Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SUSPENSI

Kelompok 2 :
Intan Dwi Lestari
Jamilah
Lola Amalia Julfa
Muhammad Sega Maulana
Miranda
Nur Aliah

Mata Kuliah : FARMASETIKA DASAR

Dosen : TEGUH IMANTO, M. Farm., Apt

KATA PENGANTAR
i
Segala puji bagi Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia dan nikmat
bagi umat-Nya. Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Farmasetika Dasar dengan judul Sediaan Suspensi. Karena terbatasnya ilmu
yang dimiliki oleh kami, maka makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat saya harapkan.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.

DAFTAR ISI

ii
JUDUL...........................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................
B. Prinsip..................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A. Stabilitas Suspensi...............................................................................
B. Sistem Pembentukan Suspensi............................................................
C. Metode Pembuatan Suspensi...............................................................
D. Formulasi Suspensi.............................................................................
E. Penilaian Stabilitas..............................................................................
F. SuspensiUraian Bahan.........................................................................
BAB III METODE PEMBUATAN
A. Alat dan Bahan
B. Resep
C. Evalusasi Suspensi
BAB IV HASIL Dan PEMBAHASAN
A. HASIL
B. PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat
berperan aktif dalam peningkatan kulitas produksi obat-obatanyang
disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan
peningkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa
harus menguragi atau mengganggu dari efek farmakologisnya (Lacman,
2008).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi
harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan,
endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan
untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin
sediaan mudah digojog dan dituang (Anief, 1999).
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
tidak larut tetapi terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut
dimaksudkan secara fisiologi dapat diabsorpsi yang digunakan sebagai obat
dalam atau untuk pemakaian luar denagn tujuan penyalutan. Sediaan dalam
bentuk suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral dengan kata lain
pemberian yang dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk suspensi
diterima baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi
warna atupun bentuk wadahnya. Pada prinsipnya zat yang terdispersi pada
suspensi haruslah halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog
perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Selain larutan,
suspensi juga mengandung zat tambahan (bila perlu) yang digunakan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin
sediaan mudah digojog dan dituang.
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara
merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat
minimum. Beberapa suspensi diperdagangan tersedia dalam bentuk siap pakai,
telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan
bahan tambahan farmasetik lainnya (Anonim, 2013). Selain itu pembuatan

1
suspensi ini didasarkan pada pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul,
terutama bagi anak-anak dan lansia, dapat menutupi rasa obat yang tidak enak
atau pahit yang sering kita jumpai pada bentuk sediaan tablet, dan obat dalam
bentuk sediaan suspensi lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul
dikarenakan luas permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna
meningkat. Oleh karena itu dibuatlah sediaan suspensi. Pembuatan suspensi
ini pula didasarkan pada pengembangan sediaaan cair yang lebih banyak
diminati oleh masyarakat luas. Tetapi dