Anda di halaman 1dari 34

I.

JUDUL
KAJIAN MANAJEMEN PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE
BATUBARA DI DERMAGA KELANIS PT. BALANGAN COAL JOBSITE
PT. ADARO INDONESIA KELANIS KABUPATEN BARITO SELATAN
PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

II. LATAR BELAKANG MASALAH


PT. Balangan Coal merupakan suatu perusahaan pertambangan yang
memproduksi keperluan akan batubara, untuk memenuhi kebutuhan industri maupun
untuk ekspor kebutuhan luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut,
batubara yang diproduksi harus sesuai dengan permintaan maupun prasyarat yang
diinginkan oleh konsumen. Dalam hal ini terutama adalah kualitas batubara harus
sesuai dengan standar kualitas yang telah disepakati.

Batubara yang telah ditambang tidak di ekspor langsung kepada para konsumen,
terdapat tempat penampungan sementara (stockpile) yang berfungsi sebagai safety
stock terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Secara
umum stockpile dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu stockpile tambang dan
stockpile buyer dimana stockpile tambang adalah tempat penimbunan batubara untuk
hasil akhir yang tidak memperlukan pencucian dan blending (pencampuran), yang
kedua adalah stockpile buyer dimana stockpile digunakan untuk menimbun batubara
yang akan dikirimkan ke konsumen yang memerlukan batubara dengan nilai kalori
tertentu sehingga diperlukan proses pencucian dan pencampuran sebelum dilakukan
pengiriman. Secara umum tempat peletakan stockpile adalah di dekat tempat
penggunaan batubara, di dekat site penambangan batubara dan di dekat dermaga
(dock) pelabuhan. Peletakan stockpile PT. Balangan Coal jobsite Kelanis PT. Adaro
Indonesia ditempatkan pada dock atau dermaga.

Namun dalam pelaksanaan penimbunan batubara di PT. Balangan Coal jobsite


Kelanis PT. Adaro Indonesia terjadi beberapa permasalahan yang mengakibatkan

1
penurunan kualitas batubara, permasalahan tersebut beberapa di antaranya adalah
terjadinya pembakaran spontan (self heating dan spontaneous combustion) pada
timbunan batubara dan terbentuknya air asam pada musim hujan yang disebabkan
rembesan air hujan yang jatuh pada timbunan batubara dan air asam tersebut bersifat
korosif sehingga dapat mempengaruhi penurunan kualitas pada peralatan mekanis dan
juga berpengaruh buruk kepada lingkungan sehingga diperlukan penanganan yang
serius.

Adapun untuk menjaga kualitas batubara setelah ditambang dan meminimalisir


pengaruh buruk air asam yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan, maka harus
diperhatikan dan diterapkan manajemen penimbunan yang benar.

III. RUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan yang timbul adalah pengelolaan stockpile di PT. Balangan
Coal, di mana pengelolaan stockpile tersebut bertujuan untuk meminimalisir
permasalahan yang ditimbulkan akibat penimbunan batubara dan untuk memenuhi
kualitas batubara yang telah disepakati dengan pihak buyer.

IV. BATASAN MASALAH


Agar pembahasan terhadap masalah yang ada sesuai dengan tujuan akhir
penulisan tugas akhir ini, maka diperlukan pembatasan terhadap masalah secara
spesifik. Maka masalah pokok yang perlu dikaji hanya membahas metode
penimbunan dan tata cara untuk pemenuhan kualitas batubara yang telah disepakati
dengan pihak buyer yang diterapkan pada stockpile PT. Balangan Coal jobsite Kelanis
PT. Adaro Indonesia.

V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian ini adalah:
a. Mengkaji penanganan penimbunan dan pembongkaran batubara yang
diterapkan oleh perusahaan sehingga dapat mengevaluasinya dan
menyesuaikan dengan penimbunan yang benar.

2
b. Mengkaji tata cara pemenuhan kualitas batubara yang telah disepakati dengan
pihak buyer.
c. Mengkaji dampak-dampak yang ditimbulkan pada proses penimbunan
terhadap kualitas batubara.

VI. METODE PENELITIAN


Dalam menyusun rencana Tugas Akhir I ini Penulis akan menggabungkan
antara teori yang ada dengan keadaan yang ada dilapangan, sehingga dari keduanya
akan didapatkan pendekatan masalah yang baik.
Adapun urutan penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Studi ini dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang
diperoleh dari :
a. Perpustakaan
b. Internet
c. Informasi-informasi
d. Laporan terdahulu dengan topik yang sama
e. Peta, grafik dan tabel
2. Pengamatan di Lapangan
Dalam melaksanakan penelitian dilapangan akan dilakukan beberapa tahap,
yaitu :

a. Observasi lapangan dengan melakukan pengamatan secara langsung


dilapangan yang akan dibahas yang terjadi dan mencari informasi-
informasi pendukung yang berkaitan dengan masalah.

b. Penentuan batas lokasi pengamatan.

3
Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar
penelitian yang dilakukan tidak meluas, data yang diambil dapat
digunakan secara efektif.

1 Pengambilan Data
a) Data Primer
Data yang diambil langsung dilapangan melalui pengamatan atau
pengukuran serta perhitungan, antara lain:
a. Pengamatan area penelitian dilapangan
b. Cara penimbunan dan pembongkaran
c. Alat mekanis yang digunakan
d. Sarana yang digunakan
e. Besar pembongkaran dan penimbunan perhari
f. Sistem drainage
g. Foto dokumentasi yang bersangkutan dengan topik penelitian
b) Data Sekunder
Data yang tidak diambil langsung di lapangan tapi merupakan laporan
penelitian perusahaan, data-data tersebut diantaranya adalah:
a. Peta kesampaian daerah
b. Data curah hujan
c. Kualitas batubara
d. Komposisi campuran batubara
e. Spesifikasi batubara yang diminta pasar
f. Rancangan teknis stockpile
g. Kapasitas stockpile
h. Dimensi timbunan

2 Akuisi Data
Akuisisi data bertujuan untuk :
a. Mengumpulkan data untuk memudahkan analisa nantinya.
b. Mengolah nilai karateristik data-data yang mewakili obyek pengamatan.

3 Pengolahan Data

4
Pengolahan data dengan beberapa perhitungan dan penggambaran,
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel, grafik atau rangkaian
perhitungan dalam menyelesaikan suatu proses tertentu.

4 Analisis Pengolahan Data


Analisis hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan memperoleh
kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara tersebut akan
diolah lebih lanjut dalam bagian pembahasan.

5 Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data
yang telah dilakukan dengan permasalahan yang teliti. Kesimpulan ini
merupakansuatu hasil akhir dari semua aspek yang telah dibahas.

Studi literatur

Pengamatan Lapangan

Pengambilan Data

5
Data Primer : Data Sekunder :

a. Pengamatan area penelitian di a. Peta kesampaian daerah


b. Data curah hujan
lapangan
c. Kualitas batubara
b. Cara penimbunan dan
d. Komposisi campuran
pembongkaran batubara
c. Alat mekanis yang digunakan e. Spesifikasi batubara yang
d. Sarana yang digunakan diminta pasar
e. Besar pembongkaran dan f. Rancangan teknis stockpile
g. Kapasitas stockpile
penimbunan perhari
h. Dimensi Timbunan
f. Sistem Drainage
g. Foto dokumentasi yang
bersangkutan dengan topik
penelitian.

Akuisisi Pengolahan

Analisa Hasil dan


Pembahasan

Kesimpulan Dan

Gambar 6.1 Diagram Alir Penelitian


Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahapan kegiatan. Hal
ini dilakukan untuk memperoleh data yang benar-benar representative yang dapat
digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan pengumpulan data adalah:
a. Studi Literatur

6
Studi literature adalah sebuah kegiatan pencarian bahan-bahan pustaka dari
perpustakaan, buku, internet, dan laporan-laporan terdahulu yang topiknya sama atau
yang berkaitan dengan materi penelitan yaitu tentang pengelolaan penimbunan
batubara, studi literatur ini dilakukan agar penelitian ini mempunyai dasar yang kuat.
b. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan adalah sebuah kegiatan pengamatan langsung terhadap
cara-cara pengambilan data dan informasi yang akan menunjang laporan tugas akhir
ini.
c. Pengambilan Data
Data diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan di sebut data primer dan
data literature yang berhubungan dengan permasalahan yang ada disebut data
sekunder. Pengambilan data tergantung dari jenis data yang dibutuhkan yaitu:
Data primer antara lain:
- Cara penimbunan dan pembongkaran
Data ini didapat dari hasil pengamatan secara langsung dilapangan
dimulai dari proses datangnya batubara yang dibawa dari site
penambangan menuju stockpile kemudian metode penimbunan apa yang
digunakan pada batubara tersebut. Setelah itu Peneliti akan mengamati
metode pembongkaran apa yang digunakan perusahaan. Sehingga dari
hasil penelitian tersebut Peneliti dapat mengkorelasikan antara kejadian
aktual dilapangan dengan teori yang didapat dari studi pustaka.
- Alat mekanis yang digunakan
Sebagian data dari peralatan mekanis yang digunakan bisa didapat secara
bersamaan pada saat pengamatan data cara penimbunan dan
pembongkaran. Yang dimaksud adalah cara penimbunan dan
pembongkaran yang mana pada proses tersebut tentunya memerlukan
perlatan mekanis untuk kegiatan tersebut. Sehingga peneliti dapat
menggabungkan sebagian dari data alat mekanis yang digunakan dan cara
penimbunan dan pembongkaran. Kemudian sebagian dari data alat

7
mekanis yang tidak tercakup pada pengamatan tata cara penimbunan dan
pembongkaran akan dilakukan pengamatan kembali, yang mana
pengamatan ini akan mengamati semua alur rangkaian penanganan yang
berhubungan dengan peralatan mekanis pada batuabara mulai dari coal
washing plant, crushing, media transportasi batubara pada stockpile (belt
conveyor/wheel loader), alat mekanis yang digunakan untuk perawaatan
pada stockpile, alat pencampur batubara (blending), dan kapal tongkang
- Sarana yang digunakan
Data ini didapat dari hasil pengamatan langsung dilapangan mulai dari
awal alat bantu apa yang digunakan pada saat batubara datang di
stockpile. Peralatan bantu yang digunakan yang dimaksud adalah seperti
pada saat pengambilan sampel menggunakan alat apa, laboratorium, alat
yang digunakan untuk pengawasan batubara pada stockpile, dan lain-lain.
- Besar pembongkaran dan penimbunan per hari
Data besar pembongkaran dan penimbunan harian adalah data jumlah
mobilitas batubara yang ada di stockpile baik itu data pembongkaran
maupun penimbunan.
- Sistem drainage/paritan
Data sistem drainage/paritan adalah data teknis paritan yang digunakan
disekitar stockpile.
- Foto dokumentasi yang bersangkutan dengan topik penelitian
Adalah data dokumentasi foto yang berkaitan dengan topik penelitian
manajemn stockpile.

Data sekunder antara lain:


- Peta kesampaian daerah
Peta topografi adalah peta yang menjelaskan tentang keadaan daerah
lokasi penambangan sedangkan peta kesampaian daerah adalah peta
tentang lokasi kesampaian daerah yang menjelaskan jalan yang dilalui
dan jarak untuk mencapai lokasi penambangan. Data ini didapat dari
divisi engineering.
- Data curah hujan

8
Data curah hujan adalah data yang menjelaskan tentang seberapa besar
intensitas curah hujan di areal stockpile. Data ini didapat dari divisi
engineering
- Kualitas batubara

Data kualitas batubara adalah data kualitas batubara yang ada pada
stockpile. Data ini didapat dari divisi engineering.
- Komposisi campuran batubara
Adalah data dari beberapa campuran batu bara yang kemudian dicampur
menjadi satu guna untuk memenuhi kebutuhan yang diminta pasar. Data
ini didapat dari divisi engineering.
- Spesifikasi Batubara yang diminta pasar
Data ini adalah data kualitas spesifikasi batubara yang diminta pasar. Data
ini didapat dari divisi engineering.
- Rancangan teknis stockpile

Data ini adalah data rancangan geometri stockpile yang menjelaskan


kondisi stockpile secara teknis. Data ini didapat dari divisi engineering.
- Kapasaitas stokcpile

Data Kapasitas stockpile adalah data yang memberikan informasi tentang


jumlah maksimum daya tampung stockpile tersebut. Data ini didapat dari
divisi engineering.
- Dimensi Timbunan
Dimensi timbunan adalah data lebar dan panjang suatu timbunan yang
terdapat didalam stockpile. Data ini didapat dari divisi engineering.

d. Akuisisi Data
Akuisisi data adalah sebuah kegiatan pengumpulan suatu data yang sama agar
mempermudah dalam pengolahan data.
e. Pengolahan Data
Data yang telah dikelompokkan sesuai dengan kegunaannya selanjutnya akan
diolah menurut kegunaannya masing-masing.

9
f. Analisis Data
Hasil pengolahan data digunakan untuk menganalisa dan memberikan
alternatif perbaikan sistem penanganan stockpile.
g. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari analisa data digunakan untuk koreksi dan
perbaikan-perbaikan penanganan stockpile maupun penanganan terhadap
pemenuhan kualitas batubara.

VII. MANFAAT PENELITIAN


Bedasarkan pada tujuan penelitian diatas, diharapkan dari hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai acuan yang digunakan dalam penimbunan pengelolaan penimbunan


batubara.
2. Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk data korelasi antara
penimbunan teknis secara benar dengan penimbunan aktual yang ada
dilapangan.

VII. DASAR TEORI

8.1. Cara Terbentuknya Batubara


Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu
yang sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia
ataupun keadaan geologi. Untuk memahami batubara terbentuk dari tumbuh-
tumbuhan perlu diketahui dimana terbentuk dan faktor-faktor yang akan
mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara. Untuk menjelaskan tempat
terbentuknya batubara dikenal dua macam teori:
1. Teori Insitu

10
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuk
dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah tumbuhan
tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan
sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan
cara ini mempunyai persebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar
abunya relatif kecil.
2. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan terjadinya
ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula dan berkembang. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi
disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini tidak memiliki persebaran yang luas,
kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang
terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ketempat
sedimentasi.

Cara terbentuknya batubara melalui serangkaian proses yang sangat komplek


(gambar 9.1), adapun faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan batubara,
antara lain:
a. Posisi geoteknik
b. Topografi (morfologi)
c. Iklim
d. Penurunan
e. Umur geologi
f. Tumbuh-tumbuhan
g. Dekomposisi
h. Sejarah sesudah pengendapan
i. Struktur cekungan batubara
j. Metamorfosis organik

11
(Sumber : Kentucky Geological Survey, 2012 vide Irwandi Arif, 2014)
Gambar 8.1 Proses terbentuknya batubara

8.2. Parameter Kualitas Batubara


Batubara merupakan bahan galian fosil padat yang terdiri dari komponen
kandungan air total, kandungan abu, zat terbang dan karbon padat, dimana kandungan
komponen didalam batubara tersebut akan menentukan besarnya nilai panas yang
akan dihasilkan. Kualitas batubara ditentukan oleh beberapa parameter yang
terkandung dalam batubara (ASTM), yaitu:
1. Kandungan Air Total (Total Moisture)
Kadar air total (total moisture) terdiri dari dua jenis, yaitu kandungan air bebas
(free mouisture atau air-dry loss) dan kandungan air bawaan (inherent moisture).
Free moisture merupakan air yang menempel dipermukaan atau di celah rekahan
batubara. Kandungan air bebas (free mouisture) dapat dihilangkan dengan cara
mengangin-anginkan batubara pada suhu kamar, contoh ini kemudian disebut air-
dried sample. Kandungan air bawaan (inherent moisture) adalah kandungan air yang
terikat didalam pori internal batubara dan pada umumnya terikat bersamaan proses
pembatubaraan. Kandungan air bawaan (inherent moisture) dapat dihilangkan dengan

12
cara memanaskan contoh batubara yang sudah dikecilkan ukurannya didalam oven
107 oC selama 60 menit.
Kandungan air total (total moisture) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
a+b
TM= (
a ) x 100% ...........................................................................1

Keterangan :

TM : kadar total moisture (%)

a : berat contoh sebelum diangin-anginkan dan dipanaskan (gram)

b : berat contoh setelah diangin-anginkan dan dipanaskan (gram)

2. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)


Volatile matter adalah kandungan senyawa organik atau anorganik yang hilang
saat batubara yang telah dihilangkan kandungan airnya (moisture) dipanaskan pada
suhu tinggi dan dengan waktu tertentu. Zat yang hilang ini sebagian besar terdiri dari
gas yang mudah menguap bila dipanaskan seperti hydrogen, karbon dioksida, dan
metana. Berdasarkan ASTM kandungan zat terbang (volatile matter) ditentukan dari
selisih bobot sample batubara sebelum dan sesudah dipanaskan dengan suhu 950 oC
selama 7 menit dalam keadaan vakum (tanpa udara). Kadar zat terbang (volatile
matter) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

VM= (
a+b
a ) x 100% ..........................................................................2

Keterangan :

VM : kandungan volatile matter (%)

a : berat sampel sebelum dipanaskan (gram)

13
b : berat sampel setelah dipanaskan (gram)

3. Kadar Abu (Ash)


Abu yang terkandung dalam batubara merupakan senyawa anorganik yang
terkandung pada batubara sejak proses pembentukan atau terbawa pada saat proses
penambangan. Abu batubara adalah residu yang dihasilkan setelah batubara dibakar
sempurna. Kadar abu batubara dapat ditentukan dengan cara pembakaran yang
bertahap. Tahap pertama adalah pembakaran selama 60 menit dengan suhu 450-500
o
C. Tahap selanjutnya adalah suhu dinaikkan hingga 700-750 oC selama 120 menit.
Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :
a+b
Ash= a ( )
x 100% .................................................................................3

Keterangan :

Ash : kadar abu dalam batubara (%)


a : berat contoh sebelum dipanaskan (gram)

b : berat contoh setelah dipanaskan (gram)

4. Kadar Karbon Tertambat (Fixed Carbon)


Karbon Tertambat (fixed carbon) merupakan banyaknya karbon yang tersisa
setelah moisture, volatile matter, dan ash dihilangkan. Karbon tertambat
menggambarkan sisa penguraian dan komponen organik batubara ditambah sedikit
senyawa nitrogen, belerang, hidrogen, dan mungkin oksigen yang terserap atau
bersatu secara kimiawi. Kadar karbon tertambat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
FC = 100% - % TM - %VM - %Ash ...........................................................4

Keterangan :

FC : kadar fixed carbon (%)


TM : total moisture (%)

14
VM : kadar volatile matter (%)
Ash : kadar abu (%)
5. Total Sulfur
Digunakan untuk mengetahui kandungan belerang total yang terdapat pada
batubara dengan membakar contoh batubara pada suhu tinggi (1350 oC).

6. Indeks Ketergerusan (Hardgrove Grindability Index =HGI)


Adalah suatu nilai yang menunjukkan kemudahan batubara untuk digerus.
Makin tinggi harga HGI makin mudah batubara tersebut untuk digerus.

7. Nilai Kalor
Adalah besarnya panas yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara.
Harga nilai kalor yang dilaporkan dalam bentuk :
Gross Calorofic Value (GCV) adalah nilai kalori kotor sebagai nilai kalor
hasil dari pembakaran batubara dengan semua air dihitung dalam keadaan
wujud gas.
Net Calorofic Value (NCV) adalah nilai kalori bersih hasil pembakaran
batubara dimana kalori yang dihasilkan merupakan nilai kalor. Harga nilai
kalori bersih ini dapat dicari setelah nilai kalori batubara diketahui dengan
menggunakan rumus :
100TM
(
NCV = GCV x 100M 1 ) (49,2 H + 5,5W) .....................................5

Keterangan :
TM = total moisture (%)
M1 = inherent moisture (%)
H = kadar hydrogen (%)
W = jumlah total moisture + total moisture pengganti abu
(tiap 10% abu ~ 1% air)

8.3. Klasifikasi Batubara


Beberapa negara memiliki sistem klasifikasi batubara secara spesifisik.
Klasifikasi batubara digunakan untuk menggolongkan batubara berdasarkan
pemanfaatannya. Klasifikasi penting untuk menjadi sarana komunikasi dari aspek
komersil dan aspek ilmiah. Klasifikasi batubara untuk kepentingan ilmiah antara lain

15
mencakup ganesa batubara dan ranknya, sedangkan untuk kebutuhan komersial
antara lain nilai perdagangan dan pemanfaatannya.
Di Indonesia klasifikasi batubara dibagi menjadi brown coal dan hard coal
(SNI 13-6011-1999, 1999. Brown coal (batubara energi rendah) adalah jenis batubara
dengan peringkat paling rendah, bersifat lunak, mudah diremas mengandung air yang
tinggi (10%-70%), dan terdiri atas soft brown coal dan lignitic atau hard brown coal.
Nilai kalorinya <7.000 Kkal/ton. Hard coal didefinisikan sebagai semua jenis
batubara yang memiliki peringkat lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras,
tidak mudah diremas, kompak, mengandung kadar air relatif rendah, umumnya
struktur kayu tidak nampak lagi, dan relatif tahan terhadap kerusakan fisik pada saat
penanganan. Nilai kalori batubara hard coal adalah >7.000 Kkal/ton.
Secara global klasifikasi batubara yang dipakai umunya adalah klasifikasi
berdasarkan ASTM (American Standard For Testing Material), ASTM membagi
batubara berdasarkan tingkat pembatubaraanya dimana klasifikasi batubara menurut
ASTM adalah sebagai berikut :
1. Lignit
Batubara ini merupakan batubara kelas rendah dengan nilai kalor kurang dari
4165 Kkal/ton.
2. Sub-bituminous
Adalah batubara yang memiliki sifat-sifat fisik di antara batubara jenis lignit dan
bituminous. Batubara sub-bituminous memiliki nilai kalor 4166 Kkal/ton hingga
5700 Kkal/ton.
3. Bituminous
Adalah batubara dengan densitas tinggi, berwarna hitam atau coklat gelap,
umumnya mengkilap dan keras dan juga biasa digunakan untuk proses pemanasan.
Bituminous memiliki nilai kalor 5700 Kkal/ton hingga 6900 Kkal/ton.
4. Antrasit
Adalah batubara kualitas terbaik tinggi dan keras. Nilai kalor batubara jenis ini
lebih dari 6900 Kkal/ton.

8.4. Dampak Potensial Penimbunan Batubara

16
Dampak penimbunan batubara bervariasi pada berbagai jenis batubara,
tergantung dari metode penimbunan. Beberapa dampak penimbunan yang sering
terjadi dalam penimbunan batubara adalah sebagai berikut :
1. Pembakaran spontan
Batubara dari semua rank dan jenis dapat memanas dengan sendirinya disebut
(self heating) dan terbakar secara spontan (spontaneous combustion) di dalam
stockpile. Peristiwa ini sering terjadi terhadap batubara rank rendah yang disebabkan
lebih luas permukaannya, lebih tinggi kandungan moisture, dan lebih banyak
kandungan oksigennya.
Terjadinya self heating karena adanya absorpsi air pada batubara kering atau
setengah kering, dan terjadinya oksidasi pada permukaan yang telah peka oleh
oksigen dari udara luar. Pengabsorpsian air dan oksigen oleh batubara merupakan
proses eksotermis, dan apabila kecepatan panas yang ditimbulkannya melampaui
kecepatan panas yang hilang (dengan cara penguapan air, ventilasi dsb), maka suhu
batubara akan naik terus dan akhirnya dapat terjadi pembakaran. Jika suatu keadaan
kesetimbangan dalam semua proses tersebut berkembang secara alami, sebelum suhu
batubara mencapai nilai kritis, umunya 70-80 oC untuk batubara rank tinggi sampai
medium, tetapi 50-55 oC untuk batubara rank rendah, maka pembakaran dapat
dihindarkan.
Faktor-faktor penyebab self heating antara lain :
1) Lamanya Penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang
tersimpan didalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam
timbunan semakin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin
tinggi.
2) Metode Penimbunan
Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Dengan adanya
pemadatan ini akan dapat menghambat proses terjadinya self heating
batubara, karena ruang antara butir material batubara akan berkurang.
3) Kondisi Penimbunan
Pengaruh kondisi penimbunan terhadap proses self heating, yaitu :
i. Tinggi Timbunan

17
Kondisi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin
banyak panas yang terserap, hal ini dikarenakan sisi miring yang
terbentuk akan semakin panjang, sehingga daerah yang tak terpadatkan
akan semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang
teroksidasi semakin besar.
ii. Ukuran Butir
Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan
langsung dengan udara luar, semakin cepat proses pembakaran dengan
sendirinya berlangsung. Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah
batubara, semakin lambat proses self heating terjadi. Semakin seragam
besar ukuran butir dalam suatu timbunan batubara, semakin besar pula
porositas yang dihasilkan dan akibatnya semakin besar permeabilitas
udara luar untuk dapat beredar didalam timbunan batubara.
4) Parameter Batubara
Parameter dari batubara mempengaruhi proses terjadinya swabakar seperti
yang telah dijelaskan pada awal dasar teori ini.
Akibat adanya oksidasi dan self heating, akan berpengaruh pada sifat-sifat
batu bara seperti :
1) Penurunan sifat-sifat ukuran, volatile matter, calorofic value, crucible
swelling number, Gieseler maximum fluidity, persantase karbon, persentase
hidrogen, dan yield of pyrolysys tar.
2) Kenaikan sifat-sifat Hardgrove grindability index, dan persentase oksigen.
Beberapa cara untuk mendeteksi self heating pada stockpile adalah sebagai
berikut :
1) Pada stockpile, seringkali penunjuk pertama dari self heating adalah
kekaburan dan kepulan uap air. Karbon monoksida dan gas-gas yang
lainnya juga konsentrasinya naik.
2) Untuk stockpile yang cukup besar, dikerjakan monitoring dengan sistem
otomatis dengan pengukuran suhu secara remote menggunakan gabungan
kamera inframerah dan probe suhu yang akan me-relay suhu bawah
permukaan dengan sinyal radio ke suatu stasiun pengontrol.
2. Degradasi Ukuran dan Pelapukan

18
Proses penguapan kandungan air akan mengakibatkan partikel-partikel
batubara pecah, sehingga luas permukaan total batubara akan menjadi lebih besar.
Dengan kondisi yang demikian maka kesempatan udara luar (oksigen) untuk
mempengaruhi luas permukaan butir batubara terhadap proses oksidasi semakin
besar.
3. Pembentukan Air Asam
Air rembesan dari tumpukan batubara (stockpile) bersifat asam akibat hasil
oksidasi dari batuan sulfida (pirit atau FeS 2). Hasil oksidasi tersebut merupakan
senyawa sulfur di oksida (SO2) yang kemudian bereaksi dengan air (H2O) menjadi
asam sulfat (H2SO4). Air asam dikategorikan asam apabila pH dibawah 6.
Air yang asam mempunyai sifat korosif terhadap fasilitas peralatan mekanis,
terutama bila temperatur lingkungan mengalami kenaikan dan juga genangan air
asam berpotensi mencemari lingkungan.

8.5. Jenis Stockpile dan Faktor yang Mempengaruhi Rancangan

Secara umum terdapat dua jenis stockpile, yaitu stockpile tambang dan
stockpile buyer dimana stockpile tambang adalah tempat penimbunan batubara untuk
hasil akhir yang tidak memerlukan pencucian dan blending (pencampuran), yang
kedua adalah stockpile buyer dimana stockpile digunakan untuk menimbun batubara
yang akan dikirimkan ke konsumen yang memerlukan batubara dengan nilai kalori
tertentu sehingga diperlukan proses pencucian dan pencampuran sebelum dilakukan
pengiriman. Adapun untuk contoh rancangan stockpile disertakan pada bagian akhir
tulisan ini.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang menentukan luas rancangan suatu


stockpile :
1. Kualitas batubara dari front/penggalian, seragam atau tidak.
2. Kualitas yang diinginkan oleh pihak pembeli (buyer).
3. Sasaran produksi yang ditentukan oleh pihak perusahaan dan atau pembeli.

19
4. Lama waktu (durasi) off time atau down time di tambang (karena alasan cuaca
ataupun alasan teknis) dan ini harus dapat diperhitungkan dengan prediksi
yang akurat.

Sedangkan untuk hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan


rancangan stockpile adalah :

1. Arah angin
Arah angin perlu diketahui, ini terkait dengan masalah kontaminasi. Kadar
abu batubara akan berubah apabila ada impurities debu atau kotoran yang lain.
Debu ini dibawa oleh angin dari daerah tambang atau dari jalan tambang yang
berada disekitar lokasi stockpile. Oleh karena itu adanya arah angin perlu
diketahui terlebih dahulu.
2. Topograpfi
Lokasi stockpile sebaiknya pada daerah yang tidak berada dibawah muka air
tanah, dan pada lokasi yang memudahkan dalam penanganan dan pengaturan
penyaliran.
3. Struktur Geologi
Dengan diketahui struktur geologi, dapat dihindari penentuan lokasi pada
daerah labil, yaitu pada daerah patahan atau sesar. Bila dipaksakan ditempat
yang seperti itu, akan merepotkan dan menemui kesulitan yang lebih besar
dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengatasinya. (misal terjadi
accident lahan bergerak).
4. Arah penyebaran endapan batubara
Lokasi stockpile sebaiknya jangan berada pada lokasi yang dekat dengan
penyebaran endapan batubara. Karena akan dapat mengganggu kualitas
batubara yang ada di stockpile, terkontaminasi dengan kegiatan penggalian
batubara yang mendekati lokasi stockpile.
5. Infrastruktur yang sudah ada (jalan permanen, jaringan komunikasi dan
powerline).

20
Sebaiknya lokasi stockpile berada dekat dengan sarana/infrastruktur yang
sudah ada, karena murah dalam pengeluaran biaya investasi pembangunan
lokasi stockpile dan biaya operasi selanjutnya.
6. Sasaran produksi
Dengan diketahui sasaran produksi persatuan waktu serta idle time
dilapangan, dapat dihitung jumlah batubara yang harus di stock. Dengan
diketahui kualitas batubara yang dikehendaki, dapat dirancang tentang blok-
blok stockpile kualitas tertentu dan blok-blok stockpile kualitas yang lainnya
lagi. Disamping itu juga dapat dimanajemen kapan pemeliharaan kondisi
stock sedemikian rupa, sehingga berada di sekitar lokasi stockpile untuk
menunjang pekerjaan sampling dan analisisnya, serta bangunan lain untuk
stand by diperalatan mekanis yang diperlukan untuk
penanganan/memanajemen kondisi (fisik maupun non fisik) stockpile
batubara.
7. Peran/fungsi stockpile (stockpile antara atau stockpile utama)
Apabila fungsinya hanya sebagai stockpile antara, maka fasilitas yang ada
hanya dalam jumlah terbatas, sehingga bangunannya juga terbatas (jumlah dan
ukurannya). Namun apabila berfungsi sebagai stockpile utama, maka
fasilitasnya harus prima dan lengkap serta comfortable.
Dalam pelaksanaan penimbunan dan pembongkaran harus selaras dalam
pengaturan penimbunan atau pembongkaran, sehingga tidak terjadi penimbunan yang
jumlahnya semakin banyak dan melebihi kapasitas tempat penimbunan. Dalam
penimbunan, hal yang perlu diperhatikan selain penanganan dalam timbunan juga
syarat teknis penimbunan. Dalam penimbunan batubara syarat teknis penimbunan
meliputi, yaitu :
1. Tempat dibawah timbunan batubara harus stabil dan bersih dari potongan
logam
2. Sekeliling timbunan batubara harus dapat diakses oleh unit maintenance
seperti wheel loader atau excavator.
3. Penumpukan harus memanjang searah dengan prevailing wind (arah angin
dominan)

21
4. Air rembesan dari air hujan sebaiknya dapat dengan mudah dialirkan keluar
timbunan batubara.
5. Untuk batubara bituminus yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi
timbunan batubara maksimal 6 meter. Penimbunan dan pembongkaran
batubara sebaiknya secara rotasi, yaitu yang masuk pertama juga harus keluar
pertama. Batubara jenis lignit ditimbun paling lama 14 hari dengan tinggi
timbunan tidak lebih 4 meter.
6. Untuk penimbunan batubara dalam jangka waktu yang lama sebaiknya
timbunan batubara dipadatkan. Bila mungkin pemadatan dilakukan dengan
menggunakan alat pemadat, lereng timbunan batubara maksimal 20 o dari
bidang datar dengan ketinggian timbunan batubara tergantung pada
kemantapan tanah.
7. Pemadatan batubara ditempat penimbunan harus disebar ratakan lapis demi
lapis dengan ketebalan setiap lapisan sekitar 30 60 cm. Hal ini adalah untuk
mempermudah proses pemadatan.
8. Penimbunan harus dimonitoring suhu timbunan secara berkala (dicatat suhu,
waktu pengambilan dan letak titik pengukuran). Apabila hasil pengukuran
suhu mencapai suhu titik puncak, maka tumpukan batubara harus segera
dibongkar atau dipadatkan. Prosedur pengukuran suhu timbunan dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Tancapkan pipa besi (diameter 2,5 cm 5 cm) ketimbunan sedalam 2 m
dan ujung pipa atas 1 m dari permukaan timbunan dengan interfal jarak 5
m 10 m dan ujung bagian bawah pipa harus ditutup.
b. Masukkan alat pengukur suhu kedalam pipa tersebut, setelah kurang lebih
20 menit baca dan catat suhunya.
c. Pemanasan spontan batubara akan terjadi bila temperatur tumpukan
batubara mencapai 60o C.
d. Apabila kondisi tipis tercapai, secara perlahan dan pasti terjadi peningkatan
suhu yang kemudian diikuti peningkatan suhu yang cepat, pada puncaknya
akan terjadi rentetan kebakaran terjadi.
e. Pada kondisi seperti ini harus dilakukan pengambilan kembali timbunan
batubara yang panas atau terbakar dibuang.

22
9. Penirisan diperlukan untuk mengalirkan air dari rembesan timbunan batubara,
maka sebaiknya :
a. Lantai dasar stockpile harus cukup padat, rapat, berbentuk cembung dan
mempunyai kemiringan yang cukup untuk mengeluarkan air.
b. Sekeliling stockpile dibuatkan paritan atau saluran air yang semuanya
menuju settling pond.
c. Paritan disekitar daerah timbunan harus terpelihara dengan baik.

8.6. Manajemen Penimbunan


Manajemen penimbunan batubara merupakan ilmu manajemen yang
diterapkan pada timbunan batubara untuk mengatur jumlah batubara yang masuk
ataupun keluar pada stockpile.
Manajemen penimbunan berfungsi sebagai penyangga anatara proses
penambangan dan pengiriman sebagai sediaan strategis terhadap gangguan yang
bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses
homogenisasi dan atau pencampuran batubara untuk menyiapkan kualitas yang
dipersyaratkan.
Penerapan dari manajemen stock yaitu penentuan jumlah maksimal dan
jumlah minimum stock yang masing-masing memiliki dasar penentuan yang berbeda.
Maksimal stock merupakan jumlah maksimal batubara yang dapat ditampung
pada suatu tempat penimbunan batubara.
Adapun tujuan dari perhitungan jumlah maksimal stock adalah agar timbunan
batubara yang terbentuk tetap berada didalam tempat penimbunan sehingga tidak ada
batubara yang keluar dari tempat penimbunan. Penentuan jumlah maksimal stock
harus memperhatikan kapasitas stockpile yang ada dengan beberapa ketentuan
sebagai berikut :

23
1. Batubara harus ditumpuk dengan kualitas batubara yang sama.
2. Batubara yang ditimbun harus ada jarak aman antara satu timbunan batubara
satu dengan timbunan batubara yang lain.
3. Harus ada jarak aman timbunan batubara dari pinggir luar lantai stockpile
yang dimaksudkan agar alat yang digunakan untuk meratakan timbunan dapat
bergerak dengan leluasa.
4. Batubara yang ditimbun tidak boleh menetupi saluran penirisan.

Minimum stock dalam suatu stockpile merupakan jumlah terkecil dari


batubara yang ditumpuk dan harus berada dalam suatu stockpile batubara. Minimum
stock diperlukan dalam suatu stockpile batubara agar dalam suatu stockpile terdapat
batubara yang cukup untuk melayani permintaan konsumen baik dengan alternatif
lain seperti pencampuran (blending).

8.7. Pola Penimbunan


Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu metode penimbunan terbuka
(open stockpile) dan metode penimbunan tertutup (coverage storage). Penimbunan
yang umum dilakukan didalam kegiatan pertambangan adalah dengan metode
penimbunan terbuka (open stockpile). Open stockpile atau stockpile terbuka adalah
penimbunan material diatas permukaan tanah secara terbuka dengan ukuran sesuai
tujuan dan proses yang digunakan. Pola penimbunan antara lain sebagai berikut:

1. Cone Ply, merupakan pola dengan bentuk kerucut disalah satu ujungnya
sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut
panjang stockpile. Urutan penimbunan ini dilakukan sesuai dengan urutan
nomor. (Gambar 8.2)
2. Chevron,merupaka pola dengan menempatkan timbunan satu baris material,
sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik sehingga mencapa
ketinggian yang diinginkan. Urutan penimbunan ini dilakukan sesuai dengan
urutan nomor. (Gambar 8.3)

24
3. Windrow, merupakan pola tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar
stockpile dan diteruskan sampaI ketinggian yang diinginkan tercapai. Urutan
penimbunan ini dilakukan sesuai dengan urutan nomor. (Gambar 8.4)

(Sumber: Edward, 1987 vide Muchjidin, 2006)


Gambar 8.2 Pola Penimbunan Cone Ply

(Sumber: Edward, 1987 vide Muchjidin, 2006)


Gambar 8.3 Pola Penimbunan Chevron

25
(Sumber: Edward, 1987 vide Muchjidin, 2006)
Gambar 8.4 Pola Penimbunan Windrow

8.8. Pembongkaran Timbunan


Sistem pembongkaran timbunan adalah salah satu faktor pengendali mutu
kualitas batubara oleh sebab itu sistem pembongkaran timbunan harus diperhatikan
secara benar agar dapat mengurangi penurunan kualitas batubara. Pembongkaran
timbunan merupakan kegiatan untuk mengambil atau membongkar batubara yang
ditimbun ditempat penimbunan, secara umum ada dua sistem yang biasa digunakan
dalm proses pembongkaran timbunan sistem tersebut antara lain :

1. Sistem FIFO (First In First Out) adalah dimana batubara yang pertama kali
ditimbun menjadi batubara yang pertama kali di ambil. Sistem ini sangat
umum dilakukan pada kegiatan pembongkaran timbunan batubara karena
sistem ini menghindari adanya batubara yang ditimbun terlalu lama atau tidak
terkontrol lagi karena sudah terlau lama ditimbun.

26
2. Sistem LIFO (Last In First Out) yaitu dimana batubara yang terakhir kali
ditimbun paling awal di ambil. Sistem pembongkaran ini jarang digunakan
pada pembongkaran penimbunan karena sistem ini dapat mengurangi kualitas
batubara hal ini disebabkan lamanya pembongkaran pada batubara yang
ditimbun lebih dahulu

8.9. Pengolahan Batubara


Dalam memenuhi kebutuhan spesifikasi batubara yang dibutuhkan, kegiatan
pengolahan perlu dilakukan. Selain sampling dan pengujian, kegiatan pengolahan
bisa membantu untuk untuk menyiapkan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak
jual beli. Pada umumnya pengolahan batubara terdiri dari peremukan (crushing),
pencucian (washing) dan pencampuran (blending).

8.9.1. Blending
Fasilitas blending umumnya diperlukan di pelabuhan muat yang akan
mengekspor batu bara atau pada stockpile buyer untuk mencapai kritria batubara yang
telah disepakati dengan pembeli sebelum batu bara dikirim. Dalam ilmu perbatu
baraan, istilah "blending" diartikan sebagai pekerjaan mencampurkan dua jenis batu
bara atau lebih yang kualitasnya berbeda untuk memperoleh satu jenis batu bara
dengan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Blending merupakan
salah satu teknik di dalam pengendalian mutu. Dalam memilih cara blending harus
diperhatikan keuntungan cara dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang
homogen. Ada dua jenis parameter yang berbeda dalam mem blending batu bara,
yaitu:
1. Parameter aditif, yaitu parameter yang apabila kita memblending 1000 ton
batu bara yang mempunyai kandungan ash l4% dengan 1000 ton batu bara
yang mempunyai kandungan ash 16%, akan diperoleh 2000 ton batu bara
dengan kandungan ash l5%. Parameter-parameter yang mempunyai sifat aditif
antara lain, kandungan ash, moisture,dan total sulfur.

27
2. Parameter yang mempunyai sifat nonaditif maupun aditif, misalkan bila kita
mencampurkan 1000 ton batu bara yang mempunyai indeks HGI 48 dengan
1000 ton batu bara yang mempunyai indeks HGI 52 mungkin saja tidak
diperoleh 2000 ton batu bara dengan indeks HGI 50. Untuk mengetahui hasil
blending ini harus diadakan percobaan. Parameter-parameter dalam batu bara
yang mempunyai sifat aditif maupun nonaditif antara lain hardgrove
grindability index, ash fusion temperature, crucible swelling number,
plasticity, dan gray king coke.

8.9.2. Pencampuran Batubara di Stockpile (Stockpile Blending)


Pencampuran batubara di stockpile pada umumnya menggunakan alat stacker
dan reclaimer. Dua jenis atau lebih batubara yang kualitasnya berbeda di-blending
dibentuk membentuk satu stockpile yang baru. Cara-cara blending yang banyak
digunakan antara lain :

1. Chevron Stockpiling, ialah suatu cara blending dengan membentuk tumpukan


menurut garis bujur dari penampang silang (cross section) berbentuk segitiga
di mana komponen-komponen berurutan ditimbun sama rata sepanjang poros
tengah tumpukan. Cara blending tumpukan ini merupakan salah satu cara
yang banyak dipakai.
2. Windrow stockpiling, ialah suatu cara blending dengan membentuk tumpukan
menurut garis bujur dari penampang silang berbentuk segitiga di mana
komponen komponen berurutan ditimbun dalam tumpukan yang
berdampingan maju membentuk keseluruhan tumpukan. Cara blending ini
memberikan derajat kehomogenan paling tinggi.
3. Layered stockpiling, merupakan cara membentuk tumpukan di mana
komponen komponen berurutan ditambahkan dalam bentuk lapisan. Jika hal
ini dikerjakan untuk mem-blending, komponen yang berurutan tersebar
merata ke seluruh daerah tumpukan. Cara ini umumnya digunakan untuk

28
mem-blending tumpukan yang kecil dan jumlah batu baranya tidak terlalu
banyak.

8.9.3. Pencucian Batubara (Washing)


Pencucian batubara adalah salah satu usaha pengendalian mutu yang juga
dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pada spesifikasi tertentu. Tujuan
pencucian adalah pembersihan untuk mengurangi pengotor anorganik. Karekteristik
batubara dan pengotor yang utama untuk pencucian secara teknis ialah komposisi
ukuran, perbedaan berat jenis dari material yang akan dipisahkan, kimia permukaan
serta kekuatan dan kekerasan.

Salah satu cara pencucian batubara adalah dengan cara memecah batubara
menjadi bongkahan kecil dan mencucinya. Cara pencucian anatara lain, bongkahan
batubara dimasukkan kedalam tangki yang berisi air, lalu batu bara akan
mengambang dan pengotor yang umumnya berupa sulfur akan tenggelam. Dalam
proses pencucian batubara untuk pemisahan terhadap mineral pengotor
memanfaatkan sifat fisiknya seperti ukuran, berat jenis, dan warna. Pencucian
batubara sangat diperlukan karena batubara yang terlalu kotor akan menurunkan
kualitas batubara tersebut.

8.10.Peralatan Yang Di Gunakan


Peralatan yang digunakan sebenarnya bergantung pada luasan stockpile,
kapasitas stockpile, dan juga produk yang dihasilkan apakah memerlukan
pencampuran maupun reduksi ukuran butir. Namun secara umum peralatan yang
digunakan pada stockpile adalah :
1. Dumptruck
Alat muat yang digunakan untuk mengangkut batubara dari front penggalian
menuju ke jembatan timbang (weight bridge) agar dapat diketahui jumlah
batubara yang ditimbun.

29
2. Wheel Loader
Merupakan alat operasi yang paling efisien untuk mengangkut batubara
menuju primary crusher untuk di remukkan sesuai dengan ukuran yang
ditentukan.
Alat yang digunakan untuk mengatur timbunan batubara saat stacker
menumpahkan batubara.
3. Belt conveyor
Merupakan alat angkut yang paling efisien untuk mangangkut batubara
menuju timbunan batubara dan tongkang. Cara kerjanya adalah permukaan
yang bergerak dan menyangga material yang diangkut pada bagian atasnya.
Pada umumnya Belt conveyor dilengkapi dengan metal detector sehingga
ketika terdapat metal yang terdapat pada batubara maka akan menempel pada
metal detektor tersebut.
4. Crusher
Alat yang berfungsi untuk meremukkan batubara agar diperoleh batubara
dengan ukuran yang seragam. Pada alat crusher dilengkapi dengan hopper
yang berfungsi sebagai tempat penerima material umpan yang berasal dari
lokasi penambangan sebelum material tersebut disaring. Pada hopper terdapat
unit grizzly yang bertujuan menahan batubara dengan tujuan lebih besar yang
ditumpahkan pada hopper. Pada proses peremukan yang berperan penting
adalah primary crusher dan secondary crusher yang berfungsi
menghancurkan batubara secara mekanis.
5. Stacker Reclaimer (SR)
Adalah alat yang digunakan untuk mencurahkan batubara (yang di bongkar
oleh ship unloader) yang melalui belt conveyor menuju ke stockpile (disebut
stacking), maupun mengambil batubara dari stockpile menuju ke tongkang
disebut reclaiming), kapasitas dari stacker reclaimer adalah 500 20.000
ton/jam. Prinsip kerja stacker reclaimer ada 2 yaitu Stacking dan Reclaiming.
Prinsip kerja stacking adalah dengan menggerakkan conveyor pada boom
tripper yang menuju boom bucket dan mencurahkan batubara ke arah
stockpile. Bucket wheel tidak digerakkan karena tidak mempunyai peranan

30
untuk proses stacking. Prinsip kerja reclaiming adalah dengan menggerakkan
conveyor boom tripper dan boom bucket ke arah tongkang, dan juga dengan
memutar bucket wheel guna mengambil batubara dari tumpukan untuk
diteruskan dan diangkut melalui conveyor sampai masuk ke tongkang.

Sumber :Newcastle Coal Infrastucture Group, 2014


Gambar 8.5 Stacker Reclaimer pada saat Stacking

Sumber :Newcastle Coal Infrastucture Group, 2014


Gambar 8.6 Stacker Reclaimer pada saat Reclaiming

6. Tongkang

31
Tongkang atau ponton adalah adalah suatu jenis kapal yang dengan lambung
datar atau suatu kotak bear yang mengapung, digunakan untuk mengangkut
barang dan ditarik dengan kapal tunda.
7. Coal Washing Plant
Pencucian adalah usaha untuk memperbaiki kualitas batubara, agar batubara
tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu. Termasuk didalamnya
pembersihan untuk mengurangi impuritsies anorganik. Karakteristik batubara
dan impurities yang utama ditinjau dari segi pencucian secara mekanis adalah
komposisi ukuran yang disebut size consist, perbedaan berat jenis dari
material yang dipisahkan, kimia permukaan, friability relatif dari batubara dan
impuritiesnya serta kekuatan dan kekerasan. Pengotor batubara dapat berupa
pengotor homogen yang terjadi di alam saat pembentukan batubara itu sendiri
yang disebut inherent impurities dan pengotor yang dihasilkan dari operasi
penambangan itu sendiri, yaitu disebut extraneous impurities.
8. Laboraturium
Fasilias laboraturium berguna untuk mengetahui kualitas batubara yang
ditambang oleh karena itu fasilitas yang ada pada laboratorium harus lengkap
sehingga mampu mengerjakan aktivitas yang dibebankan kepadanya.

IX. WAKTU DAN RENCANA KEGIATAN


Pelaksanaan pengambilan data ini dimulai dari tanggal 28 Januari 2016
sampai dengan 28 Februari 2016, terhitung selama 1 (satu) bulan sehingga didapat
jumlah hari pengambilan data adalah selama 32 hari. Pengambilan data tugas akhir

32
ini dilaksanakan di PT. Balangan Coal site PT. Adaro Indonesia, Kelanis, Kabupaten
Barito Selatan, Popinsi Kalimantan Tengah.
Tabel 1. Rencana Kegiatan Penelitian dan Penyusunan Tugas Akhir II
Januari Februari Maret April Mei Juni
2016 2016 2016 2016 2016 2016
No Kegiatan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Pustaka
Induksi dan
2.
Orientasi Lap.

3. Pengambilan
Data
Pengolahan
4. Data dan
Analisa Data
Bimbingan TA
6.
di Kampus
7. Presentasi
8. Pendadaran
dan Revisi

X. DAFTAR PUSTAKA

Arif, Irwandi. 2014. Batubara Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama.


ANSI 1998, Classification of coals by rank, ASTM D388-84, 1998 Annual
Books of ASTM Standards, Volume 5.05 American Society for Testing and
Materials, 1998

33
Cudmore, J.F. 1984, Coal Utilization, dalam C.R. Ward, Coal geology and coal
technology, Blackwell Scientific Publication. Melbourne. Australia
Edwards, G.E. 1987, Coal blending, UNDP Coal Technology Course, Institute of
Coal Research, Newcastle, Australia
Kentucky Geological Survey. 2006. How is Coal Formed?. University of
Kentucky. Indiana, USA
Muchjidin. 2003. Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Sukandarrumudi. 1997. Batubara dan Gambut. Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia. 1999. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan
Batubara, SNI 13-6011-1999. Badan Standarisasi Nasional

34

Anda mungkin juga menyukai