Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endometriosis sudah diketahui sejak berabad yang lampau berdasarkan
catatan pada Papyrus 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh
Sampson pada tahun 1921. Namun demikian hingga kini etiologi endometriosis
masih belum diketahui secara pasti sehingga pengobatan maupun penanganan
yang selama ini telah banyak digunakan ternyata tidak ada satu pun yang benar-
benar ampuh untuk semua keadaan endometriosis.
Pada tahun 1990-1998, endometriosis merupakan penyakit ginekologik
ketiga terbanyak pada perempuan berusia antara 15-44 tahun. Prevalensi
endometriosis pada populasi secara umum berkisar 10%. Prevalensi ini meningkat
hingga 82% pada perempuan dengan nyeri pelvik dan 21% pada perempuan
infertil. Di Amerika Serikat, endometriosis ditemukan 5-10% perempuan usia
produktif. Dan di Indonesia, ditemukan 15-25% perempuan infertil disebabkan
oleh endometriosis, sedangkan prevalensi endometriosis pada perempuan infertil
idiopatik mencapai 70-80%.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15 % dapat ditemukan
diantara semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang
Negro, dan lebih sering didapatkan pada perempuan-perempuan dari golongan
sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis
lebih sering ditemukan ada perempuan yang tidak kawin pada umur muda, dan
yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara sikllis yang
terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memegang peranan dalam
terjadinya endometriosis.
Penanganan endometriosis yang baik memerlukan diagnosis yang tepat.
Pengobatan secara hormonal masih merupakan pilihan utama dan beberapa
peneliti menyatakan bahwa gabungan pengobatan hormonal dengan tindakan
pembedahan memberikan hasil yang lebih baik.

1
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian
akhir dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan
Kandungan.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
a) Bagi institusi pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi penulis:
1. Penulis mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh
selama proses penyusunan makalah ini.
2. Menambah wawasan penulis dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Endometriosis


Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam
uterus) yang memiliki susunan kelenjar atau stroma endometrium atau kedua-
duanya dengan atau tanpa makrofag yang berisi hemosiderin dan fungsinya mirip
dengan endometrium karena berhubungan dengan haid dan bersifat jinak, tetapi
dapat menyebar ke organ-organ dan susunan lainnya.
Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana jaringan endometrium
yang masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium kavum uteri maupun di
miometrium (otot rahim). Bila jaringan endometrium tersebut berimplantasi di
dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis, sedangkan
jaringan endometrium yang berimplantasi di luar kavum uteri disebut
endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Pembagian ini sekarang sudah
tidak dianut lagi karena baik secara patologik, klinik ataupun etiologik
adenomiosis dan endometriosis berbeda.

2.2 Epidemiologi

Prevalensi endometriosis pada populasi secara umum berkisar 10%.


Prevalensi ini meningkat hingga 82% pada perempuan dengan nyeri pelvik dan
21% pada perempuan infertil. Di Amerika Serikat, endometriosis ditemukan 5-
10% perempuan usia produktif. Dan di Indonesia, ditemukan 15-25% perempuan
infertil disebabkan oleh endometriosis, sedangkan prevalensi endometriosis pada
perempuan infertil idiopatik mencapai 70-80%.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15 % dapat ditemukan
diantara semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang
Negro, dan lebih sering didapatkan pada perempuan-perempuan dari golongan
sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis
lebih sering ditemukan ada perempuan yang tidak kawin pada umur muda, dan

3
yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara sikllis yang
terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memegang peranan dalam
terjadinya endometriosis.

2.3 Lokasi Endometrosis


Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat
sebagai berikut :
1) Ovarium;
2) Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding
belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum
rotundum, dan sigmoid.
3) Septum rektovaginal;
4) Kanalis inguinalis;
5) Apendiks;
6) Umbilikus;
7) Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum;
8) Parut laparotomi;
9) Kelenjar limfe; dan
10) Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan,
paha, pleura, dan perikardium.

4
Gambar 1. Lokasi anatomis implantasi endometriosis yang ditemukan melalui
laparaskopi

2.4 Patofisiologi
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab
terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan
kejadian endometriosis, antara lain :
2.4.1 Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)
Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi)
melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus endometriosis di
luar pelvis.

2.4.2 Teori metaplasia (Rober Meyer)


Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal
dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini

5
akan menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan
endometrium. Secara endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium,
endometrium dan peritoneum berasal dari epitel selom yang sama. Teori Robert
Meyer akhir-akhir ini semakin banyak ditentang. Disamping itu masih terbuka
kemungkinan timbulnya endometroisis dengan jalan penyebaran melalui darah
atau limfe, dan dengan implantasi langsung dari endometrium saat operasi.
2.4.3 Teori penyebaran secara limfogen (Halban)
Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui
saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke berbagai
tempat pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik. Jaringan
endometrium ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita
endometriosis.
2.4.4 Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit
autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada perempuan,
bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan, dan
menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal. Di samping itu telah dikemukakan bahwa
danazol yang semula dipakai untuk pengobatan endometriosis yang disangka
bekerja secara hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk mengobati
penyakit autoimun atas dasar bahwa danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada
monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik.

2.4.5 Teori hormonal

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen


(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen
telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim
yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan
estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel
granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.

6
Biosinteis estrogen wanita pada usia reproduksi

Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium


menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang
tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan
genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal.
Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2
lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten
terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga
produksi estrogen berlangsung terus secara lokal.
2.5 Gambaran Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi
endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, serta perdarahan
bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi
hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi
dari jaringan endometriosis.

2.6 Gambaran Klinis


Aktivitas jaringan endometriosis sama halnya dengan endometrium yakni
sangat bergantung pada hormon. Aktivitas jaringan endometriosis akan terus
meningkat selama hormon masih ada dalam tubuh, setelah menopause gejala

7
endometriosis akan menghilang. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada
penyakit endomeriosis berupa :
1)
Dismenorea adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering
dijumpai. Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya
darah haid yang keluar keluhan dismenorea pun akan mereda. penyebab
dari dismenorea ini belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan
adanya vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada
waktu sebelum dan semasa haid.
2)
Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea,
keluhan ini disebabkan adanya endometriosis di dalam kavum Douglasi.
3)
Diskezia atau nyeri waktu defekasi terutama pada waktu haid, disebabkan
adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
4)
Gangguan miksi dan hematuria bila terdapat endometriosis di kandung
kencing, tetapi gejala ini jarang terjadi.
5)
Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila
kelainan pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium
terganggu.
6)
Infertilitas juga merupakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit
dimengerti. Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada
endometriosis ialah mobilitas tuba yang terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan disekitarnya.
Pada pemeriksaan ginekologik, khususnya pada pemeriksaan vagino-rekto-
abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat sebesar butir
beras sampai butir jagung di kavum Douglasi, dan pada ligamentum
sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi dan terfiksasi. Ovarium mula-mula
dapat diraba sebagai benjolan kecil, akan tetapi dapat membesar sampai sebesar
kepalan tangan.

2.7 Klasifikasi Endometriosis


2.7.1 Klasifikasi endometriosis menurut Acosta
1) Ringan

8
Endometriosis menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau
posterior kavum Douglasi atau permukaan ovarium atau
peritoneum pelvis.
2) Sedang
Endometriosis pada satu atau kedua ovarium disertai jaringan parut
dan retraksi atau endometrioma kecil.
Perlekatan minimal di sekitar ovarium yang mengalami
endometriosis.
Endometriosis pada anterior atau posterior kavum Douglasi dengan
jaringan parut dan retraksi atau perlekatan, tanpa implantasi di
kolon sigmoid.
3) Berat
Endometriosis pada satu atau dua ovarium, ukuran lebih dari 2 x 2
cm2.
Perlekatan satu atau dua ovarium atau tuba atau kavum Douglasi
karena endometriosis.
Implantasi atau perlekatan usus dan/ atau traktus urinarius yang
nyata.

2.7.2 Klasifikasi endometriosis menurut Revisi American Fertility Society


The American Society for Reproductive Medicine merupakan pedoman
yang digunakan untuk klasifikasi endometriosis. Pembagian ini berdasarkan
permukaan, ukuran, dan kedalaman implantasi ovarium dan peritoneum. Namun,
kelemahan pembagian ini adalah derajat beratnya klasifikasi endometriosis tidak
selalu merujuk beratnya derajat nyeri yang ditimbulkan ataupun efek
infertilitasnya.

The American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of


Endometriosis

9
Perito-neum Endometriosis < 1 cm 13 cm > 3 cm
Superficial 1 2 4
Deep 2 4 6

R Superficial 1 2 4
Ovary

Deep 4 16 20
L Superficial 1 2 4
Deep 4 16 20
Posterior Partial Complete -
Cul-de-sac Obliteration 4 40 -
Adhesions < 1/3 1/32/3 > 2/3
Enclosure Enclosure Enclosure
R Filmy 1 2 4
Ovary

Dense 4 8 16
L Filmy 1 2 4
Dense 4 8 16
R Filmy 1 2 4
Tube

1 1
Dense 4 8 16

L Filmy 1 2 4
Dense 41 81 16

Tabel 1. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of


Endometriosis.Jika ujung fimbria tuba Fallopii tertutup sempurna, penilaian densitas
menjadi 16. Stadium: Stadium I (minimal): 1-5; Stadium II (ringan): 6-15; Stadium III
(moderat): 16-40; Stadium IV (berat): >40. Dalam hal ini, permukaan uterus
disebut peritoneum.

10
Gambar 2. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of
Endometriosis

11
2.8 Diagnosis

2.8.1Anamnesis

Diagnosis dimulai dari anamnesis, dimana keluhan atau gejala yang sering
ditemukan adalah :

Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenorea)
Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung
Nyeri saat defekasi, terutama saat haid
Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut
Poli dan hipermenorea
Infertilitas
2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah


dideteksi saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul
dapat ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan.
Nodul kebiruan dapat ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding
posterior vaginal.

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi (USG)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis
(kista endometriosis) >1 cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-
bintik endometriosis ataupun perlengketan.
2. Pemeriksaan serum CA 125
Serum CA 125 adalah pertanda tumor yang sering digunakan pada
kanker ovarium. Pada endometriosis juga terjadi peningkatan kadar CA
125. Namun, pemeriksaan ini mempunyai nilai sensitivitas yang rendah.
CA 125 juga dapat digunakan sebagai monitor prognostic pascaoperatif
endometriosis. Bila nilainya tinggi berarti prognostic kekambuhannya
tinggi.

12
3. Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat diagnostic baku emas untuk
mendiagnosis endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna merah terang,
sedangkan lesi aktif yang sudah lama berwarna merah kehitaman. Lesi
nonaktif terlihat berwarna putih dengan jaringan parut. Biasanya isinya
berwarna coklat yang disebut dengan kista coklat.
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis adalah didapatkan
adanya kelenjar dan stroma endometrium.

2.9 Diagnosa Banding


Diagnosa banding endometriosis adalah pelvic inflammatory disease,
apendisitis, kista ovarii, torsi ovarii, kehamilan ektopik, infeksi saluran kemih,
dan penyakit divertikular.

2.10 Penatalaksanaan
Pilihan terapi untuk endometriosis adalah dengan medikamentosa dan
pembedahan. Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan
nyeri dan atau memperbaiki fertilitas. Untuk penatalaksanaan dengan
medikamentosa terdiri dari terapi simptomatik seperti penggunaan NSAID dan
terapi hormonal.
2.10.1 Penatalaksanaan medikamentosa
- Pengobatan simtomatik
Pengobatan dengan memberikan analgetik seperti parasetamol 500mg 3
kali sehari, NSAID seperti ibuprofen 400mg tiga kali sehari, asam mefenamat
500mg tiga kali sehari. Tramadol, parasetamol dengan codein, GABA inhibitor
seperti gabapentin.
- Kontrasepsi oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi
dosis rendah. Kombinasi pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang
mengandung 30-35ug etinil estradiol yang digunakan secara terus menerus bisa
menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan itu

