PENDAHULUAN
2.5 Patogenesis
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi,
kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau
mukosa).Cakaran oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena
binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan
mukosa seperti konjungtivamungkin infeksius. Ekskreta kelelawar yang
mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka
yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh
kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea dari penderita dengan
ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis padaresipen/penerima sehat telah direkam
dengan cukup sering (Rupprecht, 2004).
Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang
terdokumentasi dan jarang terjadi.Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk
virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies
masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada
tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut
saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Bagian otak
yang terserang adalah medullaoblongata dan annons hoorn.Sesampainya di otak
virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luasdalam semua bagian
neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron
sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf
volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan- jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal
dan sebagainya. Gambaran yang palingmenonjol dalam infeksi rabies adalah
terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion
besar (WHO, 2006).
Tabel 2. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit
(Depkes, R.I 2007).
Vaksinasi Dosis Waktu Pemberian
2. 0,5 ml Hari ke 28
2.10 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasnya
timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan intra-
kranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormone antidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertemia, hipotermia, aritmia dan henti
jantung. kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering terjadi komplikasi
hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi
pernafasan terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal
jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik. (Herijanto, 2006)
Jenis Komplikasi
Nerologik Pulmonal Kardovaskular
Hiperaktif Hiperventilasi Aritmia
Hidrofobia Hipoksemia Hipotensi
Kejang fokal Ateletaksis Gagal jantung kongestif
Gejala neurologi local Apnea Thrombosis arteri/ vena
Edeme serebri Pneumotoraks Obstruksi vena kava
Aerofobia
superior
Henti jantung
Pituitari Lain-lain
SAHAD Anemia
Diabetes Insipidus Pendarahan
gastrointestinal
Hipotermia
Hipertermia
Hipovolemia
Ileus paralitik
Retensio urin
Gagal ginjal akut
Pneumomediastinum
2.11 Prognosis
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus
sudah mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari
kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari rabies namun sejak tahun
1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis
seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian
terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun
paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang
melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis
yang segera mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan
angka survival 100%. (Herijanto, 2006)
BAB III
SIMPULAN
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang bersifat
zoonosis (menular ke manusia).Rabies disebabkan oleh virus rabies, Virus rabies
termasuk virus yang memiliki genom RNA untai tunggal berpolaritas negative.
Provinsi Balimerupakan propinsi terbaru tertular rabies di Indonesia , maka usaha
pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan
seintensif mungkin. Penatalaksanaan profilaksis rabies sangat kompleks,
tergantung dari epidemiologilokal, jenis dan sifat hewan pembawa rabies, derajat
kontak dan tes diagnostik.
Pemberian vaksin anti rabies (VAR) atau VAR disertai serum anti rabies
(SAR)harus berdasarkan atas tindakan tepat dengan mempertimbangkan hasil-
hasil penemuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala dari rabies ini mulai
dari Stadium Prodromal: Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang
susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal. Stadium Sensoris : penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan
pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan. Stadium Eksitasi:Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi
meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus,
ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Stadium
Paralis: Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi.
Profilaksis terhadap rabies merupakan tindakan efektif dan aman. Mencuci
luka dan vaksinasi segera setelah kontak dengan hewan tersangka rabies dapat
mencegah timbulnya rabies hampir 100%. Strategi yang paling efektif untuk
mencegah rabies adalah mengurangi penularan rabies pada anjing melalui
vaksinasiPre Exposure Profilaksis dan Post Exposure Profilaksis.
DAFTAR PUSTAKA