIDS, penyakit ini terjadi akibat gangguan sistem kekebalan dan
penelitian terakhir menyebutkan adanya kombinasi antara gangguan sistem kekebalan
dengan sejenis virus Herpes yang belum teridentifikasi.

V. KLASIFIKASI
Terdapat 4 variant tentang sarkoma kaposi, yaitu :
1. Klasik (sporadic) sarkoma Kaposi
Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada suku Mediterania
dan Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-15 : 1. Dengan usia berkisar 50-
70 tahun. Penyakit ini jarang terdapat adanya benjolan limfe, membrane mukosa, atau
keterlibatan organ viseral. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena
faktor umur, genetic, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena
infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko terjadinya sarkoma
kaposi tipe klasik.
Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas bawah baik
unilateral maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah sehingga terlihat seperti
hematom. Lesi ini perjalanannya perlahan bisa vertikal maupun horizontal dan
berkembang sampai menjadi plak atau kadang kadang nodul. Awalnya tumor
berwarna coklat dan hiperkeratosis dan pada ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi.
Tumor ini bisa menimbulkan pitting edema sampai terjadi fibrosis.
Klasik SK bermanifestasi pada nodus limfatikus di membrane mukosa dan organ
dalam seperti traktus pencernaan yang seringnya jarang bergejala karena sarkoma
kaposi tipe ini banyak mengenai orang usia tua dan meninggal karena penyakit lainnya.

Gambar 1 dan 2. Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.

2. Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS SK )


Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20% pada pasien HIV-
1 di Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang berhubungan seks, pada pengguna
narkoba suntik, hemofilia, resipien transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif
HIV di kota industri. Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan
keganasan yang paling sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada
daerah yang terbatas ketersediaan HAART (highly active antiretroviral therapy).
Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien homoseksual yang
terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala yang
jelas didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang, epidemic
sarkoma kaposi terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada
anak-anak. Kaposi sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang paling
agresif.
Serokonversi dari human herpevirus 8 (HHV-8) secara positif meningkatkan
epidemic kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya penurunan CD4 dan peningkatan
jumlah virus HIV-1 merupakan ukuran prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang
dari 1/6 penderita HIV memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini
biasanya berkembang pada pasien dengan imunodefisiensi yang parah.
AIDS SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan berkembang
menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah khususnya di hidung, alis, telinga
dan bisa juga di tenggorokan. Lesi bisa menjadi plak yang besar di area yang luas pada
wajah, tenggorokan atau ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa
mulut bisa terkena sarkoma kaposi juga pada 10 15% pada kasus ini. Dan lesi pada
faring menyebabkan sulitnya menelan, berbicara dan bernafas.
Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering
menyebabkan perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi,
beberapa lesi tidak terdiagnosa histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa dan
bisa diambil dengan forsep biopsi. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala
tertentu seperti spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan
transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa sarkoma kaposi pulmonal.

Gambar 3. Terdapat multipel lesi yaitu makula, papul dan nodul pada SK-AIDS

3. Sarkoma kaposi pada pasien terapi immunosupresan


Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi organ atau
pasien yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti penderita penyakit autoimun.
Insiden sarkoma kaposi meningkat 100x lipat pada pasien yang menjalani transplantasi.
Pada pasien dengan penyakit kongenital yang menyebabkan imunodefisiensi tidak
terjadi peningkatan resiko. Rata-rata peningkatan terjadinya sarkoma kaposi pada pasien
transplantasi di waktu 1 sampai 10 tahun setelah transplantasi. Penanganan agresif perlu
dilakukan bila ada keterlibatan organ viseral.
Pada pasien yang menjalani penanganan immunosupresi kemungkinan terjadinya
penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa keterlibatan
immunosupresi memegang peran penting dalam perkembangan sarkoma kaposi.
Aktivasi sistem imun dan immunosupresi memegang peran dalam perubahan komplek
HHV-8.
Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan seperti SK tipe
klasik tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis, tipe obat serta onset yang
lebih awal pada pemberian immunosupresan sangatlah penting pengaruhnya terhadap
perkembangan SK yang dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa
obat seperti glukokortikoid dan azatriopine. Tumor akan lebih progresif bila dosis
dinaikkan. Lesi pada tipe ini sama dengan tipe klasik dan AIDS berkaitan dengan
sarkoma kaposi. Dan lesi ini ditemukan pada > 85% pasien dengan transplantasi dan <
15% memiliki kelainan pada organ viseralnya ( gastrointestinal, paru ataupun nodus
limfatikus ) tanpa gejala kulit yang terlihat.

