RADIOLOGI
TUBERKULO
SIS
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
2010
BAB I
PENDAHULUAN
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer1,4,5.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan sebagian besar
negara-negara di dunia4. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih
menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000
pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai
penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi3. Baik di
Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.
Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman,
Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang 2.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak adekuat, (3)
program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human
immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self treatment),
(7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai4,6.
ETIOLOGI
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat
kuman Jebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat
tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dlam keadaan
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paru-paru merupakan
tempat predileksi tuberkulosis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang pertama dapat terjadi
pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh sempurna. Ketika
kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena
penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi
tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi
sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB2.
Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali menghirup
kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman tersebut
kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan
TB aktif akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain2.
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman
TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon1,2.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)1,2.
Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer secara
lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler1.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini1,2.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi1,2.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik1,2.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB
akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya1,2.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini pada umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain1,2.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi
klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita1,2.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai
ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma1,2.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang1,2.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi
primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada
remaja dan dewasa muda1,2.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang
dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun,
tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer1.
DIAGNOSA
I. Gejala Klinis
1. Demam
2. Batuk / batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata
atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan menurun. Seringkali
pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru yang paling
dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka
didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara
nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis, TB
sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada.
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB.
Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru pada orang-
orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan gejala.
1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada
foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen
tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada tuberkulosis,
sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -kurangnya 10 minggu
setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas
penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan
hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses dan
tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto
terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak
boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu
keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi
tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus
lainnya.
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu :
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
Gambaran Radiologis TB
1. Tuberkulosis Primer8
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering
didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering
menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi
berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena,
terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas.
Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. . Pada paru bisa
dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis
eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.
Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn
bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga
sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
Tuberculosi
s dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi pada
seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui
dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder7
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada
dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -sarang
yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas,
diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan
menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1
lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi
sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka diameter semua
lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan
densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya
sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas
tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga sedang
dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang
biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)
Tuberculosis dengan cavitas
Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu lesi
yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah suatu sarang
keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen bahkan
biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan
dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma
sering ditemukan sarang kapur.
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7 bulan
dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu. Dan terdapat
konsolidasi di lobus kanan atas
Penyembuhan
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah
jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-
garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk sputum.
1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran
hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura bias
terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya
175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5
ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas
TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna
dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar kepala
jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis
miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut (Snow storm apperance). Penyebaran
seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan
sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak
berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual
cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
Pemeriksaan laboratorium
Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit
masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Anemia ringan,
gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun
Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah
seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae.
2. TB post primer
1. NTM
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.
VII. Komplikasi
Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul
osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami
kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi
atau diskus intervertebralis.
Frekuensi tuberculosis tulang yang paling ting adalah pada tulang belakang, biasanya di
daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan
proses dapat bermula di 3 tempat
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai adanya
kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.
Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat terkena
proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya adalah seperti pada tipe
marginal
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini sangat penting untuk
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya hematogen.
Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal, biasanya paling
menonjol pada sisterna basal7.
Tuberkulosis Parenkim
Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja dalam
parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan parietal7.
Tuberkulosis Abdominal
Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT
adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas imaging
lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari salah diagnose
dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.7
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
Panduan Pengobatan :
II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1
RHZE/ 5 RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE
V. TB paru kronik
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
VI. MDR TB
Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA