Anda di halaman 1dari 140

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING

PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP


PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008

TESIS

Oleh

ZAINUDDIN
067012059/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P rom osi Kes eh ata n H ygi en e Da n
Sani tas i T er h ada p Pe ri l ak u Hi d up B ers i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING
PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008

TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAINUDDIN
067012059/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P rom osi Kes eh ata n H ygi en e Da n
Sani tas i T er h ada p Pe ri l ak u Hi d up B ers i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION,
ENABLING, DAN REINFORCING PROMOSI
KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI
TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH
MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM
KABUPATEN ACEH TENGGARA PROPINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Zainuddin
Nomor Pokok : 067012059
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Mengetahui
Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MS)i (Ir. Evi Naria, M.Kes)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal lulus : 12 Februari 2008


Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P rom osi Kes eh ata n H ygi en e Da n
Sani tas i T er h ada p Pe ri l ak u Hi d up B ers i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008
Telah diuji

Pada Tanggal : 12 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi


Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
3. Ir. Indra Chahaya, MSi

Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P rom osi Kes eh ata n H ygi en e Da n
Sani tas i T er h ada p Pe ri l ak u Hi d up B ers i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008
PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING


PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2009

(ZAINUDDIN)

Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing P rom osi Kes eh ata n H ygi en e Da n
Sani tas i T er h ada p Pe ri l ak u Hi d up B ers i h Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008
ABSTRAK

Rendahnya cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam


merupakan indikator rendahnya mutu kesehatan lingkungan. Banyak kegiatan yang
sudah dilakukan kader/petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu hygiene dan
sanitasi melalui penyuluhan dan pelatihan, namun kenyataannya belum menunjukkan
perubahan yang bermakna pada perilaku hidup bersih masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposition,
enabling, dan reinforcing terhadap perilaku hidup bersih masyarakat. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini
menggunakan metode analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi sebanyak
3283 keluarga, dengan jumlah sampel sebanyak 86 orang. Cara penarikan sampel
dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Analisis data dilakukan
dengan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis
multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku hidup bersih yaitu faktor
predisposition (sikap) (p=0,010), faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana)
(p=0,002), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) (p=0,005),
sedangkan yang tidak berpengaruh yaitu faktor predisposition (pengetahuan)
(p=0,442). Faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor
yang paling dominan mempengaruhi perilaku hidup bersih sebesar 37,318. Seluruh
model yang diteliti dapat memprediksi perilaku hidup bersih sebesar 93,0%.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara dan pemerintah
kabupaten untuk menyediakan dan memberikan sarana kesehatan seperti saringan air
bersih, jamban sederhana, tong sampah di setiap rumah. Memberikan penghargaan
(reward) kepada masyarakat yang melakukan PHBS dengan baik agar dijadikan
teladan masyarakat lainnya. Kader / petugas kesehatan perlu melibatkan tokoh agama
dalam upaya promosi kesehatan.

Kata Kunci : Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi, perilaku hidup bersih.
ABSTRACT

The low coverage of hygiene and sanitation in Babussalam sub-district is the


indicator of the low environmental health quality. There are many activities which
have been done by the health officials to improve the hygiene and sanitation quality
through counselling and training, but in the reality, it has not shown any significant
changes on clean and healthy life behaviour in the society.
This analytical study with cross-sectional design is aimed to analyze the
influence of predisposition factors, enabling, and reinforcing on clean life behaviour
in the society living in Babussalam sub-district, Aceh Tenggara district. The samples
for this study are 86 taken by using simple random sampling from 3283 population.
Data analysis is done by using univariate, bivariate with Chi-square test and
multivariate with logistic regression test.
The result of the study shows that statistically, the variables which have
significant influences on clean and healthy life behaviour are attitude (p=0.010),
enabling factor (the availability of mean and infrastructure) (p=0.002), reinforcing
factor (health information/training) (p=0.005), while the knowledge variables does
not have any influences (p=0.442). Enabling Factor is the most dominant influence on
clean and healthy life behaviour that is 37.318. The model can explain 93,0% to clean
and healthy life behaviour.
It is expected Aceh Tenggara District of Health Service and Local
Government to provide and give the health medium such as clean water filter, simple
latrine, dustbin. Give appreciation to those who have practiced clean and healthy life
behaviour in order to be a model for others. Giving appreciation to the best health
officials can become a motivation for other officials. It is necessary to involve
religion figures in health promotion.

Keyword : Health promotion of hygiene and sanitation., clean life behaviour.


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

Rahmat, Berkah dan KaruniaNya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling,

dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi Terhadap Perilaku

Hidup Bersih Masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh

Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan-kekurangan

dalam penulisan dan pembahasannya juga menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat

terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga

kepada: Prof. Dr. Rita F. Dalimunthe, MSi, selaku ketua Komisi Pembimbing dan

Ir.Evi Naria, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran

dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga

sampai selesainya penulisan tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara Medan yang memberikan izin penulisan tesis ini.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan.

4. Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan kritikan saran

guna penyempurnaan tesis ini.

5. Dr. Ramulia, SpOG, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tenggara beserta jajarannya

yang telah memberikan izin penelitian.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi AKK SPs USU, yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Buat keluarga terutama Ayahanda dan Ibunda serta kedua mertua penulis yang

memberikan support untuk menyelesaikan pendidikan ini.

8. Teristimewa istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menjadi salah satu

sumber motivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi AKK USU yang

saling memberikan dukungan dan semangat hingga selesainya tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2009

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Nama : H. ZAINUDDIN
Tempat/Tgl. Lahir : Kutacane, 04 Maret 1964
Alamat Rumah : Jl. Kenari No. 6 Kutacane
Alamat Kantor : Dinas Kesehatan Aceh Tenggara / PMI Cabang Aceh
Tenggara
Golongan Ruang : Pembina (IV/A)
Jabatan : - Kabid Pembinaan Pelkes Dinkes Agara
- Ketua PMI Cabang Agara
Agama : Islam
Status : Menikah dengan 5 orang anak, seluruhnya
perempuan.
Nama Istri : Hj. Suryati, AMd.Keb.
Kepala Pustu Kutambaru Dinkes Aceh Tenggara

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1972-1978 : SD Negeri I Kutacane
2. Tahun 1978-1981 : SMP Negeri I Kutacane
3. Tahun 1981-1984 : SPK Banda Aceh
4. Tahun 1999-2002 : Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Langsa
5. Tahun 2002-2004 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Takasima Medan Sumatera Utara
6. Tahun 2006-2008 : Sekolah Pascasarjana USU Medan
Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT.................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .................................................................. 1
1.2. Permasalahan .................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 7
1.4. Hipotesis Penelitian ........................................................... 8
1.5. Manfaat .............................................................................. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10


2.1. Promosi Kesehatan ............................................................ 10
2.2. Kesehatan Lingkungan ...................................................... 26
2.3. Landasan Teori .................................................................. 44
2.4. Kerangka Konsep .............................................................. 47

BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................ 50


3.1. Jenis Penelitian .................................................................. 50
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ........................... 50
3.3. Populasi dan Sampel .......................................................... 50
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................... 53
3.5. Variabel dan Definisi Operasional .................................... 56
3.6. Metode Pengukuran .......................................................... 58
3.7. Metode Analisis Data ........................................................ 61

BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................. 62


4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian .............................................. 62
4.2. Analisis Univariat ............................................................. 64
4.3. Analisis Bivariat ................................................................ 76
4.4. Analisis Multivariat ........................................................... 78
BAB 5 PEMBAHASAN ....................................................................... 81
5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Hidup Bersih .. 82
5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Hidup Bersih.............. 84
5.3. Pengaruh Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan
Prasarana) Terhadap Perilaku Hidup Bersih ...................... 87
5.4. Pengaruh Faktor Reinforcing (Informasi/Pelatihan
Kesehatan) Terhadap Perilaku Hidup Bersih..................... 90
5.5. Perilaku Hidup Bersih Masyarakat ................................... 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 95


6.1. Kesimpulan ....................................................................... 95
6.2. Saran-Saran ....................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 97


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Distribusi Sampel yang Terpilih Menurut Desa di Kecamatan


Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara ..................................... 52

3.2. Validitas Instrumen Penelitian ................................................... 55

3.3. Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ....................... 61

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis


Kelamin, dan pendidikan) di Kecamatan Babussalam
Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008...................................... 64

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan yang


diperoleh dari Petugas Kesehatan di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ...................................................................................... 66

4.3. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan yang diperoleh


dari Petugas Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 .. 67

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Terhadap


Petugas Promosi Kesehatan di Kecamatan Babussalam Tahun
2008.................................................................................................. 68

4.5. Kategori Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten


Babussalam Tahun 2008 ............................................................. 68

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Enabling


(Ketersediaan Sarana dan Prasarana) di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ...................................................................................... 70

4.7. Kategori Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana dan


Prasarana di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ...................... 70

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Reinforcing


(Informasi / Pelatihan Kesehatan) di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ...................................................................................... 73
4.9. Kategori Responden Berdasarkan Informasi / Pelatihan
Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ..................... 73

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator PHBS di Kecamatan


Babussalam Tahun 2008 .................................................................. 75

4.11. Kategori Responden Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih dan


Sehat di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ............................. 75

4.12. Tabulasi Silang Antara Variabel Independen Dengan Variabel


Dependen di Kabupaten Babussalam Tahun 2008...................... 77

4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama yang Akan
Masuk Dalam Model ................................................................... 79

4.14. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua............... 79


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan............................ 27

2. Hubungan Promosi Kesehatan Dengan Determinan Perilaku..... 44

3. Hubungan Antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat ...... 45

4. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 49


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian .................................................................. 100

2. Sebaran Hasil Ujicoba Kuesioner (Instrumen Penelitian)........... 105

3. Reliabilitas Instrumen Penelitian ............................................... 106

4. Master Data Penelitian ............................................................... 108

5. Output SPSS 111

6. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana Universitas


Sumatera Utara 126

7. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh


Tenggara 127
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku hidup bersih anggota masyarakat ikut berkontribusi pada kesehatan

seluruh masyarakat. Secara umum, kebanyakan masyarakat masih menganggap

perilaku hidup bersih merupakan urusan pribadi yang tidak terlalu penting. Masih

ada masyarakat yang tidak memiliki jamban di rumah atau buang air besar

sembarangan. Mereka belum melihat bahwa buruknya perilaku terkait sanitasi oleh

salah satu anggota masyarakat, juga akan mempengaruhi kualitas kesehatan

masyarakat lainnya (Priatna, 2007).

Masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan

faktor non perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu, upaya untuk

memecahkan masalah kesehatan juga ditujukan atau diarahkan kepada kedua faktor

tersebut. Perbaikan lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta

peningkatan pelayanan kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan terhadap

faktor non-perilaku. Sedangkan pendekatan (intervensi) terhadap faktor perilaku

adalah promosi atau pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

Promosi kesehatan sebenarnya sama dengan pendidikan kesehatan.

Sebelumnya pendidikan kesehatan lebih diartikan sebagai upaya yang terencana

untuk perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan norma-norma kesehatan, maka

promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga

1
perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Di samping

itu, promosi kesehatan lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan hidup

sehat, bukan sekedar berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2007).

Sasaran promosi kesehatan bukan hanya masyarakat saja, tetapi juga para

petugas kesehatan. Tujuannya tentu berbeda, bagi masyarakat diharapkan agar

mereka sadar akan pentingnya kesehatan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat

lingkungannya, dan bagi petugas kesehatan, agar mereka juga dapat menjadi panutan

dalam cara hidup sehat, serta mampu menggunakan teknologi pendidikan kesehatan

dalam melaksanakan tugasnya, yang dilaksanakan sedemikian rupa, hingga

masyarakat yang menjadi sasarannya menjadikan cara hidup bersih dan sehat sebagai

pola hidupnya sehari-hari (Entjang, 2000).

Promosi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat pada saat ini sebagai

revitalisasi atau perubahan dari pendidikan kesehatan pada waktu lalu. Para ahli

pendidikan kesehatan global yang dimotori WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi

pendidikan kesehatan dengan menggunakan istilah promosi kesehatan. Promosi

kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga perubahan

lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2005).

Inti dari kegiatan promosi kesehatan yaitu masyarakat diharapkan dapat

mengerti, paham dan dapat memberdayakan diri, keluarga dan lingkungannya dalam

menciptakan hygiene dan sanitasi di lingkungan yang akhirnya terciptanya perilaku

hidup bersih dan sehat di masyarakat (Notoatmodjo, 2007).


Hygiene sanitasi merupakan suatu upaya untuk mengendalikan faktor

lingkungan, orang, tempat, fasilitas dan perlengkapannya, yang dapat atau mungkin

dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi masyarakat. Masalah

kesehatan hygiene dan sanitasi ini merupakan masalah yang sering terjadi dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global. Di negara-negara berkembang

masalah kesehatan lingkungan sering muncul pada sanitasi (jamban), penyediaan air

minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air

kotor) (Entjang, 2000).

Hygiene dan sanitasi merupakan bagian dari kesehatan lingkungan, yang

meliputi kebersihan lingkungan, dimulai dari keluarga, sehingga merupakan

kebiasaan dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku sehat untuk lingkungan

dan diri merupakan tujuan dari program pembangunan kesehatan. Program

pembangunan kesehatan pada dasarnya ada 6 (enam) program, diantaranya yaitu

program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat (Depkes RI,

2003).

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan World Health

Organization (WHO) dengan melakukan penelitian dan penyelidikan di seluruh

dunia, dimana didapatkan hasil bahwa masih tingginya angka mortalitas dan

morbiditas serta seringnya terjadi epidemi yang terdapat di tempat-tempat dimana

hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk. Seperti di tempat-tempat dimana terdapat

banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah

tangga yang buruk, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan sosio ekonomi yang
jelek. Hal ini berbanding terbalik dengan tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi

lingkungannya telah diperbaiki, didapatkan bahwa angka mortalitas dan

morbiditasnya menurun serta wabah penyakit berkurang dengan sendirinya

(Notoatmodjo, 2005).

Menurut WHO, bahwa di negara-negara sedang berkembang terdapat banyak

penyakit kronis endemis, sering terjadi epidemi, masa hidup yang pendek serta angka

kematian bayi dan anak-anak yang tinggi. Hal ini disebabkan, antara lain berkaitan

dengan sanitasi dan hygiene, yaitu pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi

karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan faeces manusia, Infeksi yang

disebabkan antropoda, rodent, molusca dan vektor penyakit lainnya, pengotoran air

susu dan makanan lainnya serta perumahan yang terlalu sempit (Entjang, 2000)

Mengingat hal-hal tersebut di atas di Indonesia telah dilakukan usaha dalam

hygiene dan sanitasi lingkungan yang meliputi :penyediaan air rumah tangga yang

baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya, mengatur pembuangan kotoran sampah

dan air limbah, mendirikan rumah-rumah sehat, dan pembasmian binatang penyebar

penyakit seperti, lalat, nyamuk, kutu. Disamping itu juga dilakukan pengawasan

terhadap bahaya pengotoran udara. Bahaya radiasi dari sisa-sisa zat radio aktif sesuai

dengan perkembangan negaranya.

Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu daerah yang secara geografis

berada pada daerah tropis dengan luas wilayah 4.182,3 km yang terbagi menjadi 11

kecamatan, dimana iklim dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biak
vektor serta kuman penyakit serta berpeluang terhadap terjadinya masalah sanitasi

dan hygiene yang akhirnya dapat mengancam kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data pada Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara

pada tahun 2006 didapatkan bahwa masih terdapat masalah kesehatan lingkungan

yang memerlukan penanganan serius, diantaranya yaitu jumlah keluarga yang

diperiksa yang memiliki akses sanitasi dasar masih rendah. Penyakit yang banyak

timbul di masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara adalah penyakit diare, scabies, dan

penyakit yang bersumber dari binatang seperti malaria, DBD, dan lainnya. Masalah

lain seperti kurang gizi, Perilaku kesehatan yang kurang bersih terhadap lingkungan,

kedaruratan, kejadian bencana dan sejenis (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).

Salah satu kecamatan yang menjadi barometer dalam masalah hygiene dan

sanitasi adalah Kecamatan Babussalam yang merupakan gambaran daerah ibu kota

kabupaten dengan jumlah penduduk sebanyak 24.925 jiwa. Kecamatan Babussalam

merupakan daerah perkotaan yang padat, sehingga berpotensi terhadap timbulnya

masalah kesehatan (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).

Gambaran hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam masih rendah, hal

ini dapat dilihat dari persentase Kepala Keluarga (KK) yang memiliki sarana

kesehatan lingkungan, yaitu: Jamban (47,33%), Tempat Sampah (31,26%),

Pengelolaan Air Limbah (46,10%), Persediaan Air Bersih (83,30%), Ledeng (35%),

Sumur Pompa Tangan (0,68%), Sumur Gali (35,98%), Rumah Sehat (46,24%) dan

kepala keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat (0,25%). Target cakupan higiene

dan sanitasi nasional adalah 85% (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Dari keadaan di atas didapat bahwa kondisi hygiene dan sanitasi di Kecamatan

Babussalam masih rendah dan harus diupayakan untuk meningkatkannya. Kondisi

hygiene dan sanitasi yang rendah tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan

masyarakat misalnya warga buang air besar (BAB) di sungai, membuang sampah di

saluran air, dan lain-lain yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.

Berdasarkan data pola penyakit terbanyak yaitu: ISPA, diare, malaria klinis,

pneumonia, penyakit kulit infeksi, rematik, asma, hipertensi, bronkhitis dan tukak

lambung (Profil Kesehatan Kecamatan Babussalam, 2007).

Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas hygiene dan

sanitasi telah dilaksanakan dengan melibatkan berbagai instansi terkait seperti

pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan,

pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan sampai kepada pemberdayaan

masyarakat. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan

langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih jamban sehat,

perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor (Dinas Kesehatan

Propinsi NAD, 2006). Namun upaya tersebut jika tidak didukung oleh masyarakat

maka tidak akan berdampak besar terhadap kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2005) upaya untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat mencakup 2 aspek, yaitu pencegahan penyakit (preventif) dan promotif

(peningkatan kesehatan) itu sendiri. Upaya kesehatan promotif mengandung makna

kesehatan seseorang, kelompok atau individu dan harus selalu diupayakan sampai ke
tingkat kesehatan yang optimal. Salah satu upaya pemecahan masalah kesehatan yang

dapat dilakukan adalah melalui promosi kesehatan.

Banyak kegiatan promosi kesehatan yang telah dilakukan di Kecamatan

Babussalam selama ini baik yang dilakukan secara langsung oleh petugas promosi

Puskesmas maupun pihak Dinas Kesehatan Kabupaten. Diantara kegiatan yang sudah

pernah dilakukan adalah Pelatihan kader desa dalam kegiatan promosi hygiene dan

sanitasi, pelatihan petugas posyandu, pelatihan bidan desa, pemutaran film dan

promosi melalui radio.

Pemerintah daerah Kabupaten Aceh tenggara sendiri telah melakukan upaya

untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat salah satunya adalah perwujudan

dari peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan terpadu, dengan adanya kader

yang dipilih oleh masyarakat, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh

petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat.

Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan faktor

terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu,

kelompok dan atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan

meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada

faktor perilaku ini sangat strategis.

Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3

(tiga) faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.

Oleh sebab itu dalam promosi kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis
ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan

terhadap ketiga faktor tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan

menganalisis faktor predisposisi, enabling, dan reinforcing promosi kesehatan

tentang hygiene dan sanitasi pengaruhnya terhadap perilaku hidup bersih di

Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008.

1.2. Permasalahan

Masih rendahnya angka cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan

Babussalam merupakan bukti bahwa rendahnya mutu kesehatan lingkungan di

kecamatan tersebut, banyak kegiatan yang sudah dilakukan untuk peningkatan mutu

hygiene dan sanitasi yang salah satunya melalui kegiatan promosi kesehatan di

masyarakat melalui penyuluhan, pelatihan, pemutaran film, promosi lewat radio dan

kegiatan lainnya yang mendukung, namun kenyataan belum menunjukkan perubahan

yang bermakna pada perilaku masyarakat.

Kegiatan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan tersebut

merupakan upaya untuk merubah perilaku masyarakat terhadap perilaku hidup bersih

dan sehat. Namun apakah upaya tersebut sudah cukup efektif dan berpengaruh

terhadap perubahan perilaku masyarakat, hal inilah yang mendasari peneliti untuk

menganalisis permasalahan tersebut.


1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor predisposition (pengetahuan, sikap), faktor

enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan)

promosi kesehatan terhadap perilaku hidup bersih masyarakat di Kecamatan

Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.

1.4. Hipotesis Penelitian

Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang terdiri dari faktor predisposition

(pengetahuan, sikap), faktor enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing

(informasi/pelatihan kesehatan) berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih

masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.

1.5 Manfaat

1. Sebagai masukan bagi perencanaan pelaksanaan program kesehatan lingkungan di

Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang mendukung kegiatan promosi kesehatan

di masyarakat khususnya Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu dalam manajemen kesehatan

masyarakat terutama yang menyangkut dengan pemberdayaan tenaga kesehatan

di masyarakat.

3. Memudahkan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk dapat melaksanakan

pengelolaan hygiene dan sanitasi secara mandiri sehingga dapat meningkatkan

kesehatan keluarga.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat adalah sebagai bagian

dari tingkat pencegahan penyakit. Menurut Mee Lian dalam Notoatmodjo (2007),

promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat

meningkatkan kemampuan dan keterampilannya guna mengontrol berbagai faktor

yang berpengaruh pada kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat

kesehatannya. Promosi kesehatan merupakan kombinasi pendidikan kesehatan dan

pendekatan organisasi, ekonomi, lingkungan yang seluruhnya mendukung terciptanya

perilaku yang kondusif dengan kesehatan.

Batasan promosi kesehatan menurut Victorian Health Foundation-Australia

(1997) dalam Notoatmodjo (2005), adalah suatu program perubahan perilaku

masyarakat yang menyeluruh. Bukan hanya perubahan perilaku tetapi juga perubahan

lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti oleh perubahan lingkungan tidak

efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama. Contoh orang Indonesia yang

pernah tinggal di negara maju seperti Amerika. Sewaktu di Amerika ia telah

berperilaku teratur mengikuti budaya antri dalam memperoleh pelayanan apa saja,

naik bus, kereta dan sebagainya. Tetapi setelah kembali ke Indonesia, dimana budaya

antri (lingkungan) belum ada, maka ia akan ikut berebut waktu naik bus, naik kereta

10
11

dan sebagainya. Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekedar mengubah perilaku

saja tetapi juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan sebagainya.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh WHO dan para ahli pendidikan

kesehatan, terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi,

tetapi praktik masih sangat rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan atau peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan peningkatan atau

perubahan perilakunya. Dari penelitian yang telah ada, terungkap bahwa 80 persen

masyarakat tahu cara mencegah penyakit demam berdarah dengan melakukan 3 M

(menguras, menutup, mengubur) barang-barang yang dapat menampung air, tetapi

hanya 35 persen dari masyarakat tersebut yang benar-benar melakukan atau

mempraktikkan 3 M (Notoatmodjo, 2005).

Keadaan ini membuat kita berpikir bahwa praktik hidup sehat harus

ditingkatkan lagi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku

adalah melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai visi, yaitu

masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Agar

masyarakat mau dan mampu diperlukan upaya-upaya. Upaya untuk mewujudkan visi

ini disebut misi promosi kesehatan, yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai

visi. Secara umum misi promosi kesehatan yaitu :

a. Advokat (advocate)

Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari

berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah

meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa


12

program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting (urgen). Oleh sebab itu,

perlu dukungan kebijakan atau keputusan dari para pejabat tersebut.

b. Menjembatani (Mediate)

Promosi kesehatan juga mempunyai misi mediator atau menjembatani antara

sektor kesehatan dengan sektor lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain promosi

kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan.

Kemitraan adalah sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan

tidak mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu kompleks dan

luas.

c. Memampukan (enable)

Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yaitu masyarakat mau dan mampu

memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi

utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau

melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan harus memberikan

keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang

kesehatan (Pratomo, 2005).

2.1.1. Strategi Promosi Kesehatan

Guna mencapai tujuan promosi kesehatan secara efektif dan efisien,

diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini disebut strategi, yakni

cara mencapai tujuan promosi kesehatan agar berhasil guna dan berdaya guna.
13

Menurut WHO (1994) dalam (Notoatmodjo, 2005), strategi promosi kesehatan,

yaitu:

a. Advokasi (Advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain

membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks

promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan

atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para

pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.

b. Dukungan Sosial (Social support)

Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencapai dukungan

sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal

maupun nonformal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh

masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program

kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.

c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada

masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan

kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka

sendiri (visi promosi kesehatan) dimana sasaran pemberdayaan masyarakat

adalah masyarakat itu sendiri.

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa Canada pada tahun

1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Di dalam Piagam Ottawa


14

tersebut dirumuskan pula strategi baru promosi kesehatan, yang mencakup 5 butir,

yaitu:

1) Kebijakan Berwawasan Kebijakan (Healthy Public Policy)

Maksudnya adalah suatu strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para

pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang

mendukung atau menguntungkan kesehatan.

2) Lingkungan yang mendukung (Supportive Environment)

Strategi ini ditujukan kepada pengelola tempat umum termasuk pemerintah kota,

agar mereka menyediakan sarana prasarana atau fasilitas yang mendukung

terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau sekurang-kurangnya pengunjung

tempat-tempat umum tersebut.

3) Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)

Penyelenggara (penyedia) pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan swasta dan

masyarakat adalah sebagai pemakai atau pengguna pelayanan kesehatan.

Pemahaman ini harus disorientasi lagi, bahwa masyarakat bukan hanya pengguna

atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga sebagai penyelenggara,

dalam batas-batas tertentu.

4) Keterampilan Individu (Personnel Skill)

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri dari individu,

keluarga dan kelompok-kelompok. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat akan

terwujud apabila kesehatan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-

kelompok tersebut terwujud. Oleh sebab itu, strategi untuk mewujudkan


15

keterampilan individu-individu (personal skill) dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan adalah sangat penting.

5) Gerakan Masyarakat (Community Action)

Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang mau dan mampu memelihara

dan meningkatkan kesehatannya seperti tersebut dalam visi promosi kesehatan

ini, maka di dalam masyarakat itu sendiri harus ada gerakan atau kegiatan-

kegiatan untuk kesehatan. Oleh sebab itu, promosi kesehatan harus mendorong

dan memacu kegiatan-kegiatan di masyarakat dalam mewujudkan kesehatan

mereka.

Menurut Labonte dalam Notoatmodjo (2005), bahwa promosi kesehatan harus

memasukkan konsep pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan efektivitas promosi

kesehatan. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, maka konsep

promosi kesehatan berkembang menjadi 2 (dua), yaitu yang disebut sebagai

konvensional, dan yang selanjutnya disebut radikal. Yang bersifat konvensional

masih diletakkan pada upaya mencegah penyakit melalui pengelolaan gaya hidup,

atau apabila pada kasus-kasus penyakit infeksi, melalui pengendalian vektor. Namun

yang disebut radikal, promosi kesehatan dilakukan melalui upaya pemberdayaan dan

advokasi. Sehingga berikutnya pendekatan promosi kesehatan bukan hanya

pendekatan dari bawah ke atas tetapi dari bawah ke atas (bottom up). Pendekatan dari

bawah ke atas seringkali dianggap sebagai pendekatan yang tidak efektif, karena

adanya asumsi bahwa yang memahami persoalan kesehatan adalah pihak petugas

(provider), sebab provider adalah kelompok masyarakat yang sudah terdidik dengan
16

baik sehingga mempunyai kemampuan untuk mengenali masalah, menyusun

perencanaan sampai dengan menetapkan rancangan dan indikator evaluasinya.

Setiap pendekatan mempunyai karakteristik yang khas. Pendekatan atas ke

bawah (top-down) program-programnya mengikuti suatu daur yang terdiri dari

rancangan umum, menetapkan tujuan, memilih strategi, manajemen dan

implementasi strategi dan evaluasi. Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up)

dimulai dari upaya pihak luar membantu masyarakat mengidentifikasi permasalahan

yang penting dan relevan dengan kehidupannya, serta membantu mereka

mengembangkan strategi untuk memecahkannya. Program dalam pendekatan

bottom up dirancang dan dinegosiasikan dengan masyarakat, serta membutuhkan

waktu yang lebih lama.

Promosi kesehatan juga didasarkan pada dimensi dan tempat pelaksanaannya,

oleh sebab itu ruang lingkup promosi kesehatan didasarkan kepada 2 dimensi yaitu

dimensi aspek sasaran pelayanan kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi

kesehatan atau tatanan (setting), (Notoatmodjo, 2005).

1. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan:

a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif

Sasaran promosi kesehatan pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar

mereka mampu meningkatkan kesehatannya.

b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif

Disamping kelompok orang yang sehat, sasaran promosi kesehatan pada

tingkat ini adalah kelompok yang berisiko tinggi (high risk). Tujuan utama
17

promosi kesehatan ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut

agar tidak jatuh atau menjadi/terkena sakit (primary preventif).

c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

Sasaran promosi kesehatan ini adalah para penderita penyakit (pasien),

terutama untuk penderita penyakit-penyakit kronis. Tujuan promosi ini agar

kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah

(secondary prevention).

d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif

Sasaran pokok promosi kesehatan ini adalah kelompok penderita atau pasien

yang baru sembuh (recovery) dari suatu penyakit. Tujuan utamanya adalah

agar mereka segera pulih kembali kesehatannya, dan atau mengurangi

kecacatan seminimal mungkin (tertiary prevention).

2. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan, (tempat pelaksanaan):

a) Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

b) Promosi kesehatan pada tatanan sekolah

c) Promosi kesehatan pada tatanan kerja

d) Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)

Menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku sehat bagi

pengunjungnya, misal tersedianya tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat

pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi perokok dan non perokok, kantin,

dan sebagainya.
18

e) Promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan

Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, balai

pengobatan, poliklinik, tempat praktik dokter dan sebagainya adalah tempat

yang paling strategis untuk promosi kesehatan.

2.1.2. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan

Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara

atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan

promosi kesehatan.

Menurut teori Notoatmodjo (2007), berdasarkan sasaran, metode dan teknik

promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Metode promosi kesehatan individual

Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan sasarannya dapat

berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui

sarana komunikasi lainnya, misal telepon. Cara ini paling efektif karena antara

petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespon dalam

waktu yang bersamaan.

b. Metode promosi kesehatan kelompok

Teknik dan metode promosi kelompok digunakan untuk sasaran kelompok.

Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kelompok kecil (terdiri dari

6-15 orang) dan kelompok besar (15-50 orang). Oleh sebab itu, metode ini dapat

dibagi menjadi 2 yaitu (Pratomo, 2005):


19

1). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya:

diskusi kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju

(snow ball), bermain peran (role play), metode permainan simulasi, dan

sebagainya. Untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan media

seperti lembar balik, alat peraga, slide, dan sebagainya.

2). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar, misal: metode

ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar,

lokakarya, dan sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu

dengan alat bantu, seperti overhead projector, slide projector, film, sound

system, dan sebagainya.

c. Metode promosi kesehatan massal

Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik, maka metode ini

tidak akan efektif. Merancang metode ini memang paling sulit, sebab sasaran

publik sangat heterogen, baik dilihat dari kelompok umur, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. Metode yang sering

digunakan :

1) Ceramah umum, misal di lapangan terbuka dan tempat umum (public place).

2) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio, televisi.

3) Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah, tabloid, leaflet, buku,

selebaran, poster, dan sebagainya.

4) Penggunaan media di luar ruang, misal: billboard, spanduk, umbul-umbul,

dan sebagainya.
20

2.1.3. Promosi Kesehatan Dan Perilaku

Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor

utama, yaitu perilaku dan non-perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan

sebagainya). Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih

dan pembuangan tinja, penyediaan pelayanan kesehatan, dan sebagainya adalah

upaya intervensi terhadap faktor fisik (non-perilaku). Sedangkan upaya intervensi

terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni (Krianto,

2005):

a. Pendidikan (education)

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk

memelihara, dan meningkatkan kesehatannya. Hasil dari pendidikan kesehatan

ini diharapkan akan berlangsung lama dan menetap (langgeng) karena didasari

oleh kesadaran.

b. Paksaan atau tekanan (coercion)

Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar mereka

melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

mereka sendiri. Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat,

tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran

untuk apa mereka berperilaku seperti itu.


21

Berdasarkan keuntungan dan kerugian dua pendekatan tersebut, maka

pendekatan pendidikan paling cocok sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan

masyarakat, melalui faktor perilaku. Promosi kesehatan merupakan revitalisasi

pendidikan kesehatan, maka dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan

upaya intervensi terhadap faktor perilaku dalam masalah kesehatan masyarakat.

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,

maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku

tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan

dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green

dalam Notoatmodjo (2005), perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :

a. Faktor predisposisi (predisposition factor)

Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap

seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya

perilaku ibu untuk selalu menjaga kebersihan keluarganya, akan dipermudah

apabila ibu tersebut tahu apa manfaat menjaga kebersihan, tahu siapa dan

bagaimana menjaga kebersihan itu dilakukan. Demikian pula, perilaku tersebut

akan dipermudah bila ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif

terhadap kebersihan. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di

masyarakat setempat juga mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif)

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.


22

1) Pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan resultan dari

akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut

sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau

penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara

dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.

Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah perubahan

perilaku masyarakat dalam hidup bersih. Dengan pengetahuan yang baik

tentang air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi,

kesesuaian lantai rumah dengan penghuni, maka individu akan lebih mudah

merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik.

2) Sikap

Sikap merupakan suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif

maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.

(Walgito, 2003)

Sedangkan L.L. Thurston dalam Ahmadi (2002), menyatakan sikap

sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang

berhubungan dengan obyek psikologi. Orang memiliki sikap positif

terhadap suatu objek apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable,

sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif bila ia tidak

suka atau sikap unfavorable terhadap obyek.


23

Sikap masyarakat dapat positif maupun negatif terhadap promosi

kesehatan hygiene dan sanitasi berhubungan dengan obyek dan upaya

petugas kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan mengenai air

bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan

kesesuaian lantai rumah dengan penghuni.

b. Faktor Pemungkin (enabling factor)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,

sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin

terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk

memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan

masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses

(terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.

Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu yang selalu menjaga

kesehatannya, maka diperlukan alat-alat kebersihan, air bersih, dan sebagainya.

Agar seseorang atau masyarakat buang air besar di jamban, maka harus tersedia

jamban, atau mempunyai uang untuk membeli alat-alat kebersihan atau

membangun jamban sendiri.

Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan

dalam mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya

(enabling factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun

kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun


24

praktik tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah.

Setelah dilakukan pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang,

ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung

masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan

pengetahuan orang atau masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila

tidak didukung oleh fasilitas, yaitu tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan

yang bergizi, fasilitas imunisasi, pelayanan kesehatan dan sebagainya maka

mereka sulit untuk mewujudkan perilaku tersebut.

c. Faktor Penguat (reinforcing factor)

Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum

menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi, bahwa

individu/keluarga sudah tahu manfaat kebersihan dan juga telah tersedia peralatan

dan sarana kebersihan, tetapi belum melakukannya karena alasan sederhana,

yakni bahwa orang yang disegani dalam masyarakat tersebut belum

melakukannya dengan maksimal, seperti lurah/kepala desa, guru, tenaga

kesehatan, dan sebagainya. Menurut Green dan Marshall (2005), faktor

reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat

menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor reinforcing

meliputi dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga

kesehatan.
25

Berdasarkan faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi

kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 (tiga) faktor

tersebut (Notoatmodjo, 2005) :

a. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor pemudah

(predisposisi) adalah dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan

dan penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau

meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, yang diperlukan oleh

seseorang atau masyarakat, sehingga akan memudahkan terjadinya perilaku

sehat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meluruskan tradisi, kepercayaan,

nilai yang tidak kondusif bagi perilaku sehat, dan akhirnya berakibat buruk

bagi kesehatan mereka.

b. Kegiatan promosi yang ditujukan kepada faktor pemungkin (enabling) adalah

memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan

masyarakat. Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat mampu untuk

memfasilitasi diri mereka atau masyarakat sendiri untuk berperilaku sehat.

Misalnya masyarakat mampu membangun sarana air bersih, jamban keluarga/

umum. Intervensi pada faktor enabling ini tidak saja memberikan fasilitas atau

sarana prasarana kesehatan, tetapi juga memberikan kemampuan kepada

seseorang atau masyarakat, termasuk kemampuan ekonomi untuk mengadakan

atau menyediakan sarana sebagai pendukung perilaku kesehatan mereka.

c. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor penguat (reinforcing)

adalah berupa pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat. Kegiatan


26

pelatihan ini mempunyai 2 (dua) tujuan, pertama agar para tokoh masyarakat

tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku sehat) bagi masyarakat

sekitarnya. Kedua, para tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan

pengetahuan tentang kesehatan kepada orang lain atau masyarakat sesuai dengan

ketokohan mereka. Misal, seorang uztad dalam ceramahnya menyisipkan pesan-

pesan kesehatan. Disamping pelatihan, kegiatan promosi pada faktor ini dapat

dilakukan melalui cara advokasi pada para pejabat formal. Dengan kegiatan ini,

para pejabat formal dapat mengeluarkan surat keputusan, peraturan, instruksi

kepada sasaran atau masyarakat agar berperilaku sehat. Misal, adanya peraturan

daerah yang mengatakan barang siapa membuang sampah sembarangan akan

mendapat denda Rp. 5.000.000. Hal ini akan memperkuat perilaku masyarakat

untuk membuang sampah di tempat yang disediakan.

2.2. Kesehatan Lingkungan

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya

sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah

sehat-sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Hendrik L. Blum menggambarkan secara singkat ringkas sebagai berikut :


27

Keturunan

Status Lingkungan:
Pelayanan Kesehatan - Fisik
Kesehatan - Sosial ekonomi

Perilaku

Sumber : Notoatmodjo (2003)

Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan

Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan

kesehatan) di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling

berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal,

bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang

optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak

optimal), maka status kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.

Pengaruh lingkungan terhadap derajat kesehatan masyarakat antara lain

tercermin dari akses masyarakat terhadap air. Pengaruh lingkungan terhadap derajat

kesehatan masyarakat antara lain tercermin dari akses masyarakat terhadap air bersih

dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) tahun 2005, persentase rumah tangga yang mempunyai akses

terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50 persen dan akses rumah
28

tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5 persen. Kesehatan lingkungan

yang merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan

kewilayahan (Adisasmito, 2007).

2.2.1. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,

biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana

lingkungan yang berguna, ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan,

diperbaiki dan dihilangkan (Entjang, 2000).

Hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik dapat diwujudkan dari perilaku

hidup bersih. Hidup bersih adalah terciptanya lingkungan yang sehat, diantaranya

dinilai dari persentase keluarga yang memiliki air bersih, memiliki jamban sehat,

keluarga yang mengelola sampah dengan baik, dan mengelola air limbah dengan

aman (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).

Menurut program kesehatan yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Tenggara (2007), target yang diharapkan dari hygiene dan sanitasi

lingkungan untuk tahun 2010 adalah : a) Keluarga yang memiliki persediaan air

bersih/air minum sehat adalah 90%, b) Keluarga yang memiliki jamban sehat adalah

85%, c) Keluarga yang mengelola sampah dengan baik adalah 80%, d) Keluarga yang

mengelola air limbah dengan aman adalah 86%.


29

2.2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya

untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu

mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan

kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2006). Rumah tangga sehat adalah rumah

tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS di rumah tangga dan 3 indikator gaya

hidup sehat, yaitu:

Indikator PHBS di rumah tangga :

1) pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

2) bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan

3) mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan

4) ketersediaan air bersih

5) ketersediaan jamban

6) kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni

7) lantai rumah bukan dari tanah

Indikator gaya hidup sehat :

1) makan buah dan sayur setiap hari

2) melakukan aktivitas fisik setiap hari

3) tidak merokok di dalam rumah

Melihat dari indikator perilaku hidup bersih, yang termasuk ke dalam

lingkungan yaitu ketersediaan air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air

limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian luas lantai dengan penghuni dan lantai
30

rumah. Lingkungan yang menjadi indikator perilaku hidup bersih disini hanya

sebagian daripada yang termasuk ke dalam hygiene dan sanitasi Lingkungan.

Menurut (Entjang, 2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan

lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan

manusia, yaitu dengan meningkatkan lingkungan yang berguna. Di dalam penelitian

ini akan dibahas perilaku hidup bersih yang mencakup hygiene dan sanitasi saja,

dimana syarat untuk hygiene dan sanitasi lingkungan yang bersih yaitu:

2.2.2.1. Persediaan Air Bersih

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,

masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Diantara kegunaan air tersebut, yang sangat

penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu untuk keperluan air minum

air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan

penyakit bagi manusia.

Syarat air minum yang sehat harus memenuhi (Notoatmodjo, 2003) :

a. Syarat Fisik: tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.

b. Syarat Bakteriologis: harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen

c. Syarat Kimia: harus mengandung zat-zat tertentu di dalam kadar yang dibenarkan

untuk Fluor 1-1,5 mg/l, Chlor 250 mg/l, Arsen 0,05 mg/l, Tembaga 1,0 mg/l, Besi

0,3 mg/l.

Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber

air minum adalah :


31

a. Air hujan: perlu penambahan kalsium karena tidak mengandung kalsium.

b. Air sungai dan danau: air permukaan yang jika sudah tercemar dari berbagai

macam kotoran, maka bila untuk air minum harus diolah terlebih dahulu.

c. Mata air: berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah dan belum tercemar.

d. Air sumur dangkal: belum begitu sehat, pemakaian untuk minum harus direbus

dahulu, biasanya antara 5-15 meter dari permukaan tanah.

e. Air sumur dalam: biasanya dalam dari permukaan tanah lebih 15 meter.

Syarat sumur agar tidak tercemar adalah :

a. Harus ada bibir sumur, agar bila musim hujan tiba, air tanah tidak masuk ke

dalamnya.

b. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus di tembok.

c. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi

kekeruhan.

2.2.2.2. Jamban Tempat Pengelolaan Kotoran

Jamban merupakan teknologi pembuangan tinja. Dalam buku Notoatmodjo

(2003), untuk mencegah/mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan tinja harus dikelola dengan baik. Syarat jamban yang sehat adalah :

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut

b. Tidak mengotori air permukaan dan air tanah sekitarnya.

c. Tidak dapat terjangkau dari serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-

binatang lainnya.
32

d. Tidak menimbulkan bau dan mudah digunakan serta dipelihara.

e. Sederhana desainnya dan murah serta dapat diterima oleh pemakainya.

Untuk memenuhi syarat jamban yang sehat maka perlu diperhatikan hal

berikut :

a. Sebaiknya jamban tertutup

b. Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat.

c. Bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan,

tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih serta

sabun.

Tipe-tipe jamban adalah (Entjang, 2000) :

1. Pit-privy (cubluk)

Jamban ini dibuat dengan membuat lubang ke dalam tanah 2,5-8 m dan

berdiameter 80-120 cm. Dindingnya diperkuat dengan batu/bata, dapat di tembok

atau tidak. Lama pemakaian antara 5-15 tahun. Tipe jamban ini hanya baik dibuat

di tempat-tempat di mana air tanah letaknya dalam. Pada jamban ini harus

diperhatikan :

1) Jangan diberi desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga

cubluk cepat penuh

2) Untuk mencegah bertelur nyamuk tiap minggu diberi minyak tanah

3) Agar tidak berbau diberi kapur barus.


33

2. Aqua-privy (cubluk berair)

Terdiri atas bak yang kedap air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan

excreta. Proses pembusukannya sama dengan halnya pembusukan tinja dalam air

kali. Untuk jamban ini agar berfungsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap

hari, baik sedang dipergunakan atau tidak. Jamban ini dibuat di tempat yang

banyak air. Bila airnya penuh, kelebihannya dapat dialirkan ke sistem lain

misalnya sistem riol atau sumur resapan.

3. Watersealed latrine (Angsa-trine)

Jamban ini klosetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi

air sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan

rumah jamban.

Keuntungan jamban ini adalah :

1) Baik untuk masyarakat kota karena memenuhi syarat keindahan.

2) Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya

lebih praktis.

3) Aman untuk anak-anak.

4. Bored hole latrine

Sama halnya dengan cubluk hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian

yang tidak lama, misal untuk perkampungan sementara. Kerugiannya, bila air

permukaan banyak maka akan mudah meluap.


34

5. Bucket latrine (pail closet)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain kemudian dibuang di tempat lain,

misal untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat tidur.

6. Trench latrine

Lubang dalam tanah dibuat sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah

galiannya dipakai untuk menimbuninya.

7. Overhung latrine

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa

dan sebagainya. Kerugiannya tinja mengotori air permukaan sehingga bibit

penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air yang

dapat menimbulkan wabah.

8. Chemical toilet

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga

dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan

umum misalnya pesawat udara atau dalam kereta api. Dapat pula dipergunakan

dalam rumah. Sebagai pembersih tidak dipergunakan air tetapi dengan kertas

(toilet paper).

2.2.2.3. Sampah dan Pengolahannya

Sampah adalah suatu bahan / benda yang tidak dipakai lagi atau tidak

disenangi dan dibuang dengan caracara saniter, kecuali buangan yang berasal dari

tubuh manusia.
35

Cara pengolahan sampah yang baik yaitu :

a. Ditimbun.

Sampah yang diolah dengan cara ini adalah sampah yang hancur dalam tanah

seperti : sampah sayur sayuran, daun daunan, kertas yang mana pembuangan

sampah inti 10 m dari sumber air.

b. Dibakar

Jenis sampah yang dapat dibakar hanya sampah yang tidak dapat hancur di tanah

secara langsung seperti : plastik dan karet.

Teknik dan cara pembakaran

1) Sebaiknya wadah dapat berupa tong, ember bekas dan lobang yang berukuran

1x1 meter.

2) Waktu pembakaran maksimal 1x2 hari atau apabila tong dan ember sudah

penuh.

3) Jarak pembakaran dengan sumber air minum 1 meter dan diusahakan tempat

pembakaran di belakang rumah.

Cara pembuangan sampah yaitu memakai tong sampah dan bak sampah

di depan rumah dan di pinggir jalan raya yang aman diangkut oleh dinas

kebersihan. Akibat pembuangan sampah yang tidak sesuai dengan syarat

kesehatan yaitu :

1. Mengotori tanah.

2. Merusak pandangan mata.


36

3. Menimbulkan bau yang tidak enak.

4. Sebagai sumber atau tempat berkembang biaknya vektor penyakit.

Syaratsyarat tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan

adalah sebagai berikut :

1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berseraknya

sampah.

2. Tempat sampah mempunyai tutup dan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah

diangkut oleh satu orang.

2.2.2.4. Air Limbah dan Pengelolaannya

Air limbah adalah ekskreta manusia, air kotor dari dapur, kamar mandi dan

sebagainya (Entjang, 2000). Batasan lain menurut Kusnoputranto (1985), air limbah

adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,

perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air

permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

Air buangan yang berasal dari rumah tangga (domestic wastes water) yaitu

air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini

terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi dan

umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

Cara sederhana pengolahan air limbah secara sederhana, antara lain sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2003) :


37

1) Pengenceran

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,

kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Cara ini menimbulkan kerugian,

diantaranya bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih ada,

pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan

air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat

menimbulkan banjir.

2) Kolam Oksidasi

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,

ganggang, bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah

dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman 1-2

meter. Lokasi kola jauh dari pemukiman dan di daerah terbuka sehingga

memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.

3) Irigasi

Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali, dan air akan

merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut.

Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang

pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi sebagai pemupukan. Hal ini

terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu

sapi, rumah potong hewan dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup

tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.


38

2.2.2.5. Rumah Sehat (Ventilasi, Lantai, Luas Rumah)

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan

hygiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan WHO, bahwa perumahan

yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit

dalam masyarakat (Entjang, 2000).

Syarat-syarat rumah yang sehat adalah (Notoatmodjo, 1997) :

1) Bahan bangunan, diantaranya; lantai ubin atau semen, dinding tembok, atap

genteng adalah bahan yang baik untuk bangunan rumah.

2) Ventilasi yang mempunyai fungsi untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah

tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri.

3) Cahaya, sumber dari cahaya alamiah yaitu matahari dan cahaya buatan seperti

lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4) Luas bangunan rumah, yang optimum dapat menyediakan 2,5 3 m untuk tiap

anggota keluarga.

5) Lantai harus dalam keadaan bersih, disapu minimal 2 kali sehari.

6) Fasilitas dalam rumah sehat, dapat tersedia seperti penyediaan air bersih yang

cukup, pembuangan tinja, pembuangan air limbah rumah tangga, pembuangan

sampah, fasilitas dapur, dan tempat ruang berkumpul keluarga.

Rumah sehat yang diajukan oleh Winslow (Entjang, 2000) :

1) Harus memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti :

a) Suhu ruangan, sebaiknya tetap berkisar 18-20C

b) Penerangan rumah, harus cukup baik siang maupun malam hari, yang ideal

adalah penerangan listrik.


39

c) Ventilasi, baik dan cukup, untuk pertukaran udara dalam rumah atau cukup

mengandung oksigen. Luas jendela keseluruhan 15 % dari luas lantai.

d) Dinding ruangan harus kedap suara, baik yang berasal dari luar maupun dalam

rumah.

2) Harus memenuhi kebutuhan psikologis, seperti :

a) Rumah menjadi pusat kesenangan tangga yang sehat, cara pengaturan

memenuhi rasa keindahan

b) Ada jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga

c) Tiap anggota keluarga terutama yang mendekati dewasa harus mempunyai

ruangan sendiri-sendiri.

d) Mempunyai ruangan untuk menjalankan kehidupan keluarga

e) Mempunyai ruangan untuk hidup bermasyarakat, ada ruang tamu.

3) Harus dapat menghindari terjadi kecelakaan

a) Konstruksi rumah harus kuat

b) Sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat

lain, terutama untuk anak-anak.

c) Diusahakan agar bahan-bahan rumah tidak mudah terbakar.

d) Adanya sarana pencegahan kecelakaan bagi orang tua lanjut usia.

e) Adanya alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas.

4) Harus dapat menghindarkan terjadinya penyakit

a) Adanya sumber air yang sehat

b) Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik
40

c) Harus dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat,

nyamuk, tikus, dan sebagainya.

d) Harus cukup luas, luas kamar tidur 5 m per kapita per luas lantai.

2.2.3. Kader Hygiene dan Sanitasi

2.2.3.1. Pengertian Kader

Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh

masyarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat,

yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian

antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader

sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai

yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan

sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,

maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).

Batasan tentang kader kesehatan menurut Gunawan (2007), Kader kesehatan

dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang

dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat

Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI (1999) memberikan batasan kader: Kader

adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan

dapat bekerja secara sukarela.

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya meningkatkan

kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang


41

optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan

dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di Posyandu (Depkes, 1999).

Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara

lebih luas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat

kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat latihan mereka terpanggil

untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah

yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006).

2.2.3.2. Tujuan pembentukan kader

Pembangunan nasional khusus di bidang kesehatan, bentuk pelayanan

kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat, bukanlah sebagai objek akan

tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan

mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab dalam

meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adanya

dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya

yang ada di masyarakat seoptimal mungkin meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk membantu individu dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 1999).

Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam

upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan

sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya

pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang

baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif yaitu, berusaha


42

menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan

memperhitungkan sosial budaya setempat (Notoatmodjo, 2006).

2.2.3.3. Tugas kegiatan kader

Tugas kegiatan kader pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional

melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya

pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Adapun kegiatan pokok yang menyangkut di dalam maupun di luar Posyandu antara

lain: Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan

permasalahan yang ada:

a. Penyehatan air bersih.

b. Penyehatan pembuangan kotoran

c. Penyehatan lingkungan perumahan.

d. Penyehatan pembuangan air buangan/ limbah

e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum

f. Menyediakan makanan dan minuman

g. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan

2.2.3.4. Persyaratan menjadi kader

Kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari

kepala desa setempat harus memiliki persyaratan tertentu. Proses pemilihan kader

melalui musyawarah dengan masyarakat didukung oleh para pamong desa. Di bawah

ini salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon

kader.
43

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader

c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan.

d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya

e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader

lainnya dan berwibawa

f. Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan kesehatan

lingkungan

g. Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunyai keterampilan

Bagus (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang

kader antara lain:

a. Berasal dari masyarakat setempat.

b. Tinggal di desa tersebut.

c. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.

d. Diterima oleh masyarakat setempat.

e. Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.

f. Sebaiknya yang bisa baca tulis.

Persyaratan-persyaratan utama oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa

kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, mampu bekerja secara sukarela,

mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kader kesehatan mempunyai peran yang

besar dalam upaya meningkatkan, kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina
44

masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di

Posyandu. Menghadapi kehidupan di masa yang akan datang (Depkes, 1999).

2.3. Landasan Teori

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,

kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.

Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan

determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Hubungan promosi

kesehatan dengan determinan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut :

Predisposing
Factors

Health Enabling Health


Promotion Factors Behavior

Reinforcing
Factors

Sumber: Notoatmodjo (2005).

Gambar 2. Hubungan Promosi Kesehatan dengan Determinan Perilaku

Kegiatan yang dilakukan dalam promosi kesehatan hygiene dan sanitasi

lingkungan untuk meningkatkan perilaku masyarakat dalam hidup bersih, antaranya

masyarakat dapat mengerti, memahami, sampai mempraktikkan hidup bersih.

Perubahan perilaku terjadi melalui serangkaian proses yang termasuk pemberdayaan


45

masyarakat. Menurut Freira dalam Notoatmodjo (2005), pemberdayaan masyarakat

adalah suatu proses dinamis yang dimulai dimana masyarakat belajar langsung dari

tindakan. Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan dengan pendekatan

pengembangan masyarakat. Maka melalui promosi kesehatan masyarakat dapat

mengerti masalah-masalah kesehatan yang dihadapi dan dapat mengembangkan

kemampuannya dalam mengatasi masalah tersebut.

Masalah kesehatan masyarakat antara lain mencakup, kesehatan dan sanitasi

lingkungan, kesehatan kerja, perilaku kesehatan, kesehatan ibu dan anak, masalah

gizi, masalah penyakit menular dan tidak menular, dan sebagainya. Sedangkan untuk

memecahkan masalah-masalah kesehatan masyarakat tersebut perlu manajemen atau

administrasi kesehatan masyarakat dan pendidikan atau promosi kesehatan. Oleh

sebab itu, hubungan antara berbagai komponen kesehatan masyarakat tersebut dapat

digambarkan seperti berikut :


Pendekatan Pemecahan
Masalah Kesehatan
Masalah-masalah a. Administrasi,
Kesehatan Masyarakat: manajemen kesehatan
a. Kesehatan lingkungan b. Pendidikan/promosi
b. Penyakit menular dan kesehatan
tak menular
c. Gizi masyarakat
d. KIA/KB
e. Kesehatan kerja Metode/Pendekatan
f. Kesehatan reproduksi Analisis Masalah
g. dan sebagainya Kesehatan
a. Epidemiologi
b. Biostatistik

Gambar 3. Hubungan antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sumber : Notoatmodjo (2005).


46

Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa pendidikan atau promosi

kesehatan merupakan pendekatan pemecahan masalah-masalah kesehatan

masyarakat, khususnya lagi yang berkaitan dengan masalah perilaku kesehatan.

Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat

kesehatan masyarakat. Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2005) ada 4 faktor yang

mempengaruhi kesehatan yaitu, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan

keturunan. Ke-empat faktor tersebut saling mempengaruhi. Faktor lingkungan selain

langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku juga

mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk memelihara/meningkatkan kesehatan

harus dilakukan intervensi terhadap ke-empat faktor tersebut. Misal, intervensi

terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan,

sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi dalam

bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi

masyarakat, penstabilan politik dan keamanan.

Menurut Azwar (1996) bahwa hasil kerja pada suatu program pada dasarnya

dipengaruhi oleh masukan, proses dan lingkungan. Masukan program puskesmas baik

kesehatan makanan dan minuman, hygiene sanitasi lingkungan, dana dan alat-alat

yang tersedia baik secara medis maupun non medis serta buku-buku pedoman.

Kader sanitasi bertugas di puskesmas menurut Depkes RI (1999) untuk

meningkatkan program penyehatan tingkat puskesmas. Penilaian kinerja didasarkan

pada pemahaman, pengetahuan, keterampilan, kepegawaian dan perilaku yang

diperlukan untuk melaksanakan tugas. Dalam pedoman kerja puskesmas petugas

kesehatan untuk sanitasi bekerja sebagai :


47

a. Pendataan yang berhubungan dengan tugas pokok kader sanitasi untuk

lingkungan masyarakat

b. Penyuluhan untuk masyarakat di lingkungan penyehatan air bersih, penyehatan

pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan

limbah, dan pengawasan sanitasi tempat- tempat umum

c. Pengamatan dan penanggulangan penyakit yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi, cara penyebaran, untuk penanggulangan penyebaran secara cepat dan

tepat sebagai dasar penentuan langkah pengendalian.

d. Pengawasan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku

masyarakat terhadap lingkungan yang berhubungan dengan hygiene dan sanitasi.

2.4. Kerangka Konsep

Hygiene dan sanitasi merupakan bagian kesehatan lingkungan. Kesehatan

lingkungan di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah, ini terlihat dari data yang

dilaporkan Dinas Kesehatan setempat. Upaya meningkatkan kesehatan lingkungan

salah satunya melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan pendidikan

kesehatan yang disebarluaskan pada masyarakat, agar berperilaku hidup bersih.

Promosi kesehatan yang dilihat dari aspek pelayanan kesehatan adalah

pelayanan promotif dan preventif, yaitu pelayanan bagi kelompok masyarakat yang

sehat agar dapat meningkatkan kesehatannya, dan dilaksanakan oleh kelompok

profesi kesehatan masyarakat.


48

Promosi kesehatan mendukung determinan yang berkaitan dengan perilaku

hidup bersih masyarakat. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan promosi kesehatan

akan mendorong determinan perilaku hidup bersih seperti faktor predisposisi,

enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi yang diteliti meliputi pengetahuan dan

sikap masyarakat. Faktor enabling meliputi fasilitas, sarana dan prasarana, seperti

ketersediaan untuk hygiene dan sanitasi (air bersih, jamban, sampah, pengelolaan air

limbah). Faktor reinforcing yang diteliti meliputi informasi atau pelatihan-pelatihan

kesehatan yang diikuti anggota masyarakat. Adapun kerangka konsep penelitian

dapat digambarkan sebagai berikut :


49

Variabel Independen Variabel Dependen


Faktor Predisposisi :
Pengetahuan, dan
Sikap masyarakat
terhadap :
- air bersih
- jamban
- tempat sampah
- air limbah
- lantai rumah
- ventilasi
- kesesuaian lantai
rumah dengan
penghuni

Promosi Hygiene Faktor Enabling :


dan sanitasi Ketersediaan sarana
hygiene dan sanitasi Perilaku Hidup
- Metode
- air bersih Bersih
- Materi
- jamban
- Sasaran
- tempat sampah
- air limbah
- lantai rumah
- ventilasi
- kesesuaian lantai
rumah dengan
penghuni

Faktor Reinforcing :
- Masyarakat mendapat
Informasi/Pelatihan
Kesehatan hygiene dan
sanitasi

Keterangan :

= Tidak diuji secara statistik.

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan penelitian

cross sectional, yang pengumpulan datanya dilakukan sekaligus pada suatu saat

(point time approach), tidak diikuti secara terus menerus dan tidak ada follow-up,

sehingga penelitian ini hanya mengkaji masalah keadaan objek pada waktu penelitian

berlangsung (Sudjana, 2003).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh

Tenggara dengan melihat promosi kesehatan hygiene dan sanitasi terhadap perilaku

masyarakat dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Babussalam memiliki persentase

kepemilikan sarana kesehatan lingkungan yang masih belum memadai dan juga

perilaku hidup bersih yang masih rendah. Penelitian dilakukan 23 September 22

Oktober 2008.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh keluarga yang ada di Kecamatan Babussalam

Kabupaten Aceh Tenggara, yang mempunyai satu atau lebih fasilitas sarana hygiene

dan sanitasi, seperti memiliki jamban, atau ketersediaan air bersih, limbah, tempat

sampah sebanyak 3283 keluarga.

50
51

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu

keluarga yang memiliki sarana hygiene dan sanitasi, suami atau istri yang berusia di

atas 17 tahun dan bersedia untuk mengisi kuesioner.

Untuk menentukan besar sampel (sample size) dengan menggunakan rumus

uji proporsi satu sample dengan pengujian satu sisi (one tail) (Lameshow, et.al.,

1997):

{ Z 1-/2 Po(1-Po) + Z 1- Pa(1-Pa)}


n =
(Pa Po)2

{ 1,960 (0,45)(0,55) + 0,842 (0,60)(0,40) }


n =
(0,60 0,45)2

n = 86 orang

Keterangan:
N = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z /2 = Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang diinginkan 95% yaitu: 1,960
Z = Kekuatan Uji (power of the test) 80% yaitu 0,842
Po = Proporsi adalah 70% sehingga Po = 0,70
Proporsi yang tidak diharapkan yaitu lebih besar atau lebih kecil dari 6%
Pa =
sehingga [Pa-Po] = 0,06.

Menurut Riduwan (2006) sampling kuota merupakan teknik penentuan

sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang

dikehendaki tercapai atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan tertentu dari peneliti.


52

Jumlah sampel minimal dari hasil perhitungan rumus adalah 86 keluarga.

Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random

sampling), untuk memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi

dapat diambil menjadi sampel.

Jumlah sampel terpilih diambil dari 3 kemukiman dan setiap kemukiman

diambil 3 desa lagi dimana desa yang terpilih adalah dengan penduduk yang

terbanyak dibandingkan desa lainnya di kemukiman tersebut. Perhitungan jumlah

sampel untuk setiap desa adalah secara proporsional yaitu jumlah populasi dari setiap

desa dibagi dengan jumlah populasi secara keseluruhan dari 9 desa terpilih kemudian

dikalikan dengan jumlah sampel yang ditentukan dengan rumus perhitungan sampel.

Distribusi sampel per desa dapat dilihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Distribusi Sampel yang Terpilih menurut Desa di Kecamatan


Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara

Jumlah
No Nama Kemukiman Nama Desa Jumlah sampel
Populasi
1 Jaya Sakti Perapat Hilir 650 650/3283 x 86 = 17
Perapat Hulu 334 334/3283 x 86 = 9
Kelurahan Kota 1029 1029/3283 x 86 = 27

2 Selian Batumbulan Asli 196 196/3283 x 86 = 5


Terutung Pedi 155 155/3283 x 86 = 4
Pulo Peding 165 165/3283 x 86 = 4

3 Dese Pulonas 438 438/3283 x 86 = 12


Muara Lawe Bulan 170 170/3283 x 86 = 4
Mbarung 146 146/3283 x 86 = 4

Jumlah 3283 86
53

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden

dengan menggunakan pedoman kuesioner yang mengacu pada variabel penelitian

yaitu faktor predisposition, enabling, reinforcing, dan perilaku hidup bersih

masyarakat. Data primer meliputi semua data yang termasuk dalam variabel

penelitian meliputi upaya promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan

oleh kader/petugas kesehatan menurut masyarakat, dan perilaku (tindakan)

masyarakat hidup bersih. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kunjungan

ke rumah responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari Data Kantor Kelurahan/Kecamatan, Data

Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara, Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Tenggara.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pada penelitian ini sebagai alat ukur sebelum kuesioner digunakan terlebih

dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Responden yang diambil untuk uji

coba adalah 15 orang responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan

karakteristik populasi sasaran survei di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh

Tenggara.
54

Menurut Sutanto (2007) uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sangat

penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya

(akurat) apabila data yang dikumpulkan menggunakan alat pengukur yang

mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi. Pengujian hipotesis penelitian tidak

akan mengenai sasarannya, bilamana data yang dipakai untuk menguji hipotesis

adalah data yang tidak reliabel dan tidak menggambarkan secara tepat konsep yang

diukur (Singarimbun, 2006).

3.4.3.1. Uji Validitas

Uji validitas penelitian ini untuk mengetahui validitas suatu instrumen

(kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor

variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Dengan kata lain

bila rhitung lebih besar dari rtabel (rhitung > rtabel) maka variabel valid sebaliknya bila r

hitung lebih kecil dari rtabel (r hitung < rtabel) artinya variabel tidak valid (Hastono, 2007).

Uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah

itu diuji dengan menggunakan uji t. Rumus uji validitas (Hidayat, 2007)

NXY (X )(Y )
Rhitung =
{NX 2
(X )
2
}{NY 2
(Y )
2
}
Setelah didapatkan nilai Rhitung, selanjutnya digunakan rumus uji t :

r (n 2)
thitung =
(1 r )
2

Nilai ttabel, pada =0,05, dengan dk=n-5=10, maka ttabel = 1,812.


55

Tabel 3.2. Validitas Instrumen Penelitian

No VALIDITAS
Pertanyaan tHitung tTabel Keputusan
1 2,187 1,812 Valid
2 3,076 1,812 Valid
3 2,187 1,812 Valid
4 4,269 1,812 Valid
5 2,159 1,812 Valid
6 1,829 1,812 Valid
7 2,159 1,812 Valid
8 2,975 1,812 Valid
9 2,182 1,812 Valid
10 4,220 1,812 Valid
11 6,899 1,812 Valid
12 4,461 1,812 Valid
13 1,873 1,812 Valid
14 4,266 1,812 Valid
15 3,887 1,812 Valid
16 2,442 1,812 Valid
17 2,561 1,812 Valid
18 3,670 1,812 Valid
19 3,805 1,812 Valid
20 2,733 1,812 Valid
21 2,883 1,812 Valid
22 2,676 1,812 Valid
23 2,547 1,812 Valid
24 2,184 1,812 Valid
25 2,416 1,812 Valid
26 1,961 1,812 Valid
27 6,086 1,812 Valid
28 2,941 1,812 Valid
29 2,199 1,812 Valid
30 4,435 1,812 Valid
31 2,691 1,812 Valid
32 2,622 1,812 Valid
33 2,147 1,812 Valid
34 7,563 1,812 Valid
35 3,117 1,812 Valid
36 2,234 1,812 Valid
37 7,370 1,812 Valid
38 2,184 1,812 Valid
56

No VALIDITAS
Pertanyaan tHitung tTabel Keputusan
39 6,102 1,812 Valid
40 4,101 1,812 Valid
41 4,510 1,812 Valid
42 2,967 1,812 Valid
43 3,520 1,812 Valid

3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu.

Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid secara bersama-sama diukur reliabilitasnya.

Untuk mengetahui reliabilitas caranya dengan membandingkan nilai r hasil dengan

nilai r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai Cronbachs

Alpha. Ketentuannya adalah apabila nilai Cronbachs Alpha > rtabel (0,60) maka

pertanyaan tersebut reliabel (Hastono, 2007).

Berdasarkan hasil ujicoba kuesioner, dengan menggunakan SPSS Versi 15.00

pada reliability statistic menunjukkan bahwa nilai Cronbachs Alpha yaitu sebesar

0,804 > 0,60, hal ini dapat disimpulkan bahwa konstruk pertanyaan yang digunakan

dalam penelitian adalah reliable.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Metode adalah cara-cara dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam

setiap pelaksanaan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi, yaitu metode promosi

kesehatan individual, kelompok, maupun massal.


57

2. Materi adalah pesan-pesan kesehatan yang berkaitan dengan hygiene dan sanitasi

meliputi pemakaian air bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai

rumah, ventilasi, dan kesesuaian lantai rumah.

3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden dengan

mendapatkan informasi dari petugas kesehatan yang mempromosikan kesehatan

hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih yang meliputi ketersediaan air bersih,

jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian

lantai rumah.

4. Sikap adalah sikap responden terhadap petugas kesehatan yang mempromosikan

kesehatan hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih yang meliputi ketersediaan

air bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan

kesesuaian lantai rumah.

3. Ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi adalah ada atau tidak tersedianya

fasilitas kesehatan yang mendukung perilaku hidup bersih, meliputi ketersediaan :

air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air limbah, penerangan, ventilasi,

lantai, dan ruangan rumah.

4. Informasi/pelatihan kesehatan adalah ada tidaknya masyarakat memperoleh atau

menerima informasi kesehatan atau pelatihan-pelatihan dari kader atau petugas

kesehatan tentang lingkungan sehat, praktek penyuluhan petugas kesehatan,

pelatihan pembuatan jamban, pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat

kesehatan, pembuangan air limbah, dan ventilasi rumah sehat.


58

5. Perilaku hidup bersih adalah perilaku masyarakat sehari-hari dalam kesehatan

hygiene dan sanitasi menyangkut perilaku hidup bersih meliputi pemakaian air

bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan

kesesuaian lantai rumah.

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran dilakukan pada setiap variabel penelitian baik variabel

independen maupun dependen.

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas

1. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan menilai jawaban dari setiap pertanyaan, kemudian

jumlah nilai jawaban dari semua pertanyaan yang diajukan dibagi dengan total

nilai jawaban tertinggi kemudian dipersentasekan. Jumlah pertanyaan untuk

pengetahuan ada 10 dan total nilai adalah 10. Menjawab ya nilai 1, menjawab

tidak nilai 0. Pengetahuan diukur dengan skala ordinal, dan dikategorikan

(Hidayat, 2007) :

a. Baik, jika jumlah skor nilai yang didapat bernilai 6-10

b. Kurang Baik, jika jumlah skor nilai yang didapat bernilai 0-5

2. Sikap

Pengukuran sikap dengan menggunakan skala Likert. Pertanyaan terdiri dari 3

kategori hasil ukur yaitu baik, dan kurang baik. Jumlah pertanyaan untuk sikap

ada 5 dan total nilainya 15 dengan pilihan jawaban sangat setuju (nilai 3), setuju
59

(nilai 2), dan tidak setuju (nilai 1). Nilai dari setiap jawaban dalam skala Likert

adalah :

a. Baik, jika nilai mencapai bernilai 11-15

b. Kurang Baik, jika nilai mencapai 5-10.

3. Ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi

Mengukur ketersediaan hygiene dan sanitasi adalah dengan menyatakan ada atau

tidaknya fasilitas yang mendukung perilaku hidup bersih, meliputi ketersediaan

air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air limbah, penerangan, ventilasi,

lantai, dan ruangan rumah sebanyak 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban ada

dan tidak ada. Menjawab Ya nilai 1, tidak nilai 0. Hasil ukur ketersediaan fasilitas

hygiene dan sanitasi adalah sebagai berikut :

a. Baik, jika nilai mencapai bernilai 6-10

b. Kurang baik, jika nilai mencapai 0-5

4. Informasi/pelatihan kesehatan

Informasi dan pelatihan kesehatan yang diperoleh keluarga dari kader / petugas

kesehatan, dengan menggunakan skala Guttman. Pertanyaan terdiri dari 2 kategori

hasil ukur yaitu pernah dan tidak pernah. Jumlah pertanyaan untuk variabel ini

ada 10 dan total nilainya 10. Nilai dari setiap jawaban dalam skala Guttman yaitu

bila responden menjawab pernah diberi skor 1 dan bila responden menjawab

tidak pernah diberi skor 0. Dari keseluruhan skor yang diperoleh responden,

informasi/pelatihan kesehatan yang diperoleh masyarakat dikategorikan :

a. Baik, jika nilai mencapai 6-10

b. Kurang baik, jika nilai mencapai 0-5


60

3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat

1. Perilaku Hidup Bersih

Perilaku hidup bersih meliputi perilaku responden dan keluarga dengan indikator

Perilaku Hidup Bersih. Jumlah pertanyaan untuk variabel ini ada 8 dan total

nilainya adalah 8. Pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan pilihan

jawaban Ya dan Tidak. Jika responden menjawab Ya mendapatkan nilai 1, dan

menjawab tidak nilai 0. Kategori perilaku hidup sehat responden dikelompokkan

menjadi :

a. Baik, jika mendapatkan nilai 5-8

b. Kurang baik, jika mendapatkan nilai 0-4

Tabel 3.3. Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variabel Indi Total Skala


Kategori Range Alat Ukur
kator Nilai Ukur
Variabel Antara
Karakteristik
- Umur -Dewasa dini 20-40 tahun Wawancara / Ordinal
-Dewasa Madya 41-60 tahun Kuesioner
-Dewasa lanjut > 60 tahun
- Jenis Kelamin - Laki-laki - Laki-laki Wawancara / Nominal
- Perempuan - Perempuan Kuesioner
- Pendidikan - - Dasar SD dan SMP - Wawancara / Ordinal
- Menengah SMA kuesioner
- Tinggi Diploma / Sarjana
Variabel Independen
Pengetahuan 10 -Baik (6-10) 10 Wawancara/ Ordinal
-Kurang baik (0-5) Kuesioner
Sikap 5 -Baik (11-15 ) 15 Wawancara/ Ordinal
-Kurang baik (5 10) Kuesioner
Ketersediaan sarana 10 -Baik (6-10) 10 Wawancara/ Ordinal
hygiene dan sanitasi -Kurang baik (0-5) Kuesioner
Informasi/pelatihan 10 -Baik (6-10) 10 Wawancara/ Ordinal
kesehatan -Kurang baik (0-5) Kuesioner
Variabel Dependen
Perilaku Hidup Bersih 10 -Baik (6-10) 10 Wawancara/ Ordinal
-Kurang baik (0-5) Kuesioner
61

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang paling

besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui faktor mana yang

paling dominan mempengaruhi perubahan perilaku bersih. Analisis dilakukan melalui

tiga tahap, yaitu analisis univariat, bivariat, dan multivariat (Hastono, 2007).

a. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase masing-

masing variabel independen dan variabel dependen, sehingga dapat diketahui

pada kategori kecenderungan jumlah responden.

b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel

independen dengan variabel dependen menggunakan uji statistik Chi-Square

dengan tingkat kemaknaan 95% (=0,05).

c. Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Ganda

untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang

dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Persamaan

regresi logistik ganda adalah sebagai berikut:

Y = + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4

Keterangan :
Y = Variabel dependen (perilaku hidup bersih)
= Konstanta regresi logistik
1 .. 4 = Koefisien regresi logistik variabel penelitian
X1 = Pengetahuan
X2 = Sikap
X3 = Ketersediaan sarana dan prasarana
X4 = Informasi / pelatihan kesehatan
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Data Demografi Wilayah Penelitian

Kecamatan Babussalam merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh

Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah 53.948 Km2

berbatasan dengan :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lawe Bulan

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bambel.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lawe Alas.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Badar

Daerah Babussalam terdapat banyak perbukitan dan pegunungan, serta

dilintasi sungai-sungai yang merata di seluruh kelurahan, dan beriklim tropis dengan

dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Keadaan ini selain

menguntungkan karena menyebabkan suburnya tanah, juga sering mendatangkan

malapetaka berupa gempa, banjir, dan tanah longsor.

Jumlah desa / kelurahan di Kecamatan Babussalam sebanyak 27 desa/

kelurahan, dengan jumlah penduduk sebanyak 24.875 orang terdiri dari 5.355 kepala

keluarga (KK). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan

perempuan lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk laki-

laki sebanyak 12.169 orang sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak

12.724 orang. Mayoritas penduduk beragama Islam dan bekerja sebagai petani /

pedagang.

62
63

4.1.2. Kegiatan Berkaitan Promosi Kesehatan di Kecamatan Babussalam

Usaha penyehatan lingkungan akan berhasil baik bila masyarakat turut

berperan secara aktif mulai dari penemuan masalah, perencanaan pembiayaan,

pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana. Terwujudnya peran serta aktif

masyarakat antara lain dipengaruhi oleh tingkat kemampuan, pengetahuan dan

kemauan masyarakat, dan kesungguhan petugas dalam melakukan pembinaan. Dalam

rangka peningkatan pengetahuan dan kemauan serta kemampuan masyarakat dalam

peningkatan kesehatan lingkungan, perlu dilakukan pelatihan bagi kader desa, agar

pembinaan kepada masyarakat dapat terorganisasi dengan baik. Promosi kesehatan

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, masyarakat mempunyai sikap yang

positif terhadap kesehatan lingkungan, mempunyai sarana hygiene dan sanitasi yang

baik, dengan mendapatkan dukungan informasi / pelatihan kesehatan dengan tujuan

masyarakat dapat berperilaku hidup bersih.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kecamatan Babussalam, kegiatan

yang dilakukan berkaitan dengan promosi kesehatan yaitu memberikan pelatihan dan

penyuluhan kepada kader terpadu tentang pembuatan jamban, penyediaan air bersih,

pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan rumah sehat. Untuk meningkatkan

kemampuan kader, dilakukan pelatihan secara berkala (3 bulan sekali) tetapi

terkadang dilakukan 6 bulan sekali tergantung dari pendanaan baik dari pemerintah

maupun dari donator (LSM).

Supervisor kabupaten, tenaga kesehatan terlatih, petugas kesehatan

lingkungan di dalam kegiatan promosi dan hygiene dan sanitasi telah melakukan

supervisi ke desa-desa pembinaan yang telah ditentukan. Setelah melakukan

supervisi, dilakukan rapat koordinasi antara lintas program, lintas sektoral dan
64

supervisor kabupaten dengan kader-kader yang terlatih dari desa untuk mengevaluasi

hasil pelatihan kader-kader tersebut dan aplikasi kegiatan di desa masing-masing.

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang ditanyakan dalam penelitian ini meliputi umur,

jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar responden berumur 41-60 tahun sebanyak 69 orang (80,2%), paling

sedikit berumur >60 tahun sebanyak 3 orang (3,5%). Responden sebagian besar

adalah laki-laki sebanyak 63 orang (73,3%). Pendidikan responden sebagian besar

adalah SMA sebanyak 46 orang (53,5%), paling sedikit berpendidikan diploma/

sarjana sebanyak 3 orang (3,5%).

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis


Kelamin, dan pendidikan) di Kecamatan Babussalam Kabupaten
Aceh Tenggara Tahun 2008

No Karakteristik Responden Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Umur
20-40 tahun 14 16,3
41-60 tahun 69 80,2
>60 tahun 3 3,5
Total 86 100,0
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 63 73,3
Perempuan 23 26,7
Total 86 100,0
3. Pendidikan
SD-SMP 37 43,0
SMA 46 53,5
Diploma-Sarjana 3 3,5
Total 86 100,0
65

4.2.2. Pengetahuan Tentang Hidup Bersih

Variabel pengetahuan tentang hidup bersih yang ditanyakan dalam penelitian

ini meliputi hal-hal apa saja yang diperoleh responden dari penyuluhan petugas

kesehatan yaitu informasi tentang kesehatan hidup bersih, manfaat air bersih

berhubungan dengan kesehatan diri dan lingkungan, kesehatan sanitasi dan higiene

lingkungan, syarat air rumah tangga yang bersih, syarat jamban yang sehat,

pembuangan air limbah rumah tangga, pengaturan air limbah, pembuangan sampah

yang baik, lantai rumah tangga yang baik, dan kesesuaian luas lantai dengan jumlah

penghuni. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mencerminkan, semakin banyak

responden mempunyai informasi mengindikasikan semakin baik pengetahuan

responden.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 86 responden menunjukkan

bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang kesehatan hidup

bersih sehat dari petugas kesehatan sebanyak 58 orang (67,4%). Informasi tentang

manfaat penggunaan air bersih berhubungan dengan kesehatan diri / lingkungan juga

diperoleh sebagian besar responden sebanyak 51 orang (59,3%). Sebagian bear

responden memperoleh informasi tentang usaha meningkatkan kesehatan sanitasi dan

higiene lingkungan sebanyak 47 orang (54,7%). Informasi tentang syarat air rumah

tangga yang bersih didapat sebagian besar responden sebanyak 53 orang (61,6%).

Demikian juga informasi tentang syarat jamban yang sehat didapat sebagian besar

responden sebanyak 53 orang (61,6%). Informasi tentang pembuangan air limbah

yang baik diperoleh sebagian besar responden sebanyak 52 orang (60,5%). Sebagian

besar responden mendapatkan informasi tentang pengaturan air limbah sebanyak 46


66

orang (53,5%). Sebagian besar informasi tempat pembuangan sampah yang baik

didapat responden sebanyak 47 orang (54,7%). Informasi tentang lantai rumah tangga

yang baik didapat sebagian besar responden dari petugas kesehatan sebanyak 45

orang (52,3%). Informasi tentang luas lantai yang sesuai dengan jumlah penghuni

diperoleh sebagian besar responden sebanyak 60 orang (69,8%).

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan yang


Diperoleh Dari Petugas Kesehatan di Kecamatan Babussalam 2008

Jawaban
No Indikator Ya Tidak
Jlh % Jlh %
1 Mendapatkan informasi tentang kesehatan hidup
bersih dari petugas kesehatan 58 67,4 28 32,6
2 Mendapatkan informasi tentang manfaat dari
penggunaan air bersih berhubungan dengan
kesehatan diri/lingkungan 51 59,3 35 40,7
3 Mendapatkan informasi tentang usaha kesehatan
sanitasi dan higiene lingkungan 47 54,7 39 45,3
4 Mendapatkan informasi tentang syarat untuk air
rumah tangga yang bersih 53 61,6 33 38,4
5 Mendapatkan informasi tentang syarat jamban
yang sehat 53 61,6 33 38,4
6 Mendapatkan informasi tentang pembuangan air
limbah rumah tangga yang baik 52 60,5 34 39,5
7 Mendapatkan informasi tentang pengaturan air
limbah 46 53,5 40 46,5
8 Mendapatkan informasi tentang tempat
pembuangan sampah yang baik 47 54,7 39 45,3
9 Mendapatkan informasi tentang lantai rumah
tangga yang baik 45 52,3 41 47,7
10 Mendapatkan informasi tentang luas lantai yang
sesuai dengan jumlah penghuni 60 69,8 26 30,2

Berdasarkan perhitungan jawaban responden untuk kategori pengetahuan

tentang hidup bersih menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden

dalam kategori kurang baik sebanyak 53 orang (61,6%), dan yang berpengetahuan

baik sebanyak 33 orang (38,4%).


67

Tabel 4.3. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan yang Diperoleh Dari


Petugas Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Pengetahuan Hidup Bersih Jumlah Persentase


1. Baik 33 38,4
2. Kurang Baik 53 61,6
Jumlah 86 100

4.2.3. Sikap Terhadap Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi

Sikap terhadap promosi kesehatan hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih

yang ditanyakan dalam penelitian ini yaitu sikap responden mengenai penyampaian

informasi yang diulang-ulang, petugas kesehatan memberikan dorongan pada

masyarakat, memberikan informasi dengan mendatangi warga, penyampaian

informasi menggunakan media yang canggih, dan memantau lingkungan masyarakat

dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dengan

penyampaian informasi yang berulang-ulang sebanyak 33 orang (38,4%). Sebagian

besar responden setuju bahwa petugas kesehatan harus mendorong masyarakat

menjaga kebersihan lingkungan sebanyak 38 orang (44,2%). Sebagian besar

responden menyatakan tidak setuju jika petugas kesehatan memberikan informasi

hanya mendatangi warga dengan lingkungan yang kurang baik saja sebanyak 34

orang (39,5%). Sebagian besar responden setuju bahwa dalam penyampaian

informasi petugas kesehatan menggunakan media yang canggih sebanyak 50 orang

(58,1%). Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju petugas kesehatan

memberi sanksi pada masyarakat yang tidak menjaga kebersihan lingkungan.


68

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Terhadap Petugas


Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008

Jawaban
Sangat Tidak
No Indikator Setuju
Setuju setuju
Jlh % Jlh % Jlh %
1 Petugas kesehatan memberikan informasi
pada masyarakat tentang kesehatan
lingkungan dilakukan berulang-ulang. 22 25,6 31 36,0 33 38,4
2 Petugas kesehatan memberi dorongan pada
masyarakat untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan 27 31,4 38 44,2 21 24,4
3 Petugas kesehatan memberikan informasi
dengan mendatangi warga dengan
lingkungan yang kurang baik saja. 32 37,2 20 23,3 34 39,5
4 Petugas kesehatan memberikan informasi
menggunakan media yang canggih. 20 23,3 50 58,1 16 18,6
5 Petugas kesehatan memberi sanksi pada
masyarakat yang tidak menjaga kebersihan
lingkungan 25 29,1 28 32,6 33 38,4

Berdasarkan perhitungan sikap responden terhadap promosi kesehatan

hygiene dan sanitasi lingkungan tentang hidup bersih menunjukkan bahwa sebagian

besar sikap responden kurang baik sebanyak 50 orang (58,1%), yang bersikap baik

sebanyak 36 orang (41,9%).

Tabel 4.5. Kategori Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Promosi


Kesehatan Hygiene dan Sanitasi di Kabupaten Babussalam Tahun
2008

No. Sikap Jumlah Persen


1. Baik 36 41,9
2. Kurang Baik 50 58,1
Jumlah 86 100
69

4.2.4. Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana)

Ketersediaan sarana dan prasarana dimaksud adalah ketersediaan fasilitas

yang menunjang kebersihan lingkungan meliputi sumber air bersih, jamban, tong

sampah (pembuangan sampah), pembakaran sampah, penampungan air bersih,

pembuangan air limbah, letak penampungan air bersih, ventilasi, lantai rumah, dan

luas ruangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden

menunjukkan bahwa sebagian besar menggunakan sumber air bersih dari PAM

sebanyak 65 orang (75,6%). Ketersediaan jamban / WC sebagian besar ada di dalam

rumah sebanyak 55 orang (64,0%). Sebagian besar di rumah responden tersedia tong

sampah (tempat pembuangan sampah) sebanyak 48 orang (55,8%). Pembakaran

sampah sebagian besar juga terdapat di rumah / halaman responden sebanyak 52

orang (60,5%). Tempat penampungan air bersih responden sebagian besar tertutup

sebanyak 50 orang (58,1%). Sebagian besar responden menggunakan saluran tertutup

untuk pembuangan air limbah kotor sebanyak 49 orang (57,0%). Tempat

penampungan air bersih responden sebagian besar terdapat di dalam rumah sebanyak

51 orang (59,3%). Sebagian besar rumah responden mempunyai ventilasi udara yang

cukup sebanyak 55 orang (64,0%). Lantai rumah responden sebagian besar terbuat

dari semen/keramik sebanyak 52 orang (60,5%). Ruang kamar tidur di rumah

responden sebagian dihuni paling banyak 2 orang dan sebagian lagi dihuni lebih dari

2 orang masing-masing sebanyak 43 orang (50,0%).


70

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Enabling


(Ketersediaan Sarana dan Prasarana) di Kecamatan Babussalam Tahun
2008

Jawaban
No Indikator Ya Tidak
Jlh % Jlh %
1 Penggunaan sumber air bersih dari air ledeng / 65 75,6 21 24,4
PAM
2 Tersedia jamban / WC di dalam rumah 55 64,0 31 36,0
3 Tersedia tong sampah (tempat pembuangan 48 55,8 38 44,2
sampah)
4 Terdapat tempat pembakaran sampah di sekitar 52 60,5 34 39,5
rumah.
5 Tempat penampungan air bersih menggunakan 50 58,1 36 41,9
tutup
6 Pembuangan air limbah menggunakan saluran 49 57,0 37 43,0
tertutup.
7 Penampungan air bersih di dalam rumah. 51 59,3 35 40,7
8 Memiliki ventilasi / lubang angin yang cukup 55 64,0 31 36,0
9 Lantai rumah terbuat dari semen/tegel/ keramik 52 60,5 34 39,5
10 Ruang kamar tidur dihuni paling banyak oleh 2 43 50,0 43 50,0
orang

Berdasarkan perhitungan ketersediaan sarana dan prasarana responden di

Kabupaten Babussalam menunjukkan bahwa sebagian besar dalam kategori kurang

baik sebanyak 48 orang (55,8%), dan paling sedikit dalam kategori baik sebanyak 38

orang (44,2%).

Tabel 4.7. Kategori Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana dan


Prasarana di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

Ketersediaan Sarana dan


No. Jumlah Persen
Prasarana
1. Baik 38 44,2
2. Kurang Baik 48 55,8
Jumlah 86 100
71

4.2.5. Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan)

Pengukuran reinforcing (informasi / pelatihan kesehatan) dilakukan dengan

menanyakan pada responden mengenai informasi kesehatan yang diperoleh secara

langsung dari kader/petugas kesehatan, penyuluhan tentang lingkungan sehat,

penyuluhan menggunakan pesan bergambar, informasi tentang kesehatan

lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih, pelatihan pembuatan jamban,

pelatihan pembuatan sumur yang memenuhi syarat kesehatan, pelatihan

pembuangan air limbah, pelatihan tentang pentingnya ventilasi, pemberian brosur-

brosur kesehatan, petugas/kader kesehatan menanyakan masalah di tempat tinggal /

rumah warga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi

kesehatan secara langsung dari kader/ petugas kesehatan sebanyak 76 orang (88,4%).

Sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang lingkungan sehat

dari kader/petugas kesehatan sebanyak 59 orang (68,6%). Menurut sebagian besar

responden, penyuluhan dilakukan dengan menggunakan gambar-gambar sebanyak 44

orang (51,2%). Sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang

kesehatan lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih sebanyak 45 orang

(52,3%). Responden sebagian besar pernah mendapatkan pelatihan dari petugas

kesehatan tentang pembuatan jamban sebanyak 58 orang (67,4%). Sebagian besar

responden pernah mendapatkan pelatihan tentang pembuatan sumur gali yang


72

memenuhi syarat kesehatan sebanyak 56 orang (65,1%). Sebagian besar responden

pernah mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pembuangan air

limbah sebanyak 53 orang (61,6%). Sebagian besar responden tidak pernah

mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pentingnya ventilasi untuk

rumah sehat sebanyak 45 orang (52,3%). Sebagian besar responden menyatakan

pernah mendapatkan brosur-brosur kesehatan mengenai kesehatan lingkungan dari

kader kesehatan sebanyak 50 orang (58,1%). Menurut sebagian besar responden,

kader/petugas kesehatan pernah menanyakan tentang masalah yang ada di rumah

responden sebanyak 50 orang (58,1%).


73

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Reinforcing


(Informasi / Pelatihan Kesehatan) di Kecamatan Babussalam Tahun
2008

Jawaban
No Indikator Pernah Tidak pernah
Jlh % Jlh %
1 Mendapatkan informasi kesehatan secara
langsung dari kader/ petugas kesehatan 76 88,4 10 11,6
2 Mendapatkan informasi tentang lingkungan sehat
dari kader/petugas kesehatan 59 68,6 27 31,4
3 Petugas kesehatan memberikan penyuluhan atau
pesan menggunakan gambar-gambar 44 51,2 42 48,8
4 Mendapatkan informasi tentang kesehatan
lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih 45 52,3 41 47,7
5 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan jamban. 58 67,4 28 32,6
6 Mendapatkan pelatihan tentang pembuatan
sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan. 56 65,1 30 34,9
7 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuangan air limbah. 53 61,6 33 38,4
8 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pentingnya ventilasi untuk rumah sehat. 41 47,7 45 52,3
9 Mendapatkan brosur-brosur kesehatan mengenai
kesehatan lingkungan dari kader kesehatan 50 58,1 36 41,9
10 Petugas / kader menanyakan masalah yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan tempat
tinggal Anda 50 58,1 36 41,9

Berdasarkan perhitungan informasi / pelatihan kesehatan di Kabupaten

Babussalam menunjukkan bahwa responden dengan kategori baik dan kurang baik

masing-masing dengan jumlah yang sama yaitu 43 orang (50,0%).

Tabel 4.9. Kategori Responden Berdasarkan Informasi / Pelatihan Kesehatan


di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Informasi/Pelatihan Kesehatan Jumlah Persen


1. Baik 43 50,0
2. Kurang Baik 43 50,0
Jumlah 86 100
74

4.2.6. Perilaku Hidup Bersih

Pengukuran perilaku hidup bersih dengan menanyakan pada responden

mengenai jaminan pemeliharaan kesehatan (seperti Askeskin, JPKM), penggunaan

air bersih, menggunakan jamban/WC, pembuangan sampah rumah tangga,

pembuangan air limbah, kebersihan lantai, ventilasi rumah, dan kesesuaian jumlah

ruang dalam rumah dengan jumlah anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak membersihkan rumah dan

membakar sampah setiap hari sebanyak 51 orang (59,3%). Responden sebagian

besar menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari sebanyak 66 orang

(76,7%). Sebagian besar menggunakan jamban / WC keluarga sebanyak 55 orang

(64,0%). Responden sebagian besar tidak membuang sampah di tempat tong

sampah tertutup sebanyak 52 orang (60,5%). Sebagian besar membuang limbah

melalui saluran pembuangan air limbah sebanyak 47 orang (54,7%). Sebanyak 46

orang (53,5%) menyatakan menyapu lantai rumah minimal 2 x sehari. Sebanyak

65 orang (75,6%) menyatakan menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar

masuknya udara. Dan sebanyak 53 responden (61,6%) menyatakan bahwa jumlah

ruangan dalam rumah tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga (penghuni

rumah). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
75

Tabel 4.10.Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Perilaku Hidup Bersih di


Kecamatan Babussalam Tahun 2008

Jawaban
No Indikator Ya Tidak
Jlh % Jlh %
1 Anda membersihkan rumah dan membakar
sampah setiap hari. 35 40,7 51 59,3
2 Menggunakan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. 66 76,7 20 23,3
3 Menggunakan jamban keluarga 55 64,0 31 36,0
4 Membuang sampah rumah tangga di tempat
tong sampah tertutup. 34 39,5 52 60,5
5 Membuang air limbah melalui saluran
pembuangan air limbah. 47 54,7 39 45,3
6 Menyapu lantai rumah Anda minimal 2 x
sehari. 46 53,5 40 46,5
7 Menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar
masuknya udara. 65 75,6 21 24,4
8 Jumlah ruang dalam rumah sesuai dengan
jumlah anggota keluarga. 33 38,4 53 61,6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku hidup bersih

responden dalam kategori kurang baik sebanyak 47 orang (54,7%), dan berperilaku

baik sebanyak 39 orang (45,3%).

Tabel 4.11. Kategori Responden Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih di


Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Perilaku Hidup Bersih Jumlah Persen


1 Baik 39 45,3
2 Kurang baik 47 54,7
Jumlah 86 100
76

4.3. Analisa Bivariat

Pada analisa bivariat ini dilakukan untuk menghubungkan masing-masing

variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengolahan data disajikan pada

tabel silang dan disertakan nilai dari uji chi-square.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pengetahuan

responden, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada responden yang

berpengetahuan baik sebanyak 28 orang (84,8%), responden yang berpengetahuan

kurang baik, perilakunya juga kurang baik sebanyak 42 orang (79,2%). Hasil uji

statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan responden dengan perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.

Berdasarkan sikap responden terhadap petugas kesehatan hygiene dan sanitasi

lingkungan tentang hidup bersih menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang

baik sebagian besar pada responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 33 orang

(91,7%), responden yang bersikap kurang baik, perilakunya juga kurang baik

sebanyak 44 orang (88,0%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan

ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan perilaku hidup bersih,

nilai probabilitas (p) = 0,000.

Faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) yang dimiliki responden

menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada responden

yang mempunyai sarana dan prasarana baik sebanyak 33 orang (86,8%), responden

dengan sarana dan prasarana yang kurang baik, perilakunya juga kurang baik

sebanyak 42 orang (87,5%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan
77

ada hubungan yang signifikan antara faktor enabling (ketersediaan sarana dan

prasarana) dengan perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.

Faktor reinforcing (informasi dan pelatihan kesehatan) yang didapat

responden menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada

responden yang mendapatkan informasi dan pelatihan kesehatan dengan baik

sebanyak 36 orang (83,7%), responden yang kurang mendapatkan informasi /

pelatihan kesehatan kurang baik, perilakunya juga kurang baik sebanyak 40 orang

(93,0%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara faktor reinforcing (informasi dan pelatihan kesehatan) dengan

perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.

Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Variabel Independen Dengan Variabel


Dependen di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

Perilaku Hidup Bersih


Jumlah
Variabel Baik Kurang Baik p
Jlh % Jlh % Jlh %
Pengetahuan
Baik 28 84,4 5 15,2 33 100
0,000
Kurang Baik 11 20,8 45 79.2 53 100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
Sikap
Baik 33 91,7 3 8,3 36 100
0,000
Kurang Baik 6 12,0 44 88,0 50 100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
Faktor Enabling
Baik 33 86,8 5 13,2 38 100
0,000
Kurang Baik 6 12,5 42 87,5 48 100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
Faktor Reinforcing
Baik 36 83,7 7 16,3 43 100
0,000
Kurang Baik 3 7,0 40 93,0 43 100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
78

4.4. Analisis Multivariat

Untuk menghubungkan hubungan variabel independen dengan variabel

dependen secara bersamaan dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji

regresi logistik ganda (multiple logistic regression) untuk mencari faktor yang paling

dominan terhadap perilaku hidup bersih, melalui beberapa langkah yaitu :

1. Melakukan analisa pada model deskriptif pada setiap variabel dengan tujuan

untuk mengestimasi peranan variabel masing-masing.

2. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel

yang dipilih atau yang dianggap signifikan yaitu variabel yang mempunyai nilai

p kurang dari 0,05 (p<0,05).

3. Setelah diidentifikasi variabel yang signifikan, selanjutnya dilakukan pengujian

secara bersamaan dengan metode enter untuk mengidentifikasi faktor paling

dominan yang berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih pada nilai p <0,05 dan

dimasukkan dalam metode persamaan regresi logistik berganda.

Dalam penelitian ini terdapat 4 variabel yang diduga berpengaruh terhadap

perilaku hidup bersih yaitu pengetahuan, sikap, faktor enabling (ketersediaan sarana

dan prasarana), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan). Tahap

selanjutnya keempat variabel ini dimasukkan sebagai kandidat model untuk dilakukan

analisis multivariate.

Dalam pemodelan ini seluruh variabel kandidat dimasukkan secara bersama-

sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p-value >0,05 akan dikeluarkan secara

bertahap (backward selection). Dari hasil uji regresi logistik tahap pertama

menunjukkan bahwa variabel yang harus dikeluarkan karena mempunyai nilai

signifikan >0,05 yaitu variabel pengetahuan, seperti terlihat pada Tabel berikut ini.
79

Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama yang Akan
Masuk Dalam Model

Variabel B Sig. Exp()


Pengetahuan -0,165 0,442* 0,312
Sikap 3,395 0,020 29,722
Faktor enabling (ketersediaan sarana prasarana) 4,030 0,003 56,249
Faktor reinforcing (informasi /pelatihan kesehatan) 3,650 0,006 38,487
Constant -14,678 0,000 0,000
* = Dikeluarkan secara bertahap

Berdasarkan uji regresi tahap pertama, maka 3 variabel yang mempunyai nilai

signifikan <0,05 yaitu sikap, faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana), dan

faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) dimasukkan sebagai kandidat

model untuk uji regresi logistik tahap kedua. Dari uji logistik tahap kedua terlihat

bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih

dalam masyarakat adalah faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) sebesar

37,318. Nilai Exp() ini bermakna bahwa dengan ketersediaan sarana dan prasarana

yang baik maka masyarakat akan berperilaku hidup bersih menjadi semakin kuat

37 kali dibandingkan jika sarana dan prasarana tidak tersedia.

Tabel 4.14. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua

Variabel B Sig. Exp()


Sikap 2,637 0,010 13,972
Faktor enabling (ketersediaan sarana prasarana) 3,619 0,002 37,318
Faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) 3.429 0,005 30,832
Constant -14,450 0,000 0,000
Overall percentage : 93,0%
80

Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh

pengetahuan, ketersediaan sarana dan prasarana, dan informasi/pelatihan kesehatan

terhadap perilaku hidup bersih sebesar 93,0% (overall percentage 93,0%), sedangkan

7,0% dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Dari hasil regresi logistik ganda tahap kedua di atas diperoleh hasil model

persamaan regresi logistik yaitu :

Y = -14,450 + 2,637(sikap) + 3,619(ketersediaan sarana prasarana) + 3,429(informasi/pelatihan kesehatan)

Ini menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih masyarakat akan semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya sikap, ketersediaan sarana prasarana, dan

informasi/pelatihan kesehatan dari tenaga kesehatan.


BAB 5
PEMBAHASAN

Promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk

mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka

masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan

mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya,

dan sebagainya).

Pada penelitian ini, untuk mengetahui upaya promosi kesehatan hygiene dan

sanitasi oleh kader / petugas kesehatan dalam perubahan perilaku masyarakat di

Kecamatan Babussalam sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka

kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.

Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan

determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green, perilaku

ini ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu predisposition factor (pengetahuan

masyarakat, sikap masyarakat), enabling factor (ketersediaan sarana dan prasarana),

dan reinforcing factor (informasi / pelatihan kesehatan yang diperoleh masyarakat

dari kader / petugas kesehatan). Sedangkan hasil dari promosi kesehatan dengan

mengidentifikasi perilaku hidup bersih masyarakat.

81
82

5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Hidup Bersih

Pada hakikatnya promosi atau pendidikan kesehatan suatu kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan

harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau

individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.

Atau dengan kata lain bahwa dengan adanya promosi kesehatan diharapkan dapat

membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan masyarakat (Notoatmodjo,

2007).

Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan oleh kader / petugas

kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan

informasi tentang hidup bersih, manfaat air bersih, kesehatan sanitasi dan hygiene

lingkungan, syarat air rumah tangga, syarat jamban sehat, pembuangan air limbah,

sampah, dan kondisi rumah (luas lantai, dan ruangan). Promosi kesehatan yang

berkaitan dengan kesehatan lingkungan tersebut merupakan usaha-usaha untuk

memperbaiki dan mencegah terjadinya masalah gangguan kesehatan masyarakat.

Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari pengalaman maupun informasi

yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,

media poster, buku petunjuk, dari kerabat dekat, dari petugas kesehatan, dan lain-lain.

Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima, maka pengetahuannya juga

akan semakin bertambah sehingga dapat merubah perilaku yang tidak baik menjadi

perilaku yang baik.


83

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 61,6% masyarakat

mempunyai pengetahuan yang kurang baik tentang hidup bersih. Hal ini berarti masih

banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi / materi tentang kesehatan

hygiene dan sanitasi dari kader/petugas kesehatan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan

belum dapat menjangkau seluruh masyarakat secara merata karena metode yang

dilakukan dalam pemberian informasi pada masyarakat menggunakan metode

promosi kelompok dalam skala kelompok kecil (kurang dari 15 orang), sehingga

pengetahuan masyarakat tentang materi yang disampaikan berbeda-beda tergantung

daya tangkapnya. Pelaksanaan promosi kesehatan dengan skala kecil ini disebabkan

pekerjaan masyarakat yang berbeda-beda sehingga untuk menentukan waktu kegiatan

yang sama sulit dilakukan. Kendala lain yang menyebabkan kurang baiknya

pengetahuan masyarakat yaitu terdapat 43% masyarakat yang berpendidikan dasar

(SD/SMP) sehingga dalam menyerap informasi yang diberikan oleh kader/petugas

kesehatan belum optimal.

Berdasarkan uji regresi logistik menunjukkan bahwa pengetahuan tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku hidup bersih dengan nilai p=0,442

namun pada uji bivariat (chi-square) menunjukkan hubungan yang bermakna. Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Timisela (2007),

yang melakukan penelitian pada karyawan Dinas Kesehatan Propinsi Papua yang

mendapati bahwa tingkat pengetahuan karyawan tentang PHBS memiliki keterkaitan

dengan perilaku karyawan terhadap PHBS. Demikian juga dengan hasil penelitian
84

yang dilakukan oleh Sunawi (2003), yang meneliti tentang Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat di Desa Pekiringan Ageng Kabupaten Pekalongan mendapatkan hasil bahwa

ada hubungan antara pengetahuan dengan praktek PHBS (p=0,001).

Promosi kesehatan yang dilaksanakan kader dengan memberikan informasi-

informasi tentang hygiene dan sanitasi, cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan

kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-

pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran masyarakat, dan akhirnya akan

menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.

Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memang memakan waktu yang lama,

tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran

mereka sendiri (bukan karena paksaan).

Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor predisposisi

(pengetahuan) dilakukan dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan dan

penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, sehingga akan memudahkan terjadinya

perilaku sehat pada masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, pengetahuan yang

diperoleh masyarakat tidak berpengaruh terhadap perilaku hidup bersihnya.

5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Hidup Bersih

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 58,1% masyarakat

mempunyai sikap yang kurang baik (negatif). Pada Tabel 4.12 terlihat bahwa
85

masyarakat dengan sikap yang baik mempunyai perilaku hidup bersih yang baik,

sedangkan masyarakat dengan sikap yang kurang baik mempunyai perilaku yang

kurang baik pula. Sikap yang baik (positif) merupakan pendapat atau penilaian

seseorang yang baik terhadap promosi kesehatan yang diberikan oleh kader/petugas

kesehatan tentang hygiene dan sanitasi, dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

Sikap masyarakat yang kurang baik (negatif) yaitu banyak masyarakat yang

tidak menginginkan informasi yang diberikan oleh kader / petugas kesehatan

dilakukan berulang-ulang, karena hal tersebut membosankan. Dengan pemberian

informasi yang berulang-ulang masyarakat merasa bahwa itu akan membuang-buang

waktu mereka. Menurut kader/petugas kesehatan, pemberian informasi yang

berulang-ulang tersebut agar masyarakat dapat mengingat dan melakukan tindakan

sesuai perilaku hidup bersih, karena informasi yang diberikan secara berulang dan

terus menerus akan memudahkan masyarakat untuk mengingatnya. Namun, dengan

indikasi bahwa masyarakat tidak menginginkan informasi yang berulang-ulang, maka

petugas berupaya memberikan informasi dengan singkat dan jelas sehingga informasi

yang diberikan mampu mengubah sikap masyarakat menjadi positif terhadap hygiene

dan sanitasi..

Masyarakat juga tidak setuju kalau kader/petugas kesehatan lebih sering

mendatangi masyarakat dengan lingkungan yang kurang baik saja. Mereka

menginginkan bahwa kader/petugas kesehatan memberikan informasi secara

menyeluruh dan sama rata pada warga masyarakat sehingga informasi yang diperoleh
86

tentang hygiene dan sanitasi pada tingkatan yang sama pula. Masyarakat juga

mengharapkan jika ada bantuan dari pemerintah untuk kepentingan kesehatan

diberikan pada seluruh warga masyarakat.

Berdasarkan uji multivariat menggunakan regresi logistik terlihat bahwa sikap

masyarakat berhubungan secara signifikan dengan perilaku hidup bersih (p=0,010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Timisela (2007), yang mendapati bahwa

sikap karyawan Dinas Kesehatan Papua tentang PHBS memiliki keterkaitan dengan

perilaku karyawan tentang PHBS. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mau (2007), yang meneliti promosi kesehatan pada siswa SMU mendapati

bahwa ada pengaruh yang bermakna dalam peningkatan sikap siswa SMU setelah 2

bulan diberikan promosi kesehatan dengan metode peer education.

Sikap masyarakat yang negatif muncul karena dipengaruhi oleh konsep diri

(self concept). Menurut Notoatmodjo (2005) self concept ditentukan oleh tingkat

kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan terhadap diri sendiri, terutama

bagaimana keinginan memperlihatkan diri kepada orang lain. Apabila orang lain

melihat diri positif dan menerima apa yang dilakukan, maka akan menerima perilaku

tersebut. Tetapi apabila orang lain mempunyai sikap (berpandangan) negatif terhadap

perilaku diri, dalam jangka waktu yang lama, maka akan merasa suatu keharusan

untuk melakukan perubahan perilaku.

Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor predisposisi (sikap)

dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan dan penyuluhan kesehatan
87

dengan mengharapkan sikap warga menjadi positif dan melakukan perubahan

perilaku menjadi lebih baik. Upaya promosi kesehatan dengan sikap yang positif ini

dimaksudkan untuk meluruskan tradisi-tradisi, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai,

dan sebagainya yang tidak kondusif (keliru) dapat berubah menjadi berperilaku

sehat.

5.3. Pengaruh Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana) Terhadap


Perilaku Hidup Bersih

Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan dalam

mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya (enabling

factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan

pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik tentang

kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah dilakukan

pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang, ternyata faktor

pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku

hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan pengetahuan orang atau masyarakat

tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila tidak didukung oleh fasilitas, yaitu

tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan yang bergizi, fasilitas imunisasi,

pelayanan kesehatan dan sebagainya maka mereka sulit untuk mewujudkan perilaku

tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo di atas, dimana

faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor yang dominan

mempengaruhi masyarakat dalam perilaku hidup bersih. Dengan uji regresi logistik,
88

faktor enabling berpengaruh secara signifikan (p=0,002) dan mampu memprediksi

perubahan perilaku masyarakat Kecamatan Babussalam sebesar 37,318. Ini

menunjukkan bahwa jika sarana dan prasarana kesehatan tersedia maka perilaku

hidup bersih akan dilakukan oleh masyarakat, demikian juga sebaliknya, jika sarana

dan prasarana kesehatan tidak tersedia maka perilaku kesehatan masyarakat juga

buruk. Perilaku hidup bersih dapat menjadi suatu kebiasaan yang baik jika

tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, misalnya adanya tong sampah di

setiap rumah penduduk, maka masyarakat akan mempunyai kebiasaan membuang

sampah di tong sampah tersebut, dan kebersihan rumah akan terjaga.

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di Kecamatan

Babussalam sebanyak 55,8% dalam kategori kurang baik. Dari 10 pertanyaan yang

diajukan menunjukkan bahwa sebanyak 50% ruang kamar tidur dihuni paling banyak

oleh 2 orang, dibandingkan dengan 9 indikator lainnya yang mempunyai persentase

lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga masyarakat Kecamatan

Babussalam tergolong banyak.

Pada Tabel 4.12. terlihat bahwa masyarakat dengan ketersediaan sarana dan

prasarana yang baik perilaku hidup bersihnya baik, sedangkan masyarakat dengan

ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang baik, perilakunya juga kurang baik.

Ini mengindikasikan bahwa perilaku yang baik ditunjang oleh ketersediaan sarana

dan prasarana kesehatan, seperti penggunaan sumber air bersih, tersedianya jamban,

tersedia tong sampah, mempunyai tempat pembakaran sampah, menutup tempat

penampungan air bersih, air limbah mempunyai septictank, rumah memiliki


89

ventilasi, lantai terbuat dari semen/tegel/keramik, dan lebar ruangan terhadap jumlah

anggota keluarga seimbang.

Fasilitas, sarana, prasarana yang mendukung ikut berperan serta untuk

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum

menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk

memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat,

agar masyarakat mempunyai perilaku sehat, harus terakses (terjangkau) sarana dan

prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan dalam masyarakat tidak terlepas

dari peran serta kader/petugas kesehatan dalam promosi kesehatan yang

menganjurkan agar masyarakat selalu memperhatikan hygiene dan sanitasi

lingkungan seperti syarat rumah sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian Raule (2004),

yang menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perilaku hidup

bersih tatanan rumah tangga di Kelurahan Sindulang Manado menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara ketersediaan prasarana kesehatan dengan perilaku

hidup bersih masyarakat.

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di masyarakat dapat dilakukan

dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan merupakan upaya

atau proses yang dilakukan oleh kader/petugas kesehatan untuk menumbuhkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,

memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan. Harapan dari ketersediaan

sarana dan prasarana ini yaitu dengan timbulnya kemampuan masyarakat di bidang
90

kesehatan berarti masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, mampu

mewujudkan kemauan atau niat kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan atau

perilaku hidup sehat.

Masyarakat yang sudah bisa mencukupi sarana, prasarana, fasilitas atau dana

untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku kesehatan, berarti telah

mempunyai kemampuan untuk hidup sehat. Masyarakat yang telah mampu

memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan sarana atau prasarana kesehatan adalah

masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan. Dalam upaya penyediaan sarana dan

prasarana ini pemerintah Kecamatan Babussalam memberikan bantuan di beberapa

desa, yaitu penyediaan air bersih, dan tempat pengumpulan / tong sampah yang dapat

digunakan secara bersama-sama.

5.4. Pengaruh Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan) Terhadap


Perilaku Hidup Bersih

Menurut Hassan (2005), untuk meningkatkan kesehatan dan perilaku

masyarakat, faktor reinforcing (informasi / pelatihan) dari petugas kesehatan

merupakan hal penting dilakukan. Pelatihan memiliki tujuan penting untuk

meningkatkan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program secara

keseluruhan. Upaya pelatihan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang

baik bagi masyarakat. Dengan memberikan pelatihan, dapat meyakinkan masyarakat

bahwa dengan mempelajari sesuatu yang diyakini pasti mengandung manfaat; proses

belajar dapat memberikan keterampilan, dan apabila keterampilan tersebut semakin

sering dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya.


91

Petugas kesehatan sebagai pendorong bagi perubahan perilaku masyarakat di

Kecamatan Babussalam masih dirasakan kurang oleh masyarakat. Terlihat dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang mendapatkan informasi/pelatihan

dari kader/petugas kesehatan dengan baik sama besar dengan yang kurang baik yaitu

50%. Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa masyarakat yang mendapatkan pelatihan dengan

baik maka perilaku hidup bersih juga baik, demikian juga sebaliknya, masyarakat

dengan kategori kurang baik maka perilaku hidup bersih juga kurang baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunawi

(2003), mendapati hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pelatihan

(dukungan) tenaga kesehatan dengan praktek PHBS (p=0,000). Demikian juga

penelitian yang dilakukan oleh Raule (2004), menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara dukungan dari tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan dengan

perilaku hidup bersih masyarakat.

Informasi/pelatihan yang merupakan faktor reinforcing bagi perilaku hidup

bersih menjadi hal penting dalam perubahan perilaku masyarakat, untuk itu promosi

kesehatan yang paling tepat yaitu dengan memberikan penyuluhan/pelatihan secara

langsung tentang lingkungan sehat, syarat hidup bersih, rumah sehat, menggunakan

media yang mudah dipahami masyarakat disertai gambar-gambar dalam bentuk

brosur-brosur / leaflet. Tujuan utama dari pelatihan ini yaitu agar sikap dan perilaku

kader/petugas kesehatan dapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat

tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat).


92

Dalam upaya promosi kesehatan hygiene dan sanitasi ini diharapkan peran

serta pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan kesehatan hygiene dan sanitasi agar dapat menunjang perilaku

hidup sehat bagi masyarakat, misalnya peraturan tentang pembuatan sumur gali,

Gerakan Jumat Bersih, penghijauan, pemeliharaan ternak, dan lain-lain. Menurut

Notoatmodjo (2007), cara tersebut di atas dalam perubahan perilaku masyarakat

adalah dengan cara dipaksakan kepada masyarakat sehingga mau melakukan

(berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang

cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena

perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

Mengubah perilaku kesehatan masyarakat dilakukan petugas kesehatan

dengan usaha promotif dan preventif sesuai dengan paradigma sehat. Usaha promotif

yang dilakukan oleh kader/ petugas kesehatan yaitu dengan memberikan informasi

dengan penyuluhan pada masyarakat tentang kebersihan lingkungan, dan penyakit

yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Sedangkan usaha pencegahan (preventif)

dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang pencegahan demam berdarah,

pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan, pembuatan jamban,

pembuangan air limbah yang baik, dan menanyakan masalah-masalah yang berkaitan

dengan kesehatan lingkungan masyarakat.

Masyarakat di Kecamatan Babussalam dengan kehidupan yang masih

agamais, peran tenaga kesehatan dalam merubah perilaku masyarakat belum

mendapat perhatian yang besar, dibandingkan dengan kepemimpinan seorang ustad /


93

ulama. Masyarakat masih menjunjung tinggi peran ustad/ulama yang menjadi sosok

panutan, sehingga menurut penulis, ustad/ulama perlu dilibatkan dan mengambil

peran yang lebih besar dalam mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih.

Demikian juga halnya dengan tokoh masyarakat yang disegani oleh warga

masyarakat, dapat ikut berpartisipasi dalam mengubah perilaku masyarakat.

5.5. Perilaku Hidup Bersih Masyarakat

Perilaku hidup bersih merupakan upaya untuk memberdayakan anggota

masyarakat agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih serta

berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Melalui perilaku hidup

bersih, masyarakat diharapkan dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri,

terutama dalam tatanan masing-masing atau dapat menerapkan cara-cara hidup bersih

dan sehat dengan menjaga dan memelihara kesehatannya.

Menurut Depkes (2006), indikator PHBS di rumah tangga adalah sebagai

berikut : 1)Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan; 2) Bayi diberi ASI saja

sejak lahir sampai berusia 6 bulan; 3) Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan;

4)Ketersediaan air bersih; 5)Ketersediaan jamban; 6)Kesesuaian luas lantai dengan

jumlah penghuni; 7)Lantai rumah bukan dari tanah. Menurut (Entjang, 2000), hygiene

dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan

ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, yaitu dengan meningkatkan

lingkungan yang berguna.


94

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar perilaku hidup bersih responden

dalam kategori kurang baik (54,7%), dan selebihnya dalam kategori berperilaku baik

(45,3%). Hasil ini menggambarkan bahwa promosi yang dilakukan oleh kader / ketua

kesehatan belum mampu mengubah secara signifikan perilaku hidup bersih

masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif.

Perilaku yang kurang baik masyarakat berkaitan dengan hygiene dan sanitasi

yaitu kebiasaan masyarakat (baik anak-anak maupun orang tua) buang air besar

(BAB) di sungai sehingga mengotori dan mencemari sumber air. Disamping sebagai

tempat BAB, sungai juga dijadikan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan lain-lain. Untuk itu, promosi yang dilakukan

berkaitan dengan perilaku hidup bersih yaitu dengan mengutamakan pemberian

informasi pada keluarga / rumah tangga. Keluarga atau rumah tangga adalah unit

masyarakat terkecil, oleh sebab itu untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat

harus dimulai di masing-masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk

perilaku-perilaku masyarakat. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama

dalam promosi kesehatan pada tatanan ini. Karena orang tua, terutama ibu,

merupakan peletak dasar perilaku dan terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak.

Keterbatasan penelitian PHBS dalam penelitian ini hanya indikator perilaku

hidup bersih dan sehat yang berkaitan hygiene dan sanitasi lingkungan. Indikator

perilaku hidup bersih yang termasuk ke dalam lingkungan yaitu ketersediaan air

bersih, jamban keluarga, tempat sampah, pengelolaan air limbah, lantai rumah,

ventilasi, dan kesesuaian luas lantai dengan penghuni dan lantai rumah.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam analisis data dan

pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel sikap, enabling (ketersediaan sarana dan prasarana), dan faktor

reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap perilaku hidup bersih dengan p<0,05.

2. Dari tiga variabel yang berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih, variabel

enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor yang paling

dominan mempengaruhi perilaku hidup bersih sebesar 37,318.

3. Seluruh model yang diteliti dapat menjelaskan sebesar 93,0% terhadap perilaku

hidup bersih masyarakat.

6.2. Saran-Saran

1. Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dan unsur terkait :

a. Menyediakan sarana dan prasarana kesehatan untuk menunjang perilaku

hidup bersih seperti saringan air bersih, jamban sederhana, dan tong

sampah di tempat-tempat umum.

b. Melakukan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi di berbagai

kesempatan pertemuan sehingga kesehatan lingkungan dan perilaku hidup

bersih dapat diterima secara sadar oleh setiap individu dalam masyarakat.

95
96

2. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara :

a. Berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dalam

pengadaan sarana dan prasarana yang menunjang perilaku hidup bersih

masyarakat.

b. Melakukan pelatihan berkala kepada petugas higiene dan sanitasi untuk

menciptakan tenaga yang profesional.

c. Memberikan reward atau penghargaan kepada masyarakat yang

melakukan perilaku hidup bersih dengan baik dan dapat dijadikan contoh

atau teladan bagi masyarakat lainnya. Juga memberikan penghargaan dan

insentif kepada kader/petugas kesehatan terbaik agar dapat menjadi

motivasi bagi kader/petugas kesehatan lainnya.

3. Kepada Kader / Petugas Kesehatan

a. Melakukan Gerakan Jumat Bersih, penghijauan, dan melakukan promosi

kesehatan dengan menyesuaikan sosial budaya setempat.

b. Melibatkan tokoh agama dalam upaya promosi kesehatan agar tujuan

dapat lebih mudah dicapai, dengan melakukan kegiatan secara rutin dan

menyesuaikan waktu penyuluhan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A, 2002, Psikologi Sosial, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta.

Chandra, B., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Editor Palupi Widyastuti,


Cetakan I, EGC, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1987, Posyandu, Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan


Masyarakat.

________, 2000, Modul Pelatihan Peningkatan PSM Pengorganisasi dan


Pengembangan Masyarakat, Seri PSM No. 27, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

_________, 2002, Menggerakkan Kegiatan Masyarakat di Bidang Kesehatan,


Pedoman Kader Pembangunan Kesehatan Masyarakat Perkotaan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

_________, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1202/MENKES/SK/VIII/2003, Jakarta.

Dinas Kesehatan Aceh Tenggara, 2007, Profil Kesehatan Aceh Tenggara. Pemerintah
Kabupaten Aceh Tenggara, Kutacane.

Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2006, Profil Kesehatan


Naggroe Aceh Darussalam. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Banda Aceh.

Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti,
Bandung

Green, L. W. dan Marshall Kreuter, 2005. Health Program Planning : an Educational


and Ecological Approach, New York: Published by McGraw-Hill, a Business
Unit of The McGraw-Hill Companies Inc., USA.

Gunawan, S., 2007, Peran Kader Kesehatan dalam Program Imunisasi, Direktorat
Epim Depkes RI, Jakarta.

97
98

Hassan, A., 2005, pendekatan Sistem Sosial Suatu Kerangka Analisis Promosi
Kesehatan, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta.

Hasibuan, M., 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketujuh, Bumi
Aksara, Jakarta.

______, 2007, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Edisi
Pertama, Salemba Medika, Jakarta.

Hastono, S.P., 2007, Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia, Jakarta.
Karo-Karo, S., 1999, Kader Superstar Baru dalam Dunia Kesehatan, Majalah
Kesehatan No. 72, Jakarta.
Krianto, T, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Promosi Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta
Mangkunegara, A.A.A.P, 2005, Evaluasi Kinerja SDM, Cetakan Pertama, Refika
Aditama, Jakarta.
Mantra I.B. 1997, Kader Tenaga Harapan Masyarakat, Proyek Pengembangan
Penyuluhan Gizi, Jakarta.
Mau, D.T, 2007, Promosi Kesehatan Dengan Metode Peer Education Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Siswa Dalam Upaya Pencegahan Penularan
HIV/AIDS di Kabupaten Belu-NTT, Abstrak, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
McKenzi, J.F, Robert R.P, Jerome E.K, 2007, Kesehatan Masyarakat : Suatu
Pengantar, Edisi 4, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
______, 2003, Ilmu Kesehatan dan Perilakuu Masyarakat, Edisi I, Cetakan Kedua,
Rineka Cipta, Jakarta.
______, 2005, Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Cetakan Kedua, Rineka
Cipta, Jakarta.
______, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan Pertama, Rineka Cipta,
Jakarta.
Nugroho, B.A. 2005, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS,
Andi, Yogyakarta.
99

Pratomo, H, 2005, Aplikasi Advokasi Dalam Promosi Kesehatan, Rineka Cipta,


Jakarta.
Priatna, D.S., 2007, Sudah Mendapat Perhatian, Namun Belum Menjadi Prioritas,
Majalah Percik, Oktober 2007.
Rachmat, H.H., 2004, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,
Kebijakan, Perencanan dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Raule, R., 2004, Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih
Tatanan Rumah Tangga di Kelurahan Sindulang, Manado.
Riduwan, 2005, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Cetakan Kedua,
Bandung, Alfabeta.
Sanjaya, B., Albertus H., 2006, Panduan Penelitian, Cetakan Kedua, Prestasi
Pustakarya, Jakarta.
Singarimbun, M., 2006, Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, Bumi Aksara,
Jakarta.
Sudjana, 2003, Matode Statistika, Cetakan Keenam, Edisi V, Tarsito, Bandung.

