BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan infeksi
asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense
berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam
genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan
familyParamyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak
langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini
sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum.
Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan
morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas
secara klinis (Warta medika,2009).
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun
jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis,
pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang terjadi
berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau komplikasi dari parotitis Meningoencephalitis
sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari
20 tahun. Angka rata-tata kematian akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%.
Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus,
dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central retina. Gangguan
pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral.
Gangguan ini seringkali bersifat permanen.
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai
komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal
tersebut, melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan
dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit
tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu melaksanakan
asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan tepat dan benar.
5. Dapat merumuskan pengkajian sampai dengan intervensi dan WOC dari Parotitis
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Teoritis:
Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan penyakit infeksi parotitis
1.4.2 Untuk Praktis:
Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Kontak langsung
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40%
penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi
sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas
(masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu
badan 38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan,
nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku
rahang (sulit membuka mulut).
1. Percikan ludah
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis
dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut
dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga
terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya
virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf
yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia,
sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari terjadilah
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai
nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps
dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang
terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
2.6. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial,
obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi
nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis,
pankretitis, orkitis, miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur.
Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini menurut Nelson (2000) :
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini
merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan
pendengaran mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena
mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga
kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi
mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada
testis. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena
infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8
hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari. Testis yang
terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata
lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas
diperkirakan sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan
akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis
cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau
kelumpuhan otot wajah.
1. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca
pubertas
1. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan
mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu
dan penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-
tiba pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual,
muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat
mumps.
1. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria terdeteksi
pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun
jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
1. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur
sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi
antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan miokardium
mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan
muncul 510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti
depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala
sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh
sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral, dari
kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari
kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020
hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan
penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat
eksoftalmus; trombosis vena sentral.
2.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan
imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang
hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) atau diberikan
subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007). Vaksin ini tidak menyebabkan
panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.
Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus
mumps, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi
mumps pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan
proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan
tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi
variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal; Individu dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut; selama kehamilan;
leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan
anti metabolit; sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah pemaparan,
tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps dalam situasi ini
2.9 Pmeeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan yakni
kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4
x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan
leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan
parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase
normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya infeksi
virus (Nelson, 2000), yaitu:
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang
satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi
akut, maka kemungkinannya parotitis.
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas
embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum
yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis
epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk
menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3.Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi
terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut.
Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6
bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah
yang rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar
apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat,
sering mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6
sampai 12 minggu.
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan
biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan
dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl
dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
2.10 WOC (Web Of Caustion)
DOWNLOAD : WOC ASKEP PAROTITIS
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot sejak seminggu
yang lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan bahwa teman
sebangkunya menderita penyakit yang sama.
3.1 Pengkajian:
Identitas :
Nama : An. B
Umur : 9 tahun
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Pelajar
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
Penanggung jawab biaya : Ibu D
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
Keluhan Utama:
Demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
Suhu: 38 C
Nadi: 108 x/menit
RR: 20 x/menit
Tensi: -
Pemeriksaan Penunjang
Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar leukosit < 4
x 109/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam serum, terbukti kadar
amilase naik >137 U/L darah.
4.Analisis Data
NO Data Etiologi Masalah Keerawatan
1` Data subjektif : Parotitis Perubahan nutrisi
Sulit kurang dari kebutuhan
menelan,bengkak,nafsu Sulit menelan tubuh
makan menurun.
Data objektif : Intake menurun
-BB turun menjadi 28kg
dari BB semula yang 30kg. Nutrisi kurang dari
kebutuhan
2 Data subjektif : Gangguan rasa aman
Sulit tidur, tertutup dan Parotitis dan nyaman
tidak mau membuka diri
karena ada pembengkakan
ada kalenjar parotis. Pembengkakan pada kelenjar
Data objektif : parotid dan Sakit kepala
Nyeri
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan sialadenitis. Penyakit
parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps) merupakan suatu penyakit
menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang
kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan
berupa pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar
ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan saluran.
Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar
85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat perawatan
dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadang-
kadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.
4.2 Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga
harus sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul
pada pemberian antibiotik, penambahan volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya
diadakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapicus Penerbit FK UI
Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI