Introduksi Ugm Mengenai Putusan Bersayarat MK PDF
Introduksi Ugm Mengenai Putusan Bersayarat MK PDF
PENDAHULUAN
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
"negara Indonesia adalah negara hukum.1 Mengenai konsep negara hukum dikenal
berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit.2 Dalam konteks
sistem hukum Eropa kontinental atau yang biasa disebut sebagai civil law atau
modern roman law. Konsep negara hukum yang mengacu pada sistem hukum civil
law adalah rechtsstaat, yang mana hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam
Kelsen dan Julius Stahl. Hans Kelsen mengemukakan mengenai 4 (empat) syarat
1
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Lihat dalam Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD
1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Kencana, Jakarta, hlm. 20.
3
Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebelum
Amandemen.
4
Hans Kelsen, 1978, Pure Theory of Law, University California Press, Berkeley, hlm. 313.
2. Negara yang mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas setiap
kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh elite negara.
3. Negara yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
4. Negara yang melindungi hak-hak asasi manusia.
yang bebas dan tidak memihak; (c) Pemilihan umum yang bebas; (d) Kebebasan
menyatakan pendapat; (e) Kebebasan berserikat dan beroposisi; dan (f) Pendidikan
kewarganegaraan.5
law, menegaskan bahwa dalam negara hukum haruslah terdapat jaminan atas
kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak merupakan hal yang
penting dalam negara hukum baik rehctsstaat maupun rule of law. Kekuasaan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak tidak hanya diartikan bebas dari
5
International Commission of Jurist, The Dynamic Aspects of the Rule of Law in the Modern
Age, Makalah, South-East Asian and Pasific Conference of Jurist, Bangkok, 15-19 Februari
1965, hlm. 39-45. Sebagaimana dikutip dalam Ahsin Thohari, 2004, Komisi Yudisial &
Reformasi Peradilan, ELSAM, Jakarta, hlm. 49.
6
E.C.S Wade dan G. Godfrey Philips, 1965, Constitutional Law: An Outline of the Law and
Practice of the Constitution, Including Central and Local Fovernment, the Citizen and the State
and Administrative Law, Longmans, London, hlm. 255. Sebagaimana dikutip dalam Ahsin
Thohari, Ibid., hlm. 50.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum, adanya kekuasaan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak sejatinya telah dijamin dalam konstitusi,
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.8 Konstruksi yang
yaitu cabang peradilan biasa (ordinary court) yang berpuncak pada Mahkamah
Mahkamah Konstitusi.9
the democracy), pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the
7
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Mahkamah Konstitusi: Perspektif Politik dan Hukum,
Kompas, 24 September 2002. Sebagaimana dikutp dalam Nimatul Huda, 2008, UUD 1945 dan
Gagasan Amandemen Ulang, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 252.
10
Mahkamah Konstitusi, 2004, Cetak Biru Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi
Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi
RI, Jakarta, hlm. iv.
citizens constitutional rights), serta pelindung hak asasi manusia (the protector of
human rights).11
(empat) buah kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal
fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi (the sole interpreter of the
negara berdasarkan prinsip demokrasi dan salah satu fungsi konstitusi adalah
melindungi hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi sehingga menjadi hak
Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 jo.
11
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006, Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 29. Sebagaimana
dikutip dalam Nimatul Huda, Op.cit., hlm. 256.
12
Lihat dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
13
Nimatul Huda dan R. Nazriyah, 2011, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-undangan,
Nusa Media, Bandung, hlm. 145.
Dari 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban yang dimiliki oleh
Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabkan setiap warga negara, badan hukum, dan
lembaga negara dapat bertindak sebagai pemohon apabila hak dan atau kewenangan
yang masuk adalah sebanyak 1363 perkara, yang mana dari 1363 perkara tersebut,
858 perkara telah diputus dengan jumlah undang-undang yang diuji adalah
sebanyak lebih dari 400 undang-undang.15 Jumlah tersebut sangatlah jauh lebih
negara yang hingga saat ini jumlahnya mencapai 36 perkara, sengketa hasil
pemilihan umum tahun 2009 sebanyak 657 dengan jumlah perkara yang diputus
perkara.16
Undang Dasar diatur lebih lanjut dalam Pasal 50 hingga Pasal 60 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 jo. Undang-
14
Nimatul Huda, Op.cit., hlm. 258.
15
Berdasarkan data yang didapat oleh penulis dalam Mahkamah Konstitusi, Rekapitulasi Perkara
Pengujian Undang-Undang, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.
RekapPUU, diakses 6 November 2015.
16
Lihat lebih lanjut data mengenai rekapitulasi perkara yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi
dalam Ibid.
tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Permohonan
berkenaan dengan proses pembentukan undang-undang dan hal-hal lain yang tidak
mengenai salah satu asas dalam hukum yakni asas fictie hukum sebagai berikut:19
Undang-Undang itu sendiri adalah hukum, karena berisi kaedah hukum untuk
melindungi kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia itu seberapa
dapat terlindungi, maka undang-undang harus diketahui oleh setiap orang.
Bahkan setiap orag dianggap tahu akan undang-undang (iedereen wordt
geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare constetur). Ini merupakan fictie,
kenyataannya tidaklah dapat diharapkan bahwa setiap orang mengetahui
setiap undang-undang yang diundangkan.
Iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare constetur secara
bahasa dapat diartikan sebagai semua orang dianggap tahu akan undang-undang,
17
Lihat lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PMK/2005
tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
18
Lihat lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
6/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
19
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.
88.
prinsipnya undang-undang memiliki kekuatan mengikat sejak undang-undang
Mahkamah Konstitusi.
Undang Dasar ini dapat dikatakan sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perwujudan dari adanya checks and
20
Ibid., hlm. 94.
21
Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi dan Komunikasi Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, 2013, Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi
dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 2003 2012), Kepaniteraan dan
Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 4.
balances antar lembaga negara. Kontrol dalam bentuk judicial review tersebut dapat
Berdasarkan Pasal 56, amar putusan yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah
produk legislasi sehingga norma atau undang-undang yang diuji memenuhi syarat
dan pedoman serta syarat bahkan membuat norma baru) yang dapat diklasifikasi
ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dipenuhi, maka suatu norma atau undang-
undang tetap konstitusional, namun apabila tafsir yang ditentukan oleh Mahkamah
Konstitusi dalam putusannya tidak terpenuhi maka suatu norma hukum atau
22
Ibid., hlm. 5.
23
Lihat lebih lanjut dalam pasal 56 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4316)
24
Nimatul Huda dan R. Nazriyah, Op.cit., hlm. 148.
25
Hamdan Zoelva, Mekanisme Checks and Balances Antar Lembaga Negara (Pengalaman dan
Praktik di Indonesia), Makalah, Simposium Internasional Negara Demokrasi Konstitusional,
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 12 Juli 2011.
26
Ibid.
tidak jarang putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi dipandang
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang mana dalam
yang telah diuji dapat diuji kembali.28 Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi
dengan model seperti ini dapat menjadi pintu masuk perumusan norma, 29 padahal
27
Lihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan
008/PUU-III/2005 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tanggal 19
Juli 2005, hlm. 495.
28
Yance Arizona memberikan perbandingan antara sifat Putusan MK dengan Konstitusionalitas
Berysarat. Menurut Yance Arizona, putusan bersifat conditionally constitutional menjadikan
putusan MK tidak bersifat final, maksudnya masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh,
meskipun tidak upaya hukum vertikal.
Lihat lebih lanjut dalam Yance Arizona, 2008, Dibalik Konstitusionalitas Bersyarat Putusan
Mahkamah Konstitusi, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan
Ekologis, Jakarta, hlm. 17
29
Lihat lebih lanjut dalam Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi dan
Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Op.cit., hlm. 14.
30
Lihat lebih lanjut dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
putusan tersebut langsung mengikat sebagai hukum (legally binding) sejak
korelasi atau implikasinya terhadap sifat final dan mengikatnya putusan Mahkamah
Konstitusi.
B. Rumusan Masalah
Undang-Undang Dasar?
31
Yance Arizona, Op.cit., hlm. 3-4.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara subyektif diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar Sarjana Hukum dari Strata-1 (S-1) Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain tujuan subyektif tersebut, penelitian ini
juga memiliki tujuan obyektif yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah
Dasar.
Selain tujuan subyektif dan obyektif di atas, penelitian ini juga memiliki
kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, lebih khusus lagi
dijadikan referensi atau acuan baik bagi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
yang berwenang menjatuhkan putusan atas pengujian undang-undang terhadap
E. Keaslian Penelitian
beberapa penelitian yang juga membahas mengenai putusan bersyarat, antara lain:
penelitian ini dengan penelitian di atas. Pertama, fokus penelitian yang dilakukan
penulis lebih menekankan pada implikasi dari putusan bersyarat baik secara
dalam penelitian ini dengan penelitian di atas adalah berbeda. Hal ini pun
penelitian di atas.
Keaslian Kedua, Penulisan Hukum oleh Sri Wahyuni berjudul Pola dan
terkait fokus penelitian yang digunakan penulis berbeda dengan penelitian di atas.
32
Budiyanto, 2009, Implikasi dan Implementasi Putusan Konstitusional Bersyarat (Conditionally
Constitutional) dalam Pengujian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Periode 2003-2008, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, hlm. 11.
Penulis di atas lebih menekankan pada pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi
mengenai pola dan bentuk pelaksanaan putusan yang dikaitkan dengan terwujudnya
Mahkamah Konstitusi.
Selain ketiga perbedaan di atas, rumusan masalah yang diangkat oleh penulis
berbeda dengan penelitian di atas, yang mana rumusan masalah dari penelitian di
atas, yaitu:33
yang telah ada sebelumnya adalah bahwa penelitian ini lebih fokus membahas
33
Sri Wahyuni, 2011, Pola dan Bentuk Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia dalam Perkara Pengujian Undang-Undang untuk Mewujudkan Konstitusionalisme,
Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm. 8.
secara mendalam mengenai implikasi dari putusan bersyarat terhadap sifat final dan
antara penelitian ini dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. Selain itu
ilmiah.