Suharjo, B., 2008, Analisis Regresi Terapan Dengan SPSS, Cetakan Kedua, Graha
Ilmu, Jakarta.

Sunawi, T., 2003, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Desa Pekiringan Ageng
Kabupaten Pekalongan, Semarang.

Sutanto, S. 2007, Metodologi Penelitian, Cetakan Ketiga, Alfabeta, Bandung.

Timisela, A., 2007, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada
Karyawan Dinas Kesehatan Propinsi Papua, Asbtrak, Program Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lampiran 1.

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING
PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH
MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM KABUPATEN ACEH
TENGGARA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008

NOMOR RESPONDEN :

A. WILAYAH/DESA : .................................................................
B. PUSKESMAS : .................................................................
C. TANGGAL WAWANCARA : .................................................................
D. WAKTU / PUKUL : .................................................................

PETUNJUK
1. Jawablah pertanyaan yang diajukan pada Saudara dengan sebenar-benarnya,
sesuai dengan apa yang diketahui dan apa yang Saudara lakukan.
2. Apapun jawaban saudara tidak mempengaruhi Saudara akan tetapi jawaban
yang benar sangat diperlukan dalam penelitian ini.
3. Partisipasi Saudara sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran penelitian
ini yang ke depannya diharapkan bermanfaat bagi pencapaian program
Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi

I. Identitas Responden

1. Umur :.

2. Jenis kelamin :..

3. Pendidikan Terakhir :.

100
101

Berilah tanda checklist (9) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan apa yang Saudara Lakukan, kriteria dengan memberi
jawaban Ya dan Tidak

II. Pengetahuan Yang Didapat dari Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi
Jawaban
No Pertanyaan Skor
Ya Tidak
1 Apakah ibu/bapak/saudara mendapatkan informasi
tentang kesehatan hidup bersih dan sehat dari petugas
kesehatan
2 Apakah anda mendapatkan informasi tentang manfaat
dari penggunaan air bersih berhubungan dengan
kesehatan diri/ lingkungan dari petugas kesehatan
3 Apakah anda mendapatkan informasi tentang usaha
untuk meningkatkan kesehatan sanitasi dan higiene
lingkungan dari petugas kesehatan
4 Apakah anda mendapatkan informasi tentang Syarat
untuk air rumah tangga yang bersih dari petugas
kesehatan
5 Apakah anda mendapatkan informasi tentang syarat
jamban yang sehat dari petugas kesehatan
6 Apakah anda mendapatkan informasi tentang
pembuangan air limbah rumah tangga yang baik dari
petugas kesehatan
7 Apakah anda mendapatkan informasi tentang
pengaturan air limbah dari petugas kesehatan
8 Apakah anda mendapatkan informasi tentang tempat
pembuangan sampah yang baik dari petugas
kesehatan
9 Apakah anda mendapatkan informasi tentang lantai
rumah tangga yang baik dari petugas kesehatan
10 Apakah anda mendapatkan informasi tentang luas
lantai yang sesuai dengan jumlah penghuni dari
petugas kesehatan
102

Berilah tanda checklist (9) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan sikap Saudara, dengan memberi jawaban :
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), dan TS (Tidak Setuju).

III. Sikap Terhadap Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi Tentang Hidup
Bersih

Jawaban
No Pernyataan Skor
SS S TS
1 Petugas kesehatan memberikan informasi
pada masyarakat tentang kesehatan
lingkungan dilakukan berulang-ulang.
2 Petugas kesehatan memberi dorongan pada
masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan
3 Petugas kesehatan memberikan informasi
dengan mendatangi warga dengan lingkungan
yang kurang baik saja.
4 Petugas kesehatan memberikan informasi
menggunakan media yang canggih.
5 Petugas kesehatan memberi sanksi pada
masyarakat yang tidak menjaga kebersihan
lingkungan

IV. Faktor enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana)

Jawaban
No Pertanyaan Skor
Ya Tidak
1. Apakah Anda menggunakan sumber air bersih dari air
ledeng / PAM?
2. Apakah di rumah Anda tersedia jamban / WC ?
3. Apakah di rumah Anda tersedia tong sampah (tempat
pembuangan sampah)?
4. Apakah di rumah anda terdapat tempat pembakaran
sampah ?
103

Jawaban
No Pertanyaan Skor
Ya Tidak
5. Apakah tempat penampungan air bersih anda
menggunakan tutup ?
6. Apakah di tempat tinggal Anda pembuangan air
limbah menggunakan septictank ?
7. Apakah penampungan air bersih di dalam rumah?
8. Apakah rumah anda memiliki ventilasi / lubang angin
yang cukup?
9. Apakah lantai rumah anda terbuat dari semen/tegel/
keramik ?
10. Apakah ruang kamar tidur di rumah anda dihuni
paling banyak oleh 2 orang?

V. Faktor Reinforcing
Berilah tanda checklist (9) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan keadaan Saudara, kriteria dengan memberi jawaban P
(Pernah) dan TP (Tidak Pernah)
Jawaban
No Pernyataan Skor
P TP
1. Anda atau anggota keluarga di rumah mendapatkan
informasi kesehatan secara langsung dari kader/
petugas kesehatan ?
2. Anda mendapatkan informasi tentang lingkungan
sehat dari kader/petugas kesehatan ?
3. Petugas kesehatan memberikan penyuluhan atau
pesan menggunakan gambar-gambar pada Anda?
4. Anda pernah mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan tentang kesehatan lingkungan yang
memenuhi syarat hidup bersih
5. Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan jamban.
6. Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat
kesehatan.
104

Jawaban
No Pernyataan Skor
P TP
7 Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuangan air limbah.
8 Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pentingnya ventilasi untuk rumah sehat.
9 Anda mendapatkan brosur-brosur kesehatan
mengenai kesehatan lingkungan dari kader kesehatan
10 Petugas / kader menanyakan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan lingkungan tempat tinggal Anda ?

VI. Perilaku Hidup Bersih


Berilah tanda checklist (9) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan keadaan saudara, kriteria dengan memberi jawaban Ya dan
Tidak
Jawaban
No Pernyataan Skor
Ya Tidak
1. Anda membersihkan rumah dan membakar sampah
setiap hari.
2. Anda menggunakan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3. Anda dan keluarga menggunakan jamban keluarga
4. Anda membuang sampah rumah tangga di tempat
tong sampah tertutup.
5. Anda membuang air limbah melalui saluran
pembuangan air limbah.
6. Anda menyapu lantai rumah Anda minimal 2 x
sehari.
7. Anda menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar
masuknya udara yang paling utama.
8. Jumlah ruang dalam rumah sesuai dengan jumlah
anggota keluarga.
105

KUESIONER PENELITIAN UNTUK KADER

Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan)

a. Apakah Anda memberikan informasi hygiene dan sanitasi pada masyarakat?


a. Ya b. Tidak

2. Apakah Anda memberikan penyuluhan tentang lingkungan sehat kepada


keluarga?
a. Ya b. Tidak

3. Apakah Anda memberikan penyuluhan menggunakan pesan-pesan bergambar?


a. Ya b. Tidak

4. Apakah Anda memberikan informasi kepada masyarakat tentang kesehatan


lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih
a. Ya b. Tidak

5. Apakah memberikan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pembuatan


jamban?
a. Ya b. Tidak

6. Apakah Anda memberikan pelatihan tentang pembuatan sumur gali yang


memenuhi syarat kesehatan kepada masyarakat ?
a. Ya b. Tidak

7. Apakah anda memberikan pelatihan tentang pembuangan air limbah pada


masyarakat ?
a. Ya b. Tidak

8. Apakah anda memberikan pelatihan tentang pentingnya ventilasi untuk rumah


sehat pada masyarakat ?
a. Ya b. Tidak

9. Apakah anda membagikan brosur-brosur kesehatan mengenai kesehatan


lingkungan kepada warga masyarakat.
a. Ya b. Tidak

10. Apakah dalam selalu menanyakan masalah yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan tempat tinggal warga ?
a. Ya b. Tidak
106

Tabel Frekuensi

umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-40 tahun 14 16.3 16.3 16.3
41-60 tahun 69 80.2 80.2 96.5
>60 tahun 3 3.5 3.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid perempuan 23 26.7 26.7 26.7
laki-laki 63 73.3 73.3 100.0
Total 86 100.0 100.0

pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD-SMP 37 43.0 43.0 43.0
SMA 46 53.5 53.5 96.5
Dipl-Sarjana 3 3.5 3.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 28 32.6 32.6 32.6
Ya 58 67.4 67.4 100.0
Total 86 100.0 100.0
107

Pengetahuan-2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 35 40.7 40.7 40.7
Ya 51 59.3 59.3 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 39 45.3 45.3 45.3
Ya 47 54.7 54.7 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 33 38.4 38.4 38.4
Ya 53 61.6 61.6 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 33 38.4 38.4 38.4
Ya 53 61.6 61.6 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 34 39.5 39.5 39.5
Ya 52 60.5 60.5 100.0
Total 86 100.0 100.0
108

Pengetahuan-7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 40 46.5 46.5 46.5
Ya 46 53.5 53.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 39 45.3 45.3 45.3
Ya 47 54.7 54.7 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 41 47.7 47.7 47.7
Ya 45 52.3 52.3 100.0
Total 86 100.0 100.0

Pengetahuan-10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 26 30.2 30.2 30.2
Ya 60 69.8 69.8 100.0
Total 86 100.0 100.0

pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 38.4 38.4 38.4
Kurang Baik 53 61.6 61.6 100.0
Total 86 100.0 100.0
109

sikap-1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 33 38.4 38.4 38.4
setuju 31 36.0 36.0 74.4
sangat setuju 22 25.6 25.6 100.0
Total 86 100.0 100.0

sikap-2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 21 24.4 24.4 24.4
setuju 38 44.2 44.2 68.6
sangat setuju 27 31.4 31.4 100.0
Total 86 100.0 100.0

sikap-3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 34 39.5 39.5 39.5
setuju 20 23.3 23.3 62.8
sangat setuju 32 37.2 37.2 100.0
Total 86 100.0 100.0

sikap-4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 16 18.6 18.6 18.6
setuju 50 58.1 58.1 76.7
sangat setuju 20 23.3 23.3 100.0
Total 86 100.0 100.0
110

sikap-5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 33 38.4 38.4 38.4
setuju 28 32.6 32.6 70.9
sangat setuju 25 29.1 29.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

sikap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 36 41.9 41.9 41.9
Kurang Baik 50 58.1 58.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 21 24.4 24.4 24.4
Ya 65 75.6 75.6 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 31 36.0 36.0 36.0
Ya 55 64.0 64.0 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 38 44.2 44.2 44.2
Ya 48 55.8 55.8 100.0
Total 86 100.0 100.0
111

enabling-4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 34 39.5 39.5 39.5
Ya 52 60.5 60.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 36 41.9 41.9 41.9
Ya 50 58.1 58.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 37 43.0 43.0 43.0
Ya 49 57.0 57.0 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 35 40.7 40.7 40.7
Ya 51 59.3 59.3 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 31 36.0 36.0 36.0
Ya 55 64.0 64.0 100.0
Total 86 100.0 100.0
112

enabling-9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 34 39.5 39.5 39.5
Ya 52 60.5 60.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling-10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 43 50.0 50.0 50.0
Ya 43 50.0 50.0 100.0
Total 86 100.0 100.0

enabling

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 38 44.2 44.2 44.2
Kurang Baik 48 55.8 55.8 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 10 11.6 11.6 11.6
Pernah 76 88.4 88.4 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 27 31.4 31.4 31.4
Pernah 59 68.6 68.6 100.0
Total 86 100.0 100.0
113

reinforcing-3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 42 48.8 48.8 48.8
Pernah 44 51.2 51.2 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 41 47.7 47.7 47.7
Pernah 45 52.3 52.3 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 28 32.6 32.6 32.6
Pernah 58 67.4 67.4 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 30 34.9 34.9 34.9
Pernah 56 65.1 65.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 33 38.4 38.4 38.4
Pernah 53 61.6 61.6 100.0
Total 86 100.0 100.0
114

reinforcing-8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 45 52.3 52.3 52.3
Pernah 41 47.7 47.7 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 36 41.9 41.9 41.9
Pernah 50 58.1 58.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing-10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 36 41.9 41.9 41.9
Pernah 50 58.1 58.1 100.0
Total 86 100.0 100.0

reinforcing

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 43 50.0 50.0 50.0
Kurang Baik 43 50.0 50.0 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 51 59.3 59.3 59.3
Ya 35 40.7 40.7 100.0
Total 86 100.0 100.0
115

PHBS-2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 20 23.3 23.3 23.3
Ya 66 76.7 76.7 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 31 36.0 36.0 36.0
Ya 55 64.0 64.0 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 52 60.5 60.5 60.5
Ya 34 39.5 39.5 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 39 45.3 45.3 45.3
Ya 47 54.7 54.7 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 40 46.5 46.5 46.5
Ya 46 53.5 53.5 100.0
Total 86 100.0 100.0
116

PHBS-7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 21 24.4 24.4 24.4
Ya 65 75.6 75.6 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS-8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 53 61.6 61.6 61.6
Ya 33 38.4 38.4 100.0
Total 86 100.0 100.0

PHBS

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 39 45.3 45.3 45.3
Kurang Baik 47 54.7 54.7 100.0
Total 86 100.0 100.0
117

Tabel Silang

pengetahuan * PHBS Crosstabulation

PHBS
Baik Kurang Baik Total
pengetahuan Baik Count 28 5 33
% within pengetahuan 84.8% 15.2% 100.0%
% of Total 32.6% 5.8% 38.4%
Kurang Baik Count 11 42 53
% within pengetahuan 20.8% 79.2% 100.0%
% of Total 12.8% 48.8% 61.6%
Total Count 39 47 86
% within pengetahuan 45.3% 54.7% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 33.710b 1 .000
Continuity Correctiona 31.173 1 .000
Likelihood Ratio 36.271 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
33.318 1 .000
Association
N of Valid Cases 86
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.
97.
118

sikap * PHBS Crosstabulation

PHBS
Baik Kurang Baik Total
sikap Baik Count 33 3 36
% within sikap 91.7% 8.3% 100.0%
% of Total 38.4% 3.5% 41.9%
Kurang Baik Count 6 44 50
% within sikap 12.0% 88.0% 100.0%
% of Total 7.0% 51.2% 58.1%
Total Count 39 47 86
% within sikap 45.3% 54.7% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 53.600b 1 .000
Continuity Correctiona 50.433 1 .000
Likelihood Ratio 61.131 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
52.976 1 .000
Association
N of Valid Cases 86
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.
33.

enabling * PHBS Crosstabulation

PHBS
Baik Kurang Baik Total
enabling Baik Count 33 5 38
% within enabling 86.8% 13.2% 100.0%
% of Total 38.4% 5.8% 44.2%
Kurang Baik Count 6 42 48
% within enabling 12.5% 87.5% 100.0%
% of Total 7.0% 48.8% 55.8%
Total Count 39 47 86
% within enabling 45.3% 54.7% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%
119

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 47.297b 1 .000
Continuity Correctiona 44.345 1 .000
Likelihood Ratio 52.713 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
46.747 1 .000
Association
N of Valid Cases 86
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.
23.

reinforcing * PHBS Crosstabulation

PHBS
Baik Kurang Baik Total
reinforcing Baik Count 36 7 43
% within reinforcing 83.7% 16.3% 100.0%
% of Total 41.9% 8.1% 50.0%
Kurang Baik Count 3 40 43
% within reinforcing 7.0% 93.0% 100.0%
% of Total 3.5% 46.5% 50.0%
Total Count 39 47 86
% within reinforcing 45.3% 54.7% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%
120

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 51.093b 1 .000
Continuity Correctiona 48.044 1 .000
Likelihood Ratio 58.508 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
50.499 1 .000
Association
N of Valid Cases 86
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.
50.
121

Regresi Logistik Tahap I

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 86 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 86 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 86 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Baik 0
Kurang Baik 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted

PHBS Percentage
Observed Baik Kurang Baik Correct
Step 0 PHBS Baik 0 39 .0
Kurang Baik 0 47 100.0
Overall Percentage 54.7
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant .187 .217 .742 1 .389 1.205
122

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables pengetahuan 33.710 1 .000
0 sikap 53.600 1 .000
enabling 47.297 1 .000
reinforcing 51.093 1 .000
Overall Statistics 67.233 4 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 90.552 4 .000
Block 90.552 4 .000
Model 90.552 4 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 27.924a .651 .871
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Predicted

PHBS Percentage
Observed Baik Kurang Baik Correct
Step 1 PHBS Baik 36 3 92.3
Kurang Baik 3 44 93.6
Overall Percentage 93.0
a. The cut value is .500
123

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step
a
pengetahuan -1.165 1.514 .592 1 .442 .312
1 sikap 3.392 1.463 5.378 1 .020 29.722
enabling 4.030 1.359 8.794 1 .003 56.249
reinforcing 3.650 1.318 7.665 1 .006 38.487
Constant -14.678 3.669 16.001 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: pengetahuan, sikap, enabling, reinforcing.
124

Regresi Logistik Tahap 2

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 89.918 3 .000
Block 89.918 3 .000
Model 89.918 3 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 28.558a .649 .867
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Predicted

PHBS Percentage
Observed Baik Kurang Baik Correct
Step 1 PHBS Baik 36 3 92.3
Kurang Baik 3 44 93.6
Overall Percentage 93.0
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step
a
sikap 2.637 1.030 6.561 1 .010 13.972
1 enabling 3.619 1.178 9.439 1 .002 37.318
reinforcing 3.429 1.220 7.892 1 .005 30.832
Constant -14.450 3.452 17.519 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: sikap, enabling, reinforcing.

Anda mungkin juga menyukai