Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dengan semakin meningkatnya jumlah

penduduk dan semakin berkurangnya lahan pertanian, dilakukan usaha untuk meningkatkan

produksi pertanian. Sejalan dengan kemajuan teknologi, muncullah penggunaan varietas unggul,

pupuk kimia, pestisida, dan bahan kimia lainnya serta mesin-mesin pertanian sebagai usaha

untuk meningkatkan produksi pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan. Usaha yang

dilakukan ini dikenal dengan sistem pertanian modern. Dengan adanya sistem pertanian modern,

dalam jangka waktu yang singkat produksi pertanian mengalami peningkatan.

Akan tetapi, sistem pertanian tersebut tidak dapat menjamin peningkatan produksi

pertanian secara berkelanjutan. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya kualitas lahan akibat

pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang sudah melampaui ambang batas normal.

Pemakaian masukan luar yang tidak memperhatikan keseimbangan ekologi berdampak negatif

bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Menurut Saleh (2003), dampak negatif sistem pertanian

modern terhadap kesehatan manusia adalah akibat penggunaan pestisida/insektisida kimia yang

tidak tepat dosis, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat aturan. Dampak negatif terhadap kesehatan

manusia, antara lain, berupa keracunan yang bersifat mendadak dan keracunan yang berat

(Saleh, 2003). Sistem pertanian modern mengakibatkan terganggunya keseimbangan sebagai

indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum

alam (Salikin, 2003). Sistem pertanian tersebut mengakibatkan hilangnya keanekaragaman

hayati seperti varietas lokal akibat penggunaan varietas unggul dan hilangnya organisme

nonhama atau musuh alami hama yang sebenarnya bermanfaat.


Oleh karena itu, perlu efisiensi dalam menggunakan bahan bakar tersebut. Harga minyak

dunia yang meningkat mempengaruhi peningkatan biaya produksi pupuk dan pestisida sehingga

harga jualnya menjadi mahal. Varietas unggul yang digunakan sangat responsif terhadap unsur

hara.

Dalam hal ini, semakin tinggi pemberian pupuk, semakin tinggi produksi yang dihasilkan

dan semakin tinggi pula biaya produksi yang diperlukan. Bagi petani kecil hal ini sangat

memberatkan dan menjadikan mereka semakin miskin ditambah dengan kepemilikan lahan yang

sempit yang mengakibatkan produksi mereka sedikit. Dengan, disatu sisi, lahan pertanian yang

semakin berkurang, keanekaragaman hayati yang menyusut, dan permasalahan pertanian yang

ada, maka di sisi lainnya sumber daya alam yang melimpah diperlukan pemanfaatan secara

optimal sumber daya yang ada melalui perencanaan lanskap pekarangan dengan sistem pertanian

terpadu berkonsep LEISA (low-external-input and sustainable agriculture). Pekarangan

merupakan lahan yang potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif karena

lokasinya dekat dengan tempat tinggal sehingga mudah dalam pengelolaannya yang

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat (seperti

tanah, air, tumbuhan, tanaman dan hewan lokal, serta tenaga manusia, pengetahuan, dan

keterampilan) dan yang secara ekonomis layak, secara ekologis mantap, sesuai menurut budaya,

dan secara sosial adil.


1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep LEISA ?

2. Bagaimana Pengaplikasian LEISA di dunia Peternakan dan pertanian ?

1.3. tujuan

1 untuk mengetahui konsep Leisa

2. untuk mengetahui Pengaplikasian LEISA di dunia Peternakan dan pertanian


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)

Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sebagai arah baru bagi

pertanian konvensional (HEIA : High External Input Agriculture), sangat cocok dilaksanakan

pada sistim pertanian negara-negara berkembang termasuk Indonesia mengingat negara kita

dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di tanah air kita

sangat memungkinkan konsep LEISA ini menjadi konsep pertanian masa depan yang diharapkan

mampu mengantarkan bangsa kita menjadi bangsa yang besar dengan tingkat kemakmuran dan

kemandirian yang lestari sehingga mampu bersaing menghadapi persaingan bebas pada waktu

yang akan datang.

Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta

pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat setempat/tradisional (Suwandi, 2005). Agro-

ekologi merupakan studi holistik tentang ekosistim pertanian termasuk semua unsur lingkungan

dan manusia. Dengan pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistim dapat

dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat menghasilkan secara berkelanjutan, dengan

mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan maupun sosial serta

meminimalkan input eksternal.

LEISA (low-external-input and sustainable agriculture). adalah pertanian yang

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat (seperti

tanah, air, tumbuhan, tanaman dan hewan lokal, serta tenaga manusia, pengetahuan, dan
keterampilan) dan yang layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, disesuaikan menurut

budaya, dan adil secara sosial (mardiyanto, 2009).

LEISA (Low external input sustainable agriculture) tidak bisa dipresentasikan sebagai

solusi mutlak terhadap masalah-masalah pertanian dan lingkungan yang mendadak di dunia ini,

tetapi LEISA bisa memberikan kontribusi yang berharga untuk memecahkan beberapa

permasalahan tersebut: LEISA terutama merupakan suatu pendekatan pada pembangunan

pertanian yang ditujukan pada situasi di daerah-daerah pertanian tadah hujan yang terabaikan

oleh pendekatan-pendekatan konvensional.

Konsep LEISA (Low Eksternal Input Sustainable Agriculture) merupakan penyangga

pola pertanian terpadu. Konsep LEISA yang dilaksanakan akan melahirkan manfaat dan

keuntungan, yaitu :

Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lokal


Maksimalisasi Daur Ulang (Zero Waste)
Minimalisasi Kerusakan Lingkungan (Ramah Lingkungan)
Diversifikasi Usaha
Pencapaian Tingkat Produksi Yang Stabil Dan Memadai Dalam Jangka Panjang
Menciptakan Kemandirian

Tekhnologi tepat guna dalam penerapan konsep LEISA adalah :Bagaimana mengubah limbah

peternakan menjadi sumberdaya (Compost) dan pemanfaatannya baik sektor pertanian tanaman

pangan, perkebunan,kehutanan maupun untuk budidaya perikanan.


2.2. Pengolahan Kotoran Ternak Dan Kulit Buah Kakao Untuk
Mendukung Integrasi kakao Ternak

Pada integrasi temak-kakao terjadi hubungan yang sinergis . Ternak domba, kambing

maupun sapi mampu mendatangkan pendapatan tambahan di samping kakao.Adapun kotoran

temak dapat diolah menjadi pupuk organik dan dapat mensubstitusi penggunaan pupuk

anorganik. Melalui pengolahan yang tepat, kotoran ternak dapat lebih cepat terdekomposisi

sehingga unsur hara yang ada menjadi cepat tersedia bagi tanaman . Penggunaan pupuk organik

bersama dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Produksi kakao

yang meningkat sepanjang tahun diikuti pula dengan produk samping berupa kulit buah kakao .

Hampir seluruh propinsi di Indonesia menghasilkan kakao kecuali Provinsi DKI . Kulit buah

kakao merupakan limbah yang selama ini belum banyak dimanfaatkan kecuali sebagai pupuk .

Bila ditinjau dari segi gizinya kandungan protein dan energi kulit buah kakao (8,75% PK; 46%

TDN) sebanding dengan rumput gajah (9,06% PK dan 50% TDN). Melalui sentuhan teknologi

seperti amoniasi, silase, dan biofermentasi, kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai pakan

temak . Disamping meningkatkan kecernaan, dengan pengolahan dapat juga meningkatkan kadar

protein kulit buah kakao. Penggunaan dalam ransum dapat mencapai 50% dari total kebutuhan

bahan kering tanpa menimbulkan efek negative . Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan

dapat menghemat waktu untuk mencari rumput dan mengatasi kekurangan hijauan pakan di

musim kemarau . Meningkatnya ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik dan ketersediaan

nutrien dari kulit buah kakao akan meningkatkan produktivitas pada sistem integrasi kakao-

ternak.
2.3. MODEL SISTEM INTEGRASI PADI-SAPI POTONG DI LAHAN SAWAH

Model pertanian dari sistem ternak tanaman di sawah terletak di

Cianjur Distric. Sistem ternak tanaman adalah upaya untuk meningkatkan produksi padi

yang diintegrasikan dengan ternak. Pola integrasi adalah pemanfaatan sedotan tanaman sebagai

pakan dan pupuk kandang untuk pupuk. Terpadu sistem pertanian yang telah diperkenalkan

adalah penanaman padi, ternak penggemukan, dan padi jerami fermentasi untuk makanan dan

juga ecreement ternak untuk organik pengolahan pupuk.

Gambar . Proses fermentasi jerami

Jerami padi

Tumpukan jerami (starbio + urea)

Proses fermentasi dan amoniasi

Pengeringan/Penyimpanan

Pemberian pada sapi


1.4. PROSPEK PENGEMBANGAN TERNAK POLA INTEGRASI BERBASIS
SUMBERDAYA LOKAL

Pengembangan ternak pola integrasi dalam suatu sistem pertanian yang ramah

lingkungan merupakan suatu strategi yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan

rumah tangga petani dan masyarakat pedesaan secara lestari. Dengan inovasi teknologi yang

tepat, limbah tanaman dapat diubah menjadi bahan pakan sumber serat bagi ternak ruminansia

(sapi). Melalui pendekatan LEISA (low external input sustainable agriculture), setiap ha lahan

pertanian dapat menghasilkan pakan untuk memelihara sapi 2-3 ekor/ha. Dalam hal ini ternak

sapi berperan sebagai pabrik kompos dengan bahan baku limbah tanaman, yang pada akhirnya

kompos tersebut dipergunakan sebagai bahan pupuk organik bagi tanaman. Dalam upaya

meningkatkan populasi ternak sapi potong dengan biaya produksi yang layak, pendekatan pola

integrasi ternak dengan tanaman pangan, perkebunan dan hutan tanaman industri layak untuk

dikembangkan baik secara teknis, ekonomis maupun sosial. Salah satu kunci keberhasilan dari

pola ini adalah tidak ada bahan yang terbuang, serta pemanfaatan inovasi secara benar dan

efisien. Pendekatan ini memposisikan sapi sebagai mesin pengolah limbah pertanian menjadi

kompos (bahan organik), sedangkan pedet adalah bonus akibat dari pemeliharaan sapi secara

benar. Secara mikro pola sistem integrasi tanaman-ternak berupaya untuk memperbaiki struktur,

tekstur kimia dan mikrobiologi tanah, sedangkan secara makro pola ini berupaya untuk

meningkatkan produktivitas pertanian, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani.
1.5. Peningkatan Pendapatan dan Produktivitas Lahan melalui Intergrasi Pertanian1

Terpadu (Rambutan Jagung Gamal Rumput - Ternak Kambing Biogas) di Lahan

Kering Kabupaten Gowa

Di tahun pertama penelitian pekerjaan difokuskan pada pembangunan

barisan hedgrow rambutan, gamal dan rumput gajah untuk tujuan konservasi

(pengendalian erosi) disamping dimaksudkan untuk penyediaan pakan

ternak kambing insitu dari pangkasan gamal dan rumput gajah setelah

ditanam sekitar enam bulan. Pertumbuhan rambutan yang ditanam dalam

barisan hedgrow setelah 80 HST, berdasarkan uji statistik tidak menunjukan

perbedaan nyata antar perlakuan system pertanian terpadu berbasis

rambutan yang diteliti. Hal ini berarti tidak terjadi persaingan secara nyata

antara tanaman rambutan dengan komponen tanaman lainnya yang

dipadukan (gamal dan rumput gajah) dalam barisan hedgrow seperti gamal

dan rumput gajah dan jagung. Bahkan jagung yang ditanam diantara

hedgrow memberikan peningkatan produksi jagung secara nyata. Perlakuan

P4 dan P3 berbeda nyata terhadap P2 (Gambar 6). Juga perlakuan P4

cenderung lebih baik dari pada perlakuan P32 (Gambar 6). Hal ini terjadi

karena efektivitas barisan hedgrow terpadu rambutan, gamal dan rumput

gajah (Perlakuan P4) sebagai barrierlebih efektif mengendalikan/menahan erosi

dibandingkan dengan hedgrow hanya dengan gamal saja (Perlakuan P3).

Kondisi5 ini lebih meningkatkan kesuburan tanahnya yang berpengaruh

terhadap produksi jagung, walaupun integrasi ternak dan pemanfaatan

limbah ternak berupa feces atau effluent dari limbah biogas belum dilakukan.
Sistem pertanian terpadu lebih baik dibandingkan dengan monokultur

rambutan dan dengan sistem pertanian terpadu pendapatan dan kontinuitas

pendapatan lebih terjamin dibandingkan dengan pertanian monokultur

rambutan yang diperkirakan baru berproduksi setelah sedikitnya tiga tahun

setelah penanaman. Ditahun-tahun mendatang khususnya setelah integrasi

ternak kambing telah berjalan dan dengan ketersediaan pupuk organik insitu

dari limbah ternak dan biogas produktivitas lahan dengan sistem pertanian

terpadu dapat lebih ditingkatkan (Gambar 8) dan sumberdaya lahan dan

lingkungan dapat lebih terjaga (khususnya di petak perlakuan P4). Dengan

penerapan sistem pertanian terpadu pendapatan dan lapangan kerja dapat

lebih ditingkatkan dibandingkan hanya dengan pertanian monokultur.

Anda mungkin juga menyukai