Anda di halaman 1dari 2

Quality & Value: Mari Jangan Terlena Dengan Brand Value

STP Bandung
Oleh: Nurdin Hidayah

Membaca judul pada artikel ini mungkin ada sedikit pertanyaan mengenai apa kaitannya antara
quality dengan value, dan jawabannya adalah jelas pasti ada kaitannya. Artikel ini selain ditulis untuk
menyampaikan pesan mengenai korelasi antara quality dan value, juga ingin mengajak kepada
selurus sivitas akademika STP Bandung untuk mewaspadai fenomena Brand Value yang akan saya
uraikan dalam tulisan kali ini.

Untuk memahami quality dan value, saya coba jelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
value dalam tulisan ini. Menurut saya value merupakan perbandingan antara keuntungan (benefit)
yang diterima oleh konsumen dengan korbanan (cost) yang harus dikeluarkan oleh konsumen dalam
mengkonsumsi suatu penawaran perusahaan (offering). Sudut pandang value terkonsentrasi pada
pelanggan (customer centric) sehingga sering disebut dengan customer value atau perceived value.
Untuk lebih jelasnya konsep value dapat didekati dengan konsep customer value menurut Sasser dan
Schlesinger (2003) sebagai berikut:

Model Customer Value

Sumber: Sasser dan Schlesinger (2003)

Dari konsep tersebut di atas, terlihat bahwa mutu merupakan komponen dari customer benefit
sementara harga dan akses pelanggan merupakan komponen dari customer cost. Elemen mutu
dalam industri jasa (services) adalah perpaduan antara mutu yang dirasakan oleh konsumen setelah
mengkonsumsi jasa (result quality), beserta mutu yang dirasakan dalam setiap interaksi antara
konsumen bersama penyedia jasa secara parsial (process quality). Dari hal tersebut dapat diketahui
bahwa mutu (quality) merupakan komponen pembentuk dari value.

Sementara, apa yang dimaksud dengan brand value?. Menurut saya brand value merupakan
perbandingan antara benefit yang didapatkan dari suatu merek dibandingkan dengan korbanan yang
dikeluarkan untuk mengkonsumsi merek tersebut. Indikator dari perusahaan yang memiliki brand
value yang tinggi adalah brand equity yang tinggi. Perusahaan yang memiliki brand value biasanya
memiliki citra yang positif dibenak pasar, menjadi top of mind dan menjadi incaran penanam modal
karena nilai perusahaan (company value) yang tinggi.

Sekarang apa relevansinya dengan STP Bandung?. Untuk menjawab hal tersebut kita kembali dulu ke
tanggal 11 Maret 2015, yaitu pada saat acara peringatan Dies Natalis STP Bandung yang ke 53. Pada
acara tersebut STP Bandung kedatangan tamu kehormatan yaitu Ibu Megawati Santoso, yaitu Team
Leader dari Indonesian Qualifications Framework. Pada kesempatan tersebut beliau memberikan
kado ulang tahun berupa orasi ilmiah mengenai Cross Border Education Quality Assurance. Dalam
orasi tersebut beliau menyatakan bahwa STP Bandung walaupun sudah beberapa kali berganti nama
tetapi masih menjadi pendidikan tinggi yang memiliki brand yang kuat dimata masyarakat, dan masih
dalam orasi tersebut, beliau juga menegaskan bahwa STP Bandung masih menjadi salah satu
pendidikan tinggi favorit di Bandung bersama ITB dan Unpad. Dari pernyataan tersebut, menurut
saya STP Bandung dapat diindikasikan telah memiliki brand value yang cukup bagus di pasar
pendidikan tinggi.

Pada saat mendengarkan pernyataan tersebut, denyut nadi saya langsung berdetak kencang, seraya
berbisik ke teman sebelah saya ini bahaya!. Mengapa ucapan tersebut saya lontarkan, karena saya
sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai customer value di STP Bandung. Dari hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa STP Bandung memiliki fair customer value dimata
mahasiswanya. Fair customer value disini artinya bahwa value yang dirasakan oleh mahasiswa
terhadap kualitas yang disampaikan oleh STP Bandung adalah biasa-biasa saja.

Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa bahaya bagi STP Bandung?. Jawabannya adalah jelas
bahaya karena jika perusahaan memiliki brand value yang bagus maka pasar akan memiliki
ekspektasi yang tinggi terhadap merek dan pelayanan perusahaan. Tetapi jikalau ekspektasi yang
tinggi tersebut tidak bisa diiringi oleh customer value yang bagus, maka pelanggan akan kecewa
(dissatisfied). Kalau pelanggan kecewa, maka mereka akan cenderung menyebarkan kekecewaan itu
ke orang-orang disekitarnya yang dikenal dengan negative world of mouth. Dan celakanya sekarang
ini adalah eranya human connectivity atau kata Erik Qualman (2005) adalah eranya Socialnomics,
imbas dari berkembangnya media sosial ditengah-tengah masyarakat. Dengan adanya sosial media,
pelanggan yang kecewa akan berkicau di Tweeter, curhat di Facebook atau ngomel di Path sehingga
terjadi Buzz yang negatif.

Jika kondisi tersebut di atas secara real terjadi pada institusi tercinta kita ini, maka STP Bandung
berada di gerbang suatu lembah yang paling banyak dihindari oleh banyak perusahaan, yaitu The
Valley of Death. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana solusi untuk menghindari kondisi
tersebut?. Simon Knox & Stan Maklan (1998) dalam bukunya Competing on Value memberikan
arahan strategi untuk menghindari gap yang terjadi pada Brand & Customer Value, yaitu dengan cara
mengalihkan perhatian dari fokus terhadap Unique Selling Proposition (USP) kedalam Unique
Organization Value Proposition (UOVP).

Keuntungan dalam menggunakan konsep UOVP selain dapat menjebatani gap antara Brand &
Customer Value juga dapat dijadikan acuan inti dari proses bisnis (core business process). Konsep
UOVP akan berjalan dengan baik jika organisasi dapat menjalankan proses bisnis inti yang efektif dan
efisien atau dengan kata lain proses bisnis inti menjadi prasarat (prerequisite) dari keberhasilan
UOVP. Berikut adalah ilustrasi mengenai model UOVP dari Simon Knox & Stan Maklan (1998):

Model UOVP

Sumber: Simon Knox & Stan Maklan (1998:48)

Akhir kata, saya sangat mendukung ketua STP Bandung yang tengah menjalankan budaya mutu
(quality culture), dan hal tersebut adalah modal yang sangat berharga bagi kesuksesan organisasi
kedepannya. Saran saya agar quality culture dapat berjalan seiring dengan strategi dan proses bisnis,
maka hal tersebut perlu dikuatkan dengan cara tindakan nyata yang dituangkan ke dalam suatu
arahan proses bisnis yang lebih holistic, yaitu dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan
kondisi Brand & Customer Value STP Bandung yaitu dengan menggunakan tools UOVP.

Anda mungkin juga menyukai