Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

Makalah Kebijakan:

MEMBEDAH KEBIJAKAN RUJUKAN BERJENJANG


PADA LAYANAN BPJS KESEHATAN

DISUSUN OLEH:
ARWIN STB: B102 16 023
FREDERICK STB: B102 16 024

PRODI MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS TADULAKO
KEBIJAKAN RUJUKAN BERJENJANG
PADA LAYANAN BPJS KESEHATAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar
ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan
penyakit yang kronis atau tergolong berat. Untuk memberikan keringanan biaya,
pemerintah mengeluarkan Kebijakan Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
Program pelayanan kesehatan yang merata dan tidak diskriminatif, diatur dalam
Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), kemudian diimplementasikan ke dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap satu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Sistem rujukan mengatur alur dari mana
dan harus ke mana seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk
memeriksakan masalah kesehatannya.
Kebijakan sistem rujukan ini diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.01
tahun 2012, tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (PMK).
Sistem ini diharapkan semua memperoleh keuntungan. Misalnya, pemerintah
sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh di
antaranya, membantu penghematan dana dan memperjelas sistem pelayanan
kesehatan. Bagi masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan akan meringankan biaya
pengobatan karena pelayanan yang diperoleh sangat mudah. Bagi pelayanan
kesehatan (health provider), mendorong jenjang karier tenaga kesehatan, selain
meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, serta meringankan beban tugas.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat
berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga
yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Apabila peserta memerlukan
pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder. Pelayanan kesehatan di
tingkat ini hanya bisa diberikan jika peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer.
Rujukan ini hanya diberikan jika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik dan fasilitas kesehatan primer yang ditunjuk untuk melayani peserta, tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena
keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau ketenagaan. Jika penyakit peserta masih
belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka peserta dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tersier. Di sini, peserta akan mendapatkan penanganan dari dokter
sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-
spesialiastik.
Peserta JKN harus mengikuti sistem rujukan yang ada dalam Permenkes 01
tahun 2012 ini. Sakit apa pun, kecuali dalam keadaan darurat, harus berobat ke
fasilitas kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis.
Jika ini dilanggar peserta harus bayar sendiri.

B. PERMASALAHAN
Sejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam
permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan menjadi persoalan. Kurangnya
sosialisasi dan perubahan pengelolaan dari PT. ASKES ke dalam BPJS dinilai menjadi
penyebab munculnya permasalahan tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat
dibutuhkan dan harus tetap dilaksanakan.
Masalah itu, justru muncul pada unsur implementasi, seperti di rumah sakit
tersier, khususnya pada aspek rujukan, biaya, dan kepersertaan BPJS. Banyak
masyarakat yang belum tahu teknis mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan main
BPJS Kesehatan. Dengan diberlakukannya BPJS Kesehatan, masyarakat yang akan
berobat ke rumah sakit umum pemerintah dengan kartu BPJS harus mendapat rujukan
dari dokter, klinik/puskesmas. Hal ini berdasarkan Kebijakan dalam Permenkes 01
tahun 2012.
Kebanyakan masyarakat belum tahu mengenai sistem rujukan. Inilah yang
menjadi persoalan, ketika sudah datang ke rumah sakit tersier pasien akan dilayani jika
sudah mendapatkan rujukan dari peyanan kesehatan primer. Kebijakan sistem rujukan
sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 001/2012 Tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (PMK).
Namun realitas di lapangan tak semudah membalikkan telapak tangan.
Perpindahan jaminan kesehatan ini banyak mengalami kendala. Sistem rujukan pasien
dirasakan masih tidak efektif dan efisien, masih banyak masyarakat belum dapat
menjangkau pelayanan kesehatan primer atau memang ada keengganan sebagian
masyarakat untuk berobat ke pelayanan primer, spt. Puskesmas, akibatnya terjadi
penumpukan pasien yang luar biasa di rumah sakit besar tertentu. Pemahaman
masyarakat tentang alur rujukan sangat rendah sehingga mereka tidak mendapatkan
pelayanan sebagaimana mestinya. Pasien menganggap sistem rujukan birokrasinya
terlalu berbelit-belit, sehingga pasien langsung merujuk dirinya sendiri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat kedua atau ketiga (langsung ke RS)
Keluhan lain terkait kebijakan sistem rujukan BPJS yang dirasakan adalah
ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan
primer, kasus yang seharusnya dapat ditangani di layanan primer/sekunder tetapi
langsung dirujuk ke rumah sakit tersier. Lain halnya dengan keluhan PNS di mana jika
rujukan harus melalui puskesmas sementara mereka harus bekerja, lamanya proses
pengurusan tersebut menghabiskan jam kerja para PNS. Sistem rujukan seharusnya
tidak membuat PNS kesulitan. Idealnya rujukan tidak hanya berasal dari Puskesmas,
namun juga layanan primer lain, misalnya klinik tempat pekerja tersebut.
Permasalahan lain dalam kaitan dengan kebijakan sistem rujukan ini adalah,
bahwa layanan primer/Puskesmas mempunyai jam kerja terbatas, kadang kala hanya
sampai jam 14.00 atau ada juga Puskesmas yang pada hari Sabtu, Minggu Tutup.
Sementara bagi banyak karyawan di kota-kota, karena alasan kesibukan, pemeriksaan
kesehatan baru bisa dilakukan diakhir pekan, saat libur. Berbeda dengan Rumah Sakit
yang memang memberikan pelayanan 24 jam nonstop.

