Anda di halaman 1dari 14

A.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965


B. Dampak Sosial Politik dari Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
C. Beberapa Pendapat Tentang Tragedi
Pemberontakan G-30-S/PKI
Peristiwa Gerakan
30 September 1965
Latar Belakang
Peristiwa Gerakan 30
September 1965
Kronologis Peristiwa
Gerakan 30 September
1965
Latar Belakang Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Kaum Komunis di dunia mempunyai tujuan yang sama,
yaitu merebut kekuasaan dan menciptakan diktator
proletariat. Demikian halnya dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Sejak D.N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI tahun 1951,
PKI mulai menyusun program-program untuk bangkit
kembali. Pimpinan PKI kemudian terus mengubah dan
menyempurnakan taktik dan strategi organisasinya.
Strategi penyusupan juga masuk ke dalam tubuh
angkatan bersenjata, yang dibina oleh Biro Khusus yang
langsung berada di bawah pimpinan D.N. Aidit yang
dibantu oleh Pono, Bono, dan Syam Kamaruzaman.
PKI membina kader-kadernya dan memberi latihan
kemiliteran kepada para Pemuda Rakyat (PR) dan
Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia.
Latar Belakang Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Pada awal 1964 sikap PKI semakin agresif dengan
menyerang lawan-lawannya melalui rapat-rapat umum,
kampanye melalui media massa dan poster-poster
propaganda.
PKI mencap musuh-musuhnya sebagai setan desa, setan
kota, kabir (kapitalis birokrat), kontrev (kontra revolusi),
agen NEKOLIM (Neokolonialisme dan Imperialisme), dll.
PKI juga melancarkan aksi sepihak dengan menghasut
kaum buruh dan petani untuk merampas tanah dengan
dalih land reform.
Aksi-aksi sepihak PKI bersama BTI (Buruh Tani
Indonesia) mengakibatkan terjadinya bentrokkan fisik
antara lain seperti Peristiwa Bandar Betsy di Sumatera
Utara dan Peristiwa Kanigoro di Kediri.
Latar Belakang Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Negara RI pada saat itu sedang menjalankan
konfrontasi dengan Malaysia yang dianggap sebagai
proyek NEKOLIM.
14 Januari 1965, Aidit menuntut pemerintah agar
mempersenjatai kaum buruh dan tani dengan alasan
untuk menghancurkan NEKOLIM. Tuntutan PKI
diwujudkan dalam Front Nasional.
PKI juga mengusulkan tentang pembentukan
Angkatan Kelima (Kaum buruhdan tani yang
dipersenjatai.
September 1964, Menpangau Laksamana Madya Udara
Omar Dhani pergi ke RRC untuk
membicarakanmasalah senjata untuk angkatan kelima.
Namun masalah ini tidak dilaporkan kepada Menko-
Hankam Jend. A.H. Nasution maupun Letjend. A. Yani
(Menpangad).
Kronologis Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Pada tahun 1965, Presiden Soekarno dikabarkan sakit keras,
dan menurut penjelasan tim dokter dari RRC ia akan meninggal
atau lumpuh. Aidit memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut
kekuasaan.
Pimpinan Biro Khusus PKI, Syam Kamaruzaman bersama bebarapa
tokoh mengadakan serangkaian rapat untuk mempersiapkan
pelaksanaan gerakan yang direncanakan pada tanggal 30
September 1965.
1 Oktober 1965, dini hari, dilakukan penculikan terhadap
pucuk-pucuk pimpinan Angkatan Darat lalu dibawa ke Lubang
Buaya dibawah komando Letkol Untung Samsuri (Komandan
Batalyon I Resimen Cakrabirawa.
Pasukan Bimasakti menguasai gedung RRI dan Pos
Telekomunikasi.
Pukul 07.20, Letkol Untung melalui RRI menyiarkan tentang
gerakan penumpasan terhadap Dewan Jenderal yang akan
mengkudeta pemerintah.
Pukul 13.00 diumumkan melalui RRI tentang dekrit pembentukan
Dewan Revolusi dan Kabinet Dwikora dinyatakan demisioner.
Dua Kesatuan dari daerah yang ternyata mendukung G-30-S/PKI,
yaitu Batalyon 454/ Diponegoro dan 530/ Brawijaya, juga
berada di Jakarta dengan alasan untuk memperingati Ulang
Tahun ABRI.
Kronologis Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Di Jawa Tengah, G.30.S/ PKI
berhasil merebut kekuasaan
di Markas Kodam VII/
Diponegoro di Semarang dan
Markas Korem 072 di
Yoyakarta dengan membunuh
Kol. Katamso dan Lekol.
Sugiyono.
1 Oktober 1965, PKI juga
mengumumkan berdirinya
Dewan Revolusi di
Yogyakarta yang diketuai
oleh Mayor Mulyono.
Operasi penumpasan
G.30.S/PKI dilakukan
langsung mulai 1 Oktober
1965 di bawah koordinasi
Pangkostrad Mayjend
Soeharto dengan didukung
Komandan RPKAD, Kol. Sarwo
Edhi Wibowo.
Dampak Sosial Politik dari Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Krisis Politik muncul karena penyelesaian Peristiwa G-
30-S yang akan dipimpin langsung oleh Presiden
Soekarno tidak membawa perubahan.
Tingkat inflasi yang tinggi (650%), kebijakan devaluasi
nilai Rupiah (1:100), serta meningkatnya harga minyak
dunia membuat kondisi sosial politik Indonesia mulai
bergejolak.
Pemerintah kemudian membentuk Panitia ad hoc yang
bertugas untuk menyelidiki akibat dan kenaikan harga-
harga barang, jasa dan minyak dunia.
Pemerintah juga membentuk sebuah badan Fact Finding
Commission KOTI yang bertugas mengumpulkan segala
data, keterangan, dan fakta mengenai peristiwa G-30-S/
PKI di berbagai daerah di Indonesia.
Dampak Sosial Politik dari Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
Krisis sosial politik memunculkan gerakan-
gerakan aksi, seperti:
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)
Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI)
Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI)
Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI)
Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI)
26 Oktober 1965, gerakan-gerakan ini menyatukan
diri ke dalam Front Pancasila.
31 Desember 1965, dibentuklah sebuah barisan
front gabungan yang bernama Badan Koordinasi
Kesatuan Aksi dan Front Pancasila.
Dampak Sosial Politik dari Peristiwa
Gerakan 30 September 1965

Maraknya aksi manuver dan tuntutan dari berbagai


elemen berpuncak pada peristiwa demonstrasi tanggal
10 januari 1966.
12 Januari 1966, Gabungan kesatuan aksi mendatangi
gedung DPR untuk mengajukan 3 tuntutan bernama
Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).
15 Januari 1966, Dalam sidang paripurna Kabinet
Dwikora, Presiden Soekarno mengundang perwakilan
mahasiswa. Namun Presiden Soekarno malah menuduh
bahwa aksi-aksi mahasiswa ditunggangi oleh Nekolim
dan CIA.
Presiden Soekarno kemudian membentuk Barisan
Soekarno yang yang bertujuan untuk mempertahankan
kedudukan Presiden Soekarno dari gerakan-gerakan
Nekolim, kontra-revolusi, dan PKI.
TRITURA
Tri Tuntutan Rakyat
1. Pembubaran PKI bersama
unsur-unsurnya
2. Pembersihan Kabinet Dwikora
dari unsur-unsur G-30-S/ PKI
3. Penurunan Harga dan
Perbaikan Ekonomi
Dampak Sosial Politik dari Peristiwa
Gerakan 30 September 1965
12 Februari 1966, Dalam reshuffle Kabinet
Dwikora, Presiden Soekarno justru memasukkan
nama-nama menteri yang dicurigai terlibat dalam
G.30.S/PKI, seperti: Dr. Soebandrio dan Oei Tjo
Tat.
24 Februari 1966, Saat Kabinet Dwikora dilantik,
terjadi demonstrasi yang mengakibatkan
gugurnya seorang mahasiswa UI, Arief Rahman
Hakim.
25 Februari 1966, Presiden Soekarno
membubarkan KAMI.
3 Maret 1966, Kampus UI ditutup dan mahasiswa
dilarang melakukan pertemuan lebih dari 5 orang
Beberapa Pendapat Tentang Tragedi
Pemberontakan G-30-S/PKI
ANALISIS PENDAPAT TOKOH / VERSI
Pendapat bahwa PKI sebagai dalang peristiwa
tersebut:
Dukungan terbuka dari Harian Rakyat milik PKI
tanggal 2 Oktober 1945
Pengakuan para petinggi PKI di depan Mahkamah
Militer Luar Biasa (MAHMILUB)
Kehadiran Biro Khusus yang dipimpin Syam
Kamaruzaman
Pendapat bahwa semua peristiwa tersebut adalah Benedict Anderson
akibat konflik intern TNI-AD karena adanya Ruth T. McVey
kekecewaan perwira menengah atas kepemimpinan (Cornell Paper)
TNI AD
Pendapat bahwa dalang peristiwa tersebut adalah WF. Wertheim
Mayjend Soeharto, karena kedekatannya dengan (sejarawan
Kolonel Untung dan Kolonel Latief. Belanda)
Beberapa Pendapat Tentang Tragedi
Pemberontakan G-30-S/PKI
ANALISIS PENDAPAT TOKOH / VERSI
Pendapat bahwa Presiden Soekarno Dokumen CIA, The Coup That
mengetahui peristiwa tersebut sebelumnya. Backfired terbitan 1995.
Hal ini didasari laporan Kepala Penerangan Kesaksian ajudan presiden,
Hankam, Brigjend Sugandhi, tentang Bambang Widjnarko kepada
rencana kudeta PKI yang kemudian ditolak Mahmilub.
Presiden Soekarno. Analisis Anthony Dake
Pendapat yang menyebutkan CIA dianggap Peter Dale Scott, guru besar
memprovokasi PKI supaya mengkudeta agar Universitas California.
PKI dapat dihancurkan
Pendapat bahwa Inggris memiliki George dan Audrey McKahin
kepantingan untuk mendesak perubahan (Subversional foreign Policy)
politik di Indonesia agar konfrontasi dengan
Malaysia dapat selasai tanpa dana besar.
Pendapat bahwa peristiwa tersebut adalah Dr. Asvi Warman Adam
dukungan intern dan ekstern (sejarawan LIPI)

Anda mungkin juga menyukai