Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pengertian Sampah

Sampah menurut SNI 19-2454 definisi sampah secara

umum yang kita ketahui adalah barang yang sudah tidak

berguna. Pengertian sampah menurut para ahli adalah sebagai

berikut: Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari

bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak

berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan

lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Mayun

Nadiasa, dkk, 2009: 122).

Dengan demikian sampah sebagai limbah yang bersifat

padat terdiri atas zatorganik dan zat anorganik yang dianggap

tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan

lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah

umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-

daunan, ranting, kertas/karton, plastik, kain bekas, debu sisa

penyapuan, dan sebagainya. Atau sampah dapat juga

didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

dari proses alam yang berbentuk padat.

7
8

Berdasarkan jenisnya, sampah khususnya sampah padat

dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Sampah organik merupakan jenis sampah yang terdiri dari

bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil

dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan

atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan

dengan proses alami. Contohnya daun-daun kering, kayu,

sayur-sayuran busuk, buah-buahan busuk, dan jenis lain yang

mudah diuraikan dengan proses alami dan dapat dijadikan

kompos.
2. Sampah anorganik merupakan jenis sampah yang berasal

dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan

minyak bumi atau dihasilkan dari proses industri. Beberapa

bahan seperti ini tidak terdapat di alam, yaitu plastik dan

aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak

dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian yang lain hanya

diuraikan secara lambat. Sampah jenis ini pada tingkat rumah

tangga berupa: botol, botol plastik, tas plastik, kaleng, dan

kaca.

2.2. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan persampahan didefinisikan sebagai kontrol

terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan,


9

pengangkutan, proses, dan pembuangan akhir sampah. Semua

hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk

kesehatan, ekonomi, keteknikan/engineering, konservasi,

estetika, lingkungan, dan juga terhadap sikap masyarakat. Dalam

menentukan strategi pengelolaan sampah diperlukan informasi

mengenai timbulan sampah, komposisi, karakteristik, dan laju

penimbunan sampah. Misalnya sampah yang

didominasi oleh jenis sampah organik mudah membusuk

memerlukan kegiatan pengumpulan dan pembuangan frekuensi

yang lebih tinggi daripada sampah yang tidak mudah

membusuk.

2.3. Pengelolaan Sampah 3R menurut Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Sistem Pengelolaan Persampahan

1. Persyaratan Teknis Pemilihan Sampah 3R

Pemilahan sampah dilakukan berdasarkan paling sedikit 5

jenis sampah, yaitu:

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun

serta limbah bahan berbahaya dan beracun, seperti

kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan obat-


10

obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik dan

peralatan elektronik rumah tangga;

b. Sampah yang mudah terurai, antara lain sampah yang

berasal dari tumbuhan, hewan, dan/atau bagiannya yang

dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya dan/atau

mikroorganisme, seperti sampah makanan dan serasah;

c. Sampah yang dapat digunakan kembali, adalah sampah

yang dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses

pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman, kaleng;

d. Sampah yang dapat didaur ulang, adalah sampah yang

dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses

pengolahan, seperti sisa kain, plastik, kertas, kaca; dan

e. Sampah lainnya, yaitu residu.

Sampah yang telah terpilah harus ditampung dalam sarana

pewadahan berdasarkan jenis sampah (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006).

2. Persyaratan Teknis Pewadahan Sampah

Wadah sampah adalah tempat untuk menyimpan sampah

sementara di sumber sampah. Sedangkan pewadahan sampah

adalah kegiatan menampung sampah sementara sebelum

sampah dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah, dan

dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA.


11

Tujuan utama dari pewadahan adalah :

1. Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan

sehingga tidak berdampak buruk kepada kesehatan,

kebersihan lingkungan, danestetika.

2. Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak

membahayakan

petugas pengumpul sampah.

Pemilihan sarana pewadahan sampah

mempertimbangkan volume sampah, jenis sampah,

penempatan, jadwal pengumpulan, jenis sarana pengumpulan

dan pengangkutan. Untuk persyaratan sarana pewadahan

persyaratan sarana pewadahan sebagai berikut :

a. Jumlah sarana harus sesuai dengan jenis pengelompokan

sampah

b. Diberi label atau tanda

c. Dibedakan berdasarkan warna, bahan, dan bentuk

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006).

