Anda di halaman 1dari 11

1.

Anatomi Hepar
Hati merupakan organ tubuh yang terbesar dengan berat 1200 -1500 gram. Pada
orang dewasa 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi kurang lebih 1/18
dari berat bayi. Posisi organ hati sebagian besar terletak di perut bagian kanan atas
dibawah diaphragma. Hepar secara anatomis dibagi menjadi pars hepatic dexter
dan sinister oleh bidang yang melalui batas perlekatan ligamentum falciforme pada
facies diaphragmatica dan oleh fisurra atau fossa sagitalis sinistra pada facies
visceralis. Lobus hepatic dexter terbagi menjadi lobus quadratus yang terletak antara
vena cava inferior dan ligamentum venosum. Bagian kanan dan kiri hepar
dipisahkan oleh bidang anteroposterior yang melalui fossa sagitalis dextra di
sebelah kanan bidang tengah ligamnetum falciforme. Dengan demikian lobus
quadratus dan separuh lobus caudatus akan termasuk pars hepatic sinistra yang di lurus
oleh pembuluh darah dan saluran empedu sebelah kiri (Wibowo, 2009).
Hati di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrisi
seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-
cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hepatosit menyerap nutrien, oksigen dan
zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hepatosit zat racun akan
dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau di bentuk zat baru,
dimana zat tersebut akan disekresikan ke peradaran darah tubuh
(Wibowo,2009).
2. Fungsi Hepar
Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K), glikogen dan
berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya:
pestisida DDT).
Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi
toksin dan obat.
Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua atau
rusak.
Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak .
Hepar mensekresi kurang lebih satu liter cairan empedu ke dalam saluran
empedu yang
terdiri dari pigmen empedu dan asam empedu. yang termasuk pigmen emepedu adalah
bilirubin dan biliverdin yang memberi warna tertentu pada feses.
Asam empedu yang di bentuk dari kolesterol membantu pencernaan lemak (Wibowo,
2009).
Sel hati biasanya membelah diri untuk mengganti sel yang terluka atau mati
karena usia. Semua proses ini berlangsung secara ketat dan rapi di atur oleh gen yang
ada dalam tiap sel. Sel kanker di mulai dari sebuah sel yang menyimpang dari pola
tersebut di atas. Sel tidak lagi membelah diri secara teratur/rapi, tetapi tumbuh tidak
teratur atau tumbuh liar yaitu tumbuh tidak normal (abnormal). Sel abnormal ini
kemudian membuat jutaan penggandaan/menggandakan dirinya sendiri atau cloning.
Sel -sel ini tidak menjalankan fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan
fungsi liver menjadi tidak normal karena sel -sel ini hanya bergerak untuk
memperbanyak diri yang akhirnya membentuk gumpalan. Gumpalan itu bisa jadi
tumor jinak (yang hanya tumbuh secara lokal dan tidak menyebar) (Misnadiarly, 2007).
3. Definisi
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma
hepato primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal
yang di tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki
kemampuan membelah /mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi
ganas. Kanker hati sering disebut "penyakit terselubung ". Pasien seringkali tidak
mengalami gejala sam pai kanker pada tahap akhir, sehingga jarang ditemukan dini.
Pada pertumbuhan kanker hati , beberapa pasien mungkin mengalami gejala
seperti sakit di perut sebelah kanan atas mel uas ke bagian belakang dan bahu,
bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam,
dan ikterus. Penyakit-penyakit hati lainnya dan masalah -masalah kesehatan juga dapat
menyebabkan gejala -gejala tersebut, tapi setiap orang yang mengalami gejala seperti
ini harus berkonsultasi dengan dokter (Hussodo, 2006).
Kanker Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer
yang sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis
yang amat buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3
bulan sesudah diagnosisnya di tegakkan (Misnadiarly, 2007) .
4. Faktor Resiko

Penyebab karsinoma ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang terlihat :
Virus Hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV
terhadap ha ti mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan
aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya
perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons
nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu
atau bebe rapa gen yang berubah akibat HBV ( Hussodo, 2009 ) .
Koinsidensi infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik lain seperti
aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati (HCC
pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa promoter selular atau viral tertentu
oleh gen x HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin
karena akumulasi protein yang disandi HBx mampu menyebabkan proliferasi
hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui
mekanisme protektif dari apoptosis sel ( Hussodo, 2009) .
Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi anti HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan sekitar
30% sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70 -80%. Prevalensi anti
HCV jauh lebih tinggi pada kasus HCC dengan HbsAg -negatif daripada
HbsAg -positif. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah
dengan anti HCV positif, interval saat transfusi hingga terjadinya HCC
dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga
melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati ( Hussodo, 2009) .

Sirosis Hati
Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis
hati.Peningkatan pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan
dengan kelainan sitologi yang dinilai sebagai perubahan displasia praganas.
Semua tipe sirosis dapat menimbulkan komplikasi karsinoma, tetapi
hubungan ini paling besar pada hemokromatosis, sirosis terinduksi virus dan
sirosis alkoholik ( Hussodo, 2009) .
Aflaktosin
Aflaktosin B1 (AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1 -2-3-epoksid merupakan karsinogen
utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan
DNA maupun RNA ( Hussodo, 2009)
Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol ( >50-70g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC
melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik
langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis
hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV ( Hussodo, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik pada penderita hepatoma didasarkan pada keluhan yang disampaikan
oleh penderita, berupa:
a. Rasa nyeri perut sebelah kanan atas, sifat nyeri biasanya nyeri tumpu dan terus-
menerus tetapi dapat bertambah berat bila bergerak.
b. Benjolan di perut, biasanya tidak disertai rasa nyeri, perasaan nyeri di perut kadang
timbul setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
c. Keluhan lain, seperti demam, badan semakin lemah, nafsu makan menurun, berat
badan menurun secara cepat, ikterus, hematesis melena.
6. Stadium Klinis

Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :


Ia : Tumor tunggal diameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter 5 cm di separuh hati,
tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh IIa :
Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10 cm di
separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5 cm di kedua belahan hati
kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm di separuh
hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5 cm di kedua belahan hati kiri
dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh salah
satu daripadan
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis
(Desen, 2008).
7. Diagnosis
Melakukan pemeriksaan berkala bagi kelompok risiko tinggi antara lain pengidap
virus Hepatitis B dan C, dokter, promiskus, dan bagi orang yang mempunyai
anggota keluarga penderita kanker hati. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali
pada penderita sirosis hati dengan HBsAg positif dan pada penderita hepatitis
kronis deng an HBsAg negatif atau penderita penyakit hati kronis atau dengan
sirosis dengan HBsAg negatif pernah mendapat transfusi atau hemodialisa
diperiksa 6 bulan sekali. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-
menerus, kadang- kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping
keluhan nyeri perut ada pula keluhan seperti benjolan di perut kanan atas
tanpa atau dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites dan keluhan
yang paling umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan
lekas kenyang, feses hitam, demam, bengkak kaki, perdarahan dari dub ur
(Sujono, 2000) .
Pemeriksaan Fisik
Biasanya hati terasa besar dan berbenjol -benjol, tepi tidak rata, tumpul,
kadang-kadang terasa nyeri bila ditekan. Bila letak tumor di lobus kiri
maka pembesaran hati terlihat di epigastrium, tapi bila tumor tersebut
terletak di lobus kanan maka pembesaran hati terlihat di hipokhondrium kanan
(Sujono, 2000) .
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa fetoprotein
(AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang
normal AFP serum adalah 0 -20 ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%
-70% pada penderita kanker hati. ( Hussodo, 2009)
Ultrasonografi (USG) Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis hati
dianjurkan menjalani pe meriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil
pada pasien dengan risiko tinggi USG lebih sensitif dari pada AFP serum
berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati bekisar antara 70%-80%.
Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi
septum, bagian perifer sonolusen (ber -halo), bayangan lateral yang dibentuk
oleh pseudokapsul fibrotik, serta penyangatan ekoposterior. Berbeda dari
metastasis, HCC dengan diameter kurang dari dua sentimeter mempunyai
gambaran bentuk cincin yan g khas. USG color Doppler sangat berguna untuk
membedakan HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di bagian atas
-belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi oleh USG. Demikian juga
yang berukuran terlalu kecil dan isoekoik. Modalitas imaging lain seperti CT
-scan, MRI dan angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC, namun
karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat diagnostik
yang paling populer dan bermanfaat ( Hussodo, 2009) .
Strategi Skrining Dan Surveilans
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada
populasi umum, sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan
diagnostik pada populasi yang beresiko untuk suatu penyakit sebelum ada
bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi. Karena sebagian dari pasien
HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa gejala untuk mendeteksi dini H
CC diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis hati dengan
HBsAg atau anti -HCV positif. Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan
( doubling time) diameter HCC yang berkisar antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6
bulan) dianjurkan untuk melakukan p emeriksaan AFP serum dan USG
abdomen setiap 3 hingga 6 bulan bagi pasien sirosis maupun hepatitis
kronik B atau C. Cara ini di Jepang terbukti dapat menurunkan jumlah pasien
HCC yang terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan identifikasi tumor
kecil (dini). Namun hingga kini masih belum jelas apakah dengan demikian
juga terjadi penurunan mortalitas (liver-related mortality) (Husodo, 2009).
8. Penatalaksanaan
Karena sirosis hati yang melatar belakanginya serta tingginya kekerapan multi-
nodularis, resektabilitas HC C sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan
berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat
pemburukan hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor Child-pugh
menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. Mengenai terapi
HCC menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya penelitian dengan kontrol
yang membandingkan efikasi terapi bedah atau terapi ablative lokoregional, di
samping besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada berbagai
penelitian individual (Husodo, 2009).
a. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non -sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal
pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan
kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat
menurunkan angka harapan hidup. Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi
adalah skor Child-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan
derajat hipertensi portal saja. Subjek dengan bilirubin normal tanpa hipertensi
portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%.
Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis ekstrahepatik HCC difus atau
multifocal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi
ketahanan pasien menjalani operasi (Husodo, 2009).
b. Transplantasi Hati
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan
untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami
disfungsi. Dilaporkan survival analisis 3 tahun mencapai 80% bahkan dengan
perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif dengan obat antiviral seperti lamivudin,
ribavirin dan interferon dapat dicapai survival analisis 5 tahun 92%. Kematian
pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor bahkan mungkin
diperkuat oleh obat anti rejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter
kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang
diameternya lebih dari 5cm (Husodo, 2009).
c. Ablasi Tumor Perkutan
Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena
efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya adalah
menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk tumor
(diameter <5cm). PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun
resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non -child A. Radiofrequency
ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih tinggi daripada PEI dan
efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak
berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek
sampingnya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah
terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama
12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke -38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok placebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%) (Husodo,2009).
d. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC di diagnosis pada stadium menengah lanjut
(intermediate -advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
metaanalisi, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial
embolization/chemoembolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan
tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak
resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien
yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa
invasi vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara
radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),
serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat
(Husodo, 2009). Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak
resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiesterogen, antiandrogen,
oktreotid, radiasi internal, kemoterapi art erial atau sistemik masih memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang pasti (Husodo, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
1. Budihussodo, U., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke V . Jakarta : Balai
Penerbit FKUI : 685 -691.
2. Desen,W., 2008. Tumor Abdomen Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2 . Jakarta:
Balai PenerbitFKUI : 408 -423. Hidayat, H., 2007. Perbedaan profil klinik karsinoma
hepatoseluler yang terinfeksi kronik virus hepatitis B dengan virus hepatitis C. Available
from http://eprints.undip.ac.id/22680/1/Hendri_Hidayat.pdf
3. Misnadiarly., 2007. Mengenal,Menanggulangi,Mencegah dan Mengobati Penyakit Hati
(Liver) . Jakarta : Pustaka Obor Populer : 14 -18.
4. Sujono,H., 2000. Hepatologi. Bandung: Mandar Maju.
5. Sujono,H., 1999. Gastroenterologi. Bandung : Alumni.
6. Wibowo, D.S. & Paryana, W., 2009. Anatomi Tubuh Manusia edisi I . Yogyakarta:

Anda mungkin juga menyukai