Anda di halaman 1dari 22

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Parameter Geomekanik Batuan


Sifat-sifat batuan yang penting dalam melakukan pengamatan tunnel
antara lain :
a) Struktur Batuan
Struktur batuan seperti kondisi massa batuan, spasi, kekar, orientasi kekar,
pengaruh density dan kekerasan akan mempengaruhi desain terowongan.
b) Kekuatan (compressive strength)
Batuan akan pecah apabila kekuatan atau energinya dilampaui. Batuan
bersifat lemah terhadap tarikan (tension) dibandingkan terhadap tekanan
atau pukulan (compression). Energi pada batuan biasa disebut energi
superfisal spesifik (ss) yang dinyatakan dalam satuan MJ/m3.
c) Bobot isi (density)
Batuan yang mempunyai bobot isi tinggi akan memerlukan lebih banyak
energi untuk pecah sehingga memerlukan bahan peledak dengan kekuatan
atau jumlah yang lebih besar.
d) Kecepatan propagasi energi
Kecepatan merambatkan energi adalah fungsi dari bobot isi dan modulus
young. Kecepatan merambat gelombang dalam batuan pada umumnya
dinyatakan sebagai kecepatan merambat dari gelombang longitudinal atau
primer.
Tabel 3.1
Klasifikasi Kuat Tekan Batuan ( Bieniawski,1973)

Sangat Keras 250-700 MPa


Keras 100-250
Sedang 50-100
Lunak 25-50
Sangat Lunak 1-25
Tabel 3.2
Hubungan Rock Quality Designation (RQD) dengan Frekuensi Diskontinuiti/Meter
(Hobbs, 1975)

Frekuensi
Deskripsi RQD (%)
Discontinuiti/m
Sangat buruk 0-25 >25
Buruk 25-50 15-8
Sedang 50-75 8-5
Baik 75-90 15-1
Sangat Baik 90-100 <1

Tabel 3.3
Klasifikasi Jarak Bidang Diskontinu menurut Attewel (Attewel, 1993)

Deskripsi Struktur Bidang Lemah Jarak (mm)


Spasi Sangat Lebar Perlapisan Sangat Tebal >2000
Spasi Lebar Perlapisan Tebal 600-2000
Spasi Moderat Lebar Perlapisan Tebal 200-600
Spasi Dekat Perlapisan Tipis 60-200
Spasi sangat Dekat Perlapisan Sangat Tipis 20-60
Laminasi Tipis
Spasi Ekstrim dekat <20
(Sedimentasi)

3.2 Metoda Empiris pada Disain Terowongan


Metoda disain empiris merupakan hubungan pengalaman praktis yang
diperoleh pada pendekatan pekerjaan-pekerjaan sebelumnya untuk diterapkan
kepada kondisi yang relatif sama pada suatu lokasi yang akan digali.
Klasifikasi massa batuan merupakan metoda yang paling sering
digunakan pada pendekatan metoda empiris. Selama tahap feasibility study dan
desain awal ketika informasi detail dari massa batuan dan stress yang dihasilkan
serta karakteristik hidrologi sudah ada, penggunaan Rock Mass Classification
dapat dijadikan pertimbangan yang menguntungkan. Yang paling sederhana
antara lain adalah dengan penggunaan Rock Mass Classification sebagai daftar
periksa untuk memastikan bahwa semua informasi relevan telah
dipertimbangkan. Atau pada aplikasi lainnya, Rock Mass Classification dapat
digunakan untuk memberikan gambaran tentang komposisi dan karateristik dari
massa batuan untuk estimasi awal penyangga yang dibutuhkan, dan juga untuk
perkiraan strength serta deformasi massa batuan.
Yang terpenting harus dimengerti adalah dengan penggunaan Rock Mass
Classification tidak dapat dijadikan suatu prosedur desain yang lebih terperinci.
Karena penggunaan prosedur disain memerlukan informasi lebih detail pada
insitu stress, sifat fisik dan mekanik massa batuan serta urutan rencana
penggalian yang mungkin tidak tersedia pada Rock Mass Classisfication. Adapun
pendekatan yang saat ini dikenal banyak digunakan dalam pembuatan
terowongan dan bukaan bawah tanah yaitu antara lain :
a. RMR (Bieniawiski)
b. Q-System
c. RSR (Rock Structure Rating)
d. NGI (Norwegian Geotechnical Institute)

3.2.1 Tujuan Rock Mass Classification


Tujuan dari suatu metoda Rock Mass Classification dalam aplikasi
engineering antara lain:
Untuk mengelompokkan massa batuan tertentu pada kelompok yang
mempunyai perilaku yang sama.
Untuk lebih mudah dalam memahami karakteristik dari masing-masing
kelompok massa batuan.
Untuk menghasilkan data kuantitatif untuk keperluan disain terowongan.

Untuk memudahkan komunikasi data antara geologist dan miner.


Tujuan ini dapat dipenuhi dengan memastikan bahwa suatu sistem
klasifikasi mempunyai atribut sebagai berikut :
a. Sederhana, gampang diingat dan dimengerti.
b. Terminologi yang dihasilkan dapat dimengerti secara luas oleh geologist dan
miner.
c. Mempertimbangkan sifat-sifat massa batuan yang penting, seperti strength,
RQD dan sebagainya.
d. Parameter yang dapat diukur dapat dilakukan dengan pengujian yang cepat
dan murah di lapangan.
e. Sistem penilaian (rating) yang dilakukan disesuaikan dengan pengelompokan
masa batuan yang dihasilkan.
f. Berfungsi sebagai penyedia data kuantitatif untuk desain penyangga batuan.
g. Sederhana, gampang diingat dan dimengerti.
h. Terminologi yang dihasilkan dapat dimengerti secara luas oleh geologist dan
miner.
i. Mempertimbangkan sifat-sifat massa batuan yang penting, seperti strength,
RQD dan sebagainya.
j. Parameter yang dapat diukur dapat dilakukan dengan pengujian yang cepat
dan murah di lapangan.
k. Sistem penilaian (rating) yang dilakukan disesuaikan dengan pengelompokan
masa batuan yang dihasilkan.
l. Berfungsi sebagai penyedia data kuantitatif untuk desain penyangga batuan.

Pekerjaan penambangan terbuka maupun tambang dalam, berhadapan


dengan persoalan kekuatan batuan dan kestabilan. Batuan umumnya dianggap
mempunyai kekuatan lebih tinggi daripada tanah. Hal ini tidak semuanya benar,
sebab dalam massa batuan terdapat bidang-bidang lemah, yang menyebabkan
kekuatan batuan menjadi rendah. Bidang-bidang lemah tersebut dapat berupa :
- Bidang perlapisan (bedding planes)
- Bidang ketidakselarasan (unconfornity planes)
- Bidang erosi (disconformity planes)
- Bidang kekar (joint planes)
- Rekahan
Klassifikasi masa batuan yang umum dipergunakan antara lain:
Terzaghis Rock Load and The RQD
Laufer-Pacher Classification
Deeres Rock Quality Designation
RSR (Rock Structure Rating) Concept
The Q-System for Rock Mass Classification
Geomechanics Classification (RMR System)

3.2.2 Penyelidikan Geoteknik dalam Disain Terowongan


Secara umum terdapat 3 faktor yang menentukan tingkat kesulitan dan
ongkos untuk konstruksi fasilitas Terowongan Bawah Tanah yaitu faktor geologi,
geomekanik dan faktor geomorfologi. Secara singkat, informasi awal yang harus
ada dalam desain terowongan:
a. Gambaran geologi (stratigrafi, struktur, identifikasi tipe batuan)
b. Klasifikasi massa batuan dan sifat-sifat masa batuan
c. Hidrogeologi (reservoir air tanah, aquifers dan tekanan air tanah)
d. Resiko - resiko yang mungkin ada (tekanan air yang sangat tinggi, sesar dan
gas methan)
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas tambang dan terowongan
adalah :
1. Bidang tekanan dimana suatu penggalian bawah tanah diperlakukan
terutama yang dengan pekerjaan tambang.
2. Interaksi antara penggalian bersebelahan.
3. Kekuatan dan tingkatan batuan yang lain yang dilewati oleh proses
penggalian.
4. Kondisi-kondisi air tanah.
5. Metoda dan mutu penggalian.
6. Pendukungan tingkat batuan.

3.2.3 Tinjauan Awal dan Feasibility Study


Data-data awal yang sangat diperlukan dalam tinjauan awal dalam desain
terowongan antara lain :
1) Studi literatur dari data yang telah ada ; (peta topografi untuk mengetahui
karakteristik dari lingkungan yang akan digali)
2) Remote sensing ; (peta udara, fungsinya untuk mengetahui tipe batas batuan
dan tanah, potensial longsor, tata guna lahan dan lainnya)
3) Pemetaan Geologi; (dari peta geologi lebih diarahkan untuk penentuan arah
terowongan dan lokasi shaft yang akan digali)
4) Hidrogeologi; (air tanah sangat potensial menggangu stabilitas terowongan,
data yang diperlukan aquifers, sumber air tanah, kualitas air dan suhu air
serta kedalaman air tanah).
5) Eksplorasi Geofisik; (seismic refraction/reflection untuk mengukur kualitas
batuan dan geolistrik untuk mendeteksi keberadaan air tanah/kedalaman air
tanah).
6) Penyelidikan tambahan selama feasibility study; (melakukan pemboran pada
tahap awal, terutama untuk mengetahui lokasi geologi yang kritis sehingga
dapat memberikan pertimbanagn lain dalam penentuan arah terowongan).

3.2.4 Pengujian Intack Rock dan Rock Mass


Test pada lubang bor (insitu)
Test ini dilakukan di lapangan, dengan tujuan untuk mengetahui secara
massa kondisi batuan yang akan kita gali, umumnya parameter yang
didapat; keadaan In situ stress, Modulus of Deformation, shear strength,
permebility.
Metoda-metoda yang digunakan:

Pengujian Laboratorium
Standar untuk pengujian laboratorium mengikuti standar ASTM,
Rekomendasi dari ISRM, dan Rock Testing Hand Book. Uji laboratorium
tidak secara langsung dapat menggambarkan kondisi sifat batuan secara
menyeluruh (Rock Mass Condition).
Umumya, metoda pengujian laboratorium untuk pekerjaan bawah tanah
meliputi;

3.3 Prosedur
Pengambilan Data
Adapun dalam pengambilan data di lapangan menggunakan prosedur
sebagai berikut:
1. Pengamatan singkapan geologi di sepanjang terowongan tempat melakukan
pengukuran untuk mengetahui jenis batuan yang ada, sehingga nantinya
memudahkan mahasiswa dalam mengelompokkan batuan yang disesuaikan
dengan parameter lain yang tercakup dalam RMR.
2. Pengambilan data-data lain yang disesuaikan dengan jenis batuan yang
diamati. Meliputi : kekasaran dari bidang-bidang lemah, kemenerusan dari
bidang-bidang lemah (kekar), jarak antara bidang lemahnya, spasi bukaan
kekar, serta tingkat pelapukan batuan pada terowongan.
3. Pengujian Kuat Tekan Uniaxial/Point Load. Data dapat diperoleh dari
perusahaan sebagai data sekunder atau bisa juga dengan pengambilan
sampel di lapangan yang kemudian akan diujikan di Laboratorium Tambang
Universitas Islam Bandung.
4. Pengamatan kondisi airtanah, diperoleh dengan pengamatan langsung di
lapangan dengan menggunakan piezometer, akan tetapi jika perusahaan
memiliki data mengenai kondisi air tanah, maka data yang diperoleh
merupakan data sekunder.
5. Data RQD bisa diperoleh dengan pengamatan inti bor dari lokasi
pengamatan yaitu dengan membandingkan antara panjang inti bor > 10 cm
utuh terhadap panjang keseluruhan inti bor atau jika tidak dilakukan
perhitungan dari conto batuan hasil bore logging, maka dapat dilakukan
dengan pengukuran langsung di lapangan, dengan cara sebagai berikut :
a. Pengukuran RQD dilakukan pada satu satuan batuan.
b. Lakukan pengukuran searah vertikal dengan memperhatikan batuan yang
utuh (tanpa kekar ataupun lapuk) dengan panjang > 10 cm yang dibagi
terhadap panjang keseluruhan batuan dalam satu satuan batuan. Jika
kemudian ditemukan pembagi satuan batuan (kekar yang menerus atau
karena perlapisan batuan), maka RQD yang dihitung juga akan lebih dari
satu.

c. Rumus RQD =
length of core pieces 10 cm
x 100%
total core run length
6. Pengukuran orientasi kekar disesuaikan dengan jenis batuan tempat kekar
berada dan dilakukan dengan memperhatikan arah kekar secara umum. Jika
nantinya diperoleh dua atau lebih orientasi kekar dalam satu satuan batuan,
maka analisis RMR dalam satu satuan batuan juga akan bervariasi
7. Data yang diperoleh akan dimasukkan dalam form yang tertera pada
lampiran

3.4 Rock Mass Rating (RMR) System


Rock Mass Rating (RMR) dibuat pertama kali oleh Bieniawski (1973).
Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi beberapa kali (terakhir 1989). Modifikasi
selalu dengan data yang baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan
dan disesuaikan dengan standar internasional (tabel 3.4)
Rock Mass Rating (RMR) ini terdiri dari 6 (enam) parameter yaitu :
Uniaxial Compressive Strength of Intack Rock Material (kuat tekan batuan
utuh (c).
Rock Quality Designation (RQD)
Spacing of Discountinous, jarak/spasi bidang discontinue (terutama kekar),
spasi kekar, yang dimaksud kekar disini adalah semua bidang discontinue
(bidang lemah) yang dapat berupa kekar, sesar/patahan, bidang perlapisan
ataupun bidang lemah lainnya.
Condition of Discountinous, kondisi Kekar, meliputi: kekasaran (roughness),
lebar celah (aperture) dan ketebalan bahan pemisah/pengisi celah (width
filled/gouge), tingkat pelapukan (weathered) dan kemenerusn kekar/terminasi
(extension).
Groundwater Condition, kondisi aliran air tanah : dapat diambil dari salah satu
diantaranya yaitu aliran tiap meter panjang singkapan, nisbah tekanan air
pada tegangan maksimum, atau kondisi umum dalam kekar
Orientation of Discountinous, orientasi bidang discontinue (jurus dan
kemiringan) terutama kekar, kerenggangan kekar dan kemenerusan kekar.

Untuk RQD didapat dari pemboran, cara menghitung RQD :


Gambar 3.1
Cara Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)

Penilaian dengan metode RMR sistem ditentukan dengan kondisi ke


enam parameter yang dengan rating penilaian sebagai berikut :
1. Classification Parameters Ratings
2. Rating Adjusment for Discountinuity Orientation
3. Rock Mass Classes Determined from Total Rating
4. Meaning of Rock Classes
5. Guidelines for Classification of Discountinuity Condition
6. Effect of Discountinuity Strike and Dip Orientation in Tunnelling

Dari nilai Rock Mass Rating (RMR) rating yang telah diperoleh, dapat
ditentukan :
1. Beban Penyangga Maksimum (Load Support) dengan persamaan :

100 RMR
P B
100
2. Tinggi beban Batuan Maksimum

100 RMR
ht B
100

3.4.1 Mekanisme Pengukuran dan Analisis Data


Analisis dinding terowongan di Tunnel Ciurug dan Tunnel Kubang Cicau
dilakukan dengan pengukuran dan pengolahan data terhadap hasil ukur
pengukuran dan pengamatan struktur geologi (kekar) berupa kedudukan (dip/dip
direction) dan kondisi joint/kekar serta kedudukan (dip/dip direction) dari dinding
terowongan sebelah kanan dan kiri, data-data yang sudah valid di evaluasi
dengan menggunakan pendekatan sistem klasifikasi massa batuan (Rock Mass
Rating/RMR).
Dalam pengamatan ini diharapkan hasil pengukuran dan pengamatan
struktur geologi dapat mewakili kondisi yang aktual di lapangan, maka dalam hal
ini interpretasi (perkiraan) data pengukuran serta analisisnya untuk masing-
masing dinding pengamatan dibagi dalam satu set joint yang memiliki arah kekar
yang sama sehingga pengukuran dan pengamatan parameter karakteristik
discontinue sebagaimana yang terdapat dalam sistem klasifikasi massa
batuan/RMR (Bieniawski, 1989) akan mencerminkan kondisi masing-masing joint
set tersebut.
Mengingat banyaknya hasil pengukuran orientasi dan kondisi kekar setiap
joint set sebagaimana parameter-parameter yang terdapat di dalam RMR maka
data-data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi serta dibantu dengan Software Microsoft Excel. Untuk arah umum
kekar menggunakan Software DIPS Versi 5.0 dari Rocscience Kanada.

3.4.2 Pengukuran dan Evaluasi Parameter RMR (Rock Mass Rating)


Pengukuran parameter rock mass rating ini dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik massa batuan secara langsung di dinding terowongan,
dalam hal ini pengukuran dan pengamatan karakteristik massa batuan lebih
ditujukan terhadap kondisi serta orientasi (dip/dip direction) kekar yang
ditemukan pada setiap sisi dinding terowongan di sebelah kanan dan kiri dinding.
Sesuai parameter yang ada dalam rock mass rating (RMR) maka pengukuran
parameter meliputi sebagai berikut :
a. Pengukuran Kuat Tekan (UCS) Batuan Utuh (c):
Kekerasan batuan (strength), dilakukan pada setiap jenis batuan yang
berbeda kondisi, warna dan jenis batuannya. Kegiatan ini dilakukan
menggunakan palu geologi dengan dipukul-pukul atau digores menggunakan
silet/pisau lipat.
b. Pengukuran Rock Quality Designation (RQD)
Kehadiran bidang lemah (discontinue) pada massa batuan akan sangat
mempengaruhi karakteristik mekanika massa batuan, maka kemenerusannya
harus dapat dikuantifikasi. Salah satu indikator frekuensi bidang lemah yang
sering digunakan adalah Rock Quality Designation (RQD) yang
dikembangkan oleh Deere (1964). Selanjutnya Deere dan kawan-kawan
(1966) merekomendasikan kegiatan yang disebut pengukuran kekar (scan
line) dan dapat digunakan untuk mengukur intensitas kekar di bidang
singkapan massa batuan.
Data RQD ini bisa diperoleh dengan pengamatan batuan pada dinding tunnel
pada lokasi pengamatan yaitu dengan membandingkan antara panjang
batuan yang utuh (tanpa kekar ataupun lapuk) dengan panjang > 10 cm yang
dibagi terhadap panjang keseluruhan batuan dalam satu satuan batuan. Jika
kemudian ditemukan pembagi satuan batuan (kekar yang menerus atau
karena perlapisan batuan), maka RQD yang dihitung juga akan lebih dari
satu dan pengukuran RQD dilakukan searah vertikal.
Untuk pengukuran dan identifikasi massa batuan pada front penambangan/
terowongan, RQD dihitung dengan menggunakan meteran.

c. Pengukuran Jarak atau Spasi Kekar


Pengukuran jarak kekar adalah pengukuran jarak tegak lurus dua bidang
kekar yang terdekat. Jurus/arah (strike) dari bidang lemah (kekar) dan
kemiringannya (dip) menggunakan kompas geologi.
Pengukuran dilakukan pada tiap-tiap garis pengukuran kekar (scan line) pada
setiap dinding terowongan sebelah kanan dan kiri dan pada garis pengukuran
disesuaikan dengan panjang terowongan pada setiap lokasi pengamatan.
d. Pengukuran dan Pengamatan Kondisi Bidang Discontinue
Identifikasi terhadap kondisi bidang discontinue ini sangat kompleks, oleh
karena itu pengamatan dilakukan secara terpisah dan detail yaitu meliputi:
kekasaran (roughness), lebar bukaan/celah (aperture) dan tebal bahan
pemisah/pengisi celah (width filled/gouge), kemudian pelapukan (roughness)
serta kemenerusan kekar/terminasi (extension).
i. Cara pengukuran kekasaran (roughness), lebar bukaan/celah (aperture)
dan lebar/tebal bahan pemisah atau pengisi celah (width filled/gouge)
dilakukan dengan melihat bidang kekar dimana bentuk permukaan bidang
kekar dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu bertingkat (stepped),
bergelombang (undulating), rata (planar)
ii. Cara pengamatan pelapukan (weathered) dilakukan berdasarkan lima ciri
atau tanda-tanda pelapukan seperti tersebut dibawah ini:
Kelas I (tidak lapuk/segar)
Tidak ada tanda-tanda pelapukan, segar dan kristal-kristalnya jelas.
Pada saat beberapa rekahan mungkin ada sedikit noda tapi tidak
begitu tampak (sangat tipis/halus)
Kelas II (sedikit lapuk)
Pelapukan terdapat pada rekahan-rekahahan terbuka, tetapi pada
batuan utuh hanya terlihat lapuk sedikit saja. Perubahan warna pada
rekahan dapat mencapai jarak 10 mm dari rekahan (lapuk ringan)
Kelas III (lapuk sedang)
Perubahan warna mencapai bagian-bagian yang lebih luas. Batuan
tidak mudah lepas (kecuali pada batuan sedimen yang tersemenkan
jelek). Rekahan-rekahannya bernoda dan atau berisi bahan hasil
proses pelapukan.

Kelas IV ( sangat lapuk)


Pelapukan mencapai semua bagian-bagian massa batuan dan
batuannya mudah pecah, tidak mengkilap. Semua material selain
kuarsa telah berubah warna. Batuan dapat dipecahkan/digali dengan
palu geologi.
Kelas V (lapuk sempurna)
Batuan secara keseluruhan sudah berubah warna dan mengalami
dekomposisi serta rapuh, hanya tinggal sedikit bekas-bekas
strukturnya saja dan kenampakannya luarnya seperti tanah (soil).
iii. Pengukuran kemenerusan kekar atau terminasi (extension joint)
Pengukuran ini didasarkan pada ukuran panjang suatu kekar yaitu:
Panjang kekar < 3 m adalah tidak menerus
Panjang kekar > 3 m dikatakan menerus (dengan atau tanpa gouge)
Kekar yang menerus biasanya disertai kehadiran material pengisi
(gouge) pada bukaan/celahnya serta hubungannya dengan kondisi
lainnya serta kekasaran, pemisahan atau pelapukan.
Pada pengamatan dan pengukuran kondisi bidang discontinue dalam hal
ini setiap kekar yang dijumpai sepanjang garis pengukuran kekar (scan
line) langsung diberikan bobot (rating) masing-masing parameter sesuai
dengan rangkuman petunjuk umum klasifikasi dan bobot (rating) kondisi
discontinue yang dibuat oleh Bieniawsky (1973, 1976 dan 1989).
e. Pengukuran Kondisi Air Tanah
Air tanah merupakan salah satu parameter terpenting yang harus diamati
karena air tanah secara langsung akan mempengaruhi bobot (rating) massa
batuan. Diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan dengan cara
menghitung lamanya air mengisi tempat yang telah ditentukan seperti botol
menggunakan stopwatch jika kondisi air tanah tersebut mengalir atau
menetes. Jika kondisi air tanah tersebut lembab, basah atau kering dapat
diketahui menggunakan telapak tangan.
Keberadaan air tanah selain dapat menimbulkan pelapukan juga akan
menyebabkan tekanan air pori yang menyebabkan ketidakstabilan dinding
terowongan. Pada pengamatan kondisi air tanah di dinding terowongan
dilakukan dengan melihat kondisi umum yaitu: kering (dry), lembab (dump),
basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Data kondisi air
tanah setiap kekar yang ditemui sepanjang garis pengukuran kekar langsung
dikelompokkan menjadi kelas per keas sesuai dengan kondisi yang telah
dituliskan di atas, sehingga dari total data kekar yang dijumpai sepanjang
scan line akan diambil rata-rata dari setiap kondisi tersebut dan selanjutnya
diberikan bobot (rating) sebagai salah satu parameter dalam RMR.
f. Pengukuran Orientasi Bidang Discontinue (Kekar)
Pengukuran orientasi bidang discontinue juga dilakukan pada saat
pengukuran parameter RMR yaitu mengukur bidang discontinue (joint) yang
ditemukan sepanjang garis pengukuran kekar (scan line) pada setiap sisi
dinding terowongan. Pengukuran orientasi kekar disesuaikan dengan jenis
batuan tempat kekar berada dan dilakukan dengan memperhatikan arah
kekar secara umum. Jika nantinya diperoleh dua atau lebih orientasi kekar
dalam satu satuan batuan, maka analisis RMR dalam satu satuan batuan
juga akan bervariasi. Pengukuran kekar ini dilakukan pada dinding kiri dan
kanan terowongan. Pengukuran ini menggunakan peralatan kompas geologi,
meteran 5 m dan 50 m, kalkulator, alat tulis dan lain-lain. Supaya hasil
pengukuran orientasi (dip/dip direction) bidang discontinue dapat
menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan, maka data hasil
pengukuran orientasi kekar diinputkan ke Software Dips Versi 5.0 dari
Rocscience Kanada untuk mengetahui arah umum kekar di setiap dinding
terowongan pada setiap tunnel. Selain itu dilakukan juga pengukuran
terhadap orientasi kekar yang disesuaikan dengan jenis batuan tempat kekar
berada dan dilakukan dengan memperhatikan arah kekar secara umum.
Kegiatan pengukuran orientasi kekar ini dilakukan pada dinding sebelah kiri
dan kanan tunnel dengan arah kemajuan penggalian sebagai acuan arahnya.

3.4.3 Analisis Rock Mass Rating (RMR)


Analisis Rock Mass Rating (RMR) dilakukan untuk memperoleh bobot
(rating) total RMR pada masing-masing kelas (klasifikasi) massa batuan sesuai
karakteristik massa batuan yang bersangkutan. Untuk mendapatkan bobot
(rating) dan klasifikasi tersebut diperoleh melalui klasifikasi dan pembobotan dari
setiap parameter yang ada dalam RMR, sedangkan bobot (rating) total RMR
yaitu jumlah bobot (rating)/nilai dari seluruh parameter (kumulatif) yang ada
dalam RMR tersebut.
Setelah diperoleh parameter sebagai input data dalam RMR yang
dianggap dapat mewakili daerah pengamatan (hasil evaluasi dan validasi),
kemudian dilakukan/dibuat klasifikasi untuk mendapatkan kelas terhadap
masing-masing parameter tersebut. Mengingat pengukuran RMR dilakukan pada
dinding terowongan yang sudah terbentuk maka idealnya pengukuran dilakukan
pada setiap dinding terowongan sehingga akan mempermudah pengklasifikasian
massa batuan pada dinding terowongan tersebut. Suatu pembagian daerah per-
daerah yang mempunyai karakteristik atau struktur yang sama adalah sangat
penting, karena hal ini akan mempermudah penanganan daerah-daerah tersebut
sesuai dengan kondisinya masing-masing. Batas-batas dari zona tersebut dapat
berupa struktur atau keadaan geologi yang ada seperti sesar, distribusi rekahan,
kemiringan lapisan ataupun batas-batas galian.
Pembobotan atau penilaian terhadap berbagai parameter yang ada
dalam RMR tersebut dilakukan pada kelasnya masing-masing sesuai hasil dari
proses klasifikasi sebelumnya. Besar/kecilnya bobot (rating)/nilai yang diberikan
tentunya juga harus mengacu pada angka-angka dalam klasifikasi RMR
(tabel 3.4).
Dari klasifikasi dan pembobotan ini akan terlihat bahwa parameter-
parameter tersebut dapat berlaku secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
sesuai pengaruh relatif masing-masing parameter dan bobotnya, terutama untuk
kondisi bidang kekar, karena terdiri dari beberapa kriteria penilaian yang di
deskripsi dengan cukup detail.
Mengingat parameter-parameter tersebut tidak sama nilai kepentingannya
maka klasifikasi maupun pembobotannya juga dialokasikan secara berada untuk
berbagai selang dan bobot (rating) dari setiap parameter yang bersangkutan.
Harga kumulatif (bobot total) dari penilaian ini adalah merupakan Bobot
(rating) Total Rock Mass Rating (RMR) yang dicari, yaitu diperoleh dengan
menjumlahkan nilai/bobot (rating) dari setiap parameter secara berurutan dari
kelas 1 sampai dengan 5. harga kumulatif yang tinggi menggambarkan kondisi
yang lebih baik, dengan kata lain semakin besar bobot (rating) totalnya maka
semakin baik sifat atau kondisi massa batuan tersebut terhadap masalah
kestabilan dinding terowongan, tetapi akan semakin sulit untuk digali.

3.4.4 Klasifikasi Massa Batuan (Rock Mass Rating)


Klasifikasi dan pembobotan (tabel 3.4a) terhadap beberapa parameter
tersebut selanjutnya di bagi ke dalam lima kelompok atau kelas (kelas I V).
Karena beberapa parameter tidak mempunyai nilai dan kepentingan yang sama
terhadap bobot (rating) total RMR, maka pembobotan untuk setiap parameter
juga berbeda. Semakin besar bobotnya maka semakin baik massa batuan
tersebut terhadap masalah kemantapan lereng, tetapi semakin sulit untuk digali.
Klasifikasi dan pembobotan parameter ke dalam lima kelas tersebut juga
mempunyai selang nilai yang berlainan satu dengan lainnya sesuai spesifikasi
dan karakteristik masing-masing parameter tersebut.
Penyesuaian bobot (rating) untuk orientasi kekar (tabel 3.4b), tidak
menggunakan selang nilai karena langsung diberikan bobot (rating)/nilai mutlak.
Untuk lereng diberikan bobot (rating)/nilai nol (0) sebagai kondisi yang sangat
menguntungkan (kelas I). Kemudian kelas massa batuan menurut bobot (rating)
total (tabel 3.4c), adalah gabungan/penjumlahan dari semua bobot (rating)
parameter tersebut menurut kelas dan deskripsi batuan masing-masing. Bobot
(rating) total 100-81 adalah kelas I dengan deskripsi batuan sangat baik,
sampai dengan bobot (rating) total < 20 adalah kelas V dengan deskripsi batuan
sangat buruk.
Karena parameter tersebut dapat diperoleh dari lubang bor, penyelidikan
di lapangan dilakukan baik di permukaan maupun di bawah tanah.
Ada enam langkah dalam menggunakan klasifikasi geomekanika (sistem RMR) :
a. Langkah pertama adalah dengan menghitung rating total dari lima parameter
yang terdapat sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
b. Langkah kedua adalah menilai kedudukan sumbu terowongan terhadap jurus
(strike) dan kemiringan (dip) bidang-bidang diskontinuitas seperti yang
ditunjukkan oleh tabel 3.4c
c. Langkah ketiga, setelah menentukan kedudukan sumbu terowongan
terhadap jurus dan kemiringan bidang-bidang diskontinuitas, maka rating-nya
ditetapkan berdasarkan tabel 3.4d di bawah ini. Langkah ini disebut juga
sebagai penyesuaian rating (rating adjustment).
d. Langkah keempat adalah menjumlahkan rating yang didapat dari langkah
pertama dengan rating yang didapatkan dari langkah ketiga sehingga
didapatkan rating total sesudah penyesuaian. Dari rating total ini dapat
diketahui kelas dari massa batuan tersebut (tabel 3.4e).
e. Langkah kelima, setelah kelas massa batuan diketahui maka dapat diketahui
stand-up time dari massa batuan tersebut dengan span tertentu serta kohesi
dan sudut geser dalamnya. Bieniawski (1976) memberikan hubungan antara
waktu stabil tanpa penyangga (stand-up time) dengan span untuk berbagai
kelas massa batuan menurut klasifikasi geomekanika. Hubungan ini sangat
penting sekali diketahui pada saat penggalian terowongan (tabel 3.4f).
f. Berdasarkan pada Klasifikasi Geomekanika ini, Bieniawski memberikan
petunjuk untuk penggalian dan penyanggaan terowongan batuan dalam
hubungan dengan sistem RMR. Petunjuk ini hanya berlaku untuk
terowongan di batuan dengan lebar 10 m, berbentuk tapal kuda
(horseshoe), tegangan vertikal lebih kecil dari 25 mPa, serta metode
penggalian dengan pemboran dan peledakan (tabel 3.5).
Tabel 3.4
Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989)

a. Klasifikasi Parameter dan Pembobotan


No PARAMETER Bieniawski 1979 (Rating for RMR Range of Values)
Kuat Point Load
Tekan Strength > 10 4 10 24 12 Kuat tekan rendah Perlu
Batuan (mPa)
1
Utuh UCS (mPa) > 250 100 250 50 100 25 50 15 5 - 25 1-5 <1
Rating 15 12 7 4 1 2 1 0
Drill Core Quality RQD (%) 90 100 75 90 50 75 25 50 < 25
2
Rating 20 17 13 8 3
Spasi Bidang Lemah >2m 0,6 2 m 0.2 0.6 m 60 200 mm < 60 mm
3
Rating 20 15 10 8 5
Slickensided/Batuan yang
Pemukaan Permukaan Permukaan sudah bergeser & terlihat
Sangat Kasar Agak Kasar Agak Kasar permukaan geserannya
(bekasnya)
Tidak Menerus
Rengganga Rengganga
(Tidak terputus- Gouge lunak > 5 mm atau
Kondisi Bidang Lemah n < 1 mm n < 1 mm
4 putus) renggangan > 5 mm
Tidak Ada atau Gouge < 5 mm atau
Renggangan Dinding Dinding Renggangan 1 - 5 mm
(Tidak Terpisah) agak/sedikit batuSangat
Dinding Batu lapuk Lapuk)
Tidak Lapuk
Rating 30 25 20 10 0
Kondisi Air Tanah
Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
5 (groundwater)
Rating 15 10 7 4 0
UCS = Unconfined Compressive Strength RQD = Rock Quality Design Batuan lapuk; warna lebih terang, kekerasan lebih besar
b. Petunjuk untuk Penggolongan Kondisi Discountinue/Kekar
Panjang
<1m 1-3m 3 - 10 m 10 - 20 m > 20 m
Discontinuity
Rating 6 4 2 1 0
Renggangan
tidak ada < 0.1 mm 0.1 - 1.0 mm 1 - 5 mm > 5 mm
(aperture)
Rating 6 5 4 1 0
Slickensided
(Batuan yang
sudah bergeser &
Kekasaran sangat
kasar agak/sedikit kasar halus terlihat
(roughness) kasar
permukaan
geserannya
(bekasnya)
Rating 6 5 3 1 0
hard filling < 5 hard filling > 5 soft filling < 5
Material Pengisi tidak ada soft filling > 5 mm
mm mm mm
Rating 6 4 2 2 0
Pelapukan tidak Sedang/Cukup Decomposed
Agak/sedikit lapuk Sangat lapuk
(weathered) lapuk terlapukkan menguraikan
Rating 6 5 3 1 0

c. Efek Orientasi Jurus dan Kemiringan Kekar di Dalam Kemajuan Terowongan


Jurus paralel ke poros
Jurus tegak lurus ke poros terowongan
terowongan
Drive with dip - dip 45 - Drive with dip - dip 20 -
dip 45 - 90 dip 20 - 45
90 45
Sangat
Sangat Menguntungkan Menguntungkan Sedang/Biasa
Menguntungkan
Drive against (memotong) Drive against (memotong) dip 0 - 20 irrespective of strike
dip - dip 45 - 90 dip - dip 20 - 45 (tanpa tergantung dengan jurus)
Sedang/Biasa Tidak/Menguntungkan Sedang/Biasa

d. Penyesuaian Penilaian untuk Orientasi Kekar

Orientasi Jurus dan Sangat Tidak Sangat


Menguntungkan Sedang
kemiringan Kekar Menguntungkan Menguntungkan Menguntungkan
Tunnels
0 -2 -5 -10 -12
(Terowongan)
Rating Foundations
s 0 -2 -7 -15 -25
(Dasar/pondasi)
Slopes (Lereng) 0 -5 -25 -50 -60

e. Kelas Massa Batuan Berdasarkan Total Rating


Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 21
Nomor Kelas I II III IV V
Deskripsi Batuan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk

f. Arti dari Kelas Batuan


Classes No I II III IV V
1 minggu, 5
Average Stand Up Time & Span 10 tahun, 15 m 6 bulan, 8 m m 10 jam, 2.5 m 30 menit, 1 m
Cohesion of The Rock Mass > 400 kPa 300 - 400 kPa 200 - 300 kPa 100 - 200 kPa < 100 kPa
Friction Angle of Tke Rock
Mass > 45 35 - 45 25 - 35 15 - 25 < 15
3.4.5 Rancangan Estimasi Penggalian dan Penguatan Terowongan
Dan juga, dari RMR bisa di rancang estimasi penggalian dan penguatan
yang dibutuhkan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.5
Rancangan Estimasi Penggalian dan Penguatan Terowongan

Gambar 3.2

Hubungan antara Stand Up Time dan Roof Span


pada Berbagai Kelas Massa Batuan
3.5 Diagram Kipas
Analisa kekar dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
statistic, satu diantaranya adalah menggunakan diagram kipas.
Analisa kekar dengan diagram kipas digunakan untuk menganalisa kekar-
kekar yang mempunyai kemiringan yang relatif tegak, jadi yang diukur hanya
jurus / arahnya saja.
Prosedur kerja dari pembuatan diagram kipas adalah sebagai berikut:
Pengumpulan / pencatatan data dalam suatu table (tabulasi data).
Pembagian / pengelompokan data kekar dimana arah jurusnya
dikelompokkan menurut interval tertentu, misalkan 00 50, 50 100, dst pada
arah NE atau NW.
Semakin kecil intervalnya, semakin teliti hasilnya.
Gambar diagram kipasnya, berupa setengah lingkaran dengan jari jari
sepanjang harga prosentase maksimum.
Setiap interval jurusnya, dibatasi garis yang berasal dari pusat lingkaran.
Batas/jari jari tiap bagian derajat sesuai dengan harga prosentase masing
masing.
Baca arah umum kedudukan kekarnya, yang ditunjukkan oleh prosentase
terbanyak.
Dalam Melakukan pengerjaan diagram kipas hal yang dilakukan ialah
data data nilai azimuth dikumpulkan dalam suatu data kemudian data tersebut
dikelompokkan menurut interval tertentu, misalkan 00 50, 50 100, dan
seterusnya pada arah NE atau NW. Gambar diagram kipasnya, berupa setengah
lingkaran dengan jari jari sepanjang harga persentase maksimum.nilai
persentase didapat dari jumlah frekuensi dari masing masing interval dibagi
jumlah data kemudian dikali 100, untuk setiap interval jurusnya, dibatasi garis
yang berasal dari pusat lingkaran. Batas/jari jari tiap bagian derajat didapat dari
harga persentase masing masing.
Analisa kekar dengan diagram kipas digunakan untuk menganalisa kekar
kekar yang mempunyai kemiringan yang relatif tegak, jadi yang diukur hanya
jurus / arahnya saja. Semakin kecil interval pada diagram kipas, semakin teliti
hasilnya.arah umum kedudukan kekar adalah yang ditunjukkan oleh persentase
terbanyak.

Anda mungkin juga menyukai