Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. N M
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Rorotan, Jakarta Utara
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2013 pukul 13.00

I.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


Keluhan Utama
Jerawat pada wajah sejak 6 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Gatal, nyeri,
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Islam Jakarta Sukapura dengan
keluhan jerawat pada wajah sejak kurang lebih 6 bulan SMRS. Awalnya jerawat
muncul pada daerah pipi dan dahi. Jerawat sebesar jarum pentul berwarna kemerahan
terasa gatal dan nyeri.
Awalnya jerawat timbul sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu, pada daerah pipi
dan dahi berbentuk kecil-kecil, berjumlah sedikit, tidak dirasakan gatal dan nyeri.
Pasien tidak mengobati jerawat tersebut, namun jerawat tersebut hilang saat pasien
duduk di bangku SMA.
Sejak 6 bulan yang lalu pasien merasakan mulai timbul kembali jerawat pada
pipi dan dahi, yang awalnya berbentuk kecil-kecil tidak kemerahan, dan dirasakan
gatal. Sehingga sering membuat pasien menyentuh jerawat tersebut dengan tangan
dengan sengaja. Saat ini jerawat dirasakan semakin bertambah banyak dengan ukuran

1
yang semakin besar dan berwarna kemerahan, disertai dengan rasa gatal dan nyeri.
Waktu gatal tidak spesifik, dan nyeri dirasa seperti berdenyut, terutama di daerah pipi.
Sejak 9 bulan yang lalu pasien bekerja menjadi SPG event, dan pasien dituntut
untuk berpenampilan menarik dengan menggunakan make up tertutup dengan
menggunakan alas bedak dan bedak compact, selama kurang lebih 8 jam, selama 2
hari dalam 1 minggu. Selama jam kerja tersebut pasien jarang membersihkan wajah.
Selain bekerja pasien juga kuliah di salah satu perguruan swasta di Salemba,
Jakarta Pusat, dengan menggunakan motor, pasien mengaku saat mengendarai motor,
pasien menggaunakan helm setengah tertutup, tanpa disertai masker. Sehingga wajah
pasien sering terpapar oleh debu saat mengendarai motor.
Pasien jarang membersihkan muka. Pasien juga tidak menggunakan krim wajah
atau tabir surya, pasien hanya menggunakan kosmetik saja. Pasien sering meng-
konsumsi gorengan dan makanan yang pedas. Jerawat bertambah banyak saat pasien
menstruasi dan stress. Jerawat tidak terdapat pada daerah lain
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengalami keluhan serupa saat remaja. Hilang dengan sendirinya.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Riwayat Alergi
Alergi obat- obatan dan makanan disangkal

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : tidak dilakukan
Suhu : tidak dilakukan
Pernapasan : tidak dilakukan

2
Status Generalisata
Kepala :
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
Leher
KGB: tidak ada kelainan
Kelenjar tiroid tidak ada kelainan
Thoraks : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Dermatologis

Pipi Kanan Pipi Kiri

3
Wajah sisi depan

Ad regio Fasialis

Distribusi Regional

Lesi Multiple, sebagian konfluens, sebagian diskret, bentuk reguler,


papulopustul eritema berukuran milier sampai lentikuler,
sirkumskripta, permukaan menonjol. Komedo white head dan
black head ditemukan.
Efluroesensi Makula eritematosa dengan batas tidak jelas dengan papulopustul
diatasnya, krusta.

RESUME
Seorang wanita usia 22 tahun datang ke RSIJ Sukapura dengan keluhan
jerawat pada wajah sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Jerawat pada pipi dan dahi,
yang awalnya berbentuk kecil-kecil yang semakin membesar dan berwarna
kemerahan, disertai dengan rasa gatal dan nyeri.Pasien sering menggunakan make up
dan terpapar debu, jarang membersihkan wajah dan sering mengkonsumsi gorengan

4
dan makanan yang pedas. Jerawat bertambah saat pasien menstruasi dan stress.
Jerawat tidak terdapat pada daerah lain
Pemeriksaan Fisik
Lokasi ad regio fasialis
Lesi Multiple, sebagian konfluens, sebagian diskret, bentuk reguler,
papulopustul eritema berukuran milier sampai lentikuler,
sirkumskripta, permukaan menonjol. Komedo white head dan
black head ditemukan
Efluroesensi Makula eritematosa dengan batas tidak jelas dengan papulopustul
diatasnya, krusta.

I.4 Diagnosis kerja : Acne Vulgaris tipe papulopustul


Diagnosis Banding : Folikulitis, Akne Rosasea

I.5 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Sistemik
o Antibiotik : Tetrasiklin 2 x 500 mg
Topikal
o Krim

Non-Medikamentosa
o Edukasi pasien untuk menghindari menyentuh daerah yang berjerawat
o Diet rendah lemak dan karbohidrat
o Melakukan perawatan kulit
o Hidup teratur dan sehat
o Hindari terpacunya kalenjar minyak

Prognosis
o Quo ad vitam : ad bonam
o Quo ad fungsionam : ad bonam
o Quo ad sanactionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AKNE VULGARIS

5
I. PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-
daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi
pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang
lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya,
involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor,
dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya
akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe
(komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit (ringan/sedang/
sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi
akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada
awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat
permanen.

II. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada
saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak
perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun
dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan

6
mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai
negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-
laki.
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi
pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang
lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya,
involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas
yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan
berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan
nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh karena
stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode neonatal.
Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi
predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada
periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun
pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.

III. ETIOPATOGENESIS
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan,
antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor
makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi
dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.

2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini
yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri
komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada

7
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak
bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi
duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon
ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat
pada remaja laki-laki dan perempuan.
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada
peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea
dibanding kelenjar lain dalam tubuh.
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan,
seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat
pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari
langsung.
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi
duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi
akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan


kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan
terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri,
dan peradangan (inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum

8
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan
produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih
banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada
kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu
trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi
asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea.
Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek
androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan
gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi
gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.

