PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data dari
SEAMIC Health Statistic 2001, Influenza dan pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei Darussalam, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia
komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika Serikat adalah 10%.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak
segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara
empiris.
1
BAB II
PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny Rosta Silaban
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Jabatan/Pekerjaan : Perawat
Alamat : Asrama Kesehatan Yon Zipur 3 RT 01/13
Ruang : Malabar
Masuk Rumah Sakit : 04 Desember 2016
A. ANAMNESA
Anamnesis:
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Dustira Cimahi dengan keluhan demam sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Menurut pasien, demam dirasakan naik turun, naik
pada pagi dan siang hari, turun pada sore hari. Demam juga mereda dengan minum obat
penurun panas. Demam disertai menggigil disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan batuk yang dirasakan sejak 1 minggu, batuk berdahak namun dahak tidak
bisa dikeluarkan. Keluhan lain ketika bernafas ada bunyi krok-krok namun sesak (-).
Keluhan lain, mimisan (-), ruam kemerahan (-), nyeri menelan (-), pusing (+), nafsu
makan menurun (+), penurunan berat badan (-), mual (+), muntah (-), badan meriang
(+), keringat malam (-), nyeri ulu hati (-), nyeri dada (-). BAK normal BAB normal.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga, HT (+) pada ayah. DM (-), stroke (-), infeksi paru (-).
2
Riwayat kebiasaan
Merokok (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Kesan Umum
a. Status generalis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 MmHg
Nadi : 102 x/menit, regular, kuat angkat
RR : 20 x/menit, regular, tipe pernapasan abdominotorakal
Suhu : 37,9 0C
SpO2 : 98%
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan baik statis maupun dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus simetris sama kiri
dan kanan.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), rhonki halus basal +/+,
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea midklavikula sinistra
3
Auskultasi : Bunyi jantung: S I/II reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba dan limpa
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Feel : Ekstremitas teraba hangat
Edema pretibial -/-
Edema dorsum pedis -/-
CRT <2 detik.
Look : deformitas (-), clubbing finger (-).
Movement : kelemahan anggota gerak (-).
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
4
- Basofil : 0.4
- Eosinofil : 1.5
- Segmen : 81.3
- Limfosit : 9.7
- Monosit : 7.1
Chest X Ray
Pulmo:
Hili kabur
Kesan : Menyokong
Bronchopneumonia bilateral
E. Resume
Ny RS, 31 tahun dengan demam sejak 1 minggu SMRS. Demam disertai
menggigil disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan batuk, batuk berdahak
namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Keluhan lain ketika bernafas ada bunyi krok-
krok namun sesak (-), nyeri menelan (-), pusing (+), nafsu makan menurun (+),
penurunan berat badan (-), mual (+), muntah (-), badan meriang (+), keringat malam (-),
nyeri ulu hati (-), nyeri dada (-). Kebiasaan merokok (-). Riwayat DM (-). BAK normal
BAB normal.
Pasien datang dengan keadaan kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,
frekuensi nadi 102x/menit (takikardi), frekuensi napas 20 x/menit, suhu 37,9 0C dan
saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya rhonki basah pada basal
paru kiri dan kanan.
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan adanya leukositosis, pada hitung jenis
terdapat peningkatan segmen. Pada pemeriksaan CXR ditemukan bronchopneumonia
bilateral.
D. Diagnosis
E. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
1. Tirah baring.
2. Minum secukupnya
3. Kompres bila demam
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
- PO Paracetamol 3 x 500mg
- PO Erdostein 3x1cth
E. Prognosis
BAB III
PEMBAHASAN
A. Manifestasi Klinis
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 7 hari SMRS. Temperatur tubuh
normal dipertahankan antara 36.5 37.50C karena pengaturan dari pusat pengatur suhu
di hypothalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas
metabolik otot dan hati dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam
didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang berhubungan dengan
peningkatan dalam hyphothalamic set point. Pergesarean set poin dari normotermik ke
derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan termostat rumah ke derajat yang lebih
tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set poin hipotalamus
meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan dimulailah
vasokonstriksi. Proses koservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil
dan peningkatan aktivitas metabolisme) akan berlanjut sampai temperatur darah di mana
neuron neuron hipotalamus terendam sesuai dengan pengaturan termostat yang baru.
Jika poin tersebut tercapai, hipotalamus akan mempertahankan temperatur pada derajat
febris dengan mekanisme keseimbangan panas yang sama dengan keadaan afebris.
Apabila set poin hipotalamus kembali turun (akibat menurunnya konsentrasi pirogen
atau penggunaan antipiretik), proses kehilangan panas melalui vasodilatasi dan
berkeringat akan dimulai. 1
Molekul penyebab demam disebut sebagai pirogen. Sitokin pirogen yang telah
dikenal antara lain IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), cilliary neutropic factor
(CNTF), dan interferon (IF) . Mungkin masih terdapat sitokin lain. Setiap sitokin
dilambangkan dengan gen yang terpisah, dan setiap sitokin pirogen terlihat
menyebabkan demam dalam percobaan laboratorium pada hewan dan manusia.2-3
Sintesis dan pelepasan sitokin pirogen endogen diinduksi oleh pirogen eksogen
berspektrum luas, dengan sebagian dikenal bersumber dari bakteri atau jamur. Virus juga
menginduksi sitokin pirogen dengan menginfeksi sel-sel. Walaupun begitu, tidak adanya
infeksi mikroba, inflamasi, trauma, nekrosis jaringan atau kompleks antigen antibodi,
dapat menginduksi produksi IL-1, TNF dan/atau IL-6 yang akan secara tunggal atau
kombinasi-memicu hipotalamus untuk meningkatkan set poin ke derajat febris. Sumber
seluler dari sitokin pirogen terutama berasal dari monosit, neutrofil, dan limfosit,
walaupun masih banyak tipe sel yang dapat menghasilkan molekul-molekul ini jika
terstimulasi.
Selama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat dalam jaringan
hipotalamus dan ventrikel ketiga. Konsentrasi (PGE2) tertinggi di dekat organ vaskuler
sirkumventrikuler (organum vasculosum dari lamina terminalis), merupakan jaringan
kerja dari kapiler yang membesar yang mengelilingi pusat regulator hipotalamus.
Pirogen endogen dan eksogen selanjutnya berinteraksi dengan endhotel kapiler-kapiler
ini dan interaksi tersebut merupakan tahap awal inisiasi demam yaitu meningkatkan set
poin menuju level febris.
Beberapa tipe sel menghasilkan sitogen pirogenik seperti monosit atau makrofag
dan sel-sel endotel. Sitokin-sitokin tersebut kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi
sistemik, menginduksi pembentukan PGE2 di sentral (bertanggungjawab untuk
terjadinya mialgia dan atralgia nonspesifik yang sering menyertai demam)
Untuk diagnosis banding demam kurang dari sama dengan 7 hari yaitu: Demam
tanpa fokus infeksi dan demam dengan fokus infeksi. Pada demam tanpa fokus infeksi
diagnosis bandingnya meliputi Demam berdarah, Malaria, Demam tifoid, ISK. Pada
pasien demam berdarah disingkirkan karena pada anamnese tidak ditemukan pola
demam yang bifasik, ruam, manifestasi perdarahan serta dari pemeriksaan laboratorium
tidak terdapat trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Malaria juga disingkirkan
sebagai diagnosis banding karena pola demamnya tidak tinggi, menggigil disangkal, dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan hepatosplenomegali serta dari pemeriksaan
laboratorium Hb dalam batas normal. Demam tifoid juga disingkirkan sebagai diagnosis
banding karena dari anamnese pola demam pada pasien bukan mengikuti pola anak
tangga, selain itu keluhan dari GI tract hanya berupa mual saja, keluhan muntah, nyeri
perut, diare, disangkal. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tifoid tounge. Infeksi
saluran kemih juga disingkirkan sebagai diagnosis banding karena dari anamnese tidak
ada keluhan dari traktus urinarius. 4
Pada demam dengan fokus infeksi, diagnosis bandingnya mengikuti kecurigaan
fokus infeksi yang menjadi sasaran tempat infeksi. Pada pasien selain demam, pasien
juga mengeluhkan batuk. Sehinga diagnosis bandingnya : 5
1. Pneumonia
Dari gejala klinik didapatkan keluhan batuk sekitar tujuh hari yang lalu, batuk
berdahak namun tanpa disertai sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
chrackles/ ronki di kedua lapang paru. Tanda pneumonia berat tidak ditemukan pada
pasien ini yaitu: sesak napas, napas cuping hidung, retraksi otot-otot bantu
pernapasan. Pada pasien ditemukan keluhan demam dan batuk selama 7 hari
menandakan suatu proses infeksi yang akut. Kemudian dari pemeriksaan fisik di
paru ditemukan chrackles. Dari pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan
peningkatan segmen dari hitung jenis menandakan Shift to the left untuk hitung
jenis, kecurigaan kepada adanya infeksi bakteri akut. Selanjutnya dari CXR
ditemukan gambaran infiltrat kedua paru, dan tampak gambaran airbronchogram
sugestif bronchopneumonia.
2. Tuberkulosis Paru
Kecurigaan TB apabila ditemukan manifestasi batuk tanpa sebab yang jelas sekitar 3
minggu, demam, penurunan berat badan, keringat di malam hari, pembengkakan
kelenjar limfe leher, aksila atau inguinal, riwayat kontak dengan penderita TB. Oleh
karena itu, Tuberculosis paru disingkirkan sebagai diagnosis banding.
3. Infeksi saluran pernapasan atas
Kecurigaan infeksi saluran nafas atas sebagai diagnosis banding apabila terdapat
manifestasi demam, batuk, atau bahkan nyeri menelan, suara serak, serta dari
pemeriksaan fisik terlihat faring dan laring hiperemis. Oleh karena dari pemeriksaan
fisik tidak mendukung ke arah ISPA, maka ISPA disingkirkan sebagai diagnosis
banding.
4. Tumor
Kecurigaan tumor sebagai diagnosis banding apabila terdapat keluhan riwayat
perjalanan penyakit yang kronik, nafsu makan menurun, penurunan berat badan,
demam, batuk karena masa menekan pusat batuk di saluran napas. Oleh karena
riwayat perjalanan pasien yang sifatnya akut maka tumor dapat disingkirkan sebagai
diagnosis banding.
B. Penegakan Diagnosis
1. Pneumonia
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit). Dari kepustakaan
pneumonia komuniti banyak disebabkan oleh bakteri gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Namun akhir-akhir ini
dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti juga bisa disebabkan oleh
bakteri gram negatif. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain lain) disebut pneumonitis.5
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia
(Medan, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan
metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan
sebagai berikut:
Klebsiella pneumoniae 45,18%
Streptococcus pneumoniae 14,04%
Streptococcus viridans 9,21%
Staphylococcus aureus 9%
Pseudomonas aeruginosa 8,56%
Streptococcus hemolyticus 7,89%
Enterobacter 5,26%
Psedomonas spp 0,9%
Sebenarnya Paru memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah
terjadinya infeksi:
a. Mekanisme pembersih di saluran napas penghantar
Reepiteliesasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah
Faktor humoral lokal
Komponen mikroba setempat
Sistem transpor mukosilier
Reflek bersin dan batuk
b. Mekanisme pembersihan di Respiratory exchange airway
Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
Sistem kekebalan humoral lokal
Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
Penarikan neutrofil
c. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik,
mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks
batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring.
d. Mekanisme pembersihan di Respiratory gas exchange airway
Cairan yang melapisi alveol meiputi surfaktan dan anti bakteri nonspesifik
(FFA, Lisozim, Iron binding protein)
IgG.
Makrofag alveolar
Mediator Biologi
Untuk menentukan etiologi dari penumonia, penulis menyarankan untuk dilakukan
kultur. Adapun cara pengambilan bahannya tersebut ada yang bersifat noninvasif
dibatukkan (dahak) atau dengan cara invasif yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi
transtrakeal, bilasan/sikatan bronkus. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang
steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtorakal atau aspirasi
transtrakeal. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan dari
bronkoskopi. Cara invasif walupun dapat menentukan penyebab pasti tidak dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan
pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum diberikan
antibiotik. Pemeriksaan gram harus dilakukan sebelum kultur.
Pengambilan dahak dilakukan pada pagi hari. Pasien mula mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Segera
dikirim kurang dari 4 jam. Jika kesulitan mengeluarkan dahak bisa dengan nebulisasi
dengan NaCl 3%. Kriteria yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung
dan biakan yaitu bila sel PMN >25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan
ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembangbiak dan menimbulkan
penyakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
a. Inokulasi langsung
b. Hematogen
c. Inhalasi aerosol
d. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaski
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel
PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain
melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri kemudian dimakan. Pada waktu
terjadi peperangan tampak 4 zona pada daerah parasitik teset yaitu:
a. Zona luar : Alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan
edema
b. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah
c. Zona konsolidasi merah : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak
d. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag
Red hepatization adalah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan, Grey
hepatization adalah konsolidasi yang luas.
Klasifikasi pneumonia yaitu berdasarkan:
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
Pneumonia komuniti
Pneumonia nosokomial
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita Imunokompromise
Pasien berusia 31 tahun sehingga skor PORT hanya 21. Namun masuk kriteria rawat
inap karena dari foto thoraks paru menunjukkan kelainan bilateral. Berdasarkan
kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti
adalah:
a. Skor PORT lebih dari 70
b. Bila skor PORT <70 tetap perlu dirawat bila dijumpai salah satu dari kriteria di
bawah ini:
RR>30/menit
PaO2/FiO2 <250mmHg
Foto thoraks menunjukkan kelainan bilateral
Foto thoraks melibatkan 2 lobus
TS <90mmHg, TD <60mmHg
c. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Penderita yang memerlukan perawatan di ruang intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi dan
vasopressor) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
Kriteria Minor adalah sebagai berikut:
RR>30x/menit
PaO2/FiO2 <250mmHg
Foto thoraks menunjukkan kelainan bilateral
Foto thoraks melibatkan 2 lobus
TS <90mmHg, TD <60mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut:
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah 50%
Membutuhkan vasopresor >4 jam
Cr > 2mg/dl atau peningkatan 2mg/dl, pada penderita riwayat penyakit ginjal
atau gagal ginjal yang menbutuhkan HD.
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinis. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Juga
dipertimbangkan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
resiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S Pneumoniae
yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasi adalah:
a. Pneumokokus resisten penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat B laktam dalam 3 bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit imunokompromise
Penyakit penyerta multiple
b. Bakteri enterik gram negatif
Penghuni panti jompo
Memiliki Penyakit jantung paru dasar
Memiliki Penyakit multipel
Riwayat pengunaan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid
Pengobatan antibiotik spektrum luas
Gizi kurang
1 Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. 2002.
Important Signs and Symptoms: Fever and Hyperthermia dalam Harrisons Manual
of Medicine 16th Edition. India: McGraw-Hill International
2 Dinarello CA, Gelfand JA. 2001. Cardinald Manifestations and Presentation of
Diseases: Alterations in Body Temperature: Fever and Hyperthermia dalam
Harrisons Manual of Medicine 16th Edition
3 Mackowiak PA. 2005. Fever Basic Mechanism and Management. New York:
Lippincont-Raven
4 Dahlan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia
5 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti di Indonesia. Tersedia dari:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
6 World Health Organization. 2014. Pneumonia. Geneva: World Health Organization
Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en%20/
7 Yusanti M, Khairsyaf O, Medison I. 2013. Koinfeksi Virus pada Pneumonia
Komunitas: Studi Potong Lintang. Journal Respirology Indonesia. Tersedia dari:
http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2013/05/jri-2013-33-2-110-6.pdf
8 Woodhead M, Blasi F, Ewig S. 2011. Guidelines for the Management of Adult
Lower Respiratory Tract Infections-summary. Clin Microbiol Infect.