Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. MZAA
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jetak Kudus
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : WNI (Warga Negara
Indonesia)
Tanggal masuk RS : 17 Januari 2017
Tanggal anamnesis dan pemeriksaan :18 Januari 2017 20
Januari 2017
Tanggal kepulangan : 20 Januari 2017
No CM : 716374

B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dengan ayah dan ibu penderita di ruang
Bougenvile 2 dan didukung dengan catatan medis. (pada
tanggal 18, 19 dan 20 Januari 2017)
a. Keluhan Utama : Kejang
b. Keluhan Tambahan : Demam, Batuk, Pilek
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kudus pada tanggal
17 Januari 2017 sekitar pukul 21.00 WIB dengan
keluhan kejang 2x disertai demam sejak sore
Kejang terjadi 2x, kejang pertama terjadi sekitar
jam 19.30 WIB berlangsung 3 menit dan kejang
yang kedua terjadi sekitar jam 19.45 WIB

1
Laporan Kasus

berlangsung 10 detik. Selama kejang tubuh


pasien bergetar seperti orang menggigil dan mata
melirik ke atas. Saat kejang pasien tidak sadar.
Buang Air Besar sebelum dan sesudah kejang
dalam batas normal. Buang air kecil dalam batas
normal. Mual muntah (-)
Demam yang dialami pasien selama 1 hari
Ibu pasien mengakui menderita batuk dan pilek
selama 2 hari.
Ibu pasien menyangkal adanya mimisan, gusi
berdarah, dan munculnya bintik-bintik merah di
kulit pasien.
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah
mengalami benturan keras di kepala.
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah
mengalami luka tusuk besi kotor maupun luka
kotor akibat terjatuh.
Riwayat keluar cairan dari telinga yang didahului
panas juga disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat kejang demam disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat kelainan neurologis disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Bapak dari pasien dulu ketika berumur < 6 tahun
pernah mengalami kejang.
Riwayat penyakit epilepsi disangkal.

2
Laporan Kasus

f. Riwayat Pengobatan
Belum diberikan obat apapun baik untuk obat
panas maupun obat kejangnya.

g. Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Anak laki-laki lahir dari ibu G1P1A0, hamil
aterm, lahir secara spontan. Persalinan ditolong oleh
bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan
lahir 3200 gram. Panjang badan lahir 52 cm, lingkar
kepala saat lahir ibu lupa, lingkar dada saat lahir ibu
lupa dan tidak ada kelainan bawaan.
Pucat/Biru/Kuning/Kejang saat bayi lahir disangkal.
Diberikan ASI.
Kesan :neonatus aterm, vigorous baby, lahir secara
spontan.

h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara
teratur ke bidan 1x setiap bulan selama masa
kehamilan. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal.
Riwayat trauma saat hamil disangkal. Ibu pasien juga
tidak mengkonsumsi rokok, obat, ataupun minuman
beralkohol selama kehamilan.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal :


Pemeliharaan postnatal dilakukan di Bidan dan
tidak ada kelainan pada anak
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik.

3
Laporan Kasus

j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan
lahir 52 cm, berat badan sekarang 11 kg, panjang
badan sekarang 85 cm. Ling. Dada 51 cm dan Ling.
Kepala 47 cm.
IMT =BB ( kg ) = _11_ = 15,20 kg/m

TB2(m) (0,85)2
Perkembangan :
- Tidak ada gangguan perkembangan mental
dan emosi
Psikomotor
o Tengkurap : 6 bulan
o Duduk : 7 bulan
o Berdiri sendiri : 10 bulan
o Jalan : 11 bulan

4
Laporan Kasus

5
Laporan Kasus

6
Laporan Kasus

Interpretasi :
BB/U : di atas 0
PB/U : di atas 3
BB/TB : di atas -1
IMT/U : di bawah 0
LK/U : di bawah 1

7
Laporan Kasus

k. Riwayat Asupan Nutrisi :


ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan
(eksklusif). Sejak usia 7 bulan pasien mulai
mengkonsumsi bubur.

l. Riwayat Imunisasi :
BCG : 1x (1 bulan )
DPT : 3x (2, 4, 6 bulan)
Polio : 4x (0, 2, 4, 6 bulan)
Hepatitis B : 3x (0, 1,6 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)

m.Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien adalah anak pertama. pasien tinggal
bersama orang tuanya. Biaya pengobatan
ditanggung BPJS.
Kesan: sosial ekonomi cukup.
2. Pemeriksaan Fisik
Anak laki-laki, usia 1 tahun, berat badan 11 kg, panjang
badan 85 cm.
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang,
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4, V5,
M6)
c. Tanda vital :
HR (Nadi) : 147x/menit, reguler,
isi dan tegangan cukup
Laju Pernapasan : 42 x/menit,
regular
Suhu: 39,4 o C (axilla)

8
Laporan Kasus

SpO2 : 97%
d. Status Internus
Kepala : mesocephale
Rambut : hitam, terdistribusi merata
Mata : pupil isokor, konjungtivaanemis
-/-, sklera ikterik-/-, reflek pupil +/+
Hidung : bentuk normal, sekret -/- , deviasi (-)
Telinga :bentuk normal, nyeri tekan
tragus -/-, discharge -/-
Mulut : bibir kering (-) , bibir sianosis (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, mukosa
faring hiperemis (-), detritus (-), granulasi
(-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks :
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial
linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung sulit ditentukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur
(-), gallop (-)
o Paru - paru
Inspeksi :pergerakan dinding dada
simetris saat inspirasi dan ekspirasi,
retraksi (-)
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : sonor di seluruh paru

9
Laporan Kasus

Auskultasi : suara napas vesikuler di seluruh


lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/-
o Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh kuadran,
nyeri ketok sudut costovertebra -/-
Palpasi : supel, turgor kembali cepat,
hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
suprapubik (-) , nyeri tekan (-)
Alat kelamin : laki- laki, phimosis (-)
Anorektal : dalam batas normal, hiperemis (-)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
CRT <2 <2

Pemeriksaan Neurologis
- Pemeriksaan Refleks Fisiologis :
o Bisep (+)
o Trisep (+)
o Patella (+)
o Achiles (+)
- Pemeriksaan Refleks Patologis :
o Babinski (-)
o Cadock (-)
o Gordon (-)
o Openheim (-)
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal

10
Laporan Kasus

o Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan


o Brudzinsky I : (-) kedua tungkai tidak fleksi
o Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi
o Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak
terdapat hambatan

3. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin dan Elektrolit (18 Januari 2017)
Nilai
Pemeriksaan Hasil
Rujukan
Hemoglobin 11.1 g/Dl 11,5-13,5 g/dL
Eritrosit 4.92 jt/ul 3,9-5,9 jt/ul
Hematokrit 36.1 % 34-40 %
150-400
Trombosit 454 x 103/ul
103/ul
3
Leukosit 16.1x 10 /ul 6,0-17,03/ul
Netrofil 47.1 50-70
Limfosit 37.6 25-40
Monosit 12.0 2-8
Eosinofil 2.6 2-4
Basofil 0,5 0-1
MCH 23.0 pg 27,0-31,0pg
MCHC 30.7 g/dL 33,0-37,0 g/dL
MCV 74.9 fL 79,0-99,0fL
RDW 15.0 % 10-15 %
MPV 9.8 fL 6,5 11,0 fL
PDW 9.6 fL 10 18,0 fL

4. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak Laki-laki, usia 1 tahun
Berat badan : 11 kg
Panjang badan : 85 cm
IMT = BB (kg) / TB2 (m)
= 11/(0.85)2
= 15,20 kg/m2

11
Laporan Kasus

C. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki usia 1 tahun dengan
berat badan 11 kg dan tinggi badan 88 cm. Keluhan utama
kejang, kejang terjadi 2x. kejang pertama durasi 3 menit,
kelojotan dengan mata melirik ketas, mulut tertutup rapat,
tidak berbusa dan pasien tidak sadar selama kejang. Kejang
kedua durasi 10 detik dengan posisi tubuh, mata dan mulut
sama seperti kejang yang pertama. Setelah kejang pasien
sadar dan menangis.
Batuk pilek diakui oleh ibu sudah 2 hari. Bab cair pasca
kejang . 2x. Riwayat bapak dari pasien pernah mengalami
kejang demam saat berumur , 6 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapat:
Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit ringan,
kesan gizi baik, tidak terdapat tanda-
tanda dehidrasi.
Tanda Vital :
HR (Nadi) : 147x/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup
RR (Laju Nafas) : 42 x/menit, reguler
Suhu : 39,4 o C (axilla)
Status Internus : dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis :
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : (-)
Rangsang meningeal : (-)

Pemeriksaan Penunjang didapat :

Darah Rutin
Hemoglobin 11.1 g/dL 11,5-13,5

12
Laporan Kasus

g/dL
150-400
Trombosit 454 x 103/ul
103/ul
Netrofil 47.1 50-70
Monosit 12.0 2-8
MCH 23.0 pg 27,0-31,0pg
33,0-37,0
MCHC 30.7 g/dL
g/dL
MCV 74.9 fL 79,0-99,0fL
PDW 9.6 fL 10 18,0 fL

D. DIAGNOSA
Kejang Demam Kompleks

E. DIAGNOSA BANDING
Kejang Demam Simpleks

F. Penatalaksanaan
Tatalaksana Farmakologi:
RL 10 tetes/menit
Inj. Cefotaxime 2 x 150 gr
Stesolid 5 mg supp (bila kejang)
Paracetamol drip 100 mg/ml 4x1 ml

Tatalaksana Non Farmakologi:


Di rumah sakit :
Tirah baring
Minum obat teratur.
Di rumah :
Bila anak sakit, segera periksa ke pelayanan
kesehatan terdekat

13
Laporan Kasus

Sedia obat penurun panas di rumah


Sedia termometer dan obat anti kejang (diazepam).
Bila anak demam, segera beri obat penurun panas
dan dikompres dengan air biasa, di bagian lipat paha
dan lipat ketiak. Jika menggigil kompres dengan air
hangat.
Bila anak kejang, jangan panik, Longgarkan pakaian
anak, beri diazepam melalui dubur anak dengan
posisi anak terlentang miring, anak diposisikan miring
agar lendir / cairan dapat keluar, dan pastikan jalan
napas tidak terhalang, bila kejang > 5 menit tidak
berhenti segera dibawa ke rumah sakit terdekat

G. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

CATATAN KEMAJUAN

Tanggal 18 Januari 2017


S: Demam(+), kejang (-), batuk (+), pilek (+), muntah
(-),BAB cair (-)
O: KU Tampak lemah

14
Laporan Kasus

Kesadaran Compos mentis


GCS 15
Nadi 120x/menit, reguler, isi cukup
Suhu 38,9C
RR 22 x/menit
Mata CA -/- , SI -/-
Cor Bunyi jantung S1-S2 tunggal, reguler, murmur(-),
gallop (-)
Pulmonal Suara vesikuler di seluruh lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen Flat, supel, BU (+), NT (-)
Kulit Turgor baik.
Ekstremita Akral hangat, Oedema -/-
s
A: Kejang Demam Kompleks
P: RL 10 tetes/menit
Inj. Cefotaxime 2 x 150 gr
Stesolid 5 mg supp (bila kejang)
Paracetamol drip 100 mg/ml 4x1 ml

Tanggal 19 Januari 2017


S: Demam(+), kejang (-), batuk (+), pilek (-), muntah
(-),BAB cair (-)
O: KU Tampak lemah
Kesadaran Compos mentis
GCS 15
Nadi 115x/menit, reguler, isi cukup
Suhu 37,5C
RR 20 x/menit
Mata CA -/- , SI -/-
Cor Bunyi jantung S1-S2 tunggal, reguler, murmur(-),

15
Laporan Kasus

gallop (-)
Pulmonal Suara vesikuler di seluruh lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen Flat, supel, BU (+), NT (-)
Kulit Turgor baik.
Ekstremita Akral hangat, Oedema -/-
s
A: Kejang Demam Kompleks
P: Nebul 2x
RL 10 tetes/menit
Stesolid 5 mg (k/p)
Pamol 4x1 ml
As. Valproat 2x1 cth
Noralges 3 x 125 mg

Tanggal 20 Januari 2017


S: Demam(-), kejang (-),batuk (+), pilek (+), muntah
(-), diare (-)
O: KU Baik
Kesadaran Compos mentis
GCS 15
Nadi 110x/menit, reguler, isi cukup
Suhu 37,3C
RR 24 x/menit
Mata CA -/- , SI -/-
Cor Bunyi jantung S1-S2 tunggal, reguler, murmur(-),
gallop (-)
Pulmonal Suara vesikuler di seluruh lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-

16
Laporan Kasus

Abdomen Flat, supel, BU (+), NT (-)


Kulit Turgor baik.
Ekstremita Akral hangat, Oedema -/-
s
A: Kejang Demam Kompleks
P: RL 10 tetes/menit
Stesolid 5 mg (k/p)
Pamol 4x1 ml
As. Valproat 2x1 cth
Noralges 3 x 125 mg

TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam

A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rektal di atas 38 oC)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit
atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung
kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang

17
Laporan Kasus

dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%


diantara seluruh kejang demam. Kejang demam disebut
kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau parsial 1 sisi kejang sumum didahului kejang fokal
dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (IDAI 2011).
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak dibawah 5 tahun.
Lebih dari 90% penderita kejang demam adalah anak dibawah
5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berumur antara umur 6 bulan sampai dengan 11 bulan.
Insiden bangkitan kejang demam tertinggi pada umur 18
bulan. Menurut ILAE, Commission on Epidemiology and
Prognosis Epilepsi anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian mengalami kejang demam tidak termasuk
dalam kejang demam dan kejang disertai demam yang terjadi
pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk
dalam kejang demam. Saraf Anak sepakat bahwa anak yang
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang yang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.

B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di
Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia
dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam
sedikit lebih sering pada laki laki.

C. Etiologi

18
Laporan Kasus

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam


sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

D.Manifestasi Klinis
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering
terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai
39C atau lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24
jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Berlangsung singkat
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti periode mengantuk
singkat pasca kejang. Kejang demam yang menetap lebih
dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti
infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan
menyeluruh.

E. Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam (lipid) dan permukaan luar (ion). Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah
dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion
Na rendah. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan luar sel maka terdapat potensial membran sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang

19
Laporan Kasus

terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial


membran ini dapat dirubah oleh adanya:
- Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.
- Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.
- Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari
penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan menaikan


metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang

20
Laporan Kasus

dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh


tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
sel neuron, dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K
maupun Na melalui membran. Perpindahan ini mengakibatkan
lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke membran
sel lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38C. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40C. Terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada suhu berapa penderita kejang.

F. Faktor risiko kejang demam

21
Laporan Kasus

Kejang demam terkait dengan tiga unsur yaitu umur, demam dan
predisposisi

1. Umur sebagai faktor risiko kejang demam

Umur terjadinya kejang demam berkisar 6 bulan


sampai 5 tahun. Biasanya dibawah umur 3 tahun. Umur
tersebut terkait dengan fase perkembangan otak yaitu
masa developmental window. Masa developmental window
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu
pada waktu anak berumur kurang dari 2 tahun. Anak pada
umur dibawah 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang
(treshold) rendah sehingga mudah terjadi kejang demam.

Treshold adalah stimulasi paling rendah yang dapat


menimbulkan depolarisasi. Excitability membrane sel
pengangkut dan reseptor neurotransmiter, reseptor
neuropeptide, neuromodulator peptid, pintu kanal ion dan
mekanisme homeostasis ion selalu berubah selama
perkembangan otak dan sejalan dengan pertambahan
umur. Excitability adalah kepekaan neuron terhadap
stimulus untuk menimbulkan potensial aksi.

Pada masa perkembangan otak (developmental


window) keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam
glutamat baik ionotropik meliputi NMDA, AMPA, KA maupun
metabotropik sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,
sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,
sehingga mekanisme eksitasi lebih dominan dibanding
inhibisi. Pada masa otak belum matang kadar Corticotropin
releasing hormon (CRH) di hipokampus tinggi.
Corticotropin releasing hormon merupakan neuropeptide
eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Kadar CRH

22
Laporan Kasus

tinggi di hipokampus, hal ini mengakibatkan potensi untuk


terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.

Mekanisme homeostasis pada otak belum matang


masih lemah, oleh karena neural Na +/ K+ ATP ase masih
kurang. Pada otak yang belum matang regulasi Na +, K+ dan
Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan
repolarisasi paska depolarisasi dan meningkatkan
eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa
otak belum matang mempunyai exitability neural lebih
tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa
ini disebut sebagai developmental window yaitu umur di
bawah 2 tahun, anak rawan untuk terjadi bangkitan kejang
demam.

2. Demam merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang


demam

Demam terjadi tersering disebabkan oleh infeksi.


Kenaikan suhu tubuh pada infeksi terjadi akibat reaksi dari
lipopolisakarida bakteri, serpihan protein dari lekosit dan
degenerasi jaringan terhadap thermostat hipothalamus.
Interleukin-1 dan prostaglandin sebagai pirogen endogen
berperan terhadap kenaikan suhu di otak dan eksitabilitas
neuron serta nilai ambang kejang. Kadar prostaglandin
cairan serebrospinal lebih tinggi pada penderita kejang
demam apabila dibandingkan dengan penderita demam
tanpa kejang, peranan prostaglandin terhadap timbulnya
kejang demam masih kontroversi, perubahan kenaikan
temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan eksitanilitas neural, karena kenaikan suhu

23
Laporan Kasus

tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme


seluler serta produk ATP.

Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius


akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10-15%
sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan
oksigen. Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksi
jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul
glukose hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada
keadaan hipoksi akan mengakibatkan kekurangan energi.
Kekuragan energi akan menganggu fungsi normal pompa
Na+ dan reuptake asam glutamat oleh sel glia. Kedua hal
tersebut mengakibatkan meningkatkan kadar ion Na + di
dalam sel dan timbunan asam glutamat ekstrasel.
Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na +
sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na +
kedalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah
dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan
motilitas dan benturan ion terhadap membran sel.

Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel


tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial
membral sel sehingga membran sel dalam keadaan
depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron
GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. Bangkitan
kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh
berkisar 38,90C 39,9oC (40-56%). Bangkitan kejang terjadi
pada suhu tubuh 37oC- 38,9oC sebanyak 11% penderita
dan pada suhu tubuh diatas 40oC sebanyak 20% penderita.

24
Laporan Kasus

Tidak diketahui secara pasti saat timbul bangkitan


kejang, apakah pada waktu terjadi kenaikan suhu tubuh
ataukah pada waktu demam sedang berlangsung.
Kesimpulan dari berbagai hasil penelitian dan percobaan
binatang menyimpulkan bahwa bangkitan kejang terjadi
tergantung dari waktu kecepatan antara waktu antara
mulai timbulnya demam sampai mencapai suhu puncak
(onset) dan tingginya suhu tubuh. Setiap kenaikan suhu
0,3oC secara cepat akan menimbulkan discharge di daerah
oksipital dan discharge ini dapat dilihat dengan hasil
rekaman EEG. Kenaikan mendadak suhu tubuh
menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat dan
menurunkan kadar glutamin tetapi sebaliknya kenaikan
suhu tubuh secara pelan tidak menyebabkan kenaikan
kadar asam glutamat. Perubahan glutamin menjadi asam
glutamat dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam
glutamat merupakan eksitator.Sedangkan GABA sebagai
inhibitor tidak terpengaruh oleh kenaikan mendadak suhu
tubuh.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat


disimpulkan bahwa demam terutama demam tinggi
mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial
membran dan menurunkan fungsi inhibitor sehingga
menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan ambang
kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang
demam. Suhu tubuh 39,4oC bermakna menimbulkan kejang
dibanding suhu tubuh 38,8oC (p,0,01).

3. Faktor predisposisi bangkitan kejang demam

25
Laporan Kasus

Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam


berhubungan dengan riwayat keluarga (first degree
relative atau second degree relative) riwayat kehamilan
dan persalinan, gangguan tumbuh kembang anak,
seringnya menderita infeksi dan gangguan definisi Fe dan
Zink.

a. Riwayat keluarga sebagai faktor risiko untuk terjadi


kejang demam

Seorang anak mempunyai keluarga ayah, ibu


dan saudara kandung (first degree relative) dengan
riwayat pernah menderita kejang demam memiliki
risiko 6 kali (30%) untuk terjadi bangkitan kejang
demam dan penderita yang mempunyai keluarga
second degree pernah menderita kejang demam
mempunyai risiko 3 kali untuk terjadi bangkitan
kejang demam (OR 6,5 dan 3,6)

b. Riwayat kehamilan dan persalinan sebagai faktor


risiko kejang demam

Riwayat kehamilan maupun persalinan sebagai


faktor risiko kejang demam terkait dengan
pematangan otak maupun jejas pada otak akibat
prematuritas maupun proses persalinan. Anak yang
dilahirkan dari ibu hamil sebagai perokok dengan
jumlah sigaret diatas 10 batang dalam sehari
mempunyai risiko mengalami risiko kejang demam.
Insiden kejang demam anak yang dilahirkan dari ibu
merokok diatas 10 batang perhari sewaktu hamil
sebesar 4,4% dan memiliki risiko anak menderita
kejang demam 1,25 kali. Anak dengan riwayat

26
Laporan Kasus

kesulitan sewaktu lahir, lahir dengan berat badan


rendah, umur kehamilan preterm ataupun
postermdiatas 28 hari memiliki risiko timbulnya
kejang demam.

Anak yang dilahirkan ibu dengan umur


kehamilan lebih bulan dan disertai riwayat pernah
kejang demam akan berisiko 28% mengalami
bangkitan kejang demam sebesar 28%. Bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan eklampsia memiliki risiko
3,6% dibanding ibu normal. Bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram berisiko
timbulnya 2,5% untuk terjadinya bangkitan kejang
demam. Bayi preterm 3 kali berisiko bangkitan
kejang demam dibandingkan aterm.Bayi dengan
berat badan rendah dan lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan maupun lebih bulan
memberikan hipoksia otak pada saat dilahirkan. Hal
ini menyebabkan hipoksia otak yang mengakibatkan
metabolisme anaerob sehingga menghasilkan energi
rendah dan produksi asam laktat. Produksi tidak
adekuat akan menyebabkan reuptake asam glutamat
oleh sel glia terganggu sehingga terjadi timbunan
asam glutamat.

Timbunan asam glutamat mengakibatkan


aktivasi reseptor ionotropik yaitu NMDA dan AMPA,
serta reseptor metabotropik, sehingga terjadi Na+,
dan Ca++ influk dan akumulasi Na+, Ca++ intrasel.
Akumulasi ion Ca++ mengakibatkan aktivasi enzim
protease, lipoprotease, endonuclease, dan produksi
radikal bebas.Enzim protease dan lipoprotease

27
Laporan Kasus

menghidroliser membran sel dan enzim


endonuklease menghancurkan ini sel dan DNA.
Sedangkan radikal bebas menyebabkan kematian
sel. Produksi asam laktat berlebihan mengakibatkan
sel neuron mengalami asidosis sehingga
metabolisme di mitokondria terhenti, ke duanya
mengakibatkan kematian sel neuron dan sel glia
otak. Kematian sel glia berakibat pengaturan kadar
ion K+ dan asam glutamat ekstra sel terganggu.
Fungsi normal otak tergantung dari efisiensi kontrol
terhadap iok K+ekstrasel. Timbunan asam glutamat
dan gangguan pengaturan ion K+ ekstrasel tersebut
mengakibatkan sel neuron dalam keadaan mudah
terangsang (excitability).

Hipoksia dan hipoglikemia otak dapat


menyebabkan kerusakan enzim glutamic
aciddecarboxylase (GAD) dan GABA ergic. Enzim
tersebut berperan didalam pembentukan GABA ,
sehingga keadaan hipoksia dan hipoglikemi dapat
mengakibatkan fungsi inhibisi menurun sehingga
dapat menurunkan nilai ambang kejang.

c. Gangguan perkembangan otak sebagai faktor risiko


kejang demam

Gangguan perkembangan otak yang


bermanifestasi klinik sebagai developmental delayed
dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan otak
intrauterin (dalam masa di dalam otak). Tahap
perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu: 1) neurulasi
2) perkembangan prosensefali 3) proliferasi neuron

28
Laporan Kasus

4) migrasi neural 5) organisasi 6) mielinisasi. Tahapan


perkembangan otak intrauterin dimulai fase neurulasi
sampai migrasi neural. Fase perkembangan otak
intrauterin dimulai fase neurulasi sampai migrasi
neural.

Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi


masih berlanjut sampai tahun-tahun pertama paska
natal. Fase perkembangan otak merupakan fase yang
rawan apabila mengalami gangguan, terutama fase
perkembangan organisasi. Hal ini akan berakibat
terjadi developmental delayed dan bangkitan kejang.
Developmental delayed riwayat keluarga pernah
menderita kejang demam, pada saat neonatus
dirawat lebih dari 30 hari sering dititipkan pada day
care, meupakan faktor risiko terjadi kejang demam.
Developmental delayed disertai didapatkan dua atau
lebih dari faktor tersebut diatas 28%-30%
mempunyai risiko untuk terjadi kejang demam.

d. Infeksi berulang sebagai faktor risiko kejang demam

Insiden kejang demam pada penderita


mengalami panas karena infeksi diatas 4 kali dalam
setahun sebanyak 33%, sedangkan kontrol 23%.

e. Imunisasi sebagai faktor terjadi kejang demam

Risiko angka kejadian kejang demam berkisar


36 kali bergantung jenis MMR yang dipakai. MMR
jenis Priorix insiden relatif (IR) 6,26 kali (CI 95% 3,85
10,18), MMRII insiden relatif (IR) 3,64 kali (CI 95%
2,44 5,44). Kejang demam akibat imuniasasi DPT

29
Laporan Kasus

terjadi dalam kurun waktu 48 jam, sedangkan


imunisasi MMR 7-15 hari.

G.Klasifikasi Kejang Demam


Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat
klasifikasi kejang demam pada anak menjadi:
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Kejang demam berlangsung singkat
Durasi kurang dari 15 menit
Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
Umumnya akan berhenti sendiri.
Tanpa gerakan fokal.
Tidak berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam.
Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain,
yaitu klasifikasi Livingston. Klasifikasi ini dibuat karena jika
anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah
diramalkan dari sifat dan gejala mana yang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menderita epilepsi.
Livingston (1954) membagi kejang demam atas 2 golongan
:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered
off by fever)

30
Laporan Kasus

Modifikasi Livingston diatas dibuat untuk diagnosis kejang


demam sederhana adalah:
1. Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15
menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah
suhu normal tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi
4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih
dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan
pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok
kedua ini memiliki kelainan yang menyebabkan timbulnya
kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus
saja.

H.Langkah Diagnostik
Anamnesis

- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang


- Suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,
interval, keadaan anak pasca kejang penyebab demam di
luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran
napas akut ISPA, infeksi saluran kemik/ ISK, otits media
akut/ OMA, dll.
- Riwayat perkembangan , riwayat kejang demam dan
epilepsi dan keluarga.
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/
muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak

31
Laporan Kasus

yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang


dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu


tubuh: apakah terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II,
Kernique, Laseque
- Pemeriksaan nervus kranial
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar
(UUB) membonjol, papil edema
- Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll.
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis,
reflex patologis

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk


mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat
meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
urinalisis dan biakan darah, urin atau feses
- Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan/ menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal
dianjurkan pada:
o Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
o Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
o Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
o Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
direkomendasikan EEG masih dapat dilakukan pada
kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang

32
Laporan Kasus

demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6


tahun atau kejang demam fokal.
- Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
- Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi, misalnya :
o Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis)
atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak
(mikrosefali, spastisitas)
o Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
menonjol, paresis nervus VI, edema papil)
(IDAI,2011).

I. Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada


algoritme tatalaksana kejang saat ini lebih diutamakan
pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa:

- Antipiretik
o Paracetamol 10-15 mg/kgBB/ kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak elbih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10
mg/ kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
- Antikejang
o Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8
jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap

33
Laporan Kasus

8 jam pada saat suhu tubuh >38,5oC. Terdapat efek


samping berupa ataksia, iritabeldan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus.
- Pengobatan jangka panjang/ rumatan
o Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu)
Kejang lama >15menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/
sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd,
palsi serebral, retardasi mental , hidrosefalus.
Kejang fokal
o Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2x/lebih dalam 24 jam
Kejang demam tejadi pada bayi kurang dari 12
bulan
Kejang demam 4kali pertahun
- Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital
(dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam
valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis)
pemberian obat ini efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang (level I). Pengobatan diberikan selama
1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
Kejang
Algoritma Penghentian Kejang Demam

Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB


Boleh diulang setelah 5 menit

Kejang (Ke RS)


Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

Kejang
Fenitoin IV 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 1mg/kg/menit

34
Kejang berhenti Kejang tidak berhenti
Lanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal
Rawat ICU
Laporan Kasus

Jika pasien datang dalam keadaan kejang, berikan


diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua dirumah adalah diazepam rektal dengan
dosis 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk anak dengan
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazpam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.
Bila pada pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, diazepam dapat diberikan lagi dengan interval 5 menit.
Bila masih gagal dianjurkan ke RS dan diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila masih belum berhenti
berikan fenitoin secara IV dengan dosis awal 10-20 mg/kg/ kali
dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/ hari
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang berhenti, tentukan apakah anak termasuk
dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumatan
atau hanya memerlukan pengobatan intermiten bila demam.
Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan terus

35
Laporan Kasus

menerus untuk waktu yang cukup lama, yaitu 1 tahun bebas


kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pengobtan rumatan diberikan bila kejang demam menunjukkan
salah satu atau lebih gejala berikut :
kejang lama >15 menit
anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum dan
sesudah kejang misalnya hemiparesis, Cerebral Palsy,
retardasi mental.
Kejang fokal
Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami
epilepsi
Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
- Kejang demam yang terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan
- Kejang demam 4 kali pertahun.
Pengobatan rumatan yang diberikan adalah:
Asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis atau
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada
saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik ( parasetamol 10-15
mg/kgBB/ kali diberikan 4 kali sehariatau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali) dan antikonvulsan (diazepam
oral 0,3mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam atau diazepam
rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5 C).
Tatalaksana di Emergensi :

36
Laporan Kasus

Indikasi rawat

- Kejang demam kompleks


- Hiperpireksi
- Usia dibawah 6 bulan
- Kejang demam pertama kali
- Terdapat kelainan neurologis

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian


kasus. Faktor risiko berulang kejang demam adalah

- Riwayat kejang demam dalam keluarga


- Usai kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam

37
Laporan Kasus

Jika seluruh faktor diatas ada kemungkinan berulangnya


kejang demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor
tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi

- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas


sebelum kejang demam pertama
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan


kejadian epilepsi sampai 4%-6% kombinasi dari faktor risiko
tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%,
kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

J. Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.Tetapi pada
kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit) biasanya
disertai apnue, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat,
hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat, metabolisme otak
meningkat.

K. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam
tidak pernah dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang awalnya normal.Kejang
demam dapat berulang di kemudian hari atau dapat berkembang

38
Laporan Kasus

menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko berulangnya


kejang pada kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia di bawah 12 bulan.
c. Suhu tubuh saat kejang yang rendah.
d. cepatnya kejang setelah demam
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah:
a. kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

Edukasi pada Orang Tua


Sebagai seorang dokter sebaiknya kita mengurangi
kecemasan orang tua dengan cara :
- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki
prognosis yang baik
- Memberitahukan cara penangan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau
hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang

39
Laporan Kasus

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang


telah berhenti
7. Bawa kedokter atau Rumah Sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo, Buku ajar neurologi, 1999, Ismael S.


KPPIK-XI, 1983;
2. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-
penatalaksanaan-pada-disentri-basiler.html
3. Provisional commission on epidemiology and prognosis.
Epilepsia 1993;34;592-74
4. Konsensus Penanganan Kejang Demam, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2005
5. Knudsen, Febrile seizures-treatment and outcome.
Epilepsia 2000;41;2-9
6. Sodium valproate, Phenobarbital and placebo.
Neuropediatrics 1984;15;37-42
7. Utari, Agustini, 2013, Tata Laksana Kejang pada Bayi dan
Anak, Semarang: Departemen Ilmu Kesehatan Anak

40
Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro SMF


Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.
8. Pudjiadi, dkk, 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jilid I: IDAI

41

Anda mungkin juga menyukai