Tranfusi Darah
Tranfusi Darah
A. Definisi
Penggantian darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah
seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV. Meskipun tranfusi darah penting
untuk mengembalikan homeostasis, tranfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat
ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan
mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang
mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label darah
atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang inkompatibel.
Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan pemberian produk-produk ini
adalah tanggung jawab keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama
tranfusi yang dilakukan. Apabila klien sudah terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat
insersi untuk melihat tanda infeksi atau infilrasi.
Perawat harus memastikan bahwa kateter yang dipakai klien menggunakan kateter ukuran besar (18-
19). Komponen darah harus diberikan oleh personel yang kompeten, berpengalaman dan sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
B. Tujuan
Darah tersusun dari beberapa unsur yang mempunyai peran utama dalam terapi tranfusi darah.
Komponen ini meliputi antigen, antibody, tipe Rh, dan antigen HLA. Antigen adalah zat yang
mendatangkan respon imun spesifik bila terjadi kontak dengan benda asing. Sistem imun tubuh
berespon dengan memproduksi antibody untuk memusnahkan penyerang. Reaksi Antigen (Ag) dan
Antibodi (AB) ini diperlihatkan dengan aglutinasi atau hemolisis. Antibodi dalam serum berespon
terhadap antigen penyerang dengan mengelompokkan sel-sel darah merah bersama-sama dan
menjadikan mereka tidak efektif atau memusnahkan sel darah merah. Sistem penggolongan darah
didasarkan pada reaksi Ag-AB yang menentukan kompabilitas darah.
Golongan darah yang paling penting untuk tranfusi darah ialah sistem ABO, yang meliputi golongan
berikut: A, B, O, AB. Penetapan penggolongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah
merah A dan B. Individu-individu dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang terdapat pada
sel darah merah; individu dengan golongan darah B mempunyai antigen B, dan individu dengan
golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut.
Aglutinin, atau antibody yang bekerja melawan antigen A dan B, disebut agglutinin anti A dan
agglutinin anti B. Aglutinin ini terjadi secara alami. Individu dengan golongan darah A
memproduksi aglutinin anti B di dalam plasmanya secara alami. Begitu juga dengan individu dengan
golongan darah B, akan memproduksi agglutinin anti A di dalam plasma secara alami. Individu dengan
golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah sebabnya individu dengan
golongan darah O disebut sebagai donor universal. Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi
AB, oleh karena itu individu dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang
ditranfusikan tidak sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.
Setelah system ABO, tipe Rh merupakan kelompok antigen sel darah merah dengan kepentingan klinis
besar. Tidak seperti anti-A dan anti-B, yang terjadi pada individu normal dan tidak diimunisasi,
antibody Rh tidak terbentuk tanpa stimulasi imunisasi. Individu dengan antibodi D disebut Rh positif,
sedangkan yang tidak memiliki antibodi D disebut Rh negatif, tidak menjadi soal apakah ada antibodi
Rh lainnya. Antibody D dapat menyebabkan destruksi sel darah merah, seperti dalam kasus reaksi
tranfusi hemolitik lambat.
Penggolongan darah mengidentifikasi penggolonga ABO dan Rh dalam donor darah. Pencocoksilangan
(crossmatching) kemudian menentukan kompatibilitas ABO dan Rh adalah penting dalam pemberian
terapi tranfusi darah.
System HLA merupakan komponen berikutnya untuk dipertimbangkan dalam pemberian tranfusi.
System HLA didasarkan pada antigen yang terdapat dalam leukosit, trombosit dan sel-sel lainnya.
Penggolongan dan pencocoksilangan HLA kadang-kadang diperlukan sebelum tranfusi trombosit
diulangi.
D. Indikasi
1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum,
kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah).
2. Pasien dengan syok hemoragi.
E. Macam-macam Komponen Darah
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan
mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh
yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatrik
rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya tersedia
dalam volume 400-500 ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan tranfusi saat klien
tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah
besar.
Indikasi:
1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume
darah total
Komponen ini mengandung sel darah merah, SDP, dan trombosit karena sebagian plasma
telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 250 ml. Diberikan selama 2 sampai 4 jam, dengan
golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari menggunakan komponen ini untuk
anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat. Masa hidup komponen ini 21 hari.
Indikasi :
Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma dihilangkan 80 % ,
biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah
ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena
komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan
tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
1. Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan
kultur darah positif, demam persisten /38,3 C dan granulositopenia)
Komponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %, digunakan bila
kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini tersedia dalam volume 200
ml, waktu pemberian 1 sampai 4 jam.
Indikasi:
1. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
Platelet/trombosit
Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah
trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya
memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian
trombosit jika klien sedang demam.
Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan
antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakan
pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam
setelah pemberian.
Indikasi:
Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah
akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V, VIII, dan IX).
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan
koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12
bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan
darah ABO dan system Rh.
Indikasi:
Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan pengganti
protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang diberikan bervariasi
tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk mencampur albumin dengan protein
hydrolysate dan larutan alkohol.
Indikasi :
1. Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi
2. Terapi hyponatremi
Pediatrik
2. Darah untuk bayi baru lahir dicocok silangkan dengan serum ibu karena mungkin
mempunyai antibody lebih dari bayi tersebut dan memungkinkan identifikasi yang lebih
mudah tentang inkompabilitas
3. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan berat badan (hitung dosis dalam
milliliter per kilogram berat badan)
4. Tranfusi sel darah merah memerlukan waktu infus yang ketat (untuk mempermudah deteksi
dini reaksi hemolitik yang mungkin terjadi)
8. Tranfusi pada bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh perawat atau dokter yang
kompeten dan berpengalaman (prosedur ini memerlukan ketrampilan tingkat tinggi)
Gerontik
1. Riwayat sebelumnya (anemia dengan gagal sumsum tulang, anemia yang berhubungan
dengan keganasan, perdarahan gastrointestinal kronik, gagal ginjal kronik)
3. Defisit sensori dapat terjadi (konsultasikan dengan rekam medik atau anggota keluarga
terhadap reaksi tranfusi darah sebelumnya)
5. Integritas vena mungkin melemah, pastikan kepatenan kateter atau jarum sebelum
melakukan tranfusi
Alergi
Penyebab:
Gejala:
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam, nausea
dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi
Intervensi:
5. Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan kortikosteroid
Anafilaksis
Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA
Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi
dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
Pencegahan:
Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM
tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.
Sepsis
Penyebab:
Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
Pencegahan:
Urtikaria
Penyebab:
Gejala:
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan:
Kelebihan sirkulasi
Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
Gejala:
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan
pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat
Intervensi:
Pencegahan:
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen
SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang
dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
Hemolitik
Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi
tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO
Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah,
menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok,
ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah
diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari atau lebih setelah tranfusi.
Intervensi:
2. Hentikan tranfusi
6. Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah
untuk anemia yang berlanjut
Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah
diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).
Demam Non-Hemolitik
Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.
Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
Hiperkalemia
Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan
ekstremitas, nyeri abdominal
Hipokalemia
Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh
alkalosis respiratorik
Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan
otot, bising usus menurun
Hipotermia
Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter
vena sentral.
Gejala:
1. Hentikan tranfusi
5. Periksa EKG
AIDS
Penyebab:
Darah donor HIV seropositif
Gejala:
Demam, keringat malam, letih, berat badan menurun, adenopati, lesi kulit seropositif terhadap virus
HIV
Kontaminasi bakteri
Penyebab:
Kontaminasi pada saat penyumbangan atau persiapan, bakteri endotoksin melepaskan endotoksin.
Gejala:
Serangan dalam 2 jam tranfusi (menggigil, demam, nyeri abdomen, syok, hipotensi yang nyata
Cytomegalovirus (CMV)
Virus CMV dapat berada pada orang dewasa yang sehat. Pasien-pasien dengan imunosupresi berisiko
tinggi tertular CMV
Gejala:
Letih, lemah, adenopati, demam derajat rendah
Hepatitis
Hepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis C daripada
hepatitis B
Gejala:
Terjadi dalam dalam beberapa minggu sampai bulan setelah tranfusi, mual, muntah, ikterus, malaise,
kadar enzim hati tinggi
GVHD (Graft versus host desease)
Penyebab:
Limfosit donor yang normal bereproduksi di dalam tubuh resipien yang mengalami gangguan
kekebalan, limfosit menyerang jaringan resipien karena dianggap sebagai protein asing.
Gejala:
Demam, ruam kulit, diare, infeksi, gangguan fungsi hati (jaundice, supresi sumsum tulang)
Intervensi:
Berikan metotresat dan kortikosteroid jika diprogramkan
Pencegahan;
Berikan darah yang tidak diradiasi jika diprogramkan, berikan darah yang telah
dicuci dengan saline jika diprogramkan
Manajemen efek tranfusi
Pedoman untuk mengatasi reaksi tranfusi yang dibuat oleh American
Assotiation of Blood Banks adalah:
1. Hentikan tranfusi untuk membatasi jumlah darah yang diinfuskan
2. Beritahu dokter
4. Periksa semua label, formulir, dan identifikasi pasien untuk menentukan apakah
pasien menerima darah atau komponen darah yang benar
5. Segera laporkan reaksi tranfusi yang dicurigai pada petugas bank darah
6. Kirimkan sample darah yang diperlukan ke bank darah sesegera mungkin, bersama-
sama dengan kantong darah yang telah dihentikan, set pemberian, larutan IV yang
diberikan, dan semua formulir dan label yang berhubungan.
K. Persiapan Pasien
2. Jelaskan kemungkinan reaksi tranfusi darah yang keungkinan terjadi dan pentingnya melaporkan
reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter
3. Jelaskan kemungkinan reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera melapor apabila
reaksi terjadi
4. Apabila klien sudah dipasang infus, cek apakah set infusnya bisa digunakan untuk pemberian
tranfusi
5. Apabila klien belum dipasang infus, lakukan pemasangan dan berikan normal saline terlebih dahulu
A. Persiapan Alat
7. Kapas alkohol
10. Stetoskope
11. Termometer
13. Bengkok
B. Prosedur kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan program tranfusi darah
4. Cuci tangan
9. Kaji pernah tidaknya klien menerima tranfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul, apabila ada
10. Minta klien untuk melaporkan apabila menggigil, sakit kepala, gatal-gatal, atau
ruam dengan segera
17. Lakukan pemasangan infuse, apabila belum terpasang dengan menggunakan kateter berukuran
besar ( 18 atau 19 G), apabila sudah terpasang cek apakah set yang ada bisa digunakan untuk
pemberian tranfusi dan cek kepatenan vena
18. Gunakan selang infus yang memiliki filter di dalam selang (apabila selang infus masih
menggunakan selang infuse yang kecil, ganti dengan selang infus untuk tranfusi yang ukurannya lebih
besar)
19. Gantungkan botol normal saline untuk diberikan setelah pemberian darah selesai
20. Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta darah pada saat
Anda siap menggunakannya.
21. Bersama seorang perawat lainnya yang telah memiliki lisensi, identifikasi produk darah yang akan
dimasukkan (periksa etiket kompabilitas yang menempel pada kantong darah dan informasi pada
kantong tersebut; untuk darah lengkap, periksa golongan darah ABO dan tipe Rh yang terdapat pada
catatan klien; periksa kembali kesesuaian produk darah yang akan diberikan dengan resep dokter;
periksa data kadaluarsa pada kantong darah; inspeksi darah untuk melihat adanya bekuan darah;
tanyakan nama klien dan periksa tanda pengenal yang dimiliki klien)
22. Mulai pemberian tranfusi darah (sebelum darah diberikan, berikan dahulu larutan normal saline;
mulai berikan tranfusi secara perlahan diawali dengan pengisian filter di dalam selang; atur kecepatan
sampai 2 ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien. Apabila perawat menjumpai
adanya reaksi, segera hentikan tranfusi, bilas selang dengan normal saline, laporkan pada dokter dan
beritahu bank darah)
23. Monitor tanda vital (ukur setiap 5 menit pada 15 menit pertama, selanjutnya disesuaikan dengan
kebijakan lembaga)
25. Pertahankan kecepatan infus yang diprogramkan dengan menggunakanpompa, jika perlu
33. Catat pemberian darah atau produk darah yang diberikan dan respon klien terhadap terapi darah
pada status kesehatan klien
34. Setelah tranfusi selesai, kembalikan kantong darah serta selang ke bank darah
jack
Iklan
Object 1