Anda di halaman 1dari 86

30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kompetensi

2.2.1. Pengertian Kompetensi

Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa yang dimaksud dengan

kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan

apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan

bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan sikap dan apresiasi yang harus

dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai

dengan jenis pekerjaan tertentu (Mulyasa, 2004).

Menurut US approach dalam Moeheriono (2009), menyatakan bahwa

kompetensi lebih banyak di wujudkan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi.

Pendekatan occupational competence, seperti ini mendefinisikan kompetensi sebagai

ability to perform activity within an occupation to the standarts expected in

employment elemen kompetensi diidentifikasikan sebagai fungsi-fungsi yang

diperlakukan individu yang kompeten agar mampu untuk menyelesaikan sesuatu.

Menurut Moeheriono (2009), kompetensi merupakan sebuah karakteristik

dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta

menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada

waktu periode tertentu.

Universitas Sumatera Utara


31

Kompetensi adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan

oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang

memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus

dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini

digunakan dapat dipertukarkan. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus

pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Buyung,

2007).

Keterampilan adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial

untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian orang-

orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil manajemen

yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan penentuan efektivitas

manajer, yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana

melakukan sesuatu dengan baik (Buyung, 2007).

Menurut Spencer, pengertian dan kompetensi adalah karakteristik dasar yang

terdiri atas keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) serta atribut personal

(personal attributs) lainnya yang mampu membedakan seseorang hanya yang

melakukan dan tidak melakukan (Moeheriono, 2009).

Menurut McCLeLLand, penentu sukses tidaknya seseorang dalam

mengerjakan suatu pekerjaan atau pada suatu situasi tertentu. Pendekatan ini bisa

dikenal dengan pendekatan US approach French approach, kompetensi merupakan

kumpulan dari beberapa elemen psikologi seseorang, yaitu dengan menggunakan

self image sebagai landasannya (Moeheriono, 2009).

Universitas Sumatera Utara


32

Berdasarkan dari definisi kompetensi ini, maka beberapa makna yang

terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut.

1. Karakteristik dasar (underlying chatacteristic) kompetensi adalah bagian dari

kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai

perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.

2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau

digunakan intuk memprediksi kinerja seseorang, artinya jika mempunyai

kompetensi yang lebih tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi pula (sebagai

akibat).

3. Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi

secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur

dan spesifik atau terstandar (Moeheriono, 2009).

2.2.2. Cara Menentukan Kompetensi

Merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah di

ungkapkan oleh spencer atau mengacu The Competency Handbook, ada beberapa

pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini, yaitu sebagai berikut.

1. Mengidentifikas pekerjaan pada posisi-posisi kunci dari deskripsi jabatan (job

description) yang nantinya akan dibuat sebagai kompetensi modelnya.

2. Melakukan analisis jabatan (job analysis) lebih mendalam mengenai proses kerja

yang sangat penting, yaitu cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung

jawab pada posisi - posisi kunci tersebut.

Universitas Sumatera Utara


33

3. Melakukan survey mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan agar dapat

berhasil melaksanakan pekerjaan nantinya (Moeheriono, 2009).

Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi dapat dilakukan dengan

pembuatan skala, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5

(sangat baik) atau menggunakan skala b (basic), I (intermediate), A (advance) atau E

(expert) (Moeheriono, 2009).

2.2.3. Mengembangkan Sistem Kompetensi

Menurut Moeheriono (2009), sistem perkembangan kompetensi pada setiap

organisasi wajib dan harus dikembangkan seluas-luasnya, dalam rangka

mengembangkan manajemen sumber daya manusia atau SDM - nya. Manfaat dan

keuntungan dalam pengembangan sistem kompetensi ini adalah sebagai berikut.

1. Dapat dipakai sebagai acuan kesuksesan awal bekerja seseorang. Model

kompetensi yang akurat ini akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan

serta keterampilan apa saja yang dubutuhkan untuk keberhasilan dalam suatu

pekerjaan tersebut. Apabila seseorang memegang posisi jabatan tertentu, maka

harus mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya.

2. Dapat dipakai sebagai dasar merekrut karyawan yang baik dan handal. Apabila

telah berhasil ditentukan kompetensi - kompetensi apa saja yang diperlukan bagi

suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan sebagai kriteria dasar

rekrutmen karyawan baru.

3. Dapat dipakai sebagai dasar penelitian dan mengembangkan karyawan

selanjutnya. Hasil identifikasi kompetesi pekerjaan yang akurat dapat juga

Universitas Sumatera Utara


34

dipakai sebagai tolok ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian,

berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah sesorang sudah

memiliki kompetensi tertentu yang disyaratkan.

4. Dapat dipakai sebagai dasar penilaian kinerja dan pemberian kompensasi

(reward) bagi karyawan berprestasi atau sebagai hukuman (punishment) bagi

karyawan tidak berprestasi. Akhirnya, kompetensi dapat juga dikaitkan dengan

sistem kompensasi dan hukuman. Dengan adanya model kompetensi yang telah

dibuat untuk setiap posisi, maka dapat diukur seberapa besar kemampuan

seseorang dalam memenuhi persyaratan kompetensi yang telah ditentukan

baginya.

5. Pihak manajemen bisa menarik kesimpulan bahwa kompetensi sangat bermanfaat

untuk training need analysis atau TNA.

2.2.4. Tujuan dan Sasaran Analisis Kompetensi

Pengertian analisis kompetensi secara sederhana adalah segala bentuk

pendekatan analisis sistematis yang menjelaskan muatan-muatan atau tugas pekerjaan

seseorang baik kegiatan aktivitas maupun perilakunya, konteks pekerjaan pada

lingkungan kerja dan segala tuntutannya serta persyaratan pekerjaan tersebut, yang

terdiri atas pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan kemampuan (ability)

secara detail dan menyeluruh (Moeheriono, 2009).

Analisis kompetensi tersebut harus dirancang dengan sebaik-baiknya karena

akan dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat perihal suatu pekerjaan

seorang karyawan. Selain itu, akan lebih memudahkan pihak manajemen dalam

Universitas Sumatera Utara


35

penempatan karyawan tersebut sesuai dengan the right man on the right job. Adapun

tujuan dan sasaran analisis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menjamin pelaksanaan sistem personalia yang digunakan benar - benar berfokus

dan sangat produktif. Penggunaan analisis kompetensi yang dirancang dengan

baik dan benar akan dapat memberikan informasi secara rinci dan akurat perihal

tugas pekerjaan (job description) dan karakteristik pekerjaan sehingga

memudahkan rancangan sistem sumber daya manusia dalam perencanaannya.

2. Terciptanya perekat untuk membentuk suatu sistem personalia yang terpadu dan

terarah. Menurut pengalaman, sering kali terjadi pada sistem seleksi, sistem

pelatihan, sistem perencanaan tenaga kerja dan sistem promosi berjalan sendiri -

sendiri tanpa ada koordinasi dan relevansinya sehingga menghasilkan duplikasi

usaha dan akhirnya terjadi kontra produktif pada fungsi masing-masing tersebut

(Moeheriono, 2009).

2.1.6. Metode Analisis Kompetensi

Menurut Moeheriono (2009), pelaksanaan metode analisis kompetensi dalam

perencanaan pengembangan sumber daya manusia memang sangat penting dilakukan

bagi seluruh organisasi. Ada beberapa proses dan metode analisis kompetensi perlu

diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

1. Metode analisis kompetensi umum, yang terdiri atas metode analisis kompetensi

fungsional, metode elemen pekerjaan, metode insiden kritikal, dan metode

analisis posisi serta inventarisasi tugas pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


36

2. Metode analisis yang berhubungan dengan pekerjaan atau job relatedness

analysis (JRA). Metode ini sering kali dipergunakan dan diterapkan di banyak

organisasi atau perusahaan modern. Adapun tahapannya yang harus dilakukan

adalah sebagai berikut.

a. Melakukan perencanaan dan riset pendahuluan.

b. Mengenali terlebih dahulu pekerjaan pekerjaan yang sudah ada.

c. Membuat data, mengumpulkan data pekerjaan yang berbeda, dengan

wawancara dan kuesioner kemudian dikelompokan.

d. Membuat data integrasi, mengintegrasikan data yang diperoleh dari hasil

wawancara dan kuesioner kemudian menentukan kategori menjadi

kompetensi baru untuk menetukan perilaku yang diperoleh.

e. Membuat Dimension Selection Questionaire (DSQ) yang berisikan narasi dan

kompetensi serta menganalisis perilaku, tugas pekerjaan, dan motivasi.

f. Membuat dokumentasi, menyiapkan laporan yang berisikan prosedur analisis

kompetensi yang dihasilkan, data nama, dan jenis kelamin, serta keputusan

kompetensi.

2.2.6. Kompetensi Individu

Kemampuan atau kompetensi seseorang termasuk dalam kategori tinggi atau

baik akan dibuktikan apabila ia sudah melakukan pekerjaan (sudah bekerja).

Sebaliknya, apabila mempunyai kompetensi tingkat rendah, ia akan cenderung

berkinerja rendah pula. Dalam setiap individu seseorang terdapat beberapa

karakteristik kompetensi dasar, yang terdiri atas berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


37

1. Watak (traits), yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau

bagaimanakah orang tersebut merespons sesuatu dengan cara tertentu, misalnya

percaya diri (self confidence), kontrol diri (self kontrol ), ketabahan atau daya

tahan (hardiness).

2. Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara konsisten

dipikirkan dan diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari

dlam yang bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.

3. Bawaan (self - concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

Sikap dan nilai tersebut dapat diukur melalui tes untuk mengetahui nilai (value)

yang dimilki, apa yang menarik seseorang untuk melakukan sesuatu.

4. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimilki seseorang pada bidang

tertentu atau pada area tertentu, pengetahuan merupakan kompetensi yang

komplek dan agak rumit.

5. Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas

tertentu, baik secara fisik maupun mental,

Dalam kompetensi individu ini dapat dikatagorikan atau dikelompokkan

menjadi dua, yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut

kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimilki oleh seseorang,

misalnya kemampuan pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan membaca

dan menulis (Moeheriono, 2009).

Akan tetapi, justru kompetensi dari pengetahuan dan keterampilan atau

keahlian lebih mudah untuk dikembangkan apabila akan menambah atau

Universitas Sumatera Utara


38

meningkatkan kompetensi tersebut, yaitu dengan cara menambah program pendidikan

dan pelatihan (training) bagi karyawan yang masih dianggap kurang kompetensinya.

Sedangkan kompetensi konsep diri, watak dan motif berada pada personality

iceberg, lebih tersembunyi (hidden) sehingga cukup sulit untuk dikembangkan. Salah

satu cara yang paling efektif untuk mengetahuinya adalah melalui psikologi dengan

tes atau wawancara (Moeheriono, 2009).

Secara rinci, ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua

individu, yaitu sebagai berikut.

1. Task skill ,yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai

dengan standar di tempat kerja.

2. Task management skill, yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas

yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan.

3. Contingency management skill, yaitu keterampilan mengambil tindakan yang

cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam pekerjaan.

4. Job role environment skill, yaitu keterampilan untuk bekerja sama serta

memelihara kenyamanan lingkungan kerja.

5. Transfer skill, yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja

baru.

Tingkatan atau level kompetensi individu seseorang karyawan mampu

melaksanakan tergantung pada pekerjaan atau jabatan pada tempat ia bekerja. Level

kompetensi dapat dibedakan menjadi beberapa tiga level.

Universitas Sumatera Utara


39

1. Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas

tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau

instruksi tetapi masih di bawah pengawasan dan pembinaan atasan langsung

(belum mandiri).

2. Level yang menunjukkan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas

tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja

instruksi dengan secara mandiri tanpa pengawasan dan pembinaan atasan

langsung (agak sudah mandiri)

3. Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas

tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau

instruksi dengan secara mandiri, tanpa pengawasan dan pembinaan atasan

langsung serta:

- mampu menganalisis masalah pekerjaan;

- mampu memecahkan masalah tersebut;

- mampu memberikan masukan dan ide kepada atasan; dan

- mampu melakukan koordinasi dengan bagian lain.

2.3. Kinerja

2.2.13. Definisi Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan

pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya

Universitas Sumatera Utara


40

kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk

bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2007).

Menurut Armstrong dan Baron (1998) dalam (Wibowo, 2007) , kinerja adalah

tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja

adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

2.2.14. Tujuan Kinerja

Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi. Tujuan adalah tentang arah secara umum, sifatnya luas,

tanpa batasan waktu dan tidak berkaitan dengan prestasi tertentu dalam jangka waktu

tertentu. Tujuan merupakan aspirasi (Wibowo, 2007).

Dengan adanya tujuan memungkinkan pekerja mengetahui apa yang

diperlukan dari mereka, atas dasar apa kinerja harus dilakukan dan bagaimana

kontribusinya akan dinilai (Wibowo, 2007).

2.2.15. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis

dalam Mangkunegara (2005) yang merumuskan bahwa :

1. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang

Universitas Sumatera Utara


41

memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior,

gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah

mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi

kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya

jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan

menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud

mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan

pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2005).

Menurut Henry simamora (1995) dalam Mangkunegara (2005), kinerja

(performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari:

a. Kemampuan dan keahlian

b. Latar Belakang

c. Demografi

2. Faktor psikologis yang terdiri dari:

a. Persepsi

b. Attitude

c. Personality

Universitas Sumatera Utara


42

d. Pembelajaran

e. Motivasi

3. Faktor organisasi yang terdiri dari:

a. Sumber daya

b. Kepemimpinan

c. Penghargaan

d. Struktur

e. Job design

2.2.4. Sasaran Kinerja

Sasaran kerja atau operasional menunjukkan kepada hasil yang harus dicapai

dan kontribusi yang harus diberikan terhadap pencapaian sasaran kelompok, bagian

dan organisasi. Pada tingkat organisasi hal ini berhubungan dengan misi organisasi,

nilai dasar dan rencana strategis (Dharma, 2011).

Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan

hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut

diselesaikan. Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur.

Sasaran merupakan harapan (Wibowo, 2007).

Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya:

a. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja;

b. The action/ performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan

oleh performer;

c. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan;

Universitas Sumatera Utara


43

d. An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat

dicapai; dan

e. The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan (Wibowo, 2007).

Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara

spesifik dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan, dan

mendemonstrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisai,

memahami, mempunyai pengetahuan atau apresiasi (Wibowo, 2007).

Menurut Dharma (2011), sasaran kerja yang baik paling tidak memiliki ciri

sebagai berikut :

a. Konsisten, dengan nilai organisasi dan sasaran departemental dan organisasi.

b. Tepat, jelas dan didefinisikan dengan baik, menggunakan kata yang jelas.

c. Menantang, untuk merangsang standar kinerja yang tinggi dan mendorong

kemajuan.

d. Dapat diukur, dapat dihubungkan dengan ukuran kinerja yang dapat diukur

kuantitatif dan kualitatif;

e. Dapat dicapai, ada di dalam batas kemampuan dari seseorang harus pula

diperhitungkan semua hambatan yang akan dapat memengaruhi kemampuan

seseorang untuk mencapai sasaran tersebut; ini termasuk ketiadaan sumber daya

(uang, waktu, peralatan, dukungan dari orang-orang lainnya), ketiadaan

pengalaman ataupun pelatihan, faktor eksternal diluar kendali seseorang, dst.

f. Disepakati, oleh manajer serta orang yang bersangkutan tujuannya adalah

menimbulkan rasa memiliki, bukan dipaksakan, terhadap sasaran tersebut,

Universitas Sumatera Utara


44

walaupun ada juga situasi di mana seseorang itu harus dibujuk untuk dapat

menrima suatu standar yang lebih tinggi dari pada yang mereka percayai dapat

mereka capai.

g. Dihubungkan dengan waktu, dapat dicapai pada suatu jangka waktu tertentu (ini

tidak berlaku bagi suatu sasaran tetap).

h. Berorientasikan kerja kelompok : menekankan kepada kerja sama kelompok

selain pencapaian individu.

2.2.5. Kinerja Individu

Menurut Anwar (2005), kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari

segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja

(work effort) dan dukungan organisasi.

Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil:

1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut

individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta

demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality,

pembelajaran dan motivasi.

2. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.

3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.

Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja,

struktur organisasi dan job design.

Universitas Sumatera Utara


45

Menurut A. Dale Timple (1992) dalam Mangkunegara (2005), faktor-faktor

kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional)

yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat - sifat seseorang.

Faktor eksternal yaitu faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang

yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan

kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal

dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribut yang mempengaruhi kinerja

seseorang. Seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-

faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami

lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia

menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal (Anwar, 2005).

2.2.6. Jenis Kinerja

Dalam suatu organisasi dikenal ada 3 (tiga) jenis kinerja yang dapat

dibedakan, yaitu sebagai berikut:

1. Kinerja operasional (operation performance). Kinerja ini berkaitan dengan

efektivitas penggunaan sumber daya yang digunakan oleh perusahaan, seperti

modal, bahan baku, teknologi, dan lain sebagainya, yaitu seberapa penggunaan

tersebut secara maksimal untuk mencapai keuntungan atau mencapai visi dan

misinya.

2. Kinerja administratif (adminiftrative performance). Kinerja ini berkaitan dengan

kinerja admininistrasi organisasi, termasuk di dalamnya struktur administrative

yang mengatur h

Universitas Sumatera Utara


46

3. Hubungan otoritas wewenang dan tanggung jawab dari orang yang menduduki

jabatan.

4. Kinerja strategik (strategic performance). Kinerja ini berkaitan atas kinerja

perusahaan, dievaluasi ketepatan perusahaan dalam memilih lingkungannya dan

kemampuan adaptasi perusahaan, khusunya secara strategis perusahaan dalam

menjalankan visi dan misinya (Moeheriono, 2009).

2.2.7. Kesepakatan Kinerja

Kesepakatan kinerja merupakan kontrak kinerja antara pekerja dengan

manajer, yang disebut sebagai personal contract. Antara manajer dan pekerja harus

sepakat tentang tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dan menjadi komitmen untuk

menjalankannya. Kontrak kinerja merupakan dasar penting untuk melakukan

penilaian terhadap kinerja pekerja (Wibowo, 2007).

Kesepakatan kinerja, juga dikenal sebagai perjanjian kinerja, menetapkan

pengharapan dan pekerjaan yang harus dilakukan, hasil yang harus dicapai dan atribut

(keahlian, pengetahuan dan kepiawaian) serta kompetensi yang diperlukan untuk

mencapai hasil tersebut. Ia juga mengidentifikasikan ukuran-ukuran yang harus

dipakai untuk memantau, mengevaluasi dan menilai kinerja (Dharma, 2011).

2.2.8. Standar Kinerja

Standar kinerja merupakan elemen penting dan sering dilupakan dalam proses

review kinerja. Standar kinerja menjelaskan apa yang diharapkan manajer dari

pekerja sehingga harus dipahami pekerja. Klarifikasi tentang apa yang diharapkan

merupakan hal yang penting untuk memberi pedoman perilaku pekerja dan

Universitas Sumatera Utara


47

dipergunakan sebagai dasar untuk penilaian. Standar kinerja merupakan tolok ukur

terhadap kinerja. Standar kinerja harus dihubungkan dengan hasil yang diinginkan

dari setiap pekerja (Wibowo, 2007).

Standar kinerja mempunyai dua tujuan, yakni pertama, membimbing perilaku

pekerja untuk menyelesaikan standar yang telah dibangun. Apabila manajer

menciptakan standar kinerja dengan pekerja dan memperjelas apa yang diharapkan,

hal tersebut akan merupakan latihan yang berharga. Hal ini karena orang

menginginkan melakukan pekerjaan yang dapat diterima (Wibowo, 2007).

Alasan kedua untuk standar kinerja adalah menyediakan dasar bagi kinerja

pekerja dapat dinilai secara efektif dan jujur. Sampai standar kinerja dibuat, penilaian

sering kali dinilai dari perasaan dan evaluasi subjektif. Tanpa memandang pendekatan

dan bentuk yang digunakan dalam program review kinerja dan penilaian, proses

klarifikasi dari apa yang diharapkan merupakan hal yang penting program berjalan

efektif. Standar kinerja merupakan terbaik untuk melakukannya (Wibowo, 2007).

2.2.9. Lingkungan Kinerja

Berdasarkan perencanaan kinerja yang telah disepakati bersama antara

manajer dan pekerja, dilakukan implementasi kinerja. Pelaksanaan kinerja

berlangsung dalam suatu lingkungan internal dan eksternal yang dapat memengaruhi

keberhasilan maupun kegagalan kinerja (Wibowo, 2007).

Kinerja didalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumberdaya manusia

dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali faktor yang

dapat memengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Terdapat

Universitas Sumatera Utara


48

faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar

dirinya (Wibowo, 2007).

Setiap pekerja mempunyai kemampuan berdasarkan pada pengetahuan dan

keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan

kepuasan kerja. Namun, pekerja juga mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku

yang dapat memengaruhi kinerjanya (Wibowo, 2007).

2.2.10. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dipercaya oleh manajer dalam

mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg, 1987). Proses

penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku

pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume

yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk

mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing dan perencanaan karier

serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2007).

2.2.11. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penelitian kerja yang dapat dijabarkan menjadi 6 (enam), yaitu :

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan

memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi

diri dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan Rumah Sakit.

2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan secara gilirannya

akan mempengaruhi atau mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) secara

keseluruhannya.

Universitas Sumatera Utara


49

3. Merangsang minat dalam mengembangkan pribadi dengan tujuan meningkatkan

hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka

tentang prestasinya.

4. Membantu Rumah Sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga Rumah Sakit akan mempunyai

tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di

masa depan.

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan

meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.

6. Memberikan kesempatan kapada pegawai atau staf untuk mengeluarkan

perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur

komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan

bawahan (Nursalam, 2007).

2.2.12. Masalah dalam Penilaian Kinerja

Menurut Gillies, (1996) dalam Nursalam, (2007), penilaian pelaksanaan kerja

perawat sering ditemukan berbagai permasalahan, antara lain

1. Pengaruh Halo Effect

Pengaruh halo effect adalah tendesi untuk menilai pelaksanaan kerja bwahannya

terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya, pegawai yang dekat dengan

penilai dan keluarga dekat akan mendapat nilai yang tinggi, dan sebaliknya

pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat

penilai akan mendapat nilai yang rendah.

Universitas Sumatera Utara


50

2. Pengaruh Horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari

pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang

pegawai yang melaksanakan kerjanya di atas tingkat rata-rata sepanjang tahun

sebelumnya, namun dalam beberapa hari pelaksanaan kerja tahun tersebut, telah

melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervise pegawai, ia

cenderung menerima penilaian lebih rendah dari pada penilaian sebenarnya.

2.3.13. Faktor-faktor Penilaian Kinerja

Menurut Moeheriono, (2009), faktor penilaian kinerja terbagi atas empat

aspek, yakni sebagai berikut.

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output)

biasanya terukur, seberapa besar yang dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa

besar kenaikannya.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan,

pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan

maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai

tututan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti

kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kerja karyawan dengan karyawan

lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales beberapa

besar omset penjualannya selama satu bulan.

Universitas Sumatera Utara


51

Aspek terpenting dalam penilaian kinerja adalah faktor-faktor penilaian itu

sendiri. Beberapa prinsip yang menjadi penilai, yaitu seperti berikut (Moeheriono,

2009).

1. Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem

penilai.

2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati karyawan.

3. Reability, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur karyawan

secara nyata.

4. Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk

5. Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.

2.3.14. Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja dapat dinilai berdasarkan orientasi

masa, yaitu;

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

Metode penilai kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evoluation methods)

dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu . keuntungan dari metode ini adalah

dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk

peningkatan kinerja.

a. Skala Peringkat (Rating Scale)

Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun

metode ini paling banyak dugunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja

karyawan. Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan

Universitas Sumatera Utara


52

dalam penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-

skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

b. Daftar Pertanyaan (Checklist)

Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan

dengan menggunakan kalimat: berilah jawaban pertanyan berikut cara

memberi tanda () pada kolom yang tersedia. Metode ini menggunakan

formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu

pekerjaan tertentu. Pemilihan hanya perlu memilih kata atau pernyataan yang

menggambarkan karakteristik dan hasil serja karyawan.

c. Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode)

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivetas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pertanyaan-pertanyaan

desktiptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini merupakan pemilihan yangberdasarkan pada catatan yang dibuat

penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau

sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan - pernyataan di atas

disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa

penilaian untuk setiap karyawan yang amat berguna dalam memberikan

umpan balik karyawan yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


53

e. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan

aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale = BARS)

Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu

kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi

kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah

pengurangan subjektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi,yang baik

maupun yang kurang memuaskan ,dibuat oleh pekerja sendiri, rekan kerja dan

atasan langsung masing-masing.

g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)

Di sini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil

penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan yang

dinilai.

h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat

didasarkan pada tes pengetahan dan keterampilan,berupa tes tertulis dan

Universitas Sumatera Utara


54

peragaan, syarat tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya ). Untuk

jenis-jenis pekerjaan tertentu, penilaian dapat berupa tes dan observasi.

Artinya, karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis

yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur

dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus di taati atau melalui

ujian praktik yang langsung dinikmati oleh penilai.

i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan

demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia

dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji,

promosi, dan dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Akan Datang

Metode penilaian kinerja berorientasi kemasa depan terfokus pada kinerja masa

mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan karyawan

atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama sama

antara pimpinan dengan karyawan.

a. Self Appraisal

Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilain tentang kinerja

masing - masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan

masalah - masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan

balik yang positif terhadap peningkatan di masa yang akan datang. Namun,

Universitas Sumatera Utara


55

untuk menghasilkan laporan penilaian yang dapat dijadikan sebagai catatan

permanen sulit dilaksanakan.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)

Management By Objective (MBO) berarti manajemen berdasarkan sasaran,

merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-

sama menetapkan tujuan-tujuan atau sarana-sarana pelaksanaan kerja

karyawan secara individu di waktu yang akan datang. Pada akhir periode

tertentu, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik mencapai sasaran tertentu

yang telah ditetapkan dan faktor - faktor penting apa saja yang dialami dalam

penyelesaian pekerjaan mereka. MBO adalah proses mengkonversi tujuan -

tujuan perusahaan kedalam sasaran - sasaran individual.

c. Implikasi Penilaian Kinerja Indivividu dengan Pendekatan MBO

MBO sebagai suatu filososi dalam manajemen pertama kali digunakan oleh

peter drucker pada tahun1945 untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan

keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melaluai

konsultasi dengan atasan mereka. Oleh karena itu, sistem penilaian kinerja

yang baik menghendaki tidak hanya sekedar cara yang baik. Keberhasilan dari

penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk

mendapatkan perbandingan hasil, ukuran dan standar yang jelas, selain

penilaian harus bebas dengan menggunakan banyak penilaian.

Universitas Sumatera Utara


56

d. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikolog,

diskusi - diskusi dengan penyelia penyelia. Psikolog tersebut membuat satu

tes kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi diskusi, tes

kecerdasan spiritual dan tes kerpibadian, yang dilakukan melalui wawancara

atau tes tertulis terutama untuk menilai kompetensi karyawan di masa

mendatang. akurasi penilaiannya tergantung keterampilan psikolog dan

penggunaan metode ini memakan waktu yang lama dan mahal sehingga

biasanya hanya digunakan bagi kepentingan - kepentingan tingkat eksekutif

saja.

e. Pusat Penilaian (Assessment Center)

Assessment centre atau pusat penilaian sebagai metode lain dari evaluasi

potensi mendatang, tapi pusat pusat penilaian ini tidak bertumpu kepada

ketetapan psikolog. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan

terstandar yang bertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.

Pusat pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada

tipe tipe evaluasi ganda dan nilai nilai ganda.

2.3.15. Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, digunakan

standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan

Universitas Sumatera Utara


57

oleh PPNI (2000) dalam Nursalam (2007) yang mengacu dalam tahap proses

keperawatan meliputi:

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi :

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam

medis dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan

klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologis-

sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan

yang optimal dan resiko-resiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan,

dan baru).

2. Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan. Kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah

klien dan perumusan diagnosis keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


58

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau

gejala (S) atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi

diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses, meliputi :

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana

tindakan keperawatan.

b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana

asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang

digunakan.

Universitas Sumatera Utara


59

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respons klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian

tujuan dan merevisi data dasar dan perencanan. Kriteria proses meliputi :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,

tepat waktu, dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

2.4. Bencana

2.13.1. Definisi Bencana

Menurut International Strategi for Disaster Reduction (UN-ISDR-2002)

bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,

terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa

manusia, harta denda dan kerusakan dengan segala sumber dayanya (Nurjanah, dkk,

2012).

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi secara

mendadak/tidak terencana/secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan

Universitas Sumatera Utara


60

dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan sehingga diperlukan

tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban baik

manusia maupun lingkungannya (Dep. Kes. R.I, 2006).

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam

dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis

(BNPB, 2008).

Bencana/Disaster juga merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara

mendadak dan biasanya tidak terencana yang menimbulkan dampak terhadap pola

kehidupan normal, juga kerusakan lingkungan yang parah sehingga diperlukan

tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu

manusia beserta lingkungannya (zawawi rosyid, 2011).

Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda dan dampak psikologis (Kemenkes, R.I, 2011).

WHO (World Health Organization) mendefenisikan bencana sebagai

fenomena secara tiba tiba yang membawa dampak sangat parah pada lingkungan

tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas lokasi kejadian (Zailani,

dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara


61

2.13.2. Proses Terjadinya Bencana

Peristiwa yang ditimbulkan oleh segala alam maupun yang diakibatkan oleh

kegiatan manusia, baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang

terkena dampak oleh peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya. Ancaman

alam itu sendiri tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam menjadi

bencana ketika manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya terkena

dampak. Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam, sebagian besar

ditemukan oleh tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk bertindak (Nunung,

dkk, 2012).

2.13.3. Kriteria Terjadinya Bencana

Menurut Nunung, dkk, (2012) bencana terjadi setelah melalui proses dan

memenuhi unsur-unsur atau kriteria :

1. Adanya Unsur Bahaya (Hazard)

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam dan kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan

lingkungan. Bumi tempat kita tinggal secara alami mengalami perubahan secara

dinamis untuk mencapai suatu keseimbangan. Akibat proses-proses dari dalam

bumi dan dari luar bumi, bumi membangun dirinya yang ditunjukkan dengan

pergerakan kulit bumi, pembentukan gunung api, pengangkatan daerah dataran

menjadi pengunungan yang merupakan bagian dari proses internal. Sedangkan

proses eksternal yang berupa hujan, angin, serta fenomena iklim lainnya

Universitas Sumatera Utara


62

cenderung melakukan perusakan morfologi melalui proses degradasi (pelapukan

batuan, erosi dan abrasi).

2. Adanya Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunikasi atau masyarakat

yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman

bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana

baru akan terjadi apabila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan .

2.13.4. Jenis-jenis Bencana

Menurut Nunung, dkk, (2012), Pada umumnya jenis bencana dikelompokkan

ke dalam enam kelompok berikut:

1. Banjir

Banjir merupakan limpahan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga

melimpah dari palung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di

sisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas

normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai

alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang

ada ketidakmampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak

selamanya sama, akan tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai

akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan

lainnya.

Universitas Sumatera Utara


63

2. Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan

maupun percampuran dari keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat

terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran

dapat di bedakan menjadi penyebab yang berupa faktor pengontrol gangguan

kestabilan lereng dan proses pemicu lonsoran. Gangguan kestabilan lereng ini

dikontrol oleh kondisi morfoplogi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan

ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng.

Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi longsor, karena kondisi kemiringan

lereng, batuan,/tanah dan tata airnya, nama lereng tersebut akan longsor atau

terganggu kestabilannya tanpa ada pemicunya.

3. Kekeringan

Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah

kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan

lingkungan. Untuk memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut

diuraikan klasifikasi kekeringan yang terjadi secara alamiah dan atau ulah

manusia.

4. Kebakaran dan Hutan

Adalah suatu kondisi di mana lahan dan hutan dilanda api yang mengakibatkan

kerusakan lahan dan hutan atau hasil hutan dan berakibat kerugian secara

ekonomis dan atau nilai lingkungan. Dalam kaitan ini terdapat perubahan

langsung atau tidak langsung terdapat sifat fisik dan atau hayatinya yang

Universitas Sumatera Utara


64

menyebabkan kurang berfungsinya lahan dan hutan dalam mendukung

kehidupan yang berkelanjutan. Faktor penyebab antara lain karena penggunaan

api yang tidak terkendali maupun faktor alam.

5. Angin Badai

Pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih sering

terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali didaerah-

daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Angin kencang ini disebabkan

oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang

terjadi di diderah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer

disekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem. Sistem pusaran ini

bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Di Indonnesia, angin ini dikenal

sebagai badai, disamudera fasifik dikenal sebagai angin taifun (tyhoon),

disamudera hindia disebut siklon (cyclone), dan di Amerika dinamakan

hurricane.

6. Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan peristiwa melepaskan energi yang diakibatkan oleh

pergeseran atau pergerakan pada bagian dalam bumi (kerak bumi) secara tiba-

tiba. Penyebab gempa bumi yang selama ini disepakati antara lain dari proses

tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas besar dipermukaan

bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (contoh: terjadinya runtuhan tanah),

dan aktivitas gunung api serta ledakan nuklir.

Universitas Sumatera Utara


65

7. Tsunami

Tsunami bersal dari bahasa jepang. Tsu yang berarti pelabuhan dan nami

yang berarti gelombang , sehingga secara umum dapat diartikan sebagai pasang

laut yang besar di pelabuhan, yang dalam bahasa inggris disebut harbor wave.

Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang

ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut

bisa berupa gempa bumi teknotik, erupsi vulkanik atau longsoran. Penyebab

terjadinya tsunami antara lain gempa bumi yang diikuti dengan

dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air

(laut/danau), tanah longsor di bawah tubuh air/laut, dan letusan gunung api di

bawah laut dan gunung api pulau.

8. Letusan Gunung Api

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal

dengan erupsi. Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya)

dipermukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat

munculnya batuan lelehan atau magma/rempah lepas/gas yang berasal dari

bagian dalam bumi. Bahaya letusan gunung api ini dapat berupa awan panas,

lontaran material/pijar, hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

2.13.5. Dampak Bencana

Dampak bencana adalah akibat yang timbul dari kejadian bencana. Dampak

bencana dapat berupa korban jiwa, luka, pengungsian, harta benda, penghidupan,

gangguan pada stabilitas sosial, ekosistem, politik, hasil - hasil pembangunan, dan

Universitas Sumatera Utara


66

dampak lainnya yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesejahteraan

masyarakat. Besar - kecilnya dampak bencana tergantung pada tingkat ancaman

(hazard), kerentanan (vulnerability), dan kepasitas/kemampuan (capacity) untuk

menanggulangi bencana. Semakin besar ancaman bencana, maka semakin besar

peluang dampak yang ditimbulkan akibat bencana dan semakin tinggi tingkat

kerentanan terhadap bencana, semakin besar peluang dampak yang timbul akibat

bencana. Kerentanan dan kapasitas/kemampuan adalah analog dengan dua sisi mata

uang. Untuk menurunkan (tingkat) kerentanan dilakukan dengan cara meningkatkan

kapasitas/kemampuan. Dengan kata lain meningkatnya kapasitas/kemampuan akan

dapat menurunkan (tingkat) kerentanan (fisik, ekonomi, sosial ,dan lingkungan)

(Nunung, dkk, 2012).

2.13.6. Tanggap Darurat Bencana

Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian

bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan

penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,

perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan

prasarana (Kemenkes, R.I, 2011).

2.14. Bencana Massal

2.14.1. Definisi Bencana Massal

Bencana massal didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh

alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-

Universitas Sumatera Utara


67

lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan

lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk

menanggulanginya. Umumnya korban yang hidup telah banyak dapat diatasi oleh tim

medis, para medis dan tim pendukung lainnya. Namun berbeda bagi korban yang

sudah mati yang perlu ditangani secara khusus dengan membentuk tim khusus pula

(Surjit Singh, 2008).

2.14.2. Korban Massal

Korban massal adalah dimana korban relatif banyak akibat penyebab yang

sama dan perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga

yang lebih dari yang tersedia (Saanin, 2011).

2.14.3. Jenis-jenis Bencana Massal

Dalam penggolongannya bencana massal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama,

natural disaster, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sejenisnya.

Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai Man Made Disaster yang dapat berupa

kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara, laut, darat, kebakaran hutan

dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah direncanakannya seperti pada

kasus terorisme (Surjit Singh, 2008).

2.15. Kesiapsiagaan

2.15.1. Definisi Kesiapsiagaan

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

(Kemenkes. R.I, 2011).

Universitas Sumatera Utara


68

2.15.2. Tujuan Kesiapsiagaan

Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai

teridentifikasi akan terjadi. Upaya upaya yang akan dilakukan antara lain :

1. Penyusunan rencana kontijensi;

2. Stimulasi/gladi/pelatihan siaga;

3. Penyiapan dukungan sumber daya;

4. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011).

2.15.3. Dimensi Kesiapsiagaan

Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir

bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-

tindakan nyata yang perlu untuk diambil dalam rangka menemukan tujuan-tujuan

tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut

dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (Sutton dan Tierney, 2006).

2.16. Triase

2.16.1. Definisi Triase

Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti menyeleksi. Dulu

istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat minuman anggur

yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai kualitasnya. Setelah itu, konsepnya

semakin berkembang dan konsep yang dipakai seperti sekarang ini ditetapkan setelah

perang dunia I. Triase bencana adalah suatu sistem untuk menetapkan prioritas

perawatan medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit ataupun tingkat

Universitas Sumatera Utara


69

kedaruratannya, agar dapat dilakukan perawatan medis yang terbaik kepada korban

sebanyak-banyaknya, di dalam kondisi dimana tenaga medis maupun sumber-sumber

materi lainnya serba terbatas (Zailani dkk, 2009).

Menurut Kathleen dkk (2008), triage adalah suatu konsep pengkajian yang

cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya

manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih

atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan

prioritas penanganannya.

Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa

Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu

proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk

menentukan jenis perawatan gawat darurat.

Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat

kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas

penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010).

2.16.2. Prinsip-prinsip Triase

Prinsip prinsip triase yang utama sekali harus dilakukan adalah:

1. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien

2. Waktu untuk Triase per orang harus lebih dari 30 detik

3. Prinsip utama Triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan nyawa >

fungsi > penampilan.

4. Pada saat melakukan Triase, maka kartu Triase akan dipasangkan kepada korban

luka untuk memastikan urutan prioritasnya (Zailani, dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara


70

2.16.3. Metode Triase

Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang telah

dikembangkan atas pemikiran bahwa Triase harus akurat, cepat, dan universal.

Metode tersebut menggunakan 4 macam observasi yaitu, bisa berjalan, bernafas,

sirkulasi darah, dan tingkat kesadaran untuk menentukan tindakan dan penting

sekali bagi seluruh anggota medis untuk mampu melakukan Triase dengan metode ini

(Zailani, dkk, 2009).

Untuk alur pelaksanaan triase pada korban bencana massal, dapat dilihat pada

skema berikut :

Gambar 2.1. Alur Triase

Universitas Sumatera Utara


71

2.16.4. Kategori Triase

Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas utama

dalam pengobatan medis diberi kartu merah. Korban yang dapat menunggu untuk

beberapa jam diberi kartu kuning, sedangkan korban yang dapat berjalan sendiri

diberi kartu hijau. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan kecil

kemungkinannya untuk diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu hitam. Dalam

kondisi normal, pasien yang sudah diambang kematian dapat diselamatkan dengan

pengobatan yang serius walaupun kemungkinannya sangat kecil. Para petugas medis

yang sudah terbiasa memberikan pelayanan medis yang maksimal dan pantang

menyerah terhadap pasien dengan kondisi seperti itu, mungkin akan dihinggapi

perasaan berdosa saat memberikan kartu hitam kepada korban. Disinilah letak

perbedaan antara pengobatan darurat dengan prinsip terbaik untuk satu orang dan

pengobatan bencana dengan prinsip terbaik untuk semua (Zailani, dkk, 2009).

Untuk lebih jelasnya, kategori triase dapat kita lihat pada tabel 2.1. berikut ini:

Tabel 2.1. Kategori Triase

Prioritas Warna Kode Kategori Kondisi Penyakit / Luka


1 Merah I Priorotas Memerlukan pengobatan dengan
utama segera karena dalam kondisi yang
pengobatan sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan
napas, dyspnea, pendarahan, syok,
hilang kesadaran.
2 Kuning II Bisa Pengobatan mereka dapat ditunda
menunggu untuk beberapa jam dan tidak akan
pengobatan berpengaruh terhadap nyawanya.
Tanda-tanda vital stabil.
3 Hijau III Ringan Mayoritas korban luka yang dapat
berjalan sendiri mereka dapat
melakukan rawat jalan.
4 Hitam 0 Meninggal Korban sudah meninggal ataupun

Universitas Sumatera Utara


72

atau tidak tanda-tanda kehidupannya terus


dapat menghilang.
diselamatkan
2.16.5. Kartu Triase

Hasil Triase dicatat secara sederhana di kartu triase, kemudian digantungkan

di leher atau di salah satu tangan dan kaki pasien. Triase bukanlah proses yang

dilakukan berulang kali untuk memonitor apakah terjadi perubahan pada kondisi

pasien. Jadi, prosesnya perlu dilakukan setiap saat pada korban atau berulang-ulang

ketika mereka akan dipindahkan ke lokasi baru, misalnya ditempat bencana, pusat

pertolongan pertama, sebelum diangkut, di pintu masuk rumah sakit, sebelum

operasi/pembedahan, dan lain-lain (Zailani, dkk, 2009).

Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:

1. Triase di Tempat (Triase Satu)

Triase ditempat dilakukan di tempat korban ditemukan atau pada tempat

penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau tenaga medis

gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian

tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.

2. Triase Medik

Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis

yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat

Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase

medis adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.

3. Triase Evakuasi

Universitas Sumatera Utara


73

Triase ini ditujukan kepada korban yang dapat dipindahkan ke rumah sakit yang

telah siap menerima korban bencana masal. Jika pos medis lanjutan dapat

berfungsi efektif, jumlah korban dalam status merah akan berkurang, dan akan

diperlukan pengelompokkan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan.

Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan pos komando

dan rumah sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan

korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis

kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.

Contoh kartu triase:

No. Nama Umur Jenis


kelamin
L P
Alamat Telepon
Pelaksanaan Triase: Nama
Tanggal : Pukul : Petugas
AM
PM
Institusi Pengangkutan Institusi pelayanan Medis
Lokasi Pelaksanaan Triase
V Kesadaran Sadar total, Sadar setelah
I distimulasi
T Sadar, Tidak sadar waktu
A distimulasi
L Pernapasan Sulit Napas, Tidak bernapas
/ Menit
S Denyut / Menit Teratur, tidak teratur, tidak teraba
I
G Tekanan Darah / MmHg
N

Kategori Triase
0 I II III

Universitas Sumatera Utara


74

Gambar 2.2. Kartu Triase PMI Daerah Nanggroe Aceh Darussalam

2.16.6. Pos Medis Lanjutan

Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah

kematian dengan memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat

mungkin. Upaya stabilisasi korban mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan

drain thoraks, pemasangan ventilator, penatalaksanaan syok secara medik

Amentosa, analgesia, pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur,

pembalutan luka, pencucian luka bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat

menjadi Three T rule (Tag, Treat, Tranfer) atau hukum tiga (label, rawat,

evakuasi). Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya cukup dekat untuk

ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi bencana (50-100 meter) dan daerah

tersebut harus:

1. Termasuk daerah yang aman

2. Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat evakuasi dilakukan

3. Berada didekat dengan pos komando

4. Berada dalam jangkauan komunikasi radio.

Universitas Sumatera Utara


75

Gambar 2.3. Pos Medis Lanjutan

Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan material berbahaya,

pos medis lanjutan dapat didirikan ditempat yang lebih jauh. Sekalipun demikian

tetap harus diusahakan untuk didirikan sedekat mungkin dengan daerah bencana.

Untuk arus pasien dan triase, dapat kita lihat pada skema berikut :

Gambar 2.4. Arus Pasien dan Triase

2.16.7. Organisasi Pos Medis Lanjutan

Struktur internal pos medis lanjutan dasar, terdiri atas:

Universitas Sumatera Utara


76

1. Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.

2. Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat menampung paling

banyak dua orang korban secara bersamaan.

3. Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban secara

bersamaan.

Tempat perawatan ini dibagi lagi menjadi:

1. Tempat perawatan korban gawat darurat (korban yang diberi tanda dengan label

merah dan kuning). Lokasi ini merupakan proporsi terbesar dari seluruh tempat

perawatan.

2. Tempat perawatan bagi korban non gawat darurat (korban yang diberi tanda

dengan label hijau dan hitam).

Pos medis lanjutan standar, terdiri atas:

1. Satu pintu keluar

2. Dua buah pintu masuk (gawat darurat dan non gawat darurat). Untuk

memudahkan identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera merah

(untuk korban gawat darurat) dan bendera hijau (untuk korban non gawat

darurat).

3. Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling berhubungan untuk

memudahkan pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.

4. Tempat perawatan Gawat Darurat yang berhubungan dengan tempat triase Gawat

Darurat, tempat ini dibagi menjadi:

Universitas Sumatera Utara


77

a. Tempat perawatan korban dengan tanda merah (berhubungan langsung

dengan tempat triase).

b. Tempat perawatan korban dengan tanda kuning (setelah perawatan merah).

5. Tempat perawatan Non Gawat Darurat, berhubungan dengan tempat triase Non

Gawat Darurat, dibagi menjadi:

a. Tempat korban meninggal (langsung berhubungan dengan tempat triase)

b. Tempat perawatan korban dengan tanda hijau (setelah tempat korban

meninggal)

c. Setiap tempat perawatan ini ditandai dengan bendera sesuai dengan kategori

korban yang akan dirawat ditempat tersebut.

Sebuah tempat evakuasi yang merupakan tempat korban yang kondisinya

telah stabil untuk menunggu pemindahan ke Rumah Sakit.

2.16.8. Luas Pos Medis Lanjutan

Sebaiknya pos ini menampung sekitar 25 orang korban bersama para petugas

yang bekerja disana. Luas pos medis lanjutan yang dianjurkan:

1. Untuk daerah perawatan 2,6 m2 untuk setiap korban.

2. Dengan mempertimbangkan banyaknya orang yang berlalu lalang, luas tempat

triase adalah minimum 9 m2.

3. Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis lanjutan dasar adalah 65 m2.

4. Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis lanjutan standar adalah 130

m2.

5. Tempat evakuasi 26 m2.

Universitas Sumatera Utara


78

Dengan demikian, luas minimum yang diperlukan untuk sebuah pos medis

lanjutan adalah 73 m2.

2.16.9. Tenaga Pelaksana Pos Medis Lanjutan Standar

Tenaga pelaksana pos medis lanjutan standar dapat dibedakan berdasarkan

lokasi tempat pemberian pelayanan, baik itu triase maupun perawatan seperti berikut.

1. Tempat Triase, tenaganya terbagi sesuai :

a. Triase Gawat Darurat

(1) Pelaksana triase, terdiri dari seorang dokter yang telah berpengalaman

(dianjurkan dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit, ahli

anestesi atau ahli bedah).

(2) Dibantu oleh perawat, Tenaga Medis Gawat Darurat, atau tenaga

pertolongan pertama.

(3) Petugas administrasi yang bertugas untuk meregistrasi korban.

b. Triase Non Gawat Darurat

(1) Pelaksana triase adalah perawat yang berpengalaman, perawat atau Tenaga

Medis Gawat Darurat.

(2) Dibantu oleh tenaga pertolongan pertama.

(3) Petugas administrasi (diambil dari tenaga pertolongan pertama).

Pada pos medis lanjutan standar hanya satu tim triase yang akan bekerja

memberi pelayanan kepada seluruh korban dimana tim ini beranggotakan

sebagaimana yang telah disebutkan diatas untuk tim triase Gawat Darurat. Tempat

Universitas Sumatera Utara


79

triase hanya diperuntukkan sebagai tempat menerima korban, tidak sebagai tempat

perawatan/pengobatan.

2. Tempat Perawatan, tenaganya terbagi sesuai:

a. Tempat Perawatan Gawat Darurat

(1) Penanggung jawab perawatan gawat darurat, merupakan seorang dokter

spesialis, konsultan atau dokter terlatih. Penanggung jawab perawatan

gawat darurat ini akan bekerja untuk menjamin suplai ke pos medis

lanjutan, mengatur pembuangan alat dan bahan yang telah dipakai dan

komunikasi radio. Ia juga akan berfungsi sebagai manajer bagi pos medis

lanjutan.

(2) Tempat perawatan merah terdiri dari :

a) Ketua tim, merupakan seorang ahli anastesi, doketr unit gawat darurat

atau seorang perawat yang berpengalaman.

b) Perawat/penata anestesi dan/atau perawat dari Unit Gawat Darurat.

c) Sebagai tenaga bantuan adalah Tenaga Medis Gawat Darurat atau para

tenaga Pertolongan Pertama.

d) Tenaga pengangkut tandu.

(3) Tempat perawatan kuning terdiri dari:

a) Ketua tim, merupakan seorang perawat (penata anestesi atau perawat

dari Unit Gawat Darurat) atau seorang perawat.

Universitas Sumatera Utara


80

b) Sebagai tenaga bantuan adalah Tenaga Medis Gawat Darurat atau para

tenaga Pertolongan Pertama.

c) Tenaga pengangkut tandu

b. Tempat Perawatan Non - Gawat Darurat

(1) Tim perawatan area hijau

a) Ketua tim, merupakan tenaga medis gawat darurat yang

berpengalaman

b) Sebagai tenaga bantuan adalah tenaga medis gawat darurat atau para

tenaga pertolongan pertama.

c) Tenaga pengangkut tandu

(2) Daerah penempatan korban yang telah meninggal dunia (korban yang

diberi tanda dengan kartu hitam).

- Tidak diperlukan petugas di bagian ini.

3. Lokasi Evakuasi

a. Dipimpin oleh seorang perawat/tenaga medis gawat darurat berpengalaman

yang mampu:

(1) Memeriksa stabilitas korban

(2) Memeriksa peralatan yang dipasang pada korban.

(3) Monitoring korban sebelum dilakukan pemindahan ke fasilitas lain.

(4) Supervisi pengangkutan korban.

(5) Menyediakan/mengatur pengawalan.

Universitas Sumatera Utara


81

b. Petugas administrasi

c. Penanggung jawab transportasi yang merupakan petugas senior dari Dinas

pemadam Kebakaran atan Layanan Ambulans. Petugas ini berhubungan dengan

kepala Pos Medis lanjutan dan pos komando.

4. Peralatan (Kebutuhan Minimum) untuk :

a. Tempat Triase

(1) Tanda pengenal untuk menandai setiap tempat/bagian dan petugas

(2) Kartu triase

(3) Peralatan administrasi

(4) Tandu (empat buah)

(5) Alat penerangan

(6) Spyghnomanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan

b. Tempat perawatan Gawat Darurat (minimum untuk untuk kebutuhan 25 orang

korban)

(1) Tanda pengenal untuk ketua (jaket merah dengan tulisan ketua), dan

untuk setiap ketua tim (kain berwarna merah/kuning yang dipergunakan di

lengan)

(2) Alat penerangan

(3) Tandu

(4) Selimut

(5) Peralatan administrasi

(6) Sphygnomanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan

Universitas Sumatera Utara


82

(7) Peralatan medis bencana alam, terdiri dari:

a) Peralatan resusitasi jalan nafas

- Oksigen tabung

- Peralatan intubasi

- Peralatan trakeostomi

- Peralatan drain thoraks

- Ambu bag

- Alat cricothiroidectomy

b) Peralatan resusitasi jantung

- Infus set + cairan

- Obat-obatan untuk penatalaksanaan syok

- Alat fiksasi pada trauma thoraks (MASTrousers)

c) Peralatan listrik/pneumatic

- Penghisap lendir

- Lampu khusus

- Defibrilator

- Ventilator

- Baterai atau generator

d) Perlengkapan atau peralatan luka kapas, verband elastik

- Peralatan penjahitan luka

- Sarung tangan

- Obat antiseptik

Universitas Sumatera Utara


83

- Selimut pengaman

- Bidai (termasuk obat kolar leher)

- ATS/ABU

c. Tempat perawatan Non Gawat Darurat

(1) Peralatan penerangan khusus

(2) Alat membalut/bidai

(3) Peralatan administrasi

(4) Spygmanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan

d. Lokasi Evakuasi

(1) Alat penerangan

(2) Tandu

(3) Peralatan administrasi

(4) Sphygmanometer, stetoskop, lampu senter, sarung tangan

2.16.10. Pos Penatalaksanaan Evakuasi

Pos penatalaksanaan evakuasi ini berfungsi untuk:

1. Mengumpulkan korban dari berbagai pos medis lanjutan

2. Melakukan pemeriksaan ulang terhadap para korban

3. Meneruskan/memperbaiki upaya stabilisasi korban

4. Memberangkatkan korban ke fasilitas kesehatan tujuan

Jika bencana yang terjadi mempunyai beberapa daerah pusat bencana, disetiap

daerah pusat bencana tersebut harus didirikan pos medis lanjutan. Dengan adanya

Universitas Sumatera Utara


84

beberapa pos medis lanjutan ini pemindahan korban ke sarana kesehatan penerima

harus dilakukan secara terkoordinasi agar pemindahan tersebut dapat berjalan secara

efisien. Untuk mencapai efisiensi ini korban yang berasal dari berbagai pos medis

lanjutan akan dipindahkan ke satu tempat dengan fasilitas stabilisasi dan evakuasi

yang lebih baik, dimana dari tempat ini di transfer selanjutnya akan dikoordinasi.

Tempat penampungan korban sebelum pemindahan ini disebut sebagai pos

Penatalaksanaan Evakuasi yang dapat berupa sebuah rumah sakit lapangan,

poliklinik, Rumah Sakit tipe B, atau fasilitas sejenis.

2.17. Kegawatdaruratan

2.17.1. Definisi Kegawatdaruratan

Adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi

keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang

komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau

resiko yang mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak atau tidak dapat

diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat

dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa

sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi

(Kemenkes, R.I, 2010).

2.17.2. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur

pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antar

Universitas Sumatera Utara


85

pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respons cepat yang

menekankan pada Time Saving Is Life And Limb Saving, yang melibatkan

masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, paramedis, ambulans gawat

darurat dan sistem komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011).

2.17.3. Prinsip Manajemen Gawat Darurat

Prinsip Manajemen Gawat Darurat diantaranya yaitu :

1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).

2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.

3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang

mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).

4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara

menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada

ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.

5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan

dan yakinkan akan ditolong.

6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya

ada kondisi yang membahayakan.

7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan

tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.

8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai

dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

Universitas Sumatera Utara


86

Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati

pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan protap yang

telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak

langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat

dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung.

Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni :

1. Siap mental, dalam arti bahwa emergency can not wait. Setiap unsur yang

terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa

kematian dalam 1-2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat

mematikan dalam 3 menit.

2. Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal

pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting.

Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.

3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari

penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

2.18. Kegawatdaruratan

2.18.1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur

pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antar

pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respons cepat yang

menekankan pada Time Saving Is Life And Limb Saving, yang melibatkan

Universitas Sumatera Utara


87

masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, paramedis, ambulans gawat

darurat dan sistem komunikasi (Kemenkes, R.I, 2011).

2.18.2. Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas pemadam

kebakaran, polisi, tenaga dari unit khusus, tim medis gawat darurat dan tenaga

perawat gawat darurat terlatih.

Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut:

1. Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.

2. Tempat Penampungan Sementara

3. Pada tempat hijau dari pos medis lanjutan.

4. Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

Pertolongan pertama yang diberikan kepada korban dapat berupa kontrol

jalan nafas, fungsi pernafasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol

pendarahan, imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban

merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat bahwa, bila korban masih berada dilokasi

yang paling penting adalah memindahkan korban sesegera mungkin, membawa

korban gawat darurat ke pos medis lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan

pertama utama, seperti mempertahankan jalan nafas, dan kontrol pendarahan.

Resusitasi kardiopulmoner tidak boleh dilakukan dilokasi kecelakaan pada bencana

missal karena membutuhkan waktu dan tenaga.

2.18.3. Teknik Pengkajian Fisik yang Dibutuhkan pada Keperawatan Bencana

Universitas Sumatera Utara


88

Menentukan pasien dapat berjalan atau tidak, dapat dilakukan dengan

melihatnya saja. Pada kondisi normal, untuk mengamati pernafasan, sirkulasi darah,

dan kesadaran digunakan kriteria yang banyak. Sebagai contoh: saat mengamati

pernafasan, harus di cek jumlah, dalamnya pernafasan, pola, dan kesimetrisan

gerakan dada. Lebih lanjut lagi dapat dilakukan pengamatan secara detail dengan

menggunakan alat-alat monitor. Tetapi pada saat harus mengamati kondisi pernafasan

terhadap banyaknya pasien dalam waktu 30 detik triase, maka tetapkan terlebih

dahulu apakah pasien tersebut bernafas atau tidak. Pengkajian fisik sangat

memerlukan penggunaan kelima panca indera secara optimal (Zailani dkk, 2009).

1. Pengamatan pada Pernafasan

Saat menemukan seseorang yang terluka, hal pertama yang harus diamati adalah

apakah korban bernafas atau tidak. Untuk melakukan hal ini, dekatkan diri anda

ke wajah pasien, lihat pergerakan dadanya, dengarkan suara nafasnya di pipi

anda secara bersamaan. Jika pasien tidak bernafas, maka bebaskan jalan nafas

dengan metode chin lift, head tilt, kemudian lakukan cek ulang. Jika pasien

tetap tidak bernafas setelah dibebaskan jalan nafasnya, maka berikan kartu hitam

padanya. Sebaliknya, jika korban terlihat bernafas berikan kartu merah padanya.

Jika pasien bernafas tanpa harus dibebaskan jalan nafasnya, lakukan cek berikut.

Apabila mereka bernafas lebih dari 30 kali per menit, maka berilah kartu merah.

Jika mereka bernafas antara 15 30 kali per menit, maka lakukanlah pengecekan

pada sirkulasi darahnya.

2. Pengamatan pada Sirkulasi Darah

Universitas Sumatera Utara


89

Lakukan cek urat nadi bersamaan dengan Tes Blanch. Tes Blanch adalah tes

yang dilakukan untuk mengamati sirkulasi darah dibagian kuku. Jika ujung kuku

pasien yang berwarna merah muda ditekan selama 5 detik, maka dasar kuku akan

berubah warna menjadi putih. Ketika tekanan tersebut dilepaskan dan dalam

waktu 2 detik dasar kuku nya berubah kembali menjadi merah muda, maka

pasien tersebut masih baik sirkulasinya. Tetapi dalam kondisi udara yang dingin,

bisa saja perubahan warna dasar kuku ini memakan waktu lebih dari 2 detik. Jika

hasil tes blanch lebih dari 2 detik dan nadinya pun tidak teraba, maka berikan

kartu merah pada pasien tersebut. Jika urat nadi dapat teraba dan warna dasar

kuku berubah kembali dalam waktu 2 detik maka lakukan pengamatan kesadaran

pada pasien.

3. Pengamatan Kesadaran

Cek apakah pasien dapat melakukan perintah sederhana seperti coba tangannya

menggenggam atau coba matanya dibuka, dan lain-lain. Jika pasien dapat

merespon perintah tersebut, maka berikan kartu kuning. Dan jika tidak dapat

merespon berikan kartu merah. Namun ada kalanya beberapa pasien tidak

mampu mengikuti perintah sederhana karena syok psikologis sesaat setelah

bencana, maka perhatikanlah dengan teliti kondisi pasien tersebut. Jika tersedia

manset tensimeter sebagai peralatan medis paling minimum yang harus ada,

maka dapat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Tetapi lebih baik diingat

bahwa dengan mendeteksi nadi di beberapa bagian, maka akan diketahui

indikator tekanan darah sistolik dengan perkiraan kasar. Apabila nadi radial

Universitas Sumatera Utara


90

terdeteksi maka tekanan sistoliknya berkisar antara 80 mmHg atau lebih; jika

nadi femoralis yang terdeteksi maka tekanan adarah sistolik berkisar antara 70

mmHg atau lebih; dan kalau yang terdeteksi adalah nadi karotis maka tekanan

sistolik berkisar antara 60 mmHg atau lebih.

Pada Fase Akut Bencana yang memakan banyak korban, terdapat elemen-

elemen tentang keperawatan Gawat Darurat. Tetapi karakteristik Keperawatan

Bencana adalah memberikan pelayanan medis yang terbaik kepada sebanyak

mungkin korban dalam kondisi terbatasnya sumber. Oleh karena itu, dituntut adanya

kemampuan untuk membuat keputusan dalam memberikan prioritas pelayanan medis

dengan menggunakan sistem triase, dimana cara ini berbeda dengan apa yang sering

mereka lakukan dalam kondisi biasa/normal. Teknik pengkajian fisik yang digunakan

dalam triase Bencana, secara prinsip menuntut perawat untuk menggunakan kelima

panca inderanya dan untuk mengoptimalkannya maka perawat harus terus

mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kondisi normal (Zailani

dkk, 2009).

2.19. Perawat

Menurut American Nurses Association (ANA) praktik keperawatan

professional diartikan sebagai bentuk penampilan dari hasil tindakan observasi,

asuhan, dan konseling dari kondisi sakit, cedera atau ketidaberdayaan atau upaya

dalam mempertahankan kesehatan atau mencegah terjadinya penularan penyakit, atau

upaya dalam pengawasan dan pengajaran pada staf atau dalam pemberian medikasi

Universitas Sumatera Utara


91

dan pengobatan sesuai yang diresepkan oleh dokter atau dokter gigi, kebutuhan dari

penilaian dan keterampilan spesialis tertentu (Hidayat, 2003).

Committee on Education American Nurses Association (ANA 1965)

Keperawatan merupakan profesi yang membantu dan memberi pelayanan yang

berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan individu. Keperawatan juga diartikan

sebagai konsekuensi penting bagi individu yang menerima pelayanan, profesi ini

memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, keluarga atau

kelompok di komunitas. Keperawatan memiliki berbagai teori tindakan karena

keperawatan mencari jawaban untuk reaksi klien yang berkaitan dengan kesehatan.

Lokakarya Nasional Keperawatan, tahun 1983, keperawatan adalah suatu bentuk

pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.

Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk bio psiko - sosial - spiritual

yang komprehensif, ditujukan kepada Individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit

maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Sumijatun, 2010).

2.20. Keperawatan Bencana

Pada fase akut bencana yang memakan banyak korban, terdapat banyak

elemen-elemen tentang keperawatan gawat darurat. Tetapi, karakteristik Keperawatan

Bencana adalah memberikan pelayanan paramedis yang terbaik kepada sebanyak

mungkin korban dalam kondisi terbatasnya sumber. Oleh karena itu, dituntut adanya

kemampuan untuk membuat keputusan dalam memberikan prioritas pelayanan medis

dengan menggunakan sistem triase, dimana dengan cara ini berbeda dengan apa yang

Universitas Sumatera Utara


92

sering mereka lakukan dalam kondisi biasa/normal. Teknik pengkajian yang

dilakukan dalam triase bencana, secara prinsip menuntut perawat menggunakan

kelima panca inderanya dan untuk mengoptimalkan maka perawat harus

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam kondisi normal.

Tabel 2.2. Perbedaan antara Keperawatan Bencana (Fase Akut) dan


Keperawatan Gawat Darurat (Saat Normal)

Keperawatan Gawat
Keperawatan Bencana pada Fase
Daraurat pada Saat
Akut
Normal
Objek Banyak orang (komunitas) Individu dan orang
sekitarnya
Prasyarat Terbatasnya sumber (SDM, Sumber-sumber medis
bahan medis) dapat diperkirakan dan
Waktunya terbatas disiapkan
Terbaik untuk banyak orang Keperawatan
berkelanjutan
Perawatan medis terbaik
untuk satu orang
Keadaan Daerah Bencana: Pada saat normal:
Rusaknya fasilitas medis Fasilitas medis berfungsi
Terputusnya fasilitas normal
penunjang hidup (gas, saluran Fasilitas penunjang
air, listrik, telepon, sistem hidup berfungsi normal
transportasi) Informasi bisa diperoleh
Terputusnya dan kurangnya Petugas medis cukup
informasi Persediaan obat-obatan
Sangat kekurang petugas dan bahan medis cukup
medis Alat-alat medis dapat
Kekurangan obat dan bahan- digunakan
bahan medis Trasnportasi dapat
Alat medis tidak dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara


93

berfungsi dan terbatas Daya tampung pasien


Terbatasnya sarana cukup
transportasi Perawat tidak termasuk
Jumlah pasien melebihi daya korban
tamping
Tenaga keperawatannya juga
menjadi korban, atau hidup di
area bencana

Tabel 2.2 (Lanjutan)

Keperawatan Gawat
Keperawatan Bencana pada Fase
Daraurat pada Saat
Akut
Normal
Spesifikasi Berbaur diantara para korban Intervensi terhadap satu
Tindakan dan orang-orang disekitarnya. orang dan orang-orang
Keperawatan Intervensi terhadap para yang mengitarinya
korban. Mampu menggunakan
Pengumpalan data ME (Medical
menggunakan kelima panca Equipment) untuk
indera memonitoring pasien
Pengkajian fisik menggunakan kritis
kelima panca indera Dapat mengambil
Mengerahkan seluruh kesimpulan dari data
kemampuan dan keterampilan objektif
yang dimiliki Dapat berkonsultasi dan
Pelayanan keperawatan yang bekerja sama dengan
cepat, tanggap dan kreatif perawat atau doker bila
ditengah keterbatasan sumber pengetahuan dan
Perawatan dan manajement keterampilan kurang
kesehatan diserahkan pada Dapat mempraktikkan
pasien atau keluarganya keperawatan dengan
sendiri memanfaatkan sumber
Kesulitan perawat untuk yang diperlukan
membuat cacatan tentang berdasarkan manual atau
kondisi pasien proses
Kekurangan penyokong social Perawatan di fokuskan

Universitas Sumatera Utara


94

pada pasien luka bakar


Mampu membuat
cacatan tentang kondisi
pasien
Mampu menggunakan
penyokong sosial.

2.21. Puskesmas

2.21.1. Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di Indonesia

(Trihono, 2005).

2.21.2. Visi

Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya

kecamatan menuju sehat yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dengan

perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya. Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama

yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan (Trihono, 2005).

2.21.3. Misi

Universitas Sumatera Utara


95

Menurut Trihono, (2005), misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan

oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan

nasional. Misi tersebut adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah

kerjanya.

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya.

2.22. Pengetahuan

Pengetahuan didefinisikan oleh Oxford Kamus Inggris sebagai (i) keahlian,

dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau

pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek, (ii) apa yang dikenal

dalam bidang tertentu atau secara total; fakta dan informasi; atau (iii) kesadaran atau

keakraban diperoleh pengalaman fakta atau situasi. Perdebatan filosofis pada mulai

umum dengan formulasi Plato pengetahuan sebagai "keyakinan yang benar

dibenarkan." Namun ada ada definisi yang disepakati tunggal pengetahuan saat ini,

maupun prospek satu, dan masih ada banyak teori yang bersaing (Bagoes, 2010).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi

Universitas Sumatera Utara


96

melalui pasca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku tidak selalu

harus melewati tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada empat tahapan proses

adopsi perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :

1. Tahap Pengetahuan

Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.

Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai

saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun

komunikasi interpersonal diantara masyarakat.

2. Tahap Persuasi

Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.

Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi

tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia

mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan

mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah

Universitas Sumatera Utara


97

melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat

perubahan dalam pengadopsian.

4. Tahap Implementasi

Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang

inovasi tersebut.

5. Tahap Konfirmasi

Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran

atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang

akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup

kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak

jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi

pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku

sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo, 2007), yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

Universitas Sumatera Utara


98

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan

yang telah di terima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah

dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil. Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi

sepertipenggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam

penghitungan - penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip - prinsip

siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam

komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan

Universitas Sumatera Utara


99

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian - bagian di dalam satu bentuk yang baru. Dengan kata

lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,

dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada. Pengukuran pengetahauan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi

maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2. Ekonomi (Pendapatan)

Universitas Sumatera Utara


100

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan

sekunder.

3. Lingkungan Sosial Ekonomi

Manusia adalah mahluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi satu dengan

yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan

lebih besar dan terpapar informasi.

4. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap

sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

5. Paparan Media Massa atau Informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa (TV, radio, majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar informasi media massa.

6. Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh

terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


101

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau

respon (Notoatmodjo, 2007).

1. Dimensi Pengetahuan

Dimensi pengetahuan pada taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson dkk,

(Widodo, 2003) dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin

ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut. Pengetahuan

faktual pada umumnya merupakan abstraksi level rendah. Pengetahuan ini

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Pengetahuan tantang terminologi: mencakup pengetahuan tentang label,

atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun nonverbal.

2) Pengetahuan tentang bagian detail dariunsur unsur, mencakup

pengetahuan tentang kejadian tertentu, ternpat, orang, waktu dan

sebagainya.

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual rneliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan

antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya

berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dalam tiga

bentuk yaitu:

Universitas Sumatera Utara


102

1) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup pengetahuan

tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang berlaku dalam bidang

ilmu tertentu.

2) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi dan

hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip dan generalisasi.

3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur: mencakup pengetahuan

tentang prinsip dan generalisasi serta saling keterkaitan antara keduanya

yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kornpleks.

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan

pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural

berisi tentang langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam

mengerjakan sesuatu. Pengetahuan prosedural terdiri dari:

1) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan

suatu bidang tertentu dan algoritma: mencakup pengetahuan tentang

keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang

ilmu atau tentang algoritma yang harus ditempuh untuk menyelesaikan

permasalahan.

2) Pengetahuan tentang teknik khusus dan metode yang berhubungan

dengan bidang tertentu: meliputi pengetahuan yang pada umunmya

merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam

Universitas Sumatera Utara


103

disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini lebih mencerminkan cara seorang

dalam berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi.

3) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan menggunakan

prosedur yang benar: mencakup pengetahuan tentang penggunaan suatu

teknik, strategi atau metode dengan mempertimbangkan situasi dan

kondisi yang dihadapi pada saat itu.

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan

kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Pengetahuan

metakognitif terdiri dari:

1) Pengetahuan strategik mencakup pengetahuan tentang strategi umum

untuk belajar, berpikir dan memecahkan masalah.

2) Pengetahuan tentang tugas kognitif: mencakup pengetahuan tentang jenis

operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu sesuai

dengan situasi dan kondisinya.

3) Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang

kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Contoh: mencari

informasi kesehatan untuk mengambil keputusan.

2.23. Sikap

2.13.1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara


104

Newcomb dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan

kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku.

Notoatmodjo (2007), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu usaha Untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan , terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti

bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya menyatakan bahwa setelah

seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau

Universitas Sumatera Utara


105

bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator

untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan yakni:

1. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-

tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit,cara pencegahan

penyakit, dan sebagainya.

2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara (berperilaku) hidup

sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan,

minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi

kesehatannya.

3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya

terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian tehadap air bersih,

pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.

Notoatmodjo (2007) mengemukakan dalam bukunya bahwa sikap

menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering

diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap

membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif

terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal

ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

Universitas Sumatera Utara


106

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang.

Nilai (value), didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang

menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

2.13.2. Ciri-ciri Sikap

Menurut WA. Gerungan (1982), dalam Sunyoto (2012), sikap mempunyai ciri

- ciri sebagai berikut :

a. Sikap bukan merupakan bawaan manusia sejak lahir, melainkan dibentuk atau

diperoleh sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objek

tertentu.

b. Sikap dapat berubah ubah dan dapat dipelajari, oleh karena itu sikap dapat

berubah pada orang bila terdapat keadaan dan syarat tertentu yang

mempermudah sikapnya pada orang itu sendiri.

c. Sikap itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung hubungan pada

objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Sikap mempunyai strategi motivasi dan segi perasaan dalam membedakan sikap

daripada kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

2.13.3. Karakteristik Sikap

Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyonya Sudita (1997) dalam Sunyoto

(2012) ada empat karakteristik sikap yakni:

Universitas Sumatera Utara


107

a. Sikap memiliki arah, derajat dan intensitas.

Artinya sikap seseorang terhadap suatu objek akan menunjukkan suatu arah

tertentu suatu objek. Arah seseorang terhadap suatu objek dapat mendekat atau

menjauh. Kecuali sikap seseorang itu mempunyai derajat tertentu yaitu sampai

beberapa orang merasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek, sedangkan

intensitas sikap seseorang ditinjukan oleh tingkah pendiriannya.

b. Sikap memiliki struktur

Sikap merupakan kerangkan organisasi dari beberapa sikap yang ada pada

seseorang didalamnya terdapat sejumlah sikap yang tergabung membentuk

rangkaian yang kompleks.

c. Sikap selalu memiliki objek

Artinya selalu mempunyai sesuatu hal yang dianggap penting. Objek sikap dapat

berubah konsep abstrak seperti konsumerisme atau berupa suatu yang nyata.

d. Sikap merupakan proses yang dipelajari

Artinya sikap dibentuk dari pengaaman individu, terhadap realistis, dimana

pengalaman tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.

2.13.4. Sumber-sumber dari Pengembangan Sikap

Menurut WA. Gerungan (1982) dalam Sunyoto (2012) perkembangan sikap

seseorang dapat melalui cara sebagai berikut :

a. Assosiasi Group

Sikap sangat dipengaruhi oleh kelompok dalam lingkungan juga anggota lain,

misalnya sikap terhadap produksi, etika dan kelompok orang dari subjek lain

Universitas Sumatera Utara


108

sangat dipengaruhi oleh kelompok misalnya keluarga, pekerjaan dan kelompok

sosial sangat mempengaruhi sikap seseorang.

b. Pengalaman Pribadi

Manusia berhubungan dengan objek objek lingkungan mereka sendiri sehari

harinya. Ada beberapa familier sedangkan yang lain sama sekali baru dan juga

diproses dalam evaluasi ini, sangat membantu dalam pengembangan sikap

terhadap suatu objek.

c. Kelompok Lain yang Berpengaruh

Sikap seseorang dapat dibentuk dan diubah melalui kontak perorangan dengan

orang lain. Seseorang dapat berpengaruh kuat pada sikap dan tingkah laku orang

lain.

2.13.5. Pengukuran Sikap

Penelitian tentang sikap memerlukan ukuran ukuran tertentu. Penelitian

sikap tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya, yang perlu

diperhatikan adalah secara metodologi dan instrumen agar dapat dikembangkan dan

digunakan untuk mengukur sikap.

Menurut Basu Swastha DH. Dan T.Hani Handiko (1987) dalam Sunyoto

(2012), menyatakan sikap secara garis besarnya dapat diukur dengan dua cara yaitu :

a. Pengukuran sikap secara langsung

Digunakan sejumlah item yang telah disusun secara seksama, hati hati, selektif

sesuai dengan kriteria tertentu. Pengukuran secara langsung diminta pendapat

Universitas Sumatera Utara


109

bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah yang dihadapkan kepadanya, dalam

hal ini dibedakan menjadi dua bagian :

1) Secara langsung yang berstruktur, terdiri dari pernyataan yang telah disusun

dan langsung diberikan kepada objek, serta bagaimana tanggapan mereka

terhadap sesuatu hal.

2) Secara langsung yang tidak berstruktur, pengukuran sikap dengan

menggunakan wawancara bebas, kuesioner dan pengamatan langsung sesuai

dengan survey.

b. Pengukuran secara tidak langsung

Merupakan pengukuran sikap dengan menggunakan alat alat tes. Hal ini dapat

dibedakan antara yang berstruktur dengan yang tidak berstruktur, yang berstruktur

dapat menggunakan tes objektif dengan sikap, sedangkan yang tidak berstruktur

dapat menggunakan tes proyeksi, misalnya seseorang pembeli dapat memberikan

suatu gambaran pada subjek. kemudian subjek tersebut diminta menceritakan apa

apa yang telah dilihat untuk memperlihatkan sikap terhadap situasi yang ada

pada gambaran yang telah disediakan.

2.14. Keterampilan

Menurut Gordon dalam Satria (2008) pengertian keterampilan adalah

kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Pengertian

ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor.

Universitas Sumatera Utara


110

Menurut Hoetomo MA (2005) terampil adalah cakap dalam menyelesaikan

tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan

tugas. atau kecakapan yang disyaratkan. Dalam pengertian luas, jelas bahwa setiap

cara yang digunakan untuk mengembangkan manusia, bermutu dan memiliki

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sebagaimana diisyaratkan (Suparno,

2001).

Menurut Iverson (2001) mengatakan bahwa selain training yang diperlukan

untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan juga membutuhkan kemampuan

dasar (basic ability) untuk melakukan pekerjaan secara mudah dan tepat.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

keterampilan (skill) berarti kemampuan untuk mengoperasikan suatu pekerjaan secara

mudah dan cermat yang membutuhkan kemampuan dasar (basic ability).

Menurut Robbins (2000) pada dasarnya keterampilan dapat dikategorikan

menjadi empat, yaitu:

1. Basic Literacy Skill

Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh

kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar.

2. Technical Skill

Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang

dimiliki, seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan komputer.

3. Interpersonal Skill

Universitas Sumatera Utara


111

Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk

berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang

baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.

4. Problem Solving

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika,

berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui

penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian

yang baik.

Dalam rangka meningkatkan kinerja seorang pegawai atau karyawan maka

salah satu faktor penunjang adalah tingkat keterampilan pegawai atau karyawan itu

sendiri. Semakin tinggi tingkat keterampilan seorang pegawai atau karyawan, maka

akan dapat meningkatkan kinerja.

2.15. Landasan Teori

Sebenarnya, pengertian atau konsep kompetensi saat ini bukanlah sesuatu hal

yang baru, bahkan asing di pedengaran kita, mengenai perkembangan gerakan

(evolusi) tersebut menurut organisasi industri psikologi di amerika serikat, sejarah

kompetensi dimulai sekitar pada tahun 1960 sampai dengan awal tahun 1970-an.

Sesuai gerakan dan perkembangan konsep kompetensi pada waktu itu, banyak

tentang hasil studi dan hasil penelitian yang menunjukan bahwa dari hasil tes sikap

(attitude) dan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), prestasi belajar pada

sekolah-sekolah atau diploma di amerika serikat tidak dapat menunjukan dan

Universitas Sumatera Utara


112

memprediksikan prestasi kerja atau kineja serta keberhasilan dalam kehidupan

individu seseorang. Kemudian,dari hasil penelitian tersebut, jika ditinjau dari

beberapa variable-variabel kompetensi, akhirnya sering menimbulkan pembiasaan

terhadap kemampuan dan keahlian seseorang, baik pada perempuan maupun laki-laki,

bahkan kepada minoritas dan mayoritas sekalipun atau pada strata kehidupan sosial

ekonomi yang tertingi atau terendah.

Selanjutnya, dari hasil temuan penelitian ini telah mendorong para psikolog

lainnya, di antaranya L.M. Spencer,Jr & S.M. Spencer yang melakukan penelitian

lebih jauh mendalam lagi terhadap lagi terhadap variable kompetensi yang diduga

dapat mempredisikan kinerja seseorang yang menghasilkan tidak biasa, apabila

ditinjau dari beberapa faktor, seperti rasial, gender, dan sosial ekonomi. Oleh karena

itu, maka dari hasil temuan para psikolog ini telah mendorong untuk dilakukan

penelitian-penelitian selanjutnya terhadap kompetensi pada individu seseorang, yaitu

dengan cara melakukan seperti berikut ini.

1. Membandingkan individu seseorang yang telah berhasil dalam pekerjaannya

(berkinerja baik) dengan individu orang lain yang gagal atau tidak berhasil dalam

bekerja (berkinerja buruk), selanjutnya diidentifikasi bagaimanakah karakteristik

atas keberhasilan tersebut, mengapa mereka berhasil dalam bekerja,dan mengapa

mereka tidak berhasil.

2. Mengidentifikasikan pola pikir dan perilaku individu seseorang yang berhasil

dalam pekerjaanya. Dalam pengukuran kompetensi ini diberikan beberapa

pertanyaan, menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka atau

Universitas Sumatera Utara


113

tertutup ketimbang menggantungkan kepada pengukuran responden yang

menjawab pertanyaan dalam menjawab alternatif saja (tertutup), dan bukan

dengan menjawab secara pilihan ganda (multiple choice). Apa yang dapat

dilakukan oleh seseorang untuk mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya pada

orang tersebut, dan mengapa yang dipikirkan seseorang secara spontan dalam

situasi tidak terstuktur dapat terjadi.

2.15.1. Hubungan Sebab Akibat Kompetensi dengan Kinerja

Sebenarnya, hubungan antara kompetensi dengan kinerja sangat erat sekali,

hal ini tampak pada hubungan dari keduanya, yaitu hubungan sebab akibat (causalliy

related). Menurut spencer, hubungan antara kompetensi karyawan dengan kinerja

adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya ada kuat dan akurat, bahkan

mereka (karyawan) apabila ingin meningkatkan kinerjanya, seharusnya mempunyai

kompetensi yang sesuai dengan tugas pekerjaannya (the righ man on the righ job).

Pengelolaan sumber daya manusia memang harus dikelola secara benar dan seksama

agar tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya

manusia yang meliputi beberapa proses, antara lain organisasi harus mengidentifikasi

dan mengembangkan kompetensi individu ke arah kinerja karyawan (Moeheriono,

2009).

Menurut Spencer, kompetensi mempunyai hubungan sebab-akibat (causally

related ) jika dikaitkan dengan kinerja seorang karyawan serta kompetensi, yang

terdiri atas : motif (motive) , sifat (trait), konsep diri (self concept) dan keterampilan

(skill), serta pengetahuan (knowledge), yang diharapkan dapat memprediksikan

perilaku seseorang sehingga akhirnya dapat memprediksi kinerja orang tersebut.

Universitas Sumatera Utara


114

Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan tertentu yang merupakan

dorongan motif atau sifat yang menyebabkan suatu tindakan seseorang untuk

memperoleh suatu hasil (Moeheriono, 2009).

Hasil penelitian Hendri (2009) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi

terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di Puskesmas wilayah kerja kerja Dinas

Kesehatan kota Pematangsiantar. Jenis Penelitian yang digunakan adalah explanatory

research dengan sampel sebanyak orang 34 orang petugas promosi kesehatan

Puskesmas. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi linear berganda, dengan

persamaan Y = 0.925 +0,391 XI. Hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan

antara kompetensi (pengatahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas

promosi kesehatan di kota Pematangsiantar dengan sinifikansi masing-masing

(sig<0,05). Variabel yang paling memengaruhi kinerja adalah sikap.

Hasil penelitian Sitepu (2010) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi

sumber daya manusia terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Deli Serdang. Sampel penelitian ini berjumlah 168 orang,

diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Data primer

dikumpulkan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis data

menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95 %. Berdasarkan

analisis diketahui ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan

kinerja perawat (p=0,046), variabel sikap dengan kinerja perawat (P=0,034), variabel

keterampilan dengan kinerja peawat (p=0,001). Ada pengaruh yang signifikan antara

kompetensi (sikap dan keterampilan) terhadap kinerja perawat. Variabel yang paling

dominan memengaruhi kinerja perawat adalah keterampilan (nilai =0,453).

Universitas Sumatera Utara


115

2.16. Kerangka Konsep

Kompetensi Kinerja Perawat


- Pengetahuan Kesiapsiagaan Triase dan
- Sikap Kegawatdaruratan pada
- Keterampilan Korban Bencana Massal

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka diatas, maka dapat dijelaskan bahwa dijelaskan

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah variable independen (variable bebas)

yang terdiri dari kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) diasumsikan

dapat mempengaruhi kesiapsiagaan triase dan kegawatdaruratan pada korban bencana

massal.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai