BAB I
PENDAHULUAN
penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara usia lanjut (lansia) dengan
penyakit diabetes militus, dan adakah prevalensi perbedaan jenis kelamin antara
berikut:
diabetes militus sehingga pihak Rumah Sakit dapat melakukan suatu program
dalam meneliti.
mana proposal tersebut mempunyai kemiripan judul proposal, dan untuk bahan
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi
dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini
mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya
kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin
berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi
infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila
vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen
topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani
prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan
misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat,
atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi
karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan
metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain
adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi
asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan
kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau
gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet
secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah
10
masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non
farmakologik atau farmakologik yang tepat.
Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit
yang dideritanya. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau
penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal
pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika,
antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic
adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika
seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil
dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,
kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi
vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan
melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses
persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan
otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya
kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra),
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain
adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga
berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul (Darmojo, 2009).
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi
juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih
11
belum mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil
karena sistem neuromuskulernya belum berkembang dengan baik.
Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi
tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus otot, sehingga peristaltik
menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan
eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko mengalami
konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot
sfingter sehingga terjadi inkontinensia (Asmadi, 2008).
2. Diet
Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang
seimbang, maupun nyaman. Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi
urine (Asmadi, 2008).
8. Sosiokultural
10. Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung
kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi.
Misalnya diabetes melitus dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi
13
D. Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan.
Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang
berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi
mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung
kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang
mempersyarafi otot dasar panggul (Guyton, 1995).
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis
yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis
kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan,
akan merangsan timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal
ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami
14
F. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
2. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi
pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
3. Cysometry
digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas
intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.
Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih.
4. Urografi ekskretorik
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur
15
d Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.
Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic(pada wanita).
e Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia
yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat
bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan
G. Pathway
Inkontinensia
fungsional gangguan kognitif berat
17
Terjadi
pengisian Defisit pengetahuan
kandung kemih
Tekanan didalam
kandung kemih
meningkat
Volume Daya
Tampung
Otot Ditrusor
membesar
Relaksasi
Distimulus lewat
serabut reflex
eferen
Terjadi Gangguan
katerisas
Inkontinensia Integritas Kulit
urin
H. Askep
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi
18
- B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
- B4 (bladder)
Inspeksi: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila
ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada
meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis,
seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga
di luar waktu kencing.
- B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
- B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
4. Data penunjang
a Urinalisis
b Hematuria.
c Poliuria
d Bakteriuria.
5. Pemeriksaan Radiografi
a IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan
ureter.
b VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk,
dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi
prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
6. Kultur Urine
a Steril.
b Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
c Organisme.
20
I. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai
berikut:
1. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan
struktur dasar penyokongnya.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam
waktu yang lama.
3. Resiko Kerusakan Integitas kulit berhubungan dengan irigasi konstan
oleh urine
4. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan
akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine
5. Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik
berhubungan dengan deficit pengetahuan tentang penyebab inkontinen,
penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan
gejala komplikasi, serta sumbe komonitas.
a. Pola makan
a. Faktor keturunan atau genetika. Jika salah satu atau kedua orang tua
menderita diabetes, maka anak akan berisiko terkena diabetes.
b. Autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau
jenis selnya sendiri dalam hal ini, yang ada dalam pankreas. Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
25
c. Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel
(kelompok-kelompok sel) dalam pankreas tempat insulin dibuat.
Semakin banyak pulau sel yang rusak, semakin besar kemungkinan
seseorang menderita diabetes.
4. Jarang berolahraga.
Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap
diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus
dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa:
- poliuria (banyak berkemih)
- polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
- polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
- penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis
dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:
- lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
- penglihatan kabur
- penyembuhan luka yang buruk
- disfungsi ereksi pada pasien pria
- gatal pada kelamin pasien wanita
Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin
saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari
pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat
dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di
bawah ini:
- Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu 200
mg/dL
- Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126
mg/dL
- Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200
mg/dL
- Pemeriksaan HbA1C 6.5%
Keterangan:
- Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien.
- Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8
jam.
- TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan
glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan
dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1
28
jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah
jarang dipraktekkan.
Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak
masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes.
Yang termasuk ke dalamnya adalah
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL
dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO
< 140 mg/dL
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa
plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 199
mg/dL
menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya .
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik
dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara
berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan
cara konvensional.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)
*metode enzimatik
Keterangan :
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat badan yang menurun
cepat.
1. Faktor Usia
Usia bisa menjadi factor risiko karena sering bertambahnya umur terjadi
penurunan fungsi-fungsi organ tubuh, termasuk reseptor yang membantu
pengangkutan glukosa ke jaringan. Reseptor ini semakin lama akan
semakin tidak peka terhadap adanya glukosa dalam darah. Sehingga, yang
terjadi adalah peningkatan kadar glukokosa dalam darah.
32
2. Jenis Kelamin
Pada usia kurang dari 40 tahun, pria dan wanita memiliki risiko yang sama
mengalami diabetes. Sedangkan pada usia lebih dari 40 tahun, wanita
lebih berisiko mengalami diabetes. Pada wanita yang telah mengalami
menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan
produksi hormone esterogen dan progesteron. Hormon esterogen dan
progesterone ini mempengaruhi bagaimana sel-sel tubuh merespon insulin.
3. Pola Makan
Stres memang faktor yang dapat membuat seseorang menjadi rentan dan
lemah, bukan hanya secara mental tetapi juga fisik. Penelitian terbaru
membuktikan komponen kecemasan, depresi dan gangguan tidur malam
hari adalah faktor pemicu terjadinya penyakit diabetes khususnya di
kalangan pria.
10. Hipertensi
Penderita penyakit darah tinggi memiliki resiko diabetes yang lebih tinggi.
Di Amerika telah meneliti hubungan antara tekanan darah dengan diabetes
tipe 2 dan menemukan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi
berisiko 3 kali terkena diabetes dibandingkan dengan wanita yang
memiliki tekanan darah rendah.
34
c. Pencegahan Tersier
1. Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah
komplikasi.
2. Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan
organ.
3. Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.
Pencegahan diabetes mellitus juga dapat dilakukan dengan
menggunakan perubahan pola hidup, melakukan beberapa perubahan
sederhana dalam gaya hidup sekarang dapat membantu dalam
mengendalikan diabetes. Beberapa cara tersebut antara lain :
a. Lakukan lebih banyak aktivitas fisik
Latihan olahraga dapat membantu meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah
dalam kisaran normal. Dengan meningkatkan olahraga, tubuh
menggunakan insulin lebih efisien sampai 70 jam setelah latihan.
42
h. Berhenti merokok
Merokok tidak hanya berkontribusi pada penyakit jantung dan
menyebabkan kanker paru-paru tetapi juga terkait dengan
pengembangan diabetes. Merokok lebih dari 20 batang sehari
dapat meningkatkan risiko diabetes lebih dari tiga kali lipat
dibandingkan orang yang tidak merokok.
44
a. Orang yang memiliki pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah
kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
b. Orang-orang yang gemuk, yang mempunyai berat badan melebihi 90 kg
45
c. Orang yang memiliki warisan gen penyebab Diabetes Melitus dari orang
tua.
d. Orang yang sering mengkonsumsi bahan kimia dan obat-obatan
e. Orang yang terkena penyakit infeksi pada pancreas
2.9.1 Insiden DM
e. Umur.
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes
Mellitus adalah > 45 tahun.
f. Riwayat persalinan.
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan
bayi > 4000 gram.
BAB III
Ket :
BAB IV
METODE PENELITIAN
- -
59
IV.8.1.1. Editing
IV.8.1.2. Coding
IV.8.1.3. Procesing
IV.8.1.4. Cleaning
DAFTAR PUSTAKA