I. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. NU
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 32 tahun
Alamat : Koya
Suku : Papua
Agama : Kristen Protestan
MRS : 10 08 2016
KRS :
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama (Autoanamnesis)
Kaki kanan tidak dapat diluruskan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan kaki kanan tidak dapat diluruskan, hal ini sudah
dialami pasien 1 bulan lebih SMRS. pasien sebelumnya mengaku
pada tanggal 6 juli saat itu pasien sedang berdiri di pinggir jalan lalu
pasien di tabrak dari arah kanan pasien, paha kanan pasien terbentur di
mobil, pasien terjatuh dan terseret dengan posisi kaki kanan pasien
terlipat. Setelah itu pasien dibawah ke RS Kwainggai dari situ pasien di
rujuk ke RS Dok 2, di sana pasien di coba dilakukan reposisi dengan cara
ditarik di kamar oprasi RS Dok 2 namun tidak berhasil, akhirnya pasien
minta pulang paksa ke rumah, di rumah pasien sempat diurut sebanyak
dua kali, namun terasa semakin sakit sehingga pasien dibawa berobat ke
RSUD Abepura. Mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri kepala (-),
pingsan (-).
d. Kebiasaan
Merokok (+) 6 10 batang / hari
Konsumsi Alkohol 30% - 40 % hampir 4 5 kali per bulan
1
TTV : TD = 120/70 mmHg, N = 74 x/menit, reguler, kuat angkat , R = 20
x /mnt, S = 36,5oC
b. Status Interna
Kepala/leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran
KGB (-), Oral Candidiasis (-/-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
dinding dada (-), jejas (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara nafas dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 2 cm kelateral
linea mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat,
tidak melebar.
Perkusi :
Batas atas :ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang :ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri :ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis
kiri
Batas kanan : ICS VI linea sternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
bising Jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung , caput medusa (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal 2x / menit
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor normal,
massa (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Ekstremitas
Superior : akral teraba hangat, sianosis (-/-), edem (-/-)
Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edem (-/-)
2
Feel : nyeri tekan (+), pulsasi a. dorsalis pedis dextra (+)
Movement : pasif terbatas, gerak terbatas Hip joint (D)
3
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap : 10-08-2016
Hemoglobin : 12,3 g/dl Ur : 17 SGOT : 19
Leukosit : 6.900 Cr : 1,2 SGPT : 22
Trombosit : 165.000 HBSAg: NR
CT : 0600 PITC : NR
BT : 0300
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-/-)
Status Lokalis :
Look : deformitas (+),
Flexi(+),Adduksi(+),Internal
4
rotasi (+)
Feel : nyeri tekan (+)
Mov : Pasif Terbatas, gerak
terbatas Hip joint (D)
A : Dislokasi Hip Joint (D)
X. DIAGNOSA TERAKHIR
Neglected Dislokasi Hip Joint (D) post Op H1 + Fraktur Acetabulum (D)
XI. TERAPI
IVFD RL 20 tpm
Inj.Ceftriaxone 3 x 1gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj Hypoac 3x200 gr
Inj Ketorolac 3% 3x1 A
XII. RESUME
Seorang Pria umur 32 tahun datang dengan keluhan kaki kanan tidak dapat
diluruskan, hal ini sudah dialami pasien 1 bulan lebih SMRS. pasien
sebelumnya mengaku pada tanggal 6 juli saat itu pasien sedang berdiri di
pinggir jalan lalu pasien di tabrak dari arah kanan pasien, paha kanan pasien
terbentur di mobil, pasien terjatuh dan terseret dengan posisi kaki kanan
pasien terlipat. Pemeriksaan fisis, Tekanan darah : 120 / 70 mmHg, Nadi : 78
x/m, Respiratory rate : 20 x/m, Suhu Badan : 36,7 0C. Status Generalis :
dalam batas normal, Status Lokalis Regio Hip Joint (D) : Look : deformitas
5
(+) Flexi (+),Adduksi(+)Internal Rotasi (+), Feel : nyeri tekan (+), pulsasi a.
dorsalis pedis Dextra (+), Movement : gerak Pasif terbatas Hip joint (D),
XIII. PEMBAHASAN
a. Definisi Dislokasi
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan
permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika
caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau
didapat (acquired). Dari kedua dislokasi ini, dislokasi yang paling sering
ditemukan adalah dislokasi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi
panggul traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi pada
semua kelompok usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan
meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini
merupakan suatu kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan
tatalaksana segera.
6
Gambar 1. Os femur dan Os Pelvis
Gambar 2. Musculus
7
Gambar 3. Ligamentum-ligamentum yang melekat di os femur dan os pelvis
8
abduksi dibatasi oleh tegangan Ligamentum Pubofemorale, dan adduksi
dibatasi oleh kontak dengan tungkai sisi yang lain dan oleh tegangnya
Ligamentum Teres Femoris. Rotasi lateral dibatasi oleh tegangan
Ligamentum Iliofemorale dan Ligamentum Pubofemorale, dan rotasi medial
dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale. Gerakan-gerakan berikut ini dapat
terjadi:
a. Ligamen Anatomi
Sendi pinggul berbentuk bola dan socket. Caput berputar
dalam acetabulum dan tidak tertutup sempurna. Kedalaman acetabulum
ini dilengkapi oleh fibrous labrum, yang membuat fungsional sendi lebih
dalam dan lebih stabil. Labrum menambahkan lebih dari 10% cakupan
caput femoralis, menciptakan situasi yang membuat kaput 50% lebih
tercakup selama gerakan. Dibutuhkan lebih dari 400 N kekuatan hanya
untuk merusak sendi panggul. Kapsul sendi pinggul adalah kuat dan
meluas dari tepi acetabulum ke garis intertrochanteric anterior dan leher
9
femoralis posterior. Serat longitudinal didukung oleh kapsul spiral tebal
disebut ligamen.
Anterior, ligamentum iliofemoral atau ligamen Y berasal
dari aspek superior dari sendi di ilium dan spina iliaca anterior inferior.
Berjalan pada dua pita memasuki sepanjang garis intertrochanteric
superior dan hanya dari superior ke inferior trokanter minor. Inferior
kapsul lebih lanjut didukung oleh ligamentum pubofemoral, yang berasal
dari ramus superior superolateral dan masuk pada garis intertrochanteric
ke ligamentum Y.
Posterior, kapsul masuk pada leher femoralis pada inferior
dari caput medial dan meluas ke dasar trokanter mayor lateral.
Ligamentum ischiofemoral dalam kapsul posterior berasal dari dinding
posterior inferior dengan iscium. Berjalan lateral obliq dan superior
untuk memasuki leher femoralis dengan kapsul. Selain ligamen, rotator
eksternal pendek berbaring di kapsul posterior, memberikan dukungan
tambahan.
b. Neurovaskular Anatomi
Semua saraf ke tungkai bawah lewat dekat sendi pinggul.
Saraf skiatik yang paling menjadi perhatian karena paling berisiko. Saraf
ini berjalan posterior pada sendi, muncul dari notch isciadica yang dalam
ke piriformis dan yang superfisial ke obturator internus dan otot gemelli.
Dalam 85% orang saraf ini adalah sebuah struktur tunggal yang terletak
di posisi normal. Pada 12% itu membagi sebelum keluar dari skiatik
notch yang besar dan divisi peroneal melewati agak lebih dalam daripada
otot piriformis. Dalam 3% saraf ini mengelilingi piriformis dan dalam
1% seluruh saraf melewati piriformis. Dengan terjadinya dislokasi
posterior, saraf dapat teregang atau langsung tertekan.
10
ini berasal dari cincin ekstrakapsular di dasar colum femur. Cincin ini
dibentuk oleh kontribusi dari arteri circumfleksa femoralis posterior
medial dan lateral anterior cirkumfleksa femoralis. Pembuluh darah
melintasi kapsul dekat insersi pada leher dan daerah trokanterika dan
naik sejajar dengan leher, memasuki kaput berdekatan dengan
permukaan inferior artikular. Pembuluh darah superior dan posterior,
yang terutama berasal dari arteri femoralis circumfleksa medial, lebih
besar dan lebih banyak daripada pembuluh darah anterior. Selain
pembuluh serviks, kontribusi yang kecil untuk kaput muncul dari arteri
foveal, sebuah cabang dari arteri obturatorius yang terletak di dalam
ligamentum teres. arteri ini memberi kontribusi yang signifikan ke
bagian epifisis dari pembuluh darah kaput femur pada sekitar 75% dari
pinggul.
c. Epidemiologi
11
Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislokasi panggul
traumatik makin sering ditemukan. Dislokasi panggul ini dapat terjadi
pada semua kelompok usia. Dislokasi panggul posterior merupakan
dislokasi yang paling sering terjadi. Dislokasi panggul posterior terjadi
sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislokasi panggul anterior terjadi
sebanyak 10% dari seluruh kasus dislokasi panggul traumatik.
d. Klasifikasi
a. Dislokasi Posterior
1) Mekanisme Cedera
Empat dari lima dislokasi panggul traumatik adalah
dislokasi posterior. Biasanya dislokasi ini terjadi dalam kecelakaan
lalu lintas bila seseorang yang duduk di dalam mobil terlempar ke
depan sehingga lutut terbentur pada dashboard. Femur terdorong ke
atas dan caput femoris keluar dari acetabulum, seringkali terjadi
fraktur pada acetabulum (fraktur-dislokasi).
12
Caput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac)
atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha ketika terjadi
dislokasi.
13
Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur
(biasanya femur), dislokasi panggul seringkali tidak terdiagnosis.
Pedoman yang baik adalah dengan pemeriksaan pelvis dengan
pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus diperiksa untuk
mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus.
14
Gambar 8. Klasifikasi FractureCaput Femoris Menurut Pipkin
A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea, C) Sama
seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture collum femoris, D) Fracture caput femoris dan
acetabulum dalam bentuk apapun.
4) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat
keluar dari acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap
acetabulum atau caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser.
Foto oblik dapat digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT
scan adalah cara terbaik untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap
fragmen tulang.
e. Diagnosis
Sebagaimana bidang ilmu lainnya, pengobatan bedah ortopedi hanya
dapat berhasil dengan baik bila sebelumnya dapat ditegakkan suatu
diagnosis yang baik. Pemeriksaan diawali dengan menanyakan riwayat
penderita (anamnesis) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan-pemeriksaan tertentu berdasarkan kebutuhan yang
diperlukan. Hal-hal yang yang diperlukan dalam diagnosis adalah(5) :
1. Anamnesa
Sebagian dari kelainan ortopedi dapat terdiagnosis melalui
anamnesis yang baik dan teratur, sehingga seorang dokter harus
15
meluangkan waktu yang cukup dalam melakukan anamnesis, tekkun
dan menjadikannya kebiasaan. Anamnesis melalui pengambilan
riwayat penderita secara skematis meliputi :
Data Pribadi, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan
alamat.
Tanggal Pemeriksaan
Keluhan Utama, merupakan beberapa gejala / keluhan
muskuloskeletal yang membuat penderita datang untuk diperiksa,
seperti :
a. Trauma
b. Nyeri
c. Kekakuan pada sendi
d. Pembengkakan
e. Deformitas
f. Instabilitas sendi
g. Kelemahan otot
h. Gangguan sensibilitas
i. Gangguan atau hilangnya funsi
j. Jalan pincang
2. Pemeriksaan umum
Bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik penderita secara
umum serta melihat apakah ada indikasi penyakit lainnya selain
kelainan muskuloskeletal. Perlu dicari kemungkinan komplikasi umum
16
seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka;
Tanda tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.
pemeriksaan dilakukan secara sistematik karena sebagian penderita
yang datang adalah penderita yang sudah berumur dan biasanya
memiliki kelainan lain selain kelainan muskuloskeletal yang
dikeluhkan.
b. Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah :
Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah
denyutan arteri dapat diraba atau tidak.
Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk
mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran
sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya tumor dan
17
sifat-sifatnya, adanya cairan di dalam/di luar sendi atau adanya
pembengkakan.
Nyeri tekan; perlu diketahui lokasi yang tepat dari nyeri,
apakah nyeri setempat atau nyeri yang bersifat kiriman dari
tempat lain (referred pain)(5). Pemeriksaan nyeri sumbu tidak
dilakukan lagi karena akan menambah trauma(6).
Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan
dari tulang atau adanya gangguan di dalam hubungan yang
normal antara tulang yang satu dengan lainnya.
Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota
gerak bawah dimana adanya perbedaan panjang merupakan
suatu hal yang penting untuk dicermati. Pengukuran juga
berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot
dengan membandingkannya dengan anggota gerak yang sehat.
Penilaian deformitas yang menetap; pemeriksaan ini
dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi
anatomis yang normal.
d. Pergerakan (Move)
18
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah yaitu pergerakan aktif
yang merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita
sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan
bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai(5) :
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit.
Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi.
Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan
menambah trauma.
Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan
keadaan ligamen yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan
stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikantekanan
pada ligamen dan gerakan sendi diamati.
Pemeriksaan ROM (Range of Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap
pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan
batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang
merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi.
Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi,
adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi,
supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi, plantar fleksi, inversi dan
eversi.
Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat
gerakan sendi normal dan abnormal secara aktif dan pasif.
19
(+) Flexi (+), Adduksi (+), Internal Rotasi (+), Feel : nyeri tekan (+),
pulsasi a. dorsalis pedis Dextra (+), Movement : gerak Pasif terbatas Hip
joint (D). Pemeriksaan penunjang yaitu Foto Rontgen Pelvis Ap/Lat (D) :
ditemukan caput femoris (D) terlihat keluar dari acetabulum dan berada
di atas acetabulum.
Dari hasil ini maka Diagnosis dapat di tegakan karena
pemeriksaan Fisik yang di temukan pada Tn.NU sesuai dengan yang
terdapat pada teori karena Dislokasi posterior hip joint dapat disebabkan
oleh trauma. Dislokasi terjadi pada axis longitudinal femur saat femur
dalam keadaan fleksi 90 Dearajat dan sedikit adduksi. Pemeriksaan pada
penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang
abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan
sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang
karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.
Pada pasien Tn.NU saat dilakukan Operasi Reposisi Terbuka di
dapatkan patahan dari Acetabulum sehingga pasien ini di berikan
Diagnosis juga dengan Fraktur Acetabulum (D). Berdasarkan klasifikasi
posterior menurut Epstein dan Thompson pada Dislokasi Sendi Panggul
f. Tatalaksana
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi
umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya
dislokasi. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup, namun
jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka harus dilakukan reduksi
terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut. Sebelum
melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
20
Kontraindikasi reduksi tertutup:
Dislokasi panggul terbuka.
Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk mereduksi dislokasi panggul posterior sederhana (tipe I
Epstein).
g. Komplikasi
Dini
Cedera nervus ischiadicus.
21
pada setiap fraktur corpus femoris, bokong dan trochanter per
palpasi, dan panggul harus dilakukan pemeriksaan X-ray.
Sekalipun tindakan pencegahan ini tidak dilakukan, suatu
dislokasi harus dicurigai bila fragmen proximal pada fraktur
melintang pada batang terlihat beradduksi. Reduksi dislokasi ini
jauh lebih sulit, tetapi manipulasi tertutup yang perlahan harus
tetap dicoba. Jika cara ini gagal, maka reduksi terbuka harus
dicoba, dan pada saat yang sama, femur dapat difiksasi dengan
intramedullary nail.
Lambat
Nekrosis avaskular.
Miositis osifikans.
22
dicegah. Gerakan tidak boleh dipaksa dan pada cedera yang
berat, masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu
diperpanjang.
Osteoartritis.
h. Indikasi operasi
23
DAFTAR PUSTAKA
24
6. Byrne, P.D. Mulhall, J.K. Baker, F.J. The Hip Joint. BMS 712 Lower Limb.
IBMS KMU. 2010. Dublin. Ireland.
25