9
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d)
Nodul
Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer
akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum
menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel
dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug
ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di
dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian
atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi
keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi
androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang
poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-hidroksisteroid
dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah
dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit
epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan
produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain
yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang
dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.
Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada
orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah
penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin

10
proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang
tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokome.
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan
aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif,
anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne
memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal.
Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada
glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses
pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin
dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear
yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2,
sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya
mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak
memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi
dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru
terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke
dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan

11
pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di
sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang
mengelilingi mikorkomedo.
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling
berkaitan dalam pembentukan akne.

IV. GEJALA KLINIS


Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea
yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi
primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit
meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo
terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang
membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang
terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm
dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk
tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus
kekuningan.
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan
kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai
keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang
lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan.
Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk
termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan
pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan
dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang
meninggi pada badan dan leher.
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas.
Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung,
dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista
pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher
khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.

12
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda
awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12
tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan
pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi
yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat
pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat
terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki
kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding
perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari
lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini
kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri
pada daerah dagu dan leher bagian atas.

V. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya
akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe
( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi
dan non-inflamasi.
1. Klasifikasi sederhana
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pustul
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya
< 10 ).
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak
(10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang
disertai penyakit yang ringan pada badan.
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang
sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-
kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ).
Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri
bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.

13
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengna sedikit lesi nodular.

Gambar.2 Akne vulgaris grade 1

14
Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3

15
Gambar.5 Akne konglobata

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi
gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan
bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan
subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk
demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan
tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang
menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan
glandula sebacea yang banyak.
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan
akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi
hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S),
lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada
evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan

16
area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan
sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.

VII. DIAGNOSIS BANDING


Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang
erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain
erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat,
seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan
ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul
mendadak tanpa disertai demam.
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini
terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas
eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul,
pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara
eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul
kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.
Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,
namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara
pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi
berflouride, dan kontrasepsi oral.
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan
dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan
diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat
beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal,
emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan
kortikosteroid topikal.

17
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik
ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari
P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin
klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan
sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun
angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan
menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1
gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka
obat ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak
dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak
baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan
perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim,
160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate
respon dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative
folikulitis.
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan
diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin
mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90%
dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum
invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek

18
langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk
pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan
memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang
diberikan untuk akn yang berat.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama,
dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk
3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat
untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih
cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas,
dan kaki daripada di punggung dan badan.
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai
respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini
secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang
pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya
komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan
spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita
harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-
obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke
enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.
Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol
dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan
kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah
satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang
diberikan antara 100-200 mg.
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan
target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika
keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan

19
disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada
ovarium dan glandula adrenal.
2.
Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini
adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot
yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-
obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga
pada daerah disekitarnya.
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen
dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan
akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81%
untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin
tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%)
dan dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung
polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar
24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama
dengan tretinoin 0.025%.
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi
untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.
f. Antibiotik Topikal

20
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten
terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan
eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru
dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid.
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme
kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah
terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik
dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada
pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi
benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1%
mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan
respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin
secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih
direkomendasikan.
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme
kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang.
Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan
akne. Pada keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan,
pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang
akan masuk dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk
keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka
bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi
sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas,
karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum.
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan
konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik
dan bakteriosidal.
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan
industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan

21
adalah tentang penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi
preparat ini belum tersedia secara komersial.
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik
Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa
digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe
1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai
0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam
atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense
(2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi
nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.

c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen
cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini
bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan
terjadi kerusakan pada dinding tersebut.
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne,
tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.

22
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne
vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak
dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence
base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan
tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi
makanan tersebut.

IX. PROGNOSIS
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya diikuti oleh
remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan
pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga decade ketiga sampai
decade keempat.
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya
bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan
dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi
sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang
bersifat permanen.
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia
remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas,

23
tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun perubahan komposisi
lemak.

BAB III
ANALISA KASUS

Pada ksus ini, dari anamnesis didapatkan jerawat yang kemerahan yang kadang disertai
rasa nyeri timbul sejak 6 bulan yang lalu dan makin bertambah seiring dengan berjalannya
waktu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan kulit berupa papulopustul eritematous
yang terdapat pada regio fasialis. Dari kepustakaan akne vulgaris adalah peradangan kronik
folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi
akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Hal ini
sesuai dengan kasus, maka diagnosa pada pasien ini dapat ditegakkan karena dapat
ditegakkan karena memenuhi dasar diagnosis yang disebutkan sebelumnya.
Pada kasus pasien adalah seorang wanita dewasa muda yang mulai menderita gejala
sejak usia 12 tahun. Dari kepustakaan akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada
remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi
dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin.
Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun, terdapat
variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki
akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun.
Pada kasus pasien diberikan terapi medikamentosa berupa obat sistemik dan topikal,
serta dianjurkan untuk menjaga pola makan serta higiene. Pada kepustakaan terapi akne
vulgaris dapat diberikan obat sistemik berupa antibiotik golongan tetrasiklin serta
sebosupressive, yaitu Isotretinoin. Untuk obat topikal dapat diberikan Retinoid topical,
Tretinoin, Isotretinoin, Adapalene, Tazarotene, Antibiotik Topikal, Asam Salisilat, dan Anti-
androgen.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.


2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7 th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p:
690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3 rd ed. Massachusetts:
Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.ht
ml
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World
Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds.
Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed. Canada : El Sevier; 2000. p:
231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th
ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005.
p:10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007.
P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF, Rawlings
AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology,
Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42. 2003
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H, Nalgi L,
Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.

25

Anda mungkin juga menyukai