3. Persyaratan Teknis Pengumpulan


1) Metoda Pengumpulan

Kegiatan Pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola

kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas


12

lainnya serta pemerintah kabupaten/kota. Pada saat

pengumpulan, sampah yang sudah terpilah tidak

diperkenankan dicampur kembali.

Pengumpulan didasarkan atas jenis sampah yang dipilah

dapat dilakukan melalui :

a. Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis

sampah terpilah dan sumber sampah;

b. Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.

Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan

sebagai berikut :

a. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau

motor

dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat

dikerjakan sebagai berikut:

a). Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua)

hari sekali.

b). Masing-masing jenis sampah dimasukan ke masing-

masing bak di dalam alat pengumpul atau atur jadwal

pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah.

c). Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS

atau TPS 3R.


13

b. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan

bak terbuka atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan

sebagai berikut :

a). Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari

sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali lalu diangkut ke

TPS atau TPS 3R.

b). Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan

limbah B3, sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan

sampai lainnya sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali

oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta.

2) Pola Pengumpulan

Terdapat lima pola pengumpulan sampah, yaitu :

a. Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah

b. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan

fasilitas umum

c. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial

d. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat

e. Pola penyapuan Jalan

Diagram pola pengumpulan sampah seperti pada gambar

berikut ini.
14

Gambar 1. Pola Operasional Pengumpulan Sampah

1. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Kondisi topografi bergelombang, yaitu kemiringan lebih dari

15% sampai dengan 40%, hanya alat pengumpul mesin

yang dapat beroperasi

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu

pemakai jalan lainnya

c. Kondisi dan jumlah alat memadai

d. Jumlah timbunan sampah > 0,3 m3/hari

e. Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.

2. Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai

berikut:

a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif


15

b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia

c. Bagi kondisi topografi relatif datar, yaitu kemiringan rata-

rata kurang dari 5%, dapat menggunakan alat pengumpul

non mesin, contoh gerobak atau becak

d. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung

e. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa

mengganggu pemakai jalan lainnya

f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.

3. Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Bila alat angkut terbatas

b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan

relatif rendah

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah

individual (kondisi daerah berbukit, gang jalan sempit)

d. Peran serta masyarakat tinggi

e. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan

dan lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut

(truk)

f. Untuk permukiman tidak teratur

4. Pola komunal tidak langsung dengan persyaratan berikut:

a. Peran serta masyarakat tinggi;


16

b. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan

dan lokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul;

c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia,

d. Bagi kondisi topografi relatif datar, kemiringan rata-rata

kurang dari 5%, dapat mengunakan alat pengumpul non

mesin, contoh gerobak atau becak. Sedangkan bagi

kondisi topografi dengan kemiringan lebih besar dari 5%

dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer

kecil beroda dan karung;

e. Leher jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa

mengganggu pemakai jalan lainnya;

f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.

5. Pola penyapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Juru sapu harus rnengetahui cara penyapuan untuk setiap

daerah pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan rumput,

dan lain-lain);

b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah

berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang

dilayani;

c. Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke

lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke TPA


17

d. Pengendalian personel dan peralatan harus baik

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006)

3) Prasarana dan Sarana Pengumpulan

1. Jenis dan volume sarana pengumpulan sampah harus :

a. Disesuaikan dengan kondisi setempat;

b. Dilakukan sesuai dengan jadwal pengumpulan yang

ditetapkan; dan

c. Memenuhi ketentuan dan pedoman yang berlaku dengan

memperhatikan sistem pelayanan persampahan yang

telah tersedia

2. Jenis sarana pengumpulan sampah terdiri dari :

a. TPS

b. TPS 3R; dan/atau

c. Alat pengumpul untuk sampah terpilah

3. Perhitungan Kebutuhan Alat Pengumpul

a. Menghitung Jumlah Alat Pengumpul (gerobak/becak

sampah/motor

b. sampah/mobil bak) kapasitas 1 m3 di perumahan.

4) Perencanaan Operasional Pengumpulan

Perencanaan operasional pengumpulan sebagai berikut:

1. Ritasi antara 1 sampai dengan 4 kali per hari;


18

2. Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali,

tergantung dan kondisi komposisi sampah, yaitu:

a. Semakin besar persentasi sampah yang mudah terurai,

periodisasi pengumpulan sampah menjadi setiap hari,

b. Untuk sampah guna ulang dan sampah daur ulang,

periode pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal

yang telah ditentukan, dapat dilakukan 3 hari sekali atau

lebih;

c. Untuk sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah

B3 serta sampah lainnya disesuaikan dengan ketentuan

yang berlaku.

3. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap;

4. Mempunyai petugas pelaksanaan yang tetap dan

dipindahkan secara periodik;

5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria

jumlah sampah terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah.

4. Persyaratan Teknis, Metoda Pemindahan Dan

Pengangkutan

Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan

sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpulan

terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau

TPST pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau


19

dari tempat pemindahan/penampungan sementara (TPS, TPS

3R, SPA) atau tempat penampungan komunal sampai ke

tempat pengolahan/pembuangan akhir (TPA/TPST). Metoda

pengangkutan serta peralatan yang akan dipakai tergantung

dari pola pengumpulan yang dipergunakan.

Berdasarkan atas operasional pengelolaan sampah, maka

pemindahan dan pengangkutan sampah merupakan tanggung

jawab dari pemerintah kota atau kabupaten. Sedangkan

pelaksana adalah pengelola kebersihan dalam suatu kawasan

atau wilayah, badan usaha dan kemitraan. Sangat tergantung

dari struktur organisasi di wilayah yang bersangkutan.

Pada saat pemindahan dan pengangkutan sampah yang

sudah terpilah tidak diperkenankan dicampur kembali.

Pemindahan dan pengangkutan didasarkan atas jenis sampah

yang dipilah dapat dilakukan melalui :

a. Pengaturan jadwal pemindahan dan pengangkutan sesuai

dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah;

b. Penyediaan sarana pemindahan dan pengangkut sampah

terpilah.

Kegiatan pengangkutan sampah harus

mempertimbangkan :

1. Pola pengangkutan
20

2. Jenis peralatan atau sarana pengangkutan

3. Rute pengangkutan

4. Operasional pengangkutan

5. Aspek pembiayaan

1) Pola Pengangkutan

Menurut Agustino (1998) dalam Suprajaka (2015:2),

pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari

lokasi tempat pembuangan sampah sementara (TPS) atau

langsung dari sumber sampah menuju tempat pembuangan

akhir (TPA) menggunakan peralatan berupa truk pengangkut.

Pengangkutan sampah dilakukan dengan tiga cara antara lain :

1. Pengangkutan langsung dari sumber sampah ke tempat

pembuangan akhir (TPA). Pengangkutan seperti ini

dilakukan karena daerah sumber sampah mempunyai

jalan yang cukup lebar untuk dilalui truk pengangkut.

Metode ini dilaksanakan pada daerah dengan kepadatan

penduduk dan produktivitas sampah rendah.


2. Pengangkutan dari tempat pembuangan sementara (TPS)

ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah yang

terkumpul di tempat pembuangan sementara (TPS)

dipindahkan ke dalam truk pengangkut lalu diangkut

untuk dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA).


21

Metode ini cocok untuk daerah dengan kepadatan

penduduk serta produktivitas sampah tinggi.


3. Pelaksanaan dilakukan oleh pihak penghasil sampah.

Penghasil sampah membuang sampahnya langsung ke

tempat pembuangan akhir (TPA), dikarenakan jumlah

sampah yang cukup besar dan mempunyai angkutan

sampah sendiri, misalnya pada kompleks perumahan,

sekolah, dll.

Gambar 2. Skema Pengankutan Sampah

Keterangan:

Dari sumber sampah dilakukan pewadahan , di


bawa ke Bank sampah, setelah itu di bawa ke
TPS dan di buang TPA.
Dari sumber sampah dilakukan pewadahan dan
langsung di angkut ke TPS tanpa melalui Bank
sampah
Dari sumber sampah dilakukan pewadahan dan
langsung di buang ke TPA tanpa melalui Bank
sampah dan TPS
22

Dari sumber sampah dilakukan pewadahan dan


di bawa ke Bank sampah lalu di bawa langsung
ke TPA tanpa melalui TPS.
Dengan demikian, kelancaran pengangkutan sampah akan
tergantung pada:
Jarak antara sumber sampah, Bank sampah, TPS dengan
TPA.
Jarak antara sumber sampah, TPS dan TPA
Jarak antara sumber sampah dan TPA
Jarak antara sumber sampah, Bank sampah dan TPA

Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan pula

berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Jika pengumpulan

dan pengangkutan sampah menggunakan sistem pemindahan

(TPS/TPS 3R) atau sistem tidak langsung, proses

pengangkutannya dapat menggunakan sistem kontainer

angkat (Hauled Container System = HCS) ataupun sistem

kontainer tetap (Stationary Container System = SCS). Sistem

kontainer tetap dapat dilakukan secara mekanis maupun

manual. Sistem mekanis menggunakan compactor truck dan

kontainer yang kompetibel dengan jenis truknya. Sedangkan

sistem manual menggunakan tenaga kerja dan kontainer dapat

berupa bak sampah atau jenis penampungan lainnya.

2) Jenis peralatan atau sarana pengangkutan


23

Peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan

sampah dalam skala kota adalah sebagai berikut:

a. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah

tidak berceceran di jalan.

b. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.

c. Sebaiknya ada alat pengungkit.

d. Tidak bocor, agar llndi tidak berceceran selama

pengangkutan.

e. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.

f. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik

pemeliharaan.

Pemilihan jenis peralatan atau sarana yang digunakan

dalam proses pengangkutan sampah antara dengan

mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut:

a. Umur teknis peralatan (5 7) tahun.

b. Kondisi jalan daerah operasi.

c. Jarak tempuh.

d. Karakteristik sampah.

e. Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.

f. Daya dukung pemeliharaan

3) Rute pengangkutan
24

Prosedur pemilihan rute bertujuan memodelkan prilaku

pelaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka

merupakan rute terbaiknya. Dengan kata lain, dalam proses

pemilihan rute, pergerakan antara dua zona untuk moda

tertentu dibebankan ke rute tertentu yang terdiri dari ruas

jaringan jalan tertentu. Jadi, dalam pemodelan pemilihan rute

dapat diidentifikasikan rute yang akan digunakan oleh setiap

pengendara sehingga akhirnya didapat jumlah pergerakan

pada setiap ruas jalan.

Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara

memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanan (bisa juga

meminimumkan waktu dan jarak perjalanan), maka adanya

penggunaan ruas yang lain mungkin disebabkan oleh

perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga

disebabkan oleh keinginan untuk menghindari kemacetan.

Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah

memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihannya

yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pemilihan rute pada saat seseorang melakukan perjalanan.

Beberapa diantaranya adalah waktu tempuh, jarak, biaya

(bahan bakar dan yang lainnya), kemacetan dan antrian, jenis

manuver yang dibutuhkan, jenis jalan (jalan arteri, tol, atau


25

lainnya), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan,

serta kebiasaan. Sangatlah sukar menghasilkan persamaan

biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut.

Selain itu, tidak praktis memodelkan semua faktor tersebut

sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan.

Salah satu pendekatan yang sering digunakan adalah

mempertimbangkan dua faktor utama dalam pemilihan rute,

yaitu nilai waktu dan biaya pergerakan biaya pergerakan

dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Dalam beberapa

model pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang

berbeda bagi faktor waktu tempuh dan faktor jarak tempuh

untuk menggambarkan presepsi pengendara dalam kedua

faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa

bobot lebih dominan dimiliki oleh waktu tempuh dibandingkan

dengan jarak tempuh pada pergerakan di dalam kota.

Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan

dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya rute

pengumpulan dicoba berulang kali, karena rute tidak dapat

digunakan pada semua kondisi. Pedoman yg dapat digunakan

dalam membuat rute sangat tergantung dari beberapa faktor

yaitu:

a. Peraturan lalu lintas yang ada;


26

b. Pekerja, ukuran, dan tipe alat angkut;

c. Jika memungkinkan, rute dibuat mulai dan berakhir di dekat

jalan

b. utama, gunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai

batas rute;

c. Pada daerah berbukit, usahakan rute dimulai dari atas dan

berakhir di bawah;

d. Rute dibuat agar kontainer/TPS terakhir yang akan diangkut

yang terdekat ke TPA;

e. Timbulan sampah pada daerah sibuk/lalu lintas padat

diangkut sepagi mungkin;

f. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak,

diangkut lebih dahulu;

g. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit,

diusahakan terangkut dalam hari yang sama.

4) Operasional pengangkutan

Pengaturan rute pengangkutan sangat penting dalam

penanganan sampah di pemukiman karena terkait dengan

penyimpanan sampah di TPS. Jika pengangkutan mengalami

kendala dan tidak dapat mengangkut sampah sesuai dengan

jadwal pengangkutan, maka akan terjadi penumpukan sampah


27

di TPS dan secara langsung akan mempengaruhi kondisi

lingkungan sekitar TPS.

Beberapa faktor yang mempengaruhi operasional

pengangkutan yaitu :

a. Pola pengangkutan yang digunakan.

b. Alat angkut yang digunakan

c. Jumlah personil

d. Lokasi TPS atau TPST.

Ada 2 teknik operasional pengangkutan sampah yaitu:

1. Secara langsung ( sistem door to door):


Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan

sampah dilakukan bersamaan seperti terlihat pada Gambar

3 Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan

dan langsung diangkut ke tempat ke tempat pembuangan

akhir.

Gambar 3. Sistem Pengumpulan Sampah Secara Langsung

2. Secara tidak langsung (sistem komunal):


Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pembuangan

akhir, sampah dari masing-masing sumber dikumpulkan


28

dahulu oleh sarana pengumpul seperti dalam gerobak atau

becak pengumpul dan diangkut ke TPS. Dengan adanya TPS

ini maka proses pengumpulan sampah secara tidak

langsung. TPS dapat pula berfungsi sebagai lokasi

pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah

sampah yang harus diangkut ke pemrosesan akhir untuk

lebih jelasnya terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sistem Pengumpulan Sampah Secara Langsung

5) Aspek pembiayaan

Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan

Persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan

roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana

persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang

timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan

dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana

operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah

sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah.

Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai

indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan


29

sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana yang memadai,

akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.

Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat

sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang

harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut

untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat

setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan

sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih

dan sehat.

Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan

sebenarnya ada pada pihak Pemda tingkat II (PP 14/1987),

tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan bantuan sebagai

wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi

Nasional Pembangunan bidang Persampahan, bahwa untuk

mencapai target tingkat pelayanan 60 % 80 % pada Pelita VI,

Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan proyek berupa

peralatan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan alat

berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga Pemda

diminta untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan

mengembangkannya. Selain itu Pemerintah Pusat juga

memberikan bantuan teknis berupa Studi/Perencanaan dan

Pedoman Teknis serta bantuan Pelatihan.


30

Untuk dapat menyusun rencana biaya operasi dan

pemeliharaan Aset Persampahan, perlu diketahui komponen

pembiayaannya itu sendiri serta perkiraan besarnya masing-

masing komponen tersebut. Dengan perkiraan tersebut serta

adanya potensi dana masyarakat, dapat diperkirakan berapa

sebenarnya subsidi yang diperlukan guna penanganan operasi

dan pemeliharaan tersebut. Biaya operasi dan pemeliharaan

adalah biaya yang dibutuhkan untuk keperluan rutin, meliputi

kebutuhab gaji upah, kebutuhan biaya operasi kendaraan

(bahan bakar, oli dan lain-lain), kebutuhan biaya perawatan

dan perbaikan (service, suku cadang dan lain-lain), pendidikan

dan latihan rutin, pengendalian serta administrasi kantor /

lapangan.

Biaya operasional dan pemeliharaan pengangkutan

adalah :

a) Biaya personil (gaji / upah) untuk sopir dan crew


b) Biaya operasi (bahan bakar, oil)
c) Biaya peralatan bantu seperti baju seragam, sepatu

kerja, sapu sekop dan lain-lain


d) Biaya perawatan kendaraan seperti pencucian,

pelumasan, penggantian ban, perbaikan dan lain-

lain.
5. Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah
31

Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan

untuk menghitung pengangkutan dengan system HCS adalah :

a. Pickup (PHCS): waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi

kontainer berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong

di lokasi sebelumnya, waktu untuk mengambil kontainer

penuh dan waktu untuk mengembalikan kontainer kosong

(Rit).

b. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan

diangkut kontainernya.

c. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi.

d. Off-route (W) : nonproduktif pada seluruh kegiatan

operasional : waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak

terduga, perbaikan dan lain-lain (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006).

2.4. Kerangka Pemikiran


Berdasarkan uraian di atas maka kerangaka pemikiran

dalam penielitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


32

Gambar 5. Pengelolaan Sampah


Untuk mengoptimalkan pengankutan sampah, maka

tahap pemindahan dan pengangkuatan sampah harus

mempertimbangkan beberapa aspek yaitu:


a. Pola pengangkutan
b. Jenis peralatan atau sarana pengangkutan
c. Rute pengangkutan
d. Operasional pengangkutan
e. Aspek pembiayaan

Anda mungkin juga menyukai