Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara normal, pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-
sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya
perdarahan tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan
pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumen tertutup. Kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan
500 ml darah tanpa akibat buruk.
Batasan perdarahan paska persalinan didefinisikan sebagai perdarahan yang
jumlahnya melebihi 500 ml dalam waktu 24 jam pertama setelah anak lahir.
Perdarahan paska persalinan yang terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah bayi
lahir disebut perdarahan paska persalinan dini (early postpartum bleeding), dan kalau
terjadi lebih dari 24 jam setelah bayi lahir disebut perdarahan paska persalinanlanjut
(late postpartum bleeding). Perdarahan paska persalinan dini lebih sering terjadi
akibat atonia uteri, robekan jalan lahir, hematoma daerah jahitan perineum, retensio
plasenta, sisa plasenta atau selaput janin yang dapat menghalangi kontraksi uterus,
ruptura uteri dan inversio uteri.
Perdarahan paska persalinan lambat sering terjadi akibat tertinggalnya
sebagian plasenta, sub involusi di daerah insersi plasenta dan dapat juga berasal dari
luka bekas seksio sesarea. Sisa plasenta yang tertinggal ini akan mengalami nekrosis
dengan pengendapan fibrin dan pada akhirnya akan membentuk polip plasenta.
Perdarahan dengan cepat terjadi apabila tangkai polip tersebut terlepas dari
miometrium. Penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk (1981) menunjukkan bahwa dari
3.822 wanita yang melahirkan di Rumah Sakit Henry Ford dalam periode 1 tahun,
terdapat 27 orang wanita atau 0,7% kasus terjadi perdarahan paska persalinan setelah
24 jam. Dari jumlah tersebut, hanya 1 kasus yang terjadi karena jaringan plasenta
yang tersisa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdarahan post partum ?
2. Apa etiologi dari perdarahan post partum ?
3. Apa saja klasifikasi dari perdarahan post partum ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari perdarahan post partum ?
5. Bagaimana patofisiologi dari perdarahan post partum ?
6. Apa saja komplikasi dari perdarahan post partum ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari perdarahan post partum ?

1
8. Bagaimana penatalaksanaan perdarahan post partum ?
9. Bagaimana askep teori dari perdarahan post partum ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari perdarahan post partum
2. Untuk mengetahui etiologi dari perdarahan post partum
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari perdarahan post partum
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari perdarahan post partum
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari perdarahan post partum
6. Untuk mengetahui komplikasi dari perdarahan post partum
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari perdarahan post partum
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan perdarahan post partum
9. Untuk mengetahui askep teori dari perdarahan post partum

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian perdarahan post partum


Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau
lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio
sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
Hemoragi pasca partum adalah kehilangan darah melebihi dari 500 ml selama
dan atau setelah kelahiran dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran, atau
lambat sampai 28 hari pasca partum (akhir dari puerperium) (Doenges, 2001 : 487).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih dari
500cc dalam 24 jam setelah bayi dan plasenta lahir (Rustam : 2000).

2
B. Etiologi perdarahan post partum
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan pasca salin, faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan pasca salin adalah atonia uteri, perlukaan jalan
lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah. Secara garis besar
dapat disimpulkan penyebab perdarahan post partum adalah 4 T: ( Mukherjee S,
Arulkumaran S, 2009 )
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum
secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama
yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan
lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya
kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan
terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan
pasca salin.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
a. Manipulasi uterus yang berlebihan
b. General anestesi (pada persalinan dengan operasi )
c. Uterus yang teregang berlebihan
d. Kehamilan kembar
e. Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram )
f. Polyhydramnion
g. Kehamilan lewat waktu
h. Partus lama
i. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
j. Anestesi yang dalam
k. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
l. Plasenta previa
m. Solutio plasenta

2. Tissue : Retensio plasenta


Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam
waktu 1 jam setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pelepasan plasenta:

3
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
b. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat
lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum
lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian.
Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut
tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a. Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai
membran basal.
b. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi
belum menembus serosa.
d. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(plasenta inkarserata) Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus
naik dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian
tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan
sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
a. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di
atas simfisis. Bila tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali
pusat telah lepas.
b. Strassman

4
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-
ngetuk fundus. Jika terasa getaran pada tali pusat, berarti tali
pusat belum lepas.
c. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang
berada diluar bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika
ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir jam-1 jam setelah bayi lahir,
harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang
dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan perasat Crede
dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual
plasenta.

3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma
jalan lahir
a. Ruptur uterus
b. Robekan jalan lahir
c. Inversio uterus
a. Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi,
riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan
induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat
jaringan parut section secarea sebelumnya.
b. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering
dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan
oleh robekan serviks atau vagina. Setelah persalinan harus
selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.
Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga
perlu dilakukan setelah persalinan.
1. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang
primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar
introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi
kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak,
khususnya pada luka dekat klitoris.

5
2. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar dari
sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak
dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Tingkatan
robekan pada perineum:
a) Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa
vagina yang robek
b) Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan
ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma
urogenitalis pada garis tengah terluka.
c) Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani
externus dan kadang-kadang dinding depan
rektum.
3. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum jarang dijumpai. Kadang ditemukan setelah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya
robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan
cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul
perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa
diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan
ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan
pengikatan arteri hipogastika.
a. Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian
atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan

6
yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan
segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak
terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul,
sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh
vagina. Jika tarikan ini melampaui kekuatan
jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara
bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan
yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya.
Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada
tindakan per vaginam dengan memasukkan tangan
penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana
fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk
mencegah uterus naik ke atas.
b. Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama
makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit
untuk melahirkan anak banyak diganti dengan
seksio secarea. Fistula dapat terjadi mendadak
karena perlukaan pada vagina yang menembus
kandung kemih atau rektum, misalnya oleh
perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena
robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke
tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka,
urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
4. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks,
sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang
belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar
ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
serviks uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik

7
keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas
antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila
serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat
mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan
pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama
ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks
secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan
seksio secarea jika diketahui bahwa ada distosia
servikalis. (Winkjosastro H dkk ,2002)
c. Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca
persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini
jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian
atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.
Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau
segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai
akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri
kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak
karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan
masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang
merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang
dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat
Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi
baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta
yang belum lepas dari dinding uterus.

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah


Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi
penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya
bervariasi mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa
komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang
hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan,
baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan
penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan, seperti

8
pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A
(carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia,
trombopenia dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang
terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah purpura
trombositopenik dan hipofibrinogenemia.
a. Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir
disebabkan oleh keracunan obat-obat atau racun lainnya dan
dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia hemolitik yang
diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio
plasenta, infeksi, alergi dan radiasi.
b. Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai
melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim disebut
ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan kadar
berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar
fibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita rata-
rata 300mg% (berkisar 200-400mg%), dan pada wanita hamil
menjadi 450mg% (berkisar antara 300-600mg%).
C. Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008) :
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah
24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang mungkin terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak
(500 ml), nadi lemah, haus, pucat, lochea warna merah, gelisah, letih, tekanan darah
rendah ekstremitas dingin, dapat pula terjadi syok hemoragik.
Menurut Mochtar (2001) gejala klinik berdasarkan penyebab ada lima yaitu :
a. Antonia Uteri
Uterus berkontraksi lembek , terjadi perdarahan segera setelah lahir
b. Robekan jalan lahir

9
Terjadi perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul pucat,
lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Plasenta belum lahir selama 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
d. Tertinggalnya sisa plasenta
selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Uterus tidak teraba, lumen vagina berisi massa, perdarahan segera, nyeri berat.

E. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna
sehinga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang
lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan dari postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

F. Komplikasi dari perdarahan post partum


Komplikasi perdarahan postpartum adalah :
1. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan dan menjadi
faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Anemia terjadi akibat banyaknya darah
yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk
hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani,
yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
2. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry Oxorn, 2010)

3. Syok hemorragic

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah
ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis

10
tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah
di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-
14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat
tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

H. Penatalaksanaan perdarahan post partum


a. Penatalaksanaan Medis
Terapi Medis yang dapat digunakan
1. Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan
analgesik bila terjadi kram.

2. Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV

3. Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi

4. Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum

5. Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit
sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit setelah pemberian Prostin
(Geri Morgan, 2009).

b. Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis


a) Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
b) Periksa konsistensi uterus
Bila terjadi atonia, pijat uterus
Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
Berikan oksitoksik dan atau ergot, seperti berikut :
1. Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
2. Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi

11
3. Prostin supositoria pervagina, uterus, atau rectum
4. Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul
per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Beri dosis pertama
10 menit setelah pemberian prostin.
5. Lanjutkan kompresi bimanual
6. Pantau TTV dan tanda syok
c). Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut,
perhatikan apakah ada laserasi.
Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua,
segera perbaiki
Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum
derajat tiga atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan
bila terjadi hemostasis

d). Bila terjadi tanda - tanda syok:

Berikan infuse RL dengan cepat


Baringkan pasien dengan kaki sedikit dinaikkan
Berikan oksigen melalui masker
Jaga pasien agar tetap hangat, beri selimut
Pantau tanda - tanda vital
c. Penatalaksanaan tindak lanjut
Lakukan uji hematokrit :
a) Saat 12 jam setelah pelahiran
b) Saat 24 jam sesudah pelahiran
c) Pertimbangkan pemberian suplemen zat besi ( Geri Morgan, 2009).

I. Askep teori dari perdarahan post partum

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun

2. Riwayat Kesehatan

12
a. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan post
partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.

b. Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar,


gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan
saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus
precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan,
manipulasi kala II dan III. (Reza Syahbandi, 2013)

c. Riwayat kesehatan :

Riwayat kesehatan dahulu

Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit


yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau
mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan
jantung (hipertensi)

Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
yang mempunyai riwayat yang sama

3. Pengkajian Fisik

a. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)

Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)

Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )

13
Suhu : Normal/ meningkatn

Kesadaran : Normal / turun (Barbara R.Stright, 2004)

b. Inspeksi

Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak, dan karakteristik


episiotomi

Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah

Pervaginam: keluar darah, robekan

Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah

Inspeksi payudara adakah area kemerahan

Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, memepuh dan


perdarahan( Barbara R. Stright, 2004)

c. Palpasi

Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan

Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri pada kaki

Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan nyeri tekan

Kulit apakah dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil


memanjang

Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang ( Barbara


R. Stright, 2004)

d. Pola pengkajian keluarga

Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.

14
Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post portum

Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-
kira 3hari setelah melahirkan post portum blues

Eliminasi : BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5

Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-


kira sampai hari ke 5

Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori

Nyeri dan ketidaknyamanan: Nyeri tekan payudara dan pembesaran


dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum

Seksualitas:

Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun


satu jari setiap harinya

Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2

Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama

Pengkajian Psikologis

Apakah pasien dalam keadaan stabil

Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan masa


penyembuhan

4. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan untuk
mendiagnosis infeksi

15
b. Venografi adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis thrombosis
vena profunda

c. Ultrasonografi Doppler real-time dan Ultrasonografi Doppler berwarna adalah


metode diagnostik untuk mendiagnosis adanya tromboflebitis dan thrombosis.

d. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih

e. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit


fibrin (SDP/FSP)

f. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan. ( Barbara R.


Stright, 2004)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian

5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril

6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

C. Rencana Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan: Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan


Rencana tindakan :

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap
terlentang

16
R/: Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.

b. Monitor tanda vital

R/: Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

R/: Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal

d. Evaluasi kandung kencing

R/: Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus

e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan
diatas simpisis

R/: Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan


placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri

f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum

R/: Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks /
perineum atau terdapat hematom

g. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat,
pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
Berikan infus atau cairan intravena

R/: Cairan intravena mencegah terjadinya shock

h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

R/: Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan

i. Berikan antibiotic

17
R/: Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio

j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

R/: Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal


Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan


perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin

c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan


dalam produksi ASI

d. Tindakan kolaborasi :

Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan )

Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan


transportasi sirkulasi jaringan)

3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan

Tujuan: skala nyeripada pasien berkurang


Rencana Tindakan :

18
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut

R/: meminimalkan stimulasi dan mengurangi intensitas nyeri

b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam atau teknik distraksi

R/: untuk mengurangi intensitas nyeri

c. Hindar atau minimalkan aktivitas yang berat

R/: Aktivitas berat dapat memperparah kondisi dan menyebabkan nyeri


bertambah

d. Kolaborasi dengan pemberian analgetik

R/: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf
simpatis

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian

Tujuan: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :

a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

R/: Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

R/: Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

R/: Memberikan dukungan emosi

d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

19
R/: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui

e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

R/: Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

R/: Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping


yang tepat.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril

Tujuan: Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :

a. Catat perubahan tanda vital

R/: Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi

b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang


lembek, dan nyeri panggul

R/: Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock


yang tidak terdeteksi

c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

R/: Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan

d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas,


mastitis dan saluran kencing

R/: Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

e. Tindakan kolaborasi

20
Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )

Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk


keadaan infeksi ).

6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : tidak terjadi syok dan kondisi klien dalam batas normal
Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan


perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin

c. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

R/: Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

D. Evaluasi Tindakan
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal :

a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 70-80 x/menit

c. Pernafasan : 20 24 x/menit

d. Suhu : 36 37 Celcius

2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl

3. Gas darah dalam batas normal

21
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan

5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan


psikologis dan emosinya

6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari

7. Klien tidak merasa nyeri

8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya (Reza Syahbandi,


2013)

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui
saluran genital. Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan
postpartum primer, yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dan
perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan
6 minggu setelah kelahiran bayi.
yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone
dimished, trauma, tissue, thrombin).
Tanda dan gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu
dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien mengeluh lemah,limbung,
berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi 20% volume total,
timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi
(>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai
terjadi syok.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus perdarahan postpartum
adalah anemia dan kematian akibat perdarahan yang tidak segera ditangani.
Diagnosa yang muncul antara lain kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan pervaginam, gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan perdarahan pervaginam, nyeri berhubungan dengan
terputusnya inkontinuitas jaringan, ansietas berhubungan dengan perubahan
keadaan dan ancaman kematian, resiko infeksi berhubungan dengan

23
perdarahan dan prosedur yang kurang steril dan resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan

B. Saran
Bagi tenaga kesehatan jika menemui kasus dengan persalinan dengan
perdarahan post partum segera lakukan tindakan untuk menurunkan angka
kematian ibu maternal.

24
Daftar Pustaka

AlanH, DeCherney , Lauren Nathan ( 2003) Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis &
Tretment, Ninth edition; The McGraw-Hill Companies, Inc

Carroli G,Cuesta C, Abalos E,Gulmezoglu AM, (2008): Epidemiology of postpartum


haemorrhage:a systematic review; Best Practice & Research Clinical Obstetrics and
Gynaecology,vol 22:6 , 999-1012

Chandraharan E, Arulkumaran S.(2008) : Surgical aspects of postpartum haemorrhage. Best


Pract Res Clin Obstet Gynecol ;22: 10891102

John M. Kirby, John R. Kachura, Dheeraj K. Rajan, Kenneth W. Sniderman, Martin E.


Simons, Rory C. Windrim, John C. Kingdom, (2009) : Arterial embolization for primary
postpartum hemorrhage, Journal of Vascular and Interventional Radiology, Volume 20, Issue
8, Pages 1036-1045
Prawirohardjo S.(2002) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP

25
Pathway

Trauma jalan lahir Kegagalan


episiotomi yang lebar kompresi pembuluh
,laserasi perineum darah ,miometrium Gangguan
vagina dan serviks hipotenus, retensi koagulasi
ruptur sisa plasenta

Perdarahan

Kehilangan
vaskuler yang
berlebihan

Gangguan
sirkulasi

Perifer Kompensasi Ginjal Paru


mengeluarkan
Hipovolemia( Takikardi eritropoetin Intake O2
kurang suplai hipertropi
Vasokonstriksi
Hipoksia
Keterlambata Tidak
n pengisian terkompensasi GFR menurun
Sianosis
perifer respiratori
Pucat,kulit MK: Resiko Urine output k
dingin. penurunan curah menurun
Takipnea
jantung
dysnpea
Oligouria
MK:Perubaha
n perfusi
jaringan MK : Gangguan MK:Ganggua
pola Eliminasi n pada pola
nafas

MK:
Kekurangan
Hematoma porsi
volume
atas vagina. 26

Nyeri,kemerahan
MK:Nyeri &
,udema
Resiko tinggi

Anda mungkin juga menyukai