4. Sarkoma kaposi pada daerah endemik di Afrika


Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-anak dengan
seronegative HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran penyakit AIDS, kejadian ini
meningkat sampai 20x lipat. Jarangnya pemakaian alas kaki berkaitan dengan endemik
sarkoma kaposi. Lesi sarkoma kaposi yang tampak yaitu berupa nodul, vegetatif atau
infiltrat dan tipe limfadenopati. Tipe vegetatif atau infiltrat ini memiliki karakteristik
lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis,
otot dan tulang. Tipe limfadenopati dominan menyerang anak anak dan usia muda.
VI.
HISTOPATOLOGI
Histopatologi tergantung pada stadium dari sarkoma kaposi. Terdapat perubahan
histopatologi dan peningkatan pada dermal dari pembuluh darah yang terlihat pada sel
endothelial. Pada beberapa pembuluh darah, lokasi di lapisan dermis superfisialisnya yang
berhubungan dengan kulit luar sehingga tampak ireguler. Pada lesi didapatkan hemosiderin,
deposit dan ekstravasasi dari eritrosit yang biasa ditemukan pada infiltrat dari radang yang
sedang. Patologi dari plak sarkoma kaposi yaitu proliferasi pembuluh darah pada setiap
tingkat dermis atau kulit dengan dilatasi multiple dan angulasi pembuluh darah yang
menyebabkan kekenyalan pada jaringan kolagen.
Papul dari jaringan keras dan fascicles dari sel spindel, nodul dari sel spindel yang
berkelompok, ireguler pada garis endothelial. Pada semua stadium dari sarkoma kaposi
terdapat peradangan yang umumnya berisi limfosit, histiosit, sel plasma, sporadic dan
neutrofil.

Gambar . Penampang lesi sarkoma kaposi.

VII.
PATOFISIOLOGI
Ditemukannya virus sarkoma kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun
1994 mengarahkan kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan
epidemiologi dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan perbedaan faktor
resiko, seperti HIV tak terkontrol dan obat imunosupresi yang dipakai pada pasien
transplantasi.
Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang berlebihan. Walaupun
asal sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor endotel VIIIa antigen, marker spindle
sel seperti alpha actin otot polos, dan marker makrofag seperti PAM 1, CD68, dan CD14
yang mengekspresikan spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel menjadi serat
retikuler, kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel plasma. Sel-sel
ini cenderung melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage) atau keseluruhan
ketebalan dari dermis (plak atau tahap noduler).
KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen. Pemakaian ELISA
sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi
molekular disampaikan bahwa sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak
dibandingkan berasal dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang
berasal dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang
menyerang sel kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular dibandingkan dengan
virus DNA HHV8 dari tumor tersebut menunjukkan sekitar 80% dari tumor berasal dari
multiple sel.
Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel tunggal dan
sarkoma kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi berasal dari multifocal dan
independen pada beberapa tempat. Data ini sesuai dengan sarkoma kaposi kutaneus yang
kurang agresif. Hal ini tidak sesuai dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif.
Virus HHV8 telah diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR), hipotesis terbaru mengatakan bahwa HHV8
harus ada untuk penyakit tersebut dapat berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva.
HIV meningkatkan resiko imunosupresi.
Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi pada individu
yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin abnormal yang berasosiasi dengan infeksi
HIV dengan angiogenic sitokin-IL-1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic
fibroblast growth factor, endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor.
Sitokin lain termasuk IL-6, granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF),
transforming growth factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan platelet-
derived growth factor alpha (PDGF-alpha berasal dari saluran pencernaan dan sel
mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6, fibroblast growth factor, tumor necrosis factor
(TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal dari sel T yang terinfeksi HIV berperan
sebagai stimulant dari sel sarkoma kaposi.
Kesimpulan, komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari sarkoma
kaposi. Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan vascular endothelial growth
factor yang abnormal.

VIII.
GEJALA KLINIS
Lesi sarkoma kaposi berbentuk nodul atau plak yang berwarna merah, ungu, coklat atau
hitam, dan biasanya bersifat papular. Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi
biasanya dapat menyebar kemanapun, terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran
pernapasan. Perkembangan sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan
berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang penting.
1. Lesi pada kulit
Lesi pada kulit biasanya menyerang anggota tubuh bagian bawah, wajah, mulut dan alat
kelamin. Lesi biasanya berbentuk nodul atau bisul yang dapat berwarna merah, ungu,
coklat atau hitam, tetapi kadang-kadang berbentuk seperti plak (sering ada pada telapak
kaki), atau bahkan menyebabkan kerusakan kulit. Pembengkakan mungkin dapat
berasal dari peradangan atau limfedema (kerusakan sistem limfatik yang disebabkan
oleh lesi). Lesi pada kulit memperburuk penampilan penderita, dan menyebabkan
patologi psikososial.

Gambar 3 dan 4. Lesi pada badan dan punggung berbentuk nodul warna merah atau ungu.

Gambar 5. Lesi pada telapak kaki Gambar 6. Lesi pada tungkai bawah
Gambar 7 dan 8. Tampak nodul berwarna merah dan ungu
2. Lesi pada mulut
Pada mulut, sarkoma kaposi berperan sebesar 30%, dan merupakan 15% awal dari
sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS. Pada mulut, sarkoma kaposi paling
sering menyerang langit-langit atas, diikuti oleh gusi. Lesi pada mulut mudah rusak
dengan digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu
penderita untuk makan dan berbicara.

Gambar 9 dan10. Lesi sarkoma kaposi pada mulut


3. Lesi pada saluran cerna
Sarkoma kaposi pada saluran pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi yang
berhubungan dengan transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat
muncul dengan tidak adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran
pencernaan menyebabkan turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah,
malabsorpsi, atau gangguan perut.
Gambar 11. Sarkoma kaposi pada lien
4. Lesi pada pernafasan
Sarkoma kaposi pada saluran pernapasan muncul dengan adanya sesak napas, demam,
batuk, hemoptisis (batuk darah), atau nyeri pada dada, atau sebagai penemuan insiden
pada sinar x tulang rusuk. Diagnosis dikonfirmasi oleh bronkoskopi ketika lesi secara
langsung terlihat dan biasanya dibiopsi.

Gambar 12. Sarkoma kaposi pulmonal Gambar 13. Sarkoma kaposi tracheal

IX. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIC


1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil biopsi kulit.
2. Tes darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma Kaposi
telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menentukan jika pasien pada resiko
transmisi infeksi pada partner seksualnya, atau jika sebuah organ yang terinfeksi
digunakan untuk transplantasi.
3. Pemeriksaan fisik
X.
PENANGANAN DAN PENCEGAHAN
Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk
beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan. Terapi tergantung tipe dari
sarkoma kaposi, lesi dan sistem organ yang terkena. Pada sarkoma kaposi yang berhubungan
dengan defisiensi imun atau supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan
tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi.
Dalam penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau localized
cutaneous disease dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini termasuk eksisi,
destruksi lokal dengan cairan nitrogen laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical
dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak direkomendasikan
karena sarkoma kaposi dapat muncul pada tepi luka.

Terapi pada organ sistemik bisa untuk beberapa varian, seperti :

a. Pada klasik sarkoma Kaposi

Dilakukan kemoterapi termasuk doxorubicin 20 30 mg/m 2, bleomycin 10 mg/m2,


vincristine 1 2 mg sefrrtiap 2 4 minggu. Bisa juga diberikan etoposide dan
dacarbazine yang bisa diberikan sendiri ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan
efek terapi pada pasien sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar
dan atau yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik dengan
interferon 3 30 juta unit rutin 3x seminggu, liposomal anthracycline (seperti Doksil)
20 40 mg/m2 setiap 2 4 minggu atau vinblastin 6 mg i.v seminggu sekali.

b. Pada sarkoma kaposi terkait pasien dengan terapi immunosupresan

Bisa dilakukan penurunan dosis untuk terapi immunosupresannya atau menekan


penambahan kortikosteroid pada terapi immunosupresive, mengganti penghambat
calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna untuk terapi sarkoma kaposi dengan
tipe lainnya.
c. Pada sarkoma kaposi terkait AIDS

Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien dengan sarkoma kaposi
yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan mengecil dengan pemberian terapi ini.
Terapi paliatif dengan kombinasi kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi
replikasi HIV-1 dan melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK AIDS,
berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ). Terapi dengan
liposomal anthracycline ( liposomal doxorubicin ) lebih efektif daripada kombinasi
bleomycin dan vincristine atau doxorubicin. Dosis liposomal anthracycline yaitu 20
mg/m2 i.v setiap 2 4 minggu. Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m 2 setiap 2
minggu.

Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan pada
tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik sarkoma kaposi juga berkurang. Namun,
jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan jumlah pasien
dengan sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat kembali karena
pasien tersebut hidup lebih lama dengan infeksi HIV. Tes darah untuk mendeteksi antibodi
melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan dan dapat digunakan
untuk menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner
seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ yang akan digunakan
untuk transplantasi.

XI. PENCEGAHAN
1. Jangan berganti-ganti pasangan seks
2. Meningkatkan personal hygine

XII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan
lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan berisiko terjadi
keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa
terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena
keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh
dalam resiko terjadinya klasik Kaposi sarcoma.
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis
ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mukosa dan
organ visceral secara luas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling
sering menyebabkan perdarahan dan ileus dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak
diatasi dengan baik. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti
spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian
untuk lesi di paru dikarenakan adanya pendarahan paru.
Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki karakteristik
lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot
dan tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita
infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk makan dan berbicara.

XIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Penderita Dan Identitas Orang Tua
(Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat)
2. Riwayat Penyakit Keluarga.
Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
3. Riwayat Alergi.
Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi lainnya.
4. Aktivitas/istirahat
a. Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
b. Perubahan tonus, massa otot
5. Integritas ego
a. Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan dan kecacatan
b. Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
6. Makanan / cairan
a. Mual/muntah
b. Anoreksia
c. BB menurun
7. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan
8. Pernapasan
Sesak napas, batuk dan nyeri ketika bernapas
9. Eliminasi
Diare / susah buang air besar

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memasukan dan menelan makanan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insfeksi virus)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan penurunan imunologis
5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan
melalui rute normal (mual, muntah, anorexia, diare)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun, proses inflamasi,
dan prosedur infasif
7. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan inflamasi pada kulit

C. NURSING CARE PLAN


1. Dx.I
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan dan mencerna makanan
NOC :
Adequacy of nutrient
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
terpenuhi dengan kriteria hasil

Nafsu makan meningkat

BB meningkat atau normal sesuai umur

NIC :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
c. Monitor Turgor kulit
d. Monitor mual & muntah
e. Monitor intake makanan
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

2. Dx.II
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
NOC :
Skin and mocous Membran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kerusakan integritas
kulit teratasi dengan kriteria hasil
Intregritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Rencana Tindakan
a. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
R : Baju yang longgar akan mengurangi gesekan baju pada kulit yang
mengalami lesi
b. Potong kuku dan jaga kebersihan tangan klien
R : kuku yang pendek akan mengurangi garukan pada impetigo dan
menghindari keparahan terjadinya lesi
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
R : kulit yang bersih dan kering akan mengurangi penyebaran atau
perkembangbiakan dari bakteri
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
R : untuk mengetahui perkembangan penyakit dan keefektifan tindakan yang
telah dilakukan
e. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun (antiseptic)
R : air hangat akan mengurangi ruam dan membunuh bakteri. Sabun anti septic
dapat mengurangi atau membunuh bakteri pada kulit.
f. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic topical pada klien
R : antibiotic topical dapat memtus atau menghambat dari pertumbuhan bakteri
stap dan kolaborasi dapat mmempercepat proses pemulihan
g. Berikan pengetahuan pada klien agar jangan menggaruk lukanya
R : pengetahuan pasien pada proses pengobatan dapat mempercepat
keberhasilan proses keperawatan
3. Dx.III
Resiko infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun, proses inflamasi,
dan prosedur infasif
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan
klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan

Rencana Tindakan
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah meninggalkan pasien
e. Pertahankan lingkngan aseptic selama pengobatan berlangsung
f. Berikan perawatan kulit pada area epidema
g. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas
h. Inspeksi kondisi luka
i. Berikan terapi anibiotik bila perlu
j. Ajarkan cara menghindari infeksi

4. Dx. IV
Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan kriteria
hasil :
mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada

Rencana Tindakan
a. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai
pikiran, pandangan dirinya
b. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan
kesehatan

XIV. DAFTAR PUSTAKA

1. Syafudin,AMK. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawtan, Edisi 3.Jakarta:


EGC; 2003.
2. http://tunnyrasyid.blogspot.com/2011/11/sarkoma-kaposi-definisi-sarkoma-
kaposi.html
3. http://sehat-enak.blogspot.com/2010/02/sarkoma-kaposi-kanker-pembuluh-darah.html
4. http://perawat2008a.wordpress.com/2011/10/01/sarkoma-kaposi/

Anda mungkin juga menyukai