13
sendiri adalah untuk menginduksi amenorea dengan pemberian berlanjut selama
6-12 bulan. Membaiknya gejala dismenoreadan nyeri panggul dirasakan oleh 60-
95% pasien. Tingkat kambuh pada tahun pertama terjadi sekitar 17-18%.
- Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desisualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi. Progestin
bias dianggap sebagai pilihan utama terhadap penanganan endometriosis karena
efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol namun dengan harga yang lebih
murah dan efek samping lebih ringan. Dimulai dengan dosis 30 mg perhari
kemudian ditingkatkan sesuai dengan respon klinis dan pola perdarahan.
Medroxyprogesterone asetat (MPA) 150 mg yang diberikan intramusuler selama 3
bulan juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
- Danazol
Danazol menyebabkan kadar androgen pada jumlah yang tinggi dan
estrogen dalam jumlah yang rendah sehingga menekan berkembangnya
endometriosis dan timbulnya amenorea yang diproduksi untuk mencegah implant
baru pada uterus hingga rongga peritoneal. Penggunaan danazol dengan dosis
400-800mg perhari, dapat dimulai dengan pemberian 200mg dua kali sehari
selama 6 bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai amenorea dan
menghilangkan gejala gejala.
- GnRH agonist
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga
hipofisa mengalami desensitisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH
mencapai keadaan hipogonadotropik dan hipogonadisme, dimana ovarium tidak
aktif sehingga tidak terjadi siklus haid. Berbagai jenis GnRHa antar lain
leuprolide, busereline, dan gosereline. GnRHa diberikan selama 6-12 bulan.

- Aromatase Inhibitor

14
Fungsinya menghambat perubahan c19 androgen menjadi c18 estrogen.
Aromatase p450 banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ
reproduksi seperti endometriosis,adenomiosis dan mioma uteri.
2.10.2 Terapi Pembedahan
Penanganan pembedahan dapat dilakukan secara laparotomy dan
laparoskopi. Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat semua endometriosis,
melepaskan perlengketan dan memperbaiki kembali struktur anatomi reproduksi.
Sarang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun laser.
Sementara itu kista endometriosis <3cm di drainase dan di kauter dinding kista,
kista yang berukuran .3cm dilakukan kistektomi dengan meninggalkan jaringan
ovarium yang sehat. Penanganan pembedahan radikal ditujukkan pada perempuan
yang gagal terapi medikamentosa atau bedah konservatif dan tidak memerlukan
fungsi reproduksi. Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-
oovorektomi radikal. Penanganan pembedahan simptomatis juga dapat dilakukan
untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neurectomy atau LUNA (Laser
Uterosacral Nerve Ablation).

2.11 Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3
wanita yang tidak ditatalaksana secara aktif. manajemen medis (supresi ovulasi)
efektif untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan
endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk
konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari
pasien dengan endometriosis yang berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan
terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endoimetriosis sedang mengalami
penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-
oophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan
masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara
umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.

BAB III

15
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan
stroma diluar uterus. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan
adalah di ovarium. Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini
menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Terdapat beberapa teori yang
dianggap menjadi etiologi endometriosis yaitu Metaplasia coelom, Transplantasi
sel endometrium yang terlepas, Menstruasi retrograde, Defek Immunogenetik.
Diagnose ditegakkan dari anamneses, pemeriksaan fisik, dan laparoskopi biopsy.
Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan. Prinsip
pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone rendah
estrogen dan asiklik.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Prabowo, Raden P. 2011. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H,
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi Ke-3, Jakarta.
2. Manuaba, Ida Bagus G. 2001. Endometriosis. Dalam : Manuaba, editor.
Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Mounsey A, Wilgus A, Slawson DC. 2006. Diagnosis and Management of
Endometriosis. Dalam : American Academy of Family Physician 2006,
Vol.
74(availableat:http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.asp
x?resID=258981&tabID=290&catID=11472) diakses pada 29 November
2016 pukul 17.00 WIB
4. Price, S. A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC Medical Publisher. Jakarta.
5. American Fertility Society, 2007. Booklet Endometriosis A Guide for
Patients. American Society for Reproductive Medicine. Alabama.
(available at: http://www.asmr.org/patients/booklet/Endometriosis.pdf)
diakses pada 29 November 2016 pukul 16.00 WIB
6. American Fertility Society, 2007. Booklet Laparoscopy and Hysteroscopy
A Guide for Patients. American Society for Reproductive Medicine.
Alabama.
(availableat:http://www.asmr.org/patients/booklet/Laparoscopy.pdf)
diakses pada 29 November 2016 pukul 18.00 WIB
7. Badziad, A. 2003. Endokrinologi Ginekologi, Edisi ke-2. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI
8. Benson Raph C. & Pernoll. M. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai