152 11 PDF
152 11 PDF
Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRAK
Cendawan Arthrobotrys oligospora dan Duddingtonia flagrans dapat digunakan untuk pengendalian haemonchosis
yang sulit ditanggulangi dan secara ekonomi merugikan pada ruminansia kecil di Indonesia. Penelitian pemanfaatan
cendawan entomofagus telah dilakukan sejak tahun 1990-an dan hasilnya dapat diaplikasikan pada tahun 2000-an.
Sebelum terpilih sebagai pengendali biologis, cendawan harus melalui beberapa tahap seleksi dan pengujian yaitu:
isolasi dan identifikasi, seleksi stres saluran pencernaan, uji reduksi in vitro dan in vivo, serta aplikasi laboratorium,
lapangan, dan oleh pengguna. Dari isolat yang berhasil ditemukan hanya sedikit yang terpilih sebagai cendawan
nematofagus. Namun sejumlah temuan isolat yang telah diuji tersebut dapat digunakan untuk pengendalian
haemonchosis pada ruminansia kecil di Indonesia.
Kata kunci: Arthrobotrys oligospora, Duddingtonia flagrans, haemonchosis, Indonesia
ABSTRACT
The use of Arthrobotrys oligospora and Duddingtonia flagrans fungi for controlling haemonchosis in
small ruminant in Indonesia
The fungi Arthrobotrys oligospora and Duddingtonia flagrans can be used to control haemonchosis. The disease
is difficult to handle and causes economic loss in small ruminant in Indonesia. Research on using of nematophagous
fungi was started in 1990s and the results were applied in 2000s. Before being chosen as a biological control agent,
the fungi must pass some following stages, i.e., isolation and identification, in vitro stress selection for gastrointestinal
tract, in vitro and in vivo reduction test to H. contortus, and application in laboratory, in field, and on users. From
the isolates found only a few can be used as nematophagous fungi. However, the tested isolates eventually can be
used to control haemonchosis in Indonesia.
Keywords: Arthrobotrys oligospora, Duddingtonia flagrans, haemonchosis, Indonesia
Tahap
pemilihan BIOLOGI DAN
PENGENDALIAN NEMA-
TODA Haemonchus contortus
t
bergerak ke rum- Pengurangan
re-infeksi siklus hidupnya, yaitu fase larva hidup di
put di jerat H. Pemberian cendawan
concortus
luar tubuh inang dan fase parasit dalam
spora per oral
tubuh inang.
Fase larva dimulai saat telur keluar
bersama tinja inang. Selanjutnya pada
Telur Larva-2 Larva-3
Larva-1 (tahap suhu, kelembapan, dan curah hujan yang
(keluar (tahap
t
t
karena rangsangan
kemudian naik ke rerumputan atau batang
nematoda)
semak. Bila ada kambing atau domba yang
memakan rerumputan tersebut maka larva
ikut termakan ternak dan menjadi
patogenik bila dapat hidup dalam inang.
Di dalam tubuh inang, larva-3 yang infektif
Gambar 1. Pengendalian biologis Haemonchus contortus oleh Arthrobotrys akan berkembang dan tumbuh menjadi
oligospora dan Duddingtonia flagrans pada domba. larva-4 (pradewasa). Terakhir, larva-4
berkembang menjadi larva-5 (dewasa)
yang siap bertelur pada hari ke-15 sampai
ke-20 setelah infeksi (Urquhart et al. 1987).
Nematoda ini mengisap darah de-
antelmintik baru atau meningkatkan dosis bertambah besar bila masalah haemon- ngan menggigit dinding saluran pencer-
antelmintik yang digunakan. Oleh karena chosis tidak ditanggulangi. naan bagian atas sehingga menyebabkan
itu perlu dicari cara penanggulangan Penelitian pengendalian nematoda anemia primer. Domba yang terinfeksi
yang lain seperti pengendalian secara saluran pencernaan dengan menggunakan H. contortus dapat mengalami hipo-
biologis dengan memanfaatkan cendawan cendawan nematofagus telah banyak proteinemia, hipokalsemia dan hipo-
nematofagus. dilakukan (Barron 1977; Gronvold et al. fosfatemia, yang mengakibatkan turun-
Haemonchosis merupakan kendala 1989). Teknik biologi molekuler telah pula nya bobot karkas (Soulsby 1986). Domba
bagi peningkatan produktivitas kambing digunakan dalam karakterisasi dan deteksi dikatakan menderita haemonchosis jika
dan domba karena dapat menghambat isolat cendawan nematofagus, serta terinfeksi 5.000 larva H. contortus. Pada
pertumbuhan dan menyebabkan kematian, identifikasi jenis cendawan berdasarkan kasus akut ditemukan 2.00020.000 larva
khususnya pada ternak muda (Beriajaya gen RNA atau DNA (Larsen et al. 1998; dan pada kasus hiperakut ditemukan
dan Stevenson 1985). Mengingat populasi Skipp et al. 2002). 30.000 larva. Gejala klinis yang terlihat
domba dan kambing di Indonesia cukup Cendawan nematofagus Arthro- pada domba dan kambing berupa anemia,
besar, maka kerugian ekonomis yang botrys oligospora dan cendawan nema- edema, dan bulu rontok (Urquhart et al.
ditimbulkannya juga cukup signifikan, tofagus lainnya telah banyak digunakan 1987).
yaitu mencapai US$16,60 juta pada tahun dalam pengendalian nematoda parasit Di Denmark, jenis nematoda Coope-
1984. Pada saat itu populasi domba sekitar pada saluran pencernaan ternak di ber- ria oncophora dan Ostertagia ostertagi
4.365.000 ekor dan kambing 8.141.000 ekor bagai negara (Waller dan Larsen 1996; banyak ditemukan di tanah pertanian
(Parson dan Vere 1984). Pada tahun 2004 Larsen 2000; Ahmad et al. 2002), dan (Gronvold et al. 1985) karena didukung
populasi kambing mencapai 13.441.699 jenis-jenis cendawan ini terdapat pula di oleh iklim subtropis. Di Bogor dengan iklim
ekor dan domba 8.245.871 ekor (Direktorat Indonesia (Ahmad 2001; Ahmad dan tropis, H. contortus mempunyai preva-
Jenderal Bina Produksi Peternakan 2004) Beriajaya 2003). Tulisan ini merupakan lensi tinggi di antara nematoda Tricho-
sehingga kerugian yang ditimbulkan akan ulasan tentang penggunaan cendawan strongylus spp. Rata-rata jumlah telur
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z. dan Beriajaya. 1998. Isolasi Jurnal Mikologi Kedokteran Indonesia (4); ternak domba dan kambing. Prosiding Hasil
Verticillium spp. untuk dipakai sebagai 1420/2004; 5(12): 1420. Penelitian Bagian Proyek Rekayasa
kontrol biologi nematoda-nematoda. Buletin Teknologi Peternakan/ARMP II. Pusat
Ahmad, R.Z. dan Beriajaya. 2003. Penyebaran
IPKHI 7 (2): 1316. Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
dan jenis cendawan nematofagus sebagai
Bogor. hlm. 364370.
Ahmad, R.Z. 1999. Pemakaian dua metode isolasi pengendali parasit nematoda ternak di Jawa
cendawan nematofagus dari tanah di daerah Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Beriajaya dan R.Z. Ahmad. 2002. Pengurangan
Bogor. Prosiding Seminar Nasional Peter- Prosiding Seminar Nasional Teknologi larva nematoda Haemonchus contortus oleh
nakan dan Veteriner jilid II. Pusat Penelitian Peternakan dan Veteriner. Pusat penelitian konidia cendawan Trichoderma sp. secara in
dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. vitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
1.0271.029. 199204. Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian
Ahmad, R.Z. dan Beriajaya. 2005. Kemampuan dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm.
Ahmad, R.Z. 2001. Isolasi dan seleksi cendawan
cendawan nematofagus A. oligospora lokal 398402.
nematofagus untuk pengendalian haemon-
chosis pada domba. Thesis Program Pasca- untuk mengurangi larva infektif H. contortus Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.
sarjana, Institut Pertanian Bogor. di padang gembalaan. Laporan Penelitian.
2004. Statistik Peternakan. Direktorat
Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta.
Ahmad, R.Z., F. Satrija, J. Ridwan, dan M. Larsen.
2001. Identifikasi kandidat cendawan Barron, G.L.1977. The nematode destroying
Faedo, M., E.H. Barnes, R.J. Dobson, and P.J.
nematofagus Arthrobotrys oligospora, fungi. In Tropic Mycrobiology No.1. Cana-
dian Biological Publication Ltd. Guelph, Waller. 1998. The potential of nemato-
cendawan endoparasit, dan Monacrosporium
Ontario, Canada. phagous fungi to control the free-living
gephyropagum dari beberapa lokasi di daerah
stages of nematode parasites of sheep:
Bogor. Jurnal Mikologi Kedokteran Indo- Beriajaya and P. Stevenson. 1985. The effect of Pasture plot study with Duddingtonia
nesia 2(1): 140144. anthelmintic treatment on the weight gain flagrans. Vet. Parasitol. 76: 129135.
of village sheep. Proceeding. the 3rd AAAP
Ahmad. R.Z. 2002. Media lokal untuk per- Gronvold, J., H. Korshollm, J. Wolstrup,
Animal Science Congress, Seoul, 610 May,
tumbuhan cendawan nematofagus sebagai P. Nansen, and S.A. Henriksen. 1985.
(1): 519521.
sebuah model. Prosiding Seminar Nasional Laboratory experiments to evaluate the
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Beriajaya dan R.Z. Ahmad. 1999. Cendawan ability of Arthrobotrys oligospora to destroy
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Arthrobotrys oligospora untuk pengendalian infective larvae Cooperia spesies and to
Bogor. hlm. 444449. nematoda Haemonchus contortus pada investigate the effect of physical factors on
domba. Prosiding Seminar Nasional the growth of the fungus. J. Helminthol. 59:
Ahmad, R.Z. dan Beriajaya. 2002. Efek nema- Peternakan dan Veteriner Jilid II. Pusat 119125.
tofagus cendawan Fusarium poae isolat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
lokal Larva3 Haemonchus contortus secara Bogor. hlm. 980985. Gronvold, J., P. Nansen, S.A. Henriksen, J.
in vitro. Jurnal Mikologi Kedokteran Thylin, and J. Wolstrup. 1988. The capability
Indonesia 3 (1 dan 2): 913. Beriajaya, R.Z. Ahmad, dan E. Kusumaningtyas. of the predacious fungus Arthrobotrys
2000. Efikasi cendawan nematofagus pada oligospora (Hyphomycetales) to reduce
Ahmad, R.Z., Beriajaya, dan S. Hastiono. 2002. domba dan kambing di daerah Kendal, numbers of infective larvae of Ostertagia
Pengendalian infeksi nematoda-nematoda Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional ostertagi (Trichostrongylidae) in cow pats
saluran pencernaan ruminansia kecil dengan Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian and herbage during the grazing season in
cendawan nematofagus. Wartazoa 12 (3): dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. Denmark. J. Helminthol. 62: 271280.
121126. 498503.
Gronvold, J., S.A. Henriksen, P. Nansen, J.
Ahmad, R.Z. 2003. Potensi Duddingtonia Beriajaya, R.Z. Ahmad, dan E. Kusumaningtyas. Wolstrup, and J. Thylin. 1989. Attemps to
flagrans sebagai cendawan nematofagus. 2001. Efikasi cendawan nematofagus pada control infection with Ostertagia ostertagi