Anda di halaman 1dari 5

A.

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi


kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum,
seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus
berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar
wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu
mencari dan menyajikan informasi.

Ditinjau dari segi bahasa, kode etik berasal dari dua bahasa, yaitu
kode berasal dari bahasa Inggris code yang berarti sandi,
pengertian dasarnya dalah ketetuan atau petunjuk yang sistematis.
Sedangkan etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti
watak atau moral. Dari pengertian itu, kemudian dewasa ini kode
etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau
kumpulan etika.

Kode etik memiliki ciri sebagai berikut :


a) Bersifat moral dan mengikat anggota kelompok profesi
b) Ruang lingkup kode etik hanya untuk kelompok profesi
tertentu
c) Dibuat dan disusun oleh lembaga / kelompok profesi tertentu

Kode etik jurnalistik dimiliki oleh para insan jurnalistik dan insan
pers. Kode etik jurnalistik menjadi landasan moral atau etika bagi
insan pers untuk menjamin kebebasan pers dan pedoman
operasional dalam menegakkan integritas serta profesionalitas pers.

Di Indonesia terdapat banyak Kode Etik Jurnalistik. Hal tersebut


dipengaruhi oleh banyaknya organisasi wartawan di Indonesia,
untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik
Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik
Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis
Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan
lainnya.

Macam kode etik yang ada dalam bidang jurnalistik/pers adalah :

a. Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia


Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia) yang antara lain:
1. Berita diperoleh dengan cara jujur
2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum
disiarkan (check dan recheck).
3. Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan pendapat
(opinion)
4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak
mau disebut namanya.
5. Tidak memberitakan berita yang diberikan secara off the
record (four eyes only)
6. Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita
atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan, untuk
kesetiakawanan profesi

b. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)


KEWI disusun di Bandung Tahun 1999, yaitu:
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis dalam
memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan
identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga takbersalah,
tidak mencampur adukkan fakta dengan opini, berimbang,
dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan
plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyebarkan informasi yang
bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan
identitas korban jejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak
menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai
ketentuan embargo informasi latar belakang, dan off the
record sesuai kesepakatan
7. Wartawan segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melayani hak jawab.

c. Kode Etik Federasi Wartawan Internasional


Kode etik federasi wartawan internasional tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Dalam melaksanakan kewajiban ini, wartawan harus membela
prinsp-prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita
secara jujur, dan hak atas komentar, serta kritik yang adil.
2. Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yang
telah dipublikasikan yang ternyata tidak benar dan merugikan
orang lain.
3. Menghormati kebenaran dan hak-hak masyarakat akan
kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan
4. Wartawan hendaknya sadar akan bahasa diskriminasi yang
dikarenakan oleh media. Oleh karena itu, sedapat mungkin
berusaha menghindari tindakan diskriminasi yang didasarkan
pada ras, jenis kelamin, orientasi, asal usul, bahasa, seksual,
agama, pendapat politik, atau pendapat lainnya. Serta asal
usul kebangsaan sosialnya.
5. Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan
fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan
informasi yang penting atau memalsukan dokumen.
6. Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan professional
kebenaran dengan sumber berita yang di dapatnya karena
kepercayaan
7. Wartawan hendaknya menggunakan cara yang wajar / pantas
untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
8. Seseorang yang berhak menyandang gelar wartawan
hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip tersebut di
atas dalam menjalankan tugasnya.

M. Alwi Dahlan, Ph.D., menyebutkan bahwa ada tiga unsur yang


mempengaruhi pelaksanaan Kode etik Jurnalistik yaitu :

1. Etik Institusiuonal, yaitu sistem aturean,peraturan,


kebijakan, kendala formal yang dikembangkan oleh institusi
yang memiliki media, maupun yang mengawasi media.
Fungsinya adalah untuk mencapai tujuan institusi yang
bersangkutan, seperti penegakan ideologi, keuntungan,
kekuasaan, dan sebagainya.
2. Etik Personel, yaitu sistem nilai dan moralitas perorangan
yang merupakan hati nurani wartawan, didasarkan pada
keyakinan atau kepercayaan pribadi yang menimbang
tindakan yang hendak dilakukan.
3. Etik Profesional, yaitu menentukan cara pemberian yang
paling tepat sehingga informasi itumudah diterima oleh
khalayak, dalam proporsi yang wajar.kode Etik Profesional ini
adalah tolak ukur perilaku dan petimbangan moral yang
disepakati bersma oleh komunitas profesi jurnalistik.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan karya yang memenuhi
kebutuhan khlayak akan informasi, namun dilakukan dengan
cara tanggung jawab sosial yang tinggi.

B. Etika Pers

Etika pers adalah etika dari semua orang yang terlibat dalam
kegiatan pers. Etika pers yaitu filsafat dibidang moral pers,
mengenai kewajiban-kewajiban pers, baik dan buruknya pers, pers
yang benar, dan pers yang mengatur tingkah laku pers. Kegiatan
pers yang dilandasi dengan etika pers yang baik maka masyarakat
akan menerima kegiatan pers tersebut. Etika pers juga berbicara
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan pers.

Adapun hal itu antara lain adalah:


1. Pers harus membuat dan menyiarkan berita yang akurat.
Menguji setiap informasi yang ada dan terpercaya
2. Pers harus menghasilkan berita yang faktual. Wartawan harus
mempunyai keahlian dalam mengolah mana opini dan mana
fakta, serta merangkai keduanya secara tepat.
3. Wartawan tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan harus dapat menunjukan identitas kepada
narasumber, kecuali dalam kasus investigative.

Etika pers mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu


dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya (pasal 3 UU No.40
Tahun 1999) dengan baik.

C. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab

Kebebasan pers diartikan sebagai kebebasan untuk memiliki dan


menyatakan pendapat di dunia pers. Kebebasan pers juga memiliki
pengertian sebagai suatu kondisi yang memungkinkan para pekerja
pers memilih, menentukan, dan mengerjakan tugasnya sesuai
dengan keinginan pekerja pers.

Kebebasan pers yang dianut pers nasional adalah kebebasan pers


yang sesuai dengan pers Pancasila. Pers pancasia adalah pers yang
bebas dan bertanggung jawab. Salah satu prinsip utama pers
pancasila adalah pentingnya kebebasan dan tanggung jawab.
Sistem pers Pancasila menghendaki adanya keseimbangan antara
kebebasan dan tanggung jawab.

Wartawan memiliki kebebasan dalam kegiatan pers, wartawan harus


bertanggung jawab dalam beberapa hal, yaitu :
1. Tanggung jawab terhadap media tempat wartawan bekerja.
2. Tanggung jawab sosial yang berakibat adanya kewajiban
melayani opini publik dan masyarakat secara keseluruhan.
3. Tanggung jawab dan kewajiban yang sesuai undang
undang.
4. Tanggung jawab terhadap masyarakat internasional yang
berhubungan dengan nilai universal.

Wartawan harus bertanggung jawab dalam pemberitaan dan


berusaha menghindari pemberitaan yang dapat memicu
pertentangan meskipun wartawan memiliki kebebasan. Beberapa
bentuk kebebasan pers yang diberikan oleh pemerintah masa kini
adalah:
1. Memberikan kebebasan berekspresi terhadap pers.
2. Mempermudah pengurusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
( SIUPP ) sehingga bermunculan penerbitan pers baru.
3. Memberkan jaminan tidak akan ada lagi pembredelan pers.
Dengan pemberian kebebasan pers dari pemerintah maka sikap kita
seharusnya melaksanakan kebebasan yang diberikan dengan penuh
tanggung jawab.

Beberapa sikap kita terhadap upaya pengendalian kebebasan pers


yang dilakukan pemerintah, antara lain adalah
1. Dalam pemberitaannya, pers harus menyajikan pemberitaan
yang benar, jujur, dan jelas.
2. Pihak pihak yang ingin membuat penerbitan pers harus
memperhatikan ketentuan yang berlaku, meskipun
pemerintah mempermudah pengurusan SIUPP.
3. Pers harus memberitahukan hal hal yang tidak bertentangan
dengan unsur sara.

Anda mungkin juga menyukai