Anda di halaman 1dari 9

Namun demikian geliat pendidikan formal yang merupakan wujud semangat

pemerintah untuk memicu peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatan Sumber


Daya Manusia Indonesia pada sisi lain masih terkendala problematika yang cukup
mendasar yaitu ketidaksiapan kurikulum pada mata pelajaran Bahasa Inggris di tingkat
satuan pendidikan pra sekolah (PAUD dan Taman Kanak Kanak) serta di Sekolah
Dasar. Padahal pada tingkatan pendidikan ini bertumpuh pendidikan tingkat
kelanjutannya yaitu tingkat SMP dan SMA yang diharapkan bisa menjadi rintisan
sekolah berbasis internasional. Menjadi sekolah berbasis internasional sekurang-
kurangnya pada sekolah tersebut bahasa Inggris sudah menjadi bahasa komunikasi
interaksi sehari hari. Ini artinya sebelum siswa masuk ke tingkat SMP dan SMA
seharusnya pendasaran penguasaan berketrampilan bahasa Inggris sudah harus
dikuatkan dari tingkat pra sekolah, TK dan SD, sehingga diharapkan pada jenjang
pendidikan kelanjutannya bahasa inggris sudah menjadi
bilingual means of communication
yang bisa ditingkatkan secara gradual melalui kurikulum pelajaran Bahasa Inggris yang
science orientation.
Kaitan dengan dasar pemikiran tersebut diatas dan seiring dengan peran Lembaga
kursus yang berada dalam jalur Pendidikan Non Formal sebagaimana tertuang dalam
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
Pasal 13 ayat (1)

Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal


yang dapat saling melengkapi dan memperkaya
maka sudah seyogyanya lembaga kursus menjadi bagian dari geliat peningkatan
kualitas pendidikan formal tersebut. Bersandar pada landasan pemikiran untuk
mendukung program pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, maka Dennys Bunch
bermaksud menawarkan kerja sama dengan Departemen Pendidikan kab. Lumajang
guna mempersiapkan pembelajaran bahasa Inggris pada bapak/ibu guru tingkat PAUD,
TK dan Sekolah Dasar. LANDASAN PEDAGOGI

Istilah bisa berbahasa Inggris atau lebih sering disebut menguasai Bahasa
Inggris sesunguhnya terdiri dari empat ketrampilan berbahasa, yaitu:
a.

Ketrampilan menyimak (
Listening Skill
) yaitu kemampuan memahami makna yang disampaikan orang lain secara lisan;
b.

Ketrampilan berbicara (
Speaking Skill
) yaitu ketrampilan mengungkapkan makna, gagasan, perasaan, pesan dan lain-lain
kepada orang lain secara lisan;
c.

Ketrampilan menulis (
Writing Skill
) yaitu kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, pesan dan sebagainya
kepada orang lain secara tertulis;
d.

Ketrampilan membaca (
Reading Skill
) yaitu kemampuan memahami makna yang disampaikan orang lain secara tertulis.
Empat ketrampilan berbahasa tersebut diatas dalam proses akuisisi bahasa merupakan
hirarki bahasa, sehingga dalam pembelajaran bahasa Inggris hirarki tersebut harus
tetap
on the track
. Agar dapat menguasai ketrampilan bahasa tersebut, seseorang perlu menguasai
unsur-unsur bahasa yakni : 1.

Kosa kata (
Vocabulary
) 2.

Ejaan dan ucapan (


Spelling and Pronunciation
)
Pronunciation
untuk bahasa lisan dan
Spelling
untuk bahasa tulis, yang semuanya terpadu menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan. 3.
Tata bahasa (
Structure and Grammar
) Dalam belajar bahasa Inggris yang seharusnya menjadi tujuan adalah menguasai
ketrampilan berbahasa, sedangkan penguasaan unsur-unsur bahasa menjadi syarat
untuk menguasai keilmuan dari bahasa yang dipelajari. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu dilakukan pendekatan yang tepat. Mengingat ketrampilan berbahasa adalah fitrah
dan proses akuisisi diterima secara hirarki, maka tidak satu orangpun di dunia ini yang
tidak bisa berbahasa. Oleh karena itu belajar berbahasa melalui pendekatan
natural
menjadi sangat tepat. Proses akuisisi bahasa yang terjadi pada bahasa ibu (
Mother Tongue
) sejauh ini masih menjadi konsep pembelajaran berbahasa Inggris di
School Of English Dennys
Bunch Lumajang.
Dr. Leon James dalam bukunya Measuring Foreign Language Aptitude And Attitude (1969),
menyatakan bahwa ada 2 (dua) pendekatan teoritis yang paling banyak digunakan oleh para
pengajar bahasa Inggris saat ini yaitu The Habit
- Skill

Approach dan Generative


Approach.
Bernard Spolsky (1996), menyatakan Habit

Skill Method didasarkan pada:


1.

FL Learning is a mechanical proses of habit formation. 2.

Habits are strengthened by reinforcement. 3.

Language is behavior made up of habit sequences at the phonemic, morphological,


lexical and syntactic levels. 4.

Repettion, practice and reinforcement of units and their concatenation are effective ways
of developing language perfomance.
Pendapat Bernard Spolsky tersebut merujuk pada teori Behaviournya Skinner (
The Father of Teaching machines
) yang menyatakan bahwa
The Habit

Skill Approach to FL teaching curiously rests its justification on a sequentially controled


model of language, despite the fact that such an approach has been clearly refuted in
both psychological and linguistic literature
(1967).
Sementara Chomsky (1965) dan Lennerberg (1967) berpendapat bahwa

The significant knowledge a user of a language has to acquire does not constitute
units but patterns and relations. Similarly, one cannot acquire True language competence by
learning specific grammatical patterns as units since the number
of sentences patterns understood by a native speaker is intuitively variable-one cannot
seriously hope to teach true language competence by mechanical mastery over a limited
number of sentence pattrens
.

Demikian, semoga pembelajaran berbahasa inggris dengan methode


Habit
Skill Approach
bisa memberi inspirasi dan SEMANGAT sehingga secepatnya bisa menunjukkan
keberhasilan dan pertumbuhan pada siswa-siswi tingkat PAUD, TK dan SD di Kab
Lumajang khususnya, yang pada gilirannya akan meningkatnya kwalitas Sumber Daya
Manusia Indonesia, serta mendapat ridhlo Allah SWT, Amin..
Tantangan Pendidikan Menyongsong MEA 15 November 2014 06:12:44 Diperbarui: 17
Juni 2015 17:46:56 Dibaca : 728 Komentar : 1 Nilai : 1 Terbayangkah oleh kalian jika
supir angkot orang Myanmar? Bagaimanakah jika buruh pabrik dan pekerja bangunan
orang Laos dan Kamboja?. Apa yang akan terjadi jika pedagang kecil di pasar orang
Thailand? Demikian pertanyaan yang beberapa kali saya sisipkan dalam pembelajaran
ekonomi terutama yang berkaitan dengan tenaga kerja. Mayoritas siswa hanya
mengernyitkan dahi sambil bertanya-tanya keheranan sekaligus karena dalam benak
mereka jenis-jenis pekerjaan tersebut tidak mungkin diminati oleh orang asing. Namun,
saya tegaskan bahwa hal itu mungkin terjadi setelah Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) atau ASEAN Economic Community berlaku pada 1 Januari 2016. Murid-murid
saya adalah bagian dari jutaan siswa yang akan bersaing dengan tenaga kerja asing
pasca mereka lulus dalam satu tahun ke depan. Suatu fakta yang tidak bisa kita hindari
karena perjanjian tersebut telah disepakati oleh anggota-anggota ASEAN. Meski saat ini
hanya terbatas beberapa sektor, perjanjian ini menimbulkan tanda tanya bagi insan
pendidikan tentang sejauh mana kemampuan anak didik kita bersaing secara global.
Semakin dekatnya MEA dan masih banyaknya masyarakat yang belum memahami hal
ini, besar kemungkinan menjadi masalah besar sebab akan muncul keterkejutan massal
terutama bagi angkatan kerja yang tidak terdidik dan terlatih. Data BPS 2014
menunjukkan bahwa penduduk di atas 15 tahun yang bekerja berdasarkan pendidikan
secara berurutan SD ke bawah 46, 8%, SLTP 17, 82%, SLTA 25,23% dan pendidikan
tinggi 10, 14%. Dengan komposisi mayoritas lulusan pendidikan dasar, apakah dunia
pendidikan Indonesia siap menyiapkan sumber daya yang kompetitif?. Jika melihat fakta
yang terjadi maka rasa pesimis akan tinggi mengingat pendidikan kita masih belum
tertata dengan baik. Jangankan berbicara penyiapan sumber daya menghadapi pasar
bebas, dunia pendidikan kini lebih disibukan dengan bongkar pasang kurikulum.
Idealnya sebelum perjanjian ini dimulai pemerintah dan bangsa Indonesia terlebih
dahulu menyiapkan startegi penyiapan sumber daya dan infra struktur pendukung yang
optimal. Jika melihat landasan filosopis penerapan kurikulum 2013, kurikulum tersebut
diantaranya-- disiapkan untuk menghadapi MEA 2015. Namun, apakah buah dari
keberhasilan kurikulum tersebut akan dinikmati dalam jangka pendek. Jangankan
berbicara hasil, implementasi dilapangan saja masih carut marut karena ketidaksiapan
semua pihak. Bagaimana kita merespon MEA yang sudah ada dipelupuk mata?
Akankah kita korbankan generasi sekarang bersaing tanpa persiapan?. Era
perdagangan bebas ASEAN harus disambut oleh dunia pendidikan dengan cepat agar
sumber daya manusia Indonesia bisa siap menghadapinya tanpa banyak menimbulkan
masalah. Peningkatan kompetensi soft skill dan hard skill siswa merupakan agenda
utama agar bisa merespon perubahan tersebut. Hard skill bisa dilakukan dengan
peningkatan berbagai ketrampilan seperti, pembudidayaan tanaman, pemasaran
produk, penggunaan alat/teknologi dan bahasa Inggris. Sedangkan soft skill lebih
kepada pengembangan sikap dan mengelola manusia seperti, kepemimpinan, kerja
sama, komunikasi dan pengembangan pribadi. Dalam jangka waktu yang singkat, hard
skill merupakan keniscayaan karena mayoritas output pendidikan kita akan bekerja di
sektor bawah atau tenaga kasar. Ketrampilan ini bisa diupayakan dengan cepat karena
siswa akan diajarkan bagaimana cara bekerja. Adapun pengembangan soft skill
diprioritaskan bagi tenaga kerja level manajemenyang umumnya sulit didapat oleh
tenaga kerja lulusan pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, jika ketrampilan ini
dimiliki maka akan meningkatkan kwalitas kerja sehingga daya saing tenaga kerja
meningkat. Menyiapkan sumber daya manusia bukanlah pekerjaan mudah dan bisa
dilakukan secara instant. Namun, setidaknya guru dan sekolah bisa membekali siswa
dengan kedua ketrampilan tersebut ditambah dengan meningkatkan kepercayaan diri
dan motivasi agar terus mengembangkan diri. Karena hal itu merupakan upaya minimal
yang bisa dilakukan tetapi sangat fundamental untuk meningkatkan mentalitas dalam
menghadapi persaingan global. Sudahkah guru dan sekolah melakukannya?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yusufbh4/tantangan-pendidikan-
menyongsong-mea_54f3d97e745513962b6c80e4
RADAR PALEMBANG Semakin majunya dunia pendidikan diabad ke-21 saat ini
harus menjadi perhatian serius seluruh para guru khususnya Kepsek (Kepala Sekolah)
yang ada dikabupaten Lahat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kompetensi
dasar dan Bahasa asing wajib dikuasai oleh seluruh Kepsek agar tidak tersisih dalam
persaingan menyongsong MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) tahun ini.

Sekda Lahat Nasrun Aswari mengatakan, dengan siapnya menghadapi MEA 2015 dan
pendidikan abad 21, tentunya Disdik Kabupaten Lahat sudah membantu pemerintah
daerah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Lahat. Sehingga era
kemajuan dunia pendidikan yang diharapkan selama ini dapat terwujud sehingga
kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang siap bersaing akan terus tumbuh.

Saya sangat memberikan apresiasi kepada Disdik Lahat dalam menggelar kegiatan
seperti ini. Apalagi, dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Lahat agar tidak
tersisih dalam menyongsong MEA,ujarnya.

Selain itu, dalam meningkatkan inspirasi kepala sekolah di Kabupaten Lahat dapat
dilakukan dengan penguasaan kompetensi dasar dan memahani bahasa asing
mengingat kedepan masyarakat luar negeri akan sering berkunjung keIndonesia tak
terkecuali Bumi Seganti Setungguan.Karena itulah dia berharap pendidikan di
Kabupaten Lahat dapat terdepan dan maju di Sumsel.

Dalam menyongsong MEA 2015 dan pendidikan abad 21, tentunya pendidikan di
Kabupaten Lahat dapat berkualitas sesuai apa yang kita harapkan sebelumnya. Dalam
menyongsong MEA 2015 dan pendidikan abad 21, tentunya pendidikan di Kabupaten
Lahat dapat berkualitas sesuai apa yang kita harapkan sebelumnya,imbuhnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lahat, Sutoko menuturkan, pendidikan abad 21


sudah mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan sudah berskala internasional.
Oleh sebab itulah, dunia pendidikan salah satu wujud yang harus dikedepankan. MEA
2015 sebagai salah satu peran peningkatan pendidikan terbaik. Karena itulah, kepsek
maupun satuan pendidik harus memiliki kompetensi yang mendukung peran MEA 2015
ini sehungga dengan sosialisasi dalam menyongsong MEA 2015 dan pendidikan abad
21 adalah untuk memberikan pemahaman kepada kepala sekolah dan satuan pendidik,
serta memberikan pemahaman terhadap inspirasi kepala sekolah dalam penguasaan
bahasa asing untuk menghadapi pendidikan abad 21.ucapnya.

Sementara itu, Indra Charismiadi dari pihak PT Enducpec Indonesia mengatakan, dalam
menghadapi MEA 2015 ini, orang yang tidak memiliki skill akan tergeser. Karena itulah
pendidikan harus benar-benar bisa efektif dan efisien. Kita menagani sebanyak 9
negara dalam menghadapi MEA 2015. Karena itulah, peran dari ekonomi Asean ini
sebagai wujud yang sangat diharapkan khsusnya di dunia pendidikan,pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai