Anda di halaman 1dari 11

3/6/2017 Lingga Widayana

1 Lainnya Blog Berikut Buat Blog Masuk

Lingga Widayana
Kamis, 03 Mei 2012 Arsip Blog
2012 (3)
Mei (3)
NAMA: LINGGA
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1 WIDAYANATUGAS
PENGENALAN HEWAN COBA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT BIOLOGI SEL
MOLEKULERFA...
TANGGAL PERCOBAAN: 17 April 2012
Nama: Lingga
WidayanaNpm:06611005
Di susun oleh Kelompok 4 5Tugas Biologi Se...
1. Lingga Widayana ( 0661 10 055)
2. Andi mawwadah (0661 10 9062) LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
3. Putri Nuraini (0661 10 046) 1PENGENALAN HEWAN
4. Syifa Fauziah (0661 10 064 ) C...

Dosen pembimbing :
Mengenai Saya
Drh. Mien R.,M.c.,ph.D
E.mulyati Effendi,.MS
Yulianita,.S.Farm
Nisa Najwa,.S.Fam.,Apt

Lingga Widayana
my name is Lingga,people call me
igha.jez a simple person,happy go
lucky n funny..studying in
University Pakuan
Lihat profil lengkapku
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
TAHUN 2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt karema telah member kemudahan untuk
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun unutk memenuhi tugas farmakolgi
.Makalah ini memuat tentang Antikonvulsan
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 1/11
3/6/2017 Lingga Widayana

Terima
kasih.

PENULIS

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : pengenalan hewan coba dan rute pemberian obat

Dosen pembimbing : Drh. Mien Rachminiwati


E. Mulyati Effendi. Ms., Ir

(Lingga Widayana) (Andi


Mawaddah)

(Putri Nuraini)
(Syifa Fauziah)

BAB I
PENDAHULUAN

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 2/11
3/6/2017 Lingga Widayana

A. Latar belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik,
dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi
obat dengan sub-bab rute pemberian obat. Addpun yang melatar belakangi
pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian
obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.

B. Tujuan percobaan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah :
Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk
pengujian obat
Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat
Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang
diberikan secara berbeda rute pemberian

C. HIPOTESIS
Metode yang paling baik di gunkan adalah peroral karna dapar di peroleh efek yang
sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh
Urethan menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat
mengantuk
Menurut literatur, pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar
secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana


faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang
terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu
1). Hewan liar.
2). Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.
3). Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan
sistim barrier (tertutup).
4). Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara
dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di
atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin
meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang
dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan
percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan
konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).

D. Dasar teori

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 3/11
3/6/2017 Lingga Widayana

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu


faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan
getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini
menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G,
1989).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya


obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:


a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:


a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran
kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut
dalam cairan badan

Rute penggunaan obat dapat dengan cara:


a. Melalui rute oral
b. Melalui rute parenteral
c. Melalui rute inhalasi
d. Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan
sebagainya
e. Melalui rute kulit
(Anief, 1990).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal
(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan,
dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda.
Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri,
intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara
pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit
http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 4/11
3/6/2017 Lingga Widayana
atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang


kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H
dan Rahardja,K, 2002).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-
beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta
tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips
ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan
atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug,
B.G, 1989).

Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik


pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama
barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi,
hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu (Ganiswara,
1995).

Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam


natrium lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara
10-60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh
adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat
lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak,
thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan
hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara,
1995).

Resorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada
protein; plasma-t -nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat
diberikan sehari sekaligus. Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-
hidrokdifenobarbitat yang diekskresikan lewat urin dan hanya 10-30% dalam
kedaan utuh. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing,
mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi
enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan
kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat
harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak
kadar darah fenitoin dan karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh
fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada
anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa
200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006).

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 5/11
3/6/2017 Lingga Widayana

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan dan Hasil

Hewan Coba
pengamatan Kelinci Mencit Tikus
Bobot Badan 1kg 30 gr 30 gram 178 gram

Frekuensi 200/menit 199/menit 189/menit


Jantung
Laju nafas +++ +++ +++

Refleks +++ +++ +++


Tonus otot +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++

Rasa nyeri +++ +++ +++

Perhitungan Dosis:
- Oral pada mencit : v = BB (gr) x Dosis
Konsentrasi obat
v = 30 x 1.8 = 0,05
gram
1000
-Oral pada Tikus: v = BB (gr) x Dosis
Konsentrasi obat
v= 178x1.8 = 0,32 gram
1000

Mencit BB Rute Dosis T Respon


(Gram) Pemberian (waktu)

Kel I 36 Oral 0,6 ml 50detik mati


Kel 2 27 Subkutan 0,486 1 menit Lemas
30detik

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 6/11
3/6/2017 Lingga Widayana

Kel 3 31 Intra vena 0,58 1 menit Lemas


20 detik
Kel 4 30 oral 0,5 ml 10 detik mati

Kel 5 29 subkutan 0,522 30 menit Lemas


1 detik
Kel 6 31 Intra vena 0,58l 18 menit Aktifitas
14 detik melemah

Kel 7 34 oral 0,6ml 2 menit lemah


40 detik

Kel 8 31 subkutan 0,55 4 menit lemah


26 detik

B. Pembahasan
Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat urethan
kepada 8 mencit. Pada awalnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll).
Kemudian disuntikkan obat urethan ke masing-masing mencit dengan berbagai
macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal, intra muscular,
dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit berbeda-beda,
sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian urethan,
perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan pada hasilnya, yaitu
perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap masing-masing mencit. Injeksi
melalui vena dilihat paling cepat memberikan efek obatnya. Itu disebabkan obat
langsung diinjeksikan ke dalam pembuluh darah vena , sehingga distribusi dan
absorpsi obat lebih cepat. Sedangkan oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat
harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan
rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat

kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai
dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang
berbeda-beda.Percobaan pertama diberikan pada jalur peroral dan intravena.
Pemberian obat secaraoral tidak memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata-
rata memerlukan waktu yanglama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini
disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah
obat dalam persen terhadap dosis yangmencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
utuh atau aktif. Salah satu faktor yangmempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri,
misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara
lain
1.Stabilitas pada pH lambung,
2.stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan,
3.stabilitas terhadap flora usus
4.kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
5.ukuran molekul,6.derajat ionisasi pada pH salauran cerna,
7.kelarutan bentuk non-ion dalam lemak,
http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 7/11
3/6/2017 Lingga Widayana

8.stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna, dan


9.stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

Keterangan :

Poin nomor 13 menentukan jumlah obat yang tersedia untuk


diabsorpsi.
Poin nomor 47 menentukan kecepatan absorpsi obat.

Poin nomor 8 dan 9 menentukan kecepatandisintegrasi dan disolusi


obat.

Percobaan pengaruh obat, terhadap jenis kelamin yang berbeda ternyata


tidak menunjukkan efek yang berbeda. Efek yang ditimbulkan obat adalah tidur
tidak bereaksi.Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi
onset dan durasi dariobat. Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan
memberikan efek yang yang berbeda-beda. Pada pemberian secara oral, akan
memberikan onset paling lambat karenamelalui saluran cerna dan lambat di absorbsi
oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yangdapat mempengaruhi bioavaibilitas obat
sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan.Pemberian secara intravena
seharusnya menunjukkan onset paling cepat karena kadar obat langsung terdistribusi
dan dibawa oleh darah dalam pembuluh.

Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :


1. Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan
ujidiperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill
2. Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan
yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari
yangseharusnya. Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat
yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak
masuk ke sirkualsi sistemik.
3. Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda.
Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan
durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul
efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang
telah ditentukan.

4. 4.Kondisi hewan coba

5. Kesimpulan

Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 8/11
3/6/2017 Lingga Widayana

disesuaikan dengan urutan mencit.


Cara pemberian secara intraperitonial (i.p.) dengan menyuntikkan tepat pada bagian
abdomen mencit dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk
mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke
kerongkongan.
Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding
secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase
absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral,
obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh
darah dan memberikan efek.

Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat

Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada
rute pemberian obat secara oral.
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama)
dibandingkan rute pemberian obat secara oral.

6. Saran
Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam
pembacaan skala spuit agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek
yang dikehendaki.
Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak
mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ
dalam yang vital.

7. DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 9/11
3/6/2017 Lingga Widayana

Hal. 42-43.

Anonim I, 2008.Farmakologi-1.

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 351.

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. Hal. 3.

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam Farmakologi


dan Terapi. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-5.

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan


Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_FaktorKeturunandanLingkungan.pdf/15_F
aktorKeturunandanLingkungan.html

Diposkan oleh Lingga Widayana di 23.34


+1 Rekomendasikan ini di Google

Label: Farmakologi

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Unknown (Google) Keluar

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Posting Lebih Baru Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 10/11
3/6/2017 Lingga Widayana

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

http://linggawidayana.blogspot.co.id/2012/05/laporan-praktikum-farmakologi-1.html 11/11

Anda mungkin juga menyukai