1. DEFINISI
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain
(Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa
bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran. (Ngastiyah, 1997 )
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,
tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas atau bersamaan
dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama. (Taussig, 1982; Rahayu,
1984)
2. EPIDEMOLOGI
Bronkitis akut yang umumnya dialami anak - anak
Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun
3. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Infeksi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah Hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok
resiko akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis yaitu zat zat
pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita
defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan
secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
5. PATOFISIOLOGI
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa sampai bronchioles
tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara
lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia
dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah. Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di
bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah
besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
6. PATHWAY
Merokok
Infeksi
Polusi udara
Factor social ekonomi
pengetahuan
mukosa
menghasilkan mukus
jalan nafas
of breath
7. KLASIFIKASI
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit
saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju
apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah.
b. Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun 4,8 liter).
3,1 liter, KV (kapasitas vital) : menurun (normal 1,2 liter).
1,1 liter, VR (volume residu) : bertambah (normal)
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 6,0 liter). 4,2 liter,
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal 2,2 liter). 1,8 liter,
c. Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun. Eritropoesis bertambah.
9. PENATALAKSAAN MEDIK
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
a. Menghindari merokok
b. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
c. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
d. Nutrisi yang baik.
e. Hidrasi yang adekuat.
f. Terapi khusus (pengobatan)
g. Bronchodilator
h. Antimikroba
i. Kortikosteroid
j. Terapi pernafasan
k. Terapi aerosol
l. Terapi oksigen
m. Penyesuaian fisik
n. Latihan relaksasi
o. Meditasi
p. Menahan nafas
q. Rehabilitasi
10. PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik
waktu berobat.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester. Edisi 8, EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J, 2002, Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, EGC,
Jakarta.