C. PEMECAHAN MASALAH
Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan, maka
perlu dilakukan langkah-langkah, yaitu sosialisasi yang terus-menerus guna
menamankan kesadaran masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang, masyarakat
menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu oleh keengganan masyarakat
untuk antre di layanan primer seperti Puskesmas. Pembenahan sarana dan prasarana
yang memadai di setiap tingkat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Kompetensi
petugas kesehatan perlu disiapkan dan ditingkatkan sehingga mampu menangani kasus
sesuai tingkat layanannya. Kebijakan sistem rujukan yang ditetapkan harus lebih
komprehensif mencakup jejaring yang melibatkan swasta, dan membuka seluas-
luasnya kesempatan bagi klinik yang mau bergabung dengan BPJS Kesehatan
sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.
Seharusnya ada masa transisi yang memberi peluang penerapan sistem tidak
secara kaku. Masyarakat yang tinggal di kepulauan juga menjadi korban kurangnya
sosialisasi mengenai sistem rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang telah ditempuh
dengan menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadi sia-sia karena rumah sakit
terpaksa menolak pasien. Tidak jarang juga penolakan oleh rumah sakit dilakukan
karena ruangan benar-benar penuh. Ini tentu saja menyebabkan mutu pelayanan rumah
sakit jadi menurun.
Peran perawat dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami secara jelas
mengenai sistem rujukan karena perawat adalah petugas garda depan yang selalu
menjadi tempat bertanya pasien atau masyarakat yang membutuhkan dan perawat
harus selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan kesehatan
secara professional yang dibutuhkan pasien.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu dilakukan secara
terus-menerus oleh pemerintah agar menjamin setiap masyarakat mendapatkan
layanan kesehatan yang sesuai dengan haknya.
Meskipun implementasi dari BPJS Kesehatan banyak mendapat kritikan, selain
masalah rujukan di atas, juga terutama masalah kurangnya infrastruktur dan rumah
sakit mitra BPJS Kesehatan, namun konsep dari pemberian jaminan perlindugan
kesehatan bisa diacungi jempol.
Salah satu yang harus dibenahi juga, yaitu kurang baiknya pelayanan rumah
sakit pada peserta BPJS Kesehatan yang dianggap membayar murah. Pemerintah juga
harus membuat strategi untuk memastikan program ini menguntungkan baik untuk
pasien maupun rumah sakit.
Hadirnya BPJS Kesehatan kini dianggap sebagai alternatif proteksi diri yang
cukup terjangkau dan melindungi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Dengan
premi yang cukup murah, BPJS Kesehatan merupakan kartu sakti bagi setiap
pemegangnya untuk mengklaim secara mudah. Tentu ini berlawanan dengan produk
asuransi kesehatan yang selama ini dianggap preminya sangat mahal, dan hanya untuk
kalangan tertentu saja.

PE N UTU P

A. KESIMPULAN
Tujuan pemberlakuan BPJS Kesehatan bagi masyarakat adalah untuk menjamin
tarjaganya derajat kesehatan masyarakat agar tetap sehat, sehingga dapat menjadi aset
pembangunan bangsa dan negara.
Dalam pelaksanaan atau implementasi di lapangan, pelayanan BPJS Kesehatan
akan dilayani dengan mengikuti kebijakan rujukan berjenjang sesuai Permenkes No.01
tahun 2012, tentang Rujukan Kesehatan Perorangan.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat
berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga
yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Apabila peserta memerlukan
pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder. Pelayanan kesehatan di
tingkat ini hanya bisa diberikan jika peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer.
Meskipun implementasi dari BPJS Kesehatan mendapat kritikan, selain masalah
rujukan, juga terutama kurangnya infrastruktur dan rumah sakit mitra BPJS Kesehatan,
namun konsep dri pemberian jaminan perlindugan kesehatan bisa diacungi jempol.

B. SARAN
Setelah membaca pembahasan dalam tulisan di atas, maka kami memberikan saran
sbb:
1. Perlu dilakukan Sosialisasi secara serius, mendalam, dan terus menerus serta
terstruktur menyentuh seluruh elemen masyarakat.
2. Melakukan perbaikan sarana dan prasarana pelayanan di tingkat layanan
primer (Puskesmas), sehingga masyarakat senang datang ke Puskesmas
3. Meningkatkan kemampuan/skill dn pendidikan bagi petugas di layanan primer
agar semua pasien dapat tertangani dengan baik
4. Memperbaiki dan menyempurnakan seluruh infrakstruktur rumah sakit, agar
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai