Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh :

Moh Arifin S.Kep

NIM 141600421

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

Telah disahkan

pada tanggal : Februari 2017

Mengathui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( (
..) .)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan Jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi.
Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi,
atau komunitas. (Stuart, 2007) .
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia World Health Organization
(WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang
tidak hanya bebas dari penyakitatau kecacatan.
Manusia akan beradaptasi terhadap keseimbangan melalui mekanisme
penanganan yang dipelajari pada masa lampau. Apabila manusia berhasil
beradaptasi dengan masa lampau, berarti ia telah mempelajari aktivitas mekanisme
penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan yang lebih
kompleks dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan yang
mernpunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan jiwa atau gangguan jiwa.
Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama diberbagai
Negara maju, modern dan industri. Menurut penelitian WHO, prevalensi gangguan
jiwa adalah 100 jiwa/1000 penduduk. Data statistik yang dikemukakan oleh WHO
(1990) menyebutkan bahwa setiap saat 2 3 % dari penduduk di dunia
berada dalam keadaan membutuhkan pertolongan serta pengobatan untuk
suatu ganguan jiwa.
Hasil riset WHO diperkirakan pada setiap saat, 450 juta orang diseluruh dunia
terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku dan jumlahnya terus
meningkat. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa satu dari lima orang dewasa pemah
mengalami gangguan jiwa dari jenis biasa sampai yang serius (Rizki, 2012)
Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2006
menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Sebaiknya,
Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat
sebesar 2,5 Juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se- Indonesia (Ahmad, 2009)
Diperkirakan lebih dari 90 % klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam
diri individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar). Suara dapat
tunggal atau multipel. Isi suara dapat memerintah sesuatu pada klien atau
seringnya tentang perilaku klien sendiri.
Di Rumah Sakit Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi
penglihatan dan 10% mengalami halusinasi penghidu, pengecap, perabaan.
Berdasarkan hasil laporan rekam medik ( RM ) salah satu rumah sakit jawa
tengah yaitu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, didapatkan data dari Maret-April
2013 tercatat jumlah pasien rawat inap 880 orang dan terdiri dari pasien halusinasi
450 orang, perilaku kekerasan 106 orang, isolasi sosial : menarik diri 105
orang, harga diri rendah 61 orang, waham 21 orang dan defisit perawatan diri 138
orang,
Dari uraian diatas maka saya tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan
dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Gangguan Halusinasi di
RSJD Amino GondhoUtom Semarang.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan manajemen asuhan keperawatan pada klien
dengan Halusinasi.
b. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mengetahui konsep teori Halusinasi.
2) Mahasiswa mengetahui konsep teori asuhan keperawatan dengan
Halusinasi.
3) Mahasiswa mampu melakukan tahapan pengkajian asuhan keperawatan
Halusinasi.
4) Mahasiswa mampu melakukan tahapan menetapkan diagnosa asuhan
keperawatan yang tepat pada Halusinasi.
5) Mahasiswa mampu melakukan tahapan perencanaan asuhan keperawatan
Halusinasi.
6) Mahasiswa mampu melakukan tahapan implementasi asuhan keperawatan
Halusinasi.
7) Mahasiswa mampu melakukan tahapan evaluasi asuhan keperawatan
Halusinasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).

B. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

D. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
E. Faktor Prespitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
F. Pathofisiologi dan Pathway
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak
organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung,
zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Maramis 1998).
Menurut Barbara ( 1997 ) klien yang mendengar suara suara misalnya suara
Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih
yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara suara yang terdengar
dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain

Akibat Resiko mencederai diri sendiri, Orang lain dan lingkungan

Core Problem Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Sebab Isolasi sosial menarik diri

G. Tanda dan Gejala


Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi
diantaranya adalah:
a. Munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri,orang lain dan
lingkungannya yang diakibatkan diri persepsi sensori persepsi tanpa adanya
stimulus eksternal.
b. Klien dengan halusinasi membatasi dirinya dengan orang lain karena tidak
peka, terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.
I. Penatalksanaan Farmakologi
a.Anti psikotik:
Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
Stelazine
Clozapine (Clozaril)
Risperidone (Risperd)
b. Anti parkinson:
Trihexyphenidile
Arthan
J. Pengkajian
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi
DS : Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu. Klien tidak mampu
mengenal tempat, waktu, orang.
DO : Tampak bicara dan ketawa sendiri, Mulut seperti bicara tapi tidak keluar
suara, berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu, gerakan mata
yang cepat.
b. Isolasi sosial : menarik diri
DS : Klien mengatakan merasa kesepian.
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial.
Klien mengatakan tidak berguna.
DO : Tidak tahan terhadap kontak yang lama, tidak konsentrasi dan pikiran
mudah beralih saat bicara, tidak ada kontak mata, ekspresi wajah murung,
sedih, tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri, kurang aktivitas,
tidak komunikatif.
c. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
DS : Klien mengungkapkan takut.
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam dan
membuatnya takut.
DO : Wajah klien tampak tegang, merah, mata merah dan melotot, rahang
mengatup, tangan mengepal, mondar mandir.
K. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi b.d menarik diri
b. Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah
c. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b.d haluysinasi pendengaran
L. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari
diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan
apakah ada suara yang di dengar.
Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama
seperti dia.
Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-
lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
Katakan : Saya tidak mau dengar kau pada saat halusinasi
muncul.
Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk
memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Quran.
Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian,
gotong royong).
Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
Mencari teman untuk ngobrol.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita dan stimulasi persepsi.
d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan
nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
Pengertian halusinasi
Gejala halusinasi yang dialami klien.
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.
e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan
efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat minum obat.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya).
M. Discharge Planing
Pada pasien dengan halusinasi yaitu dengan merencanakan perawatan di rumah
setelah selesai menjalani perawatan di rumah sakit dengan melakukan membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas pasien di dirumah seperti bekerja/ beraktivitas,
beribadah, makan, istirahat dan menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan
munculnya halusinasi klien dan juga termasuk aktivitas minum obat

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary Practice,
Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8,
Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai