Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK


A. Isu pembangunan
Dalam mengejar ketinggalan dan memperbaiki keadaan , Negara-negara berkembang
berusaha meningkatkan prooses produksi barang dan jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi
masyarakat. Untuk itu ada dua konsep yang saling berbeda argumentasi dan justifikasi nya, yaitu
konsep pertumbuhan berimbang dan konsep pertumbuhan tidak berimbang.
Konsep partumbuhan berimbang bermaksud mengembangkan semua sector , dalam arti
pemerataan penyelenggaraan pembangunan itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui , Negara-
negara berkembang pada hamper semua segi mengalami keterbelakangan mulai dari ketidak
berdayaan modal, upah dan penggajian yang rendah , tidak adanya jumlah cukup tenaga kerja
yang potensial, pendapatan yang rendah sehimgga mengakibatkan saving rendah pula, investasi
rendah, produksi rendah dan begitu seterusnya , berulang seperti lingkaran setan.
Konsep pertumbuhan tidak berimbang adalah usaha
menyelidiki sector yang akan ditumbuh kembangkan dalam pembangunan ekonomi. A.
Hirschman melihat bahwa karena sumber daya harus berbeda-beda pada masing-masing sector,
maka ketidaktepatan keputusan penentuan investasi, ditambah lagi dengan keadaan infra struktur
ekonomi yang belum membaik, menyebabkan para investor tidak berkenan menanamkan
modalnya. Jadi investasi juga harus dipilih
secara selektif serta teknologi yang digunakan harus disesuaikan , dan barang modal harus
dijamin perawatannya. Dengan begitu dalam memilih invertasi harus padat tenaga kerja yang
potensial. Inflasi harus tekan serta tabungan didorong supaya investasi itu sendiri lebih
menguntungkan.
Karena pelaksanaan yang selektif dan sepihak sepertii ini, tampak pendapat A. Hirschman
melupakan perkembangan aspek politik dan administrasi . beliau hanya mengkaji aspek
ekonominya saja. Dalam arti tidak mempertimbangkan akan timbulnya keresahan dipihak yang
menangani sector-sektor yang dinomor duakan dan tidak terpilih dalam seleksi. Selain itu, secara
administrasi tidak terjadi keseimbangan pertumbuhan dan pembangunan itu sendiri pada sector
lain yang multi dimensional kompleksitasnya.
Para pakar ekonomi memang cenderung dinilai terlalu sentralistik oleh para
politisi, karena kajian mereka yang efesiensi dan efektifitas kendati sebaliknya, para politisi
dinilai memperlambat lajunya pertumbuhan dan pembangungan ekonomi itu sendirikarena kajian
mereka yang responsiveness karena itu sendiri kedua kutub ini hendaknya perlu diseimbangkan
terutama dinegara-negara berkembang.
Lebih lanjut dapat dirinci bahwa apabila kita terlalu memperhatikan
responsiveness dalam arti perhatian utama terhadap tanggapantanggapan mamsyarakat. Hal ini
karena sejalan dengan pendemokrasian berbagai pihak dan sector terkait.
Jadi dalam setiap system perekonomian , politik dan pemerintahan
suatu bangsa hatus ada semaacam harmoni antara cara orang memperoleh kekayaan dengan cara
mereka memerintah dirinya sendiri. Jadi system politik dan ekonomi sangat bertentangan , maka
yang satu akhirnya akan melecehkan yang lain. Hal ini kita lihat diindonesia pada tahun lima
puluhan , dalam rangka pembangunan politik : maka partai-partai dibiarkan berkembang dengan
harapan setiap aspirasi rakyat terangkat ke permukaan.
Tetapi kemudian untuk memacu lajunya
pembangunan maka politik diambangkan , keterbukaan belum sebagaimana yang diharapkan ,
parlemen tidak banyak bicara, bahkan kasus marsinah dan kedungomo menjadi isu yang belum
tuntas. Pembangunan itu sendiri sering
dirumuskan sebagai proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke
situasi yang lain, yang nilai nya lebih tinggi. Dengan perkataan pembangunan menyangkut
proses perbaikan. Untuk membedakan
pembangungan dan pertumbuhan adalah dengan melihat bahwa pertumbuhan ekonomi perpokok
pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan masyarakat , sehingga
pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas dan mencakup perubahan pada tata
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Proses pertumbuhan jangka panjang diarahkan pada pertumbuhan sektoral yang mencakup
produksi primer dan skunder. Khusus perkembangan teknologi bidang produksi primer , relative
bersifat eksogen jadi tidak begitu responsive terhadap perkembangan sector primer itu sendiri.
Memang kita lihat bahwa seorang petani tradisional untuk mencukupi kebutuhan nya sehari-hari
belum memerlukan traktor.
Selaindari itu ddiperhitungkan pula kemungkinan adanya perubahan pada tingkat suku
bunga dan upah. Karena dalam keadaan tenaga kerja melebihi pasar modal , upah tenaga kerja
akan menuarun . sedang kan bila keadaan modal lebih besar dari keberadaan tenaga kerja, maka
tingkat upah dapat ditingkatkan . jadi pendapat ini cenderung berorientadi pada persediaan .
Kemudian ssebagaimana telah penulis sampai kan dimuka, tentang
pembangunan politik dan ekonomi , prof. Alvin Toffler juga mengatakan bahwa dalan setiap
system , demokratik atau tidak , harus ada semacam harmoni antara cara orang memperoleh
kekayaan dengan cara mereka memerintah dirinya sendiri , jika system politik dan ekonomi
sangat bertentangan maka yang satu akhirnya politik, akan menghancurkan yang lain.
Hal ini kita lihat di Indonesia pada tahun 1950 an dalam
rangka pembangunan dibidang politik, partai-partai politik dibiarkan berkembang dengan
harapan setiap aspirasi rakyat terangkat dalam konstituante.
Bila keadaann ini ekstrem sebagaimana
perancis sesudah revolusi besar-besaran mereka, maka kuatnya parlemen membuat cabinet selalu
dibubarkan oleh mosi tidak percaya. Namun bersamaan dengan usaha tersebut ,
[pembangunan ekonomi relative cenderung terabaikan . puncak nya kita lihat, bangsa Indonesia
dikumbangkan untuk makan bulgur dipertengahan tahun 60- an . itulah sebabnya pada awal
tahun 60an tersebut digelari sebagai tuhan menyerempet-nyerempet bahaya . untuk
mengantisipasi keadaan demikian yang dimulai dirasakan oleh para pemimpin bangsa ini ketika
itu , dimulailah era demokrasi terpimpin yang diawali dngan kembalinya memakai undang-
undang dasar 1945 melalui dekrit presiden. Konstitusi ini memang memperlihatkan kuat nya
kekuaasaan eksekutif yang memungkinkan dimulainya era demokrasi terpimpin.
Kritik terhadap demokrasi terpimpin ini di antaranya disampaikan oleh mantan wapres Drs. Moh
hatta, namun keadaan sudah semakinn ruwet, yang kemudian diakhiri oleh pemberontakan
gestapu/pki pada tahun 1965, dengan melemparkan isu dan meledakkan kegetiran jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin.
Sebaliknya sejak tahun 1970 an , walaupun masih dalam usaha meningkatkan
pemerataan dan mengentasakan kemiskinan sampai saat karangan ini dibuat , pembangunan
ekonomi tampak mencuat , mulai dari penghasilan pangan dan berbagai keberhasilan
pembanngunan fisik. Namun demikian pembangunan politik relative cenderung terabaikan.
Politik mengambang misalnya, tampak dengan tidak adanya perwakilan (komisariat) partai
politik untuk desa. Hal ini karena dikhawatirkan masyarakat desa lebih rendah kesadaran politik
dan pengetahuan politiknya. Demikian pula halnya dengan
penyelenggaraan pemerintahan didaerah , control pe,merintah pusat terhadap pemerintah daerah
sangat besar dengan adanya undang-undang nomor 5 tahun 1974, misalnya pemerintah pusat
diperbolehkan menentukan kepala daerah yang diajukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah,
baik yang bersangkutan sudah kalah atau menang dalam pemungutan suara DPRD . ini akan
menimbulkan adanya calon pendamping dan calon pemenang dalam setiap pemilihan kepala
daerah. Pemberian
otonomi kepala daerah diibaratkan dengan melepaskan ular, kepalanya dilepas tetapi buntut nnya
dipegang dan keseluruhan ini berawal dari kekhawatiran timbulnya separatism kedaerahan pada
masa-masa yang lalu, jadi dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan politik juga perlu
diseimbangkan . perimbangan ini terlihat dalam penguraian sila-sila pancasila. Dengan
kata lain, perlu pula harus diseimbangkan antara responsiveness dengan effectiveness.
Responsiveness yaitu perhatian utama ditujukan terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat. Hal
ini sejalan dengan pemberian pendemokrasian didaerah, yaitu berupa desentralisasi dan
pemberian otonom daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Sedangkan dipihak lain
harus pula diseimbangkan dengan effectieneness, yaitu perhatian utama ditujukan terhadap
pencapaian apa yang dikehendaki saja, demi satu tujuan politik atau ekonomi tertentu. Hal ini
sejalan dengan usaha menciptakan persaatuan dan kesatuan bangsa melalui asas sentralisasi.
Perbedaaan antara administrasi publik dan administrasi pembangunan,yaitu
perhatian utama administrasi publik dengan Negara-negara maju, sedang kan administrasi
pembangunan pada Negara-negara berkembang. Administrasi publik berorientasi pada masa
depan. Penekanan tugas administrasi publik pada tugas rutin sedangkan administrasi
pembangunan pada tugas pembangunan itu sendiri. Bagi admibistrasi publik pemerintah sebagai
penyelenggara pemerintah juga harus mampu sebagai penggerak perubahan yang sekaligus dapat
menemukan berbagai terobosan setiap kendala yang dihadapi. Administrasi publik melalukan
pendekatan legalitas yang berorientasi pada hukum dan peraturan , sedangkan administrasi
pembangunan pada pendekatan lingkunga yang mesti peduli pada situasi dan kondisi ruang dan
waktu. Diindonesia pengkajian
administrasi publik dan administrasi pembangunan ini mutlak diperlukan, karena kita bangsa
Indonesia memerlukan pengkajiantentang bagaimana bermacam-macam badan pemerintah
diorganisasi , diperlengkapi tenaga kerja nya , dibiayai, digerakkan, dimotivasi, dan di pimpin
guna mencapai tujuan pemerintahan dalam melaksanakan kekuasaan politik , hal ini merupakan
konsep administrasi publik. Selain
itu , bangsa indonesua juga perlu melaksanakan pembangunan bertahap berdasarkan jangka
waktu, biaya, dan memantaunya. Dalam priode hasil tertentu , ynag selama ini kita kenal dengan
sebutan pembangunan lima tahu (pelita), baik jangka panjang maupun jangka pendek ; dimana
untuk keseluruhannya diperlukan perencanaan dan orientasi kepada pertumbuhan serta
perubahan yang mengarah pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini merupakan
konsep administrasi pembangungan. Orientasi tersebut diharapkan member sumbangan kepada
percepatan proses pembangunan nasional. Dimana pembangunan nasional dimaksud hanya akan
berhasil apabila didalam pelaksanaannya, selurruh komponen masyarakat turut berpartisipasi .
jadi pendekatan administrasi pembangunan dewasa ini telah tumbuh pula kearah disiplin ilmu
pengetahuan tersendiri dengan ,memperkembangkan peralatan analisa dan penyusunan berbagai
model, biarpun masih jauh dari memadal.
Administrasi pembangunan meliputi dua dua pengertian , yaitu tentang
administraso dan tentang pembangunan. Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan
dari pada keputusan-keputusa yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan
oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan
pe,mbangunan didefinisikan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Dalam proses pembangunan
nasional untuk mewujudkan tujuan nasional dan masinh-masing Negara tersebut. Banyak
diantaranya Negara-negara yang sedang berkembang tersebut berhasil merealisasikan tujuan
nasional nya akan tetapi banyak pula yang mengalami kegoncangan-kegoncangan dibidang
politik , ekonomi , sosial budaya dan keamanan. Kemudian disadari
bahwa kegoncangan-kegoncangan tersebut terjadi sebagai akibat dari administrasi public pada
Negara-negara yang sedang berkembang tersebut. Belum ditandai oleh imajinasi dan
adabtibilitas terhadap proses pembangunan yang telah dilaksanakan pada saat itu lah diperlukan
munculnya konsep tentang administrasi pembangunan.

B. birokrasi publik
Max weber dalam bukunya die protestantische ethic und dergeist de kapitalismus
mengatakan bahwa mencari uang adalah pekerjaan yang berfaedah. Selain itu, bagi weber hasil
persaingan dari suatu kerja keras memang perlu dihargai . weber memang seorang sosiolog yang
handal , selain menulis tentang etika Kristen dia juga menulis tentang agama dicina dan di india.
Bagi weber , birokrasi adalah metode oprganisasi terbaik dengan spesialisasi tugas, walaupun
kemudian banyak pakar yang mengkritik kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu
sendiri. Birokrasi tetap akan diperlukan dikantor-kantor pemerintahan , terutama dinegara-negara
berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplilnan.
Ada 3 pengesahan wibawa :
- Legitimasi Karismatis
b - Legitimasi Tradisional
c - Legitimasi Rasional
Dalam buku Essay in Sociology, bahwa kekuasaanadalah kesempatan sesorang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauannya sendiri. Sekaligus menerapkan terhadap tindakan
perlawanan dari orang-orang atau pun golongan tertentu.
Banyak pakar yang menulis dan meneliti tentang birokrasi (bureaucracy) yaitu, bahwa fungsi
dari staf pegawai administrasi memiliki cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efesien,
yaitu :
Kerja yang ketat pada peraturan (rule)
Tugas yang khusus (spesialisasi)
Kaku dan sederhana (zakelijik)
Penyeleggaran yang resmi (formal)
Pengaturan dari atas ke bawah (hirarki)
Berdasarkan logika (rasional)
Tersentralistis (otoritas)
Taat dan patuh (obedience)
Disiplin (dicipline)
Terstruktur (sistematis)
Tanpa pandang bulu ( impersonal)
Inilah prisip dasar dan karakteristik yang ideal dari birokratis yang pertama kali ditulis
Max Weber. Jadi kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berbeda di belakang meja karena
diatur secara legal dan formal oleh para birokrat.
Birokrasi hanya dapat berlaku dalam organisasi besar seperti organisasi pemerintahan,
karena pada suatu organisasi yang kecil diperlukan hubungan informal, sedangkan birokrasi
ditata secara formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam organisasi.
Bagi negara yang perkembangannya lambat, percaya kepada hal-hal
mistik seperti dukun dan santet, keberadaan birokrasi tentu masih sangat diperlukan. Tetapi bagi
negara yang kehidupannya sudah moderat, kesadaran lingkungan tinggi serta membutuhkan
pendemokrasian lebih mapan menginginkan balance berupa kelonggaran birokrasi.
Pakar birokrasi bermula merumuskan pendapatnya karena
melihat masih banyaknya organisasi yang bekerja secara sembrono, tanpa pembagian tugas, tidak
ada aturan hukum, terlalu pandang bulu, memilih personalia, nepotisme, tradisional, primordial,
tidak logis mengambil keputusan, kurang bertanggung jawab, bebas dan kurang disiplin, serta
tidak sistematis dalam perumusan kebijakan. Bentuk paling ekstrem dari birokrasi tersebut
sudah barang tentu kekakuan sentralistis, para tenaga kerja diperlakukan sebagai robot yang
terikat pada aturan ruang dan waktu, sedangkan para pemikir di tingkat atas melulu hanya
mengandalkan logika tanpa perasaan, kendati seharusnya antara logika, etika, dan estetika saling
berdialektika. Karena itu diperlukan
balance untuk menyeimbangkan birokrasi itu sendiri, maksudnya, birokrasi tersebut
diselenggarakan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. Tugas yang satu dengan lainnyadapat dikoordinasikan.
b. Terkadang perlu kebijaksanaan di luar peraturan yang telah berjalan.
c. Adanya kiat (seni cara) menyelenggarakan sesuatu yang mungkin berkonotasi rasa yang
irrasional.
d. Wewenang bawahan untuk memberi saran yang produktif.
e. Pembagian tugas lebih desentralistis demokratis.

Warren G. Bennis adalah salah seorang pakar yang menghendaki kebijaksanaan


pengendoran birokrasi tersebut.

C. Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) karena
kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan
kondisi setempat oleh person pejabat yang berwenang. Sebagaimana telah diuraikan pada bab
awal tulisan ini, bahwa publik adalah masyarakat umum itu sendiri, yang selayaknya diurus,
diatur, dan dilayani oleh pemerintah sebagai administrator, tetapi juga sekaligus kadang-kadang
bertindak sebagai penguasa dalam pengaturan hukum tata negaranya.
Kebijakan publik adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah
karena akan merupakan upaya memecahkan, mengurangi, dan mencegah suatu keburukan serta
sebaliknya menjadi pengajur, inovasi dan pemuka terjadinya kebaikan, dengan cara terbaik dan
tindakan terarah. Hal ini sangat penting untuk mengatasi kemunduran
penyelenggaraan administrasi publik, karena masyarakat umum bukan hanya menilai apa yang
dilaksanakan. Sebenarnya pemerintah bahkan dapat mengatur konflik untuk mencapai
konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil muka dengan peranannya
sebagai penengah atau pelindung. Jadi kebijakan publik dapat menciptakan situasi dan dapat pula
diciptakan oleh situasi. Suatu masyarakat
ditandai dengan sejauhmana pemerintahnya melakukan penanganan terhadap masalah, solusi
terhadap kendala sekaligus dengan jalan keluarnya. Beberapa
orang pakar memberikan pengertian terhadap kebijakan publik antara lain sebagai berikut :
Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun juga yang dipilih pemerintahan,

apakah mengerjakan sesuatu itu atau tidak mengerjakan ( mendiamkan) sesuatu itu.
Menurut RC. Chandler dan JC. Plano, kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis

terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah publik.


Menurut A. Hoogerwerf, kebijakan publik sebagai unsur penting dari politik, dapat diartikan

sebagai usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu menurut waktu tertentu.


Menurut Anderson, Kebijakan Publik (Public Policy) adalah hubungan antar unit-unit

pemerintah dengan lingkungannya.


Menurut Arnold Rose, kebijaksanaan publik adalah serangkaian tindakan yang saling

berkaitan (dalam pemerintahan).


Menurut Willy N. Dunn, kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling

berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang
menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan.
Menurut Carl Friedrick, kebijaksanaaan pemerintah ini adalah suatu usulan tindakan oleh

sesorang, keluarga atau pemerintah pada suatu lingkungan politik tertentu, mengenai hambatan
dan peluang yang dapat diatasi, dimanfaatkan oleh suatu kebijaksanaan, dalam mencapai suatu
tujuan atau merealisasikan suatu maksud.

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa pengetahuan tentang kebijakan publik adalah
pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik,
sedangkan pengetahuan dalam kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan
pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum
yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja
kebijaksaan (Sofyan Effendi).
Analis kebijakan publik adalah aktivitas yang menghasilkan pengetahuan
tentang dan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan. Membuat kebijaksanaan
pemerintah ini merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan, karena bukankan
kebjaksanaan pemerintah itu merupakan keputusan dan pengambilan kebijaksanaan, yaitu
memilih dan menilai informasi yang ada untuk memecahkan maslah.
Miftah Thoha mengutip Harold
Laswell, bahwa ada beberapa tugas intelektual dalam persoalan tersebut, yaitu penjelasan tujun
penguraian kecendrungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan masa depan dan
penelitian, penilaian dan penelitian, serta penilaian dan pemilihan kemungkinan.Beberapa model
yang dipergunakan dalam pembuatan public policy, yaitu :
1. Model Elit
Yaitu pembentukan public policy hanya berada pada sebagian kelompok orang-orang tertentu
yang sedang berkuasa. Karena itu mereka cenderung melakukan pengendalian dengan kontinyu,
dengan perubahan-perubahan hanya bersifat tambal sulam.
2. Model Kelompok
Terdapat beberapa kelompok kepentingan yang saling berebutan mencari posisi dominan.
Antarkelompok mengikat diri secara formal atau informal dan menjadi penghubung pemerintah
dan individu.
3. Model Kelembagaan
Adalah kelembagaan pemerintah. Yang masuk dalam lembaga-lembaga pemerintah eksekutif
(presiden, menteri-menteri dan departemennya), lembaga legislatif (parlemen), lembaga
yudikatif, pemerintah daerah. Model ini dikuasai oleh lembaga-lembaga tersebut, dan sudah
barang tentu lembaga tersebut adalah satu-satunya yang dapat memaksa serta melibatkan semua
pihak.
4. Model Proses
Merupakan rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi masalah, perumusan usul,
pengesahan kebijaksanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Model ini akan memperhatikan
bermacam-macam jenis kegiatan pembuatan kebijaksanaan pemerintah.
5. Model Rasialisme
Untuk mencapai tujuan secara efisien, dengan demikian dalam model ini segala sesuatu
dirancang dengan tepat, untuk meningkatkan hasil bersihnya. Seperti kalkulasi semua
pengorbanan politik dan ekonomi.
6. Model Inkrimentalisme
Berpatokan pada kegiatan masa lalu, dengan sedikit perubahan. Dengan demikian hambatan
seperti waktu, biaya dan tenaga untuk memilih alternatif dapat dihilangkan. Model ini tidak
banyak bersusah payah, tidak banyak resiko, tidak ada konflik, kestabilan terpelihara, tetapi tidak
berkembang karena hanya menambah dan mengurangi yang sudah ada.
7. Model Sistem
Model ini memperlihatkan desakan-desakan lingkungan, antara lain berisi tuntutan, dukungan,
hambatan, tantangan, rintangan, gangguan, pujian, kebutuhan atau keperluan, yang
mempengaruhi public policy. Yang berisi keputusan-keputusan, peraturan-peraturan, tindakan-
tindakan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dari pemerintah.
Berbagai model pembentukan public policy, pada kesempatan ini pemerintah sedikit
banyaknya juga mempertimbangkan sebagai berikut :
1) Memperhatikan Responsiveness
Yaitu perhatian utama terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat. UU No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, diistilahkan dengan nyata dan bertanggung
jawab.
2) Memperhatikan Affectiveness
Yaitu pemberian utama terhadap pencapaian apa yang dikehendaki saja, demi suatu
tujuan politik atau ekonomi tertentu. UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah
Daerah, maka ada istilah kepalanya dilepas tapi buntutnya dipegang.
Hal ini sejalan dengan kendali UU No. 5 Tahun 1974, yaitu :
1. Kepala daerah juga sekaligus merupakan kepala wilayah, berarti, yang bersangkutan selain
aparat daerah juga merupakan aparat pemeintah pusat.
2. Kepala daerah hanya dipilih oleh DPRD, tetapi dua calon menang atau kalah tetap diajukan dan
ditentukan oleh pemerintah pusat.
3. Kepala daerah hanya sekadar menyampaikan pidato pertanggungjawaban kepada DPRD tetapi
tidak bertanggungjawab dalam arti sepenuhnya.

Kesemuanya ini diharapkan agar tujuan utama (perhatian agar tetap effectiveness) pada
pembangunan ekonomi. Selanjutnya akan kita lihat contoh bagaimana penganalisaan dalam
kebijaksanaan publik, seperti keputusan pemerintah terhadap ketidakseimbangan produksi dan
konsumsi BBM di Indonesia.
Untuk mengantisipasi perekonomian Indonesia agar tidak menjadi negara pengimpor BBM
yang selama ini bagaimanapun masih tetap menjadi primadona ekspor, maka analisis
kebijaksanaan publik dapat berangkat dari gambar situasi masalah (problem situation) berikut di
bawah ini, sehingga selanjutnya akan terlihat keseluruhan masalah sampai pada substantif-
substantif dan formal problemnya
Diperlukan analisis kebijakan untuk menentukan penyebab utama masalah yang dibahas, dalam
hal ini ada dua kemungkinan yaitu :
Substantif Problem Pertama, yaitu kebijaksanaan menurunkan pemakaian BBM seperti menekan
pemakaian sampai dengan 84 juta ton BBM pertahun.
Substantif Problem Kedua, yaitu kebijaksanaan meningkatkan produksi BBM sampai dengan
125 juta ton pertahun.
Prof. Dr. B.J. Habibie dalam karangannya berjudul Sumber Daya Manusia (SDM) untuk
Pembangunan Nilai Tambah, mengupas kondisi SDM Indonesia dalam kaitannya dengan
pertumbuhan sektor industri. Namun demikian pesatnya laju pertumbuhan industri ini ternyata
tidak dikuti oleh pesatnya daya serap terhadap tenaga kerja. Sampai tahun 1989, ketika laju
pertumbuhan industri mencapai 9,1%, laju penyerapan tenaga kerja hanya 3,78%, sehingga pada
tahun 1990 sektor industri menyediakan kontribusi sebesar 10,14% dari total angkatan kerja.
Sementara itu hampir dalam kurun waktu bersamaan, pertumbuhan sektor pertanian terus
menurun, daya serap tenaganya tetap tinggi walaupun cenderung semakin menurun tersebut.
Dalam kurun waktu 1968 s.d. 1988 sektor pertanian menyerap 40% dari total tambahan tenaga
kerja. Ini berarti aliran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri sangat kecil.
Apabila metaproblem ditentukan adalah menurunnya produktivitas SDM, kemudian substantif
problemnya adalah rendahnya tingkat pendidikan, kendati rendahnya tingkat pendidikan tersebut
berangkat dari kekurangan sarana pendidikan sebagai formal problem, maka masih dapat diteliti,
apakah terdapat kekeliruan penelitian dalam penetuan formal problem dan substantif problem,
daripada mencari jalan keluar (solusi) pemecahan yang salah terhadap masalah yang salah.
William Dunn memberikan beberapa fase tentang struktur pemecahan dalam analisis kebijakan,
yaitu :
Problem Situation adalah keadaan maslah yang ditemui sepintas lalu di lapangan. Misal,
habisnya persiapan bahan bakar di suatu negeri, menurunnya kemampuan tenaga kerja,
meningkatnya harga semen dan kertas yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
Meta Problem adalah maslah global yang dilihat secara makro. Misal,
habisnya persediaan BBM dapat dilihat secara global sebagai karena tidak seimbangnya produksi
BBM dengan konsumsi BBM.
Substantive Problem adalah uraian maslah menjadi sub bagian yang merupakan pecahan
struktur persoalan yang lebih mikro. Misalnya setelah diketahui ketidakseimbangan produksi dan
konsumsi BBM, hal ini dapat dikaji disebabkan antara lain karena membengkaknya pemakaian
BBM.
Formal Problem adalah penyebab utama masalah, walaupun bukan satu-satunya faktor
utama yang harus ditanggulangi, tetapi tetap menjadi sumber formal masalah. Misal,
membengkaknya pemakaian BBM di suatu negeri dapat disebabkan oleh peningkatan
keberadaan transportasi, rendahnya pendidikan tenaga kerja
Disebakan oleh kekurangan sarana dan prasarana itu sendiri di bidang pendidikan tenaga
kerja.Selanjutnya beberapa peristilahan William dunn dapat dditerjemahkan antara lain sebagai
berikut:
Policy performance = Kinerja Kebijakan
Policy futures = Masa Depan Kebijakan
Policy action = Tindakan Kebijakan
policy outcomes = Hasil Kebijakan
forecasting = Ramalan Kebijakan
recommendation = Pernyataan Persetujuan
monitoring = Pemantauan
evaluation = Penilaian Baik Buruk
problem sensing = Pengertian Masalah
problem search = Pencarian Jatidiri Masalah
problem specification = Pengkhususan Masalah

Ilmu policy adalah studi tentang proses pembuatan keputusan atau proses memilih dan
mengevaluasi informasi yang tersedia dan bergayutan untuk memecahkan masalah-masalah
tertentu. Ilmu seperti ini adalah memusatkan pada lima tugas intelektual tersebut antara lain:
penjelasan tujuan-tujuan, penguraian dari kecenderungan-kecenderungan, penganalisaan
keadaan, proyeksi dari pengembangan masa depan, dan penelitian, evaluasi, dan penelitian,
evaluasi dan pemilihan alternatif. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa semakin
kompleknya masalah-masalah public policy, lebih-lebih di tahun-tahun 1950-an telah
membawanya ke suatu tempat yang dipergunakan oleh otorita-otorita pemerintahan dan siapa
saja yang memilihnya berkonsultasi.

Pengertian Public Policy

Dalam arti yang luas policy mempunyai dua aspek pokok:


1. Policy merupakan praktika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan
demikian, sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam
masyarakat dan dipergunakan pula untuk kepentingan masyarakat. Praktika ini
merupakan persoalan (problem) masyarakat. Problem ini kemudian dijadikan isu, dan isu
inilah yang nantinya pada gilirannya akan bisa menjadi policy

2. Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik untuk mendamaikan claim dari
pihak-pihak ynag berkonflik, atau untuk menciptakan incentive bagi tindakan bersama
bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan, tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak
rasional dalam usaha bersama tersebut. Dengan demikian, jika ada pihak-pihak yang
konflik, usaha untuk mengatasinya antara lain dihasilkan suatu policy.

3. Ruang Lingkup Studi Public Policy

Gerald Caiden dengan beberapa revisi dan tambahan dari penulisan merumuskan bahwa ruang
lingkup studi public policy itu meliputi hal-hal berikut:

1. Adanya partisipasi masyarakat(public participation)

2. Adanya kerangka kerja policy(policy framework)

3. Adanya strategi-strategi policy(policy strategies)

4. Adaya kejelasan tentang kepentingan masyarakat(public interest)

5. Adanya pelembagaan lebih lanjut dari kemampuan public policy

6. Adanya isi policy dan evaluasinya

1. Penggunaan model dalam public policy

Suatu model dalam public policy merupakan penjelasan secara abstrak atau perwakilan dari
kehidupan politik. Model berusaha untuk memperjelas, menyederhanakan, dan memberikan
pengertian mengenai hal-hal yang sebenarnya dianggap penting bagi politik dan public policy.
Model-model dalam Prose Pembuatan Public Policy

Model menurut definisi adalah bentuk abstraksi dari suatu kenyataan. Adapun model-model ynag
dipergunakan dalam public policy yaitu:

Penggunaan model dalam public policy

1. Model elit (Policy sebagai preferensi elit)

2. Model kelompok (policy sebagai keseimbangan kelompok)

3. Model kelembangan(institution model) (policy sebagai hasil dari lembaga)


4. Model proses(policy sebagai suatu aktivitas politik)

5. Model rasionalisme(policy sebagai pencapaian tujuan yang efisien)

6. Model inkrimentalisme(policy sebagai kelanjutan masa lalu)

7. Model sistem(policy sebagai hasil dari suatu sistem)

Anda mungkin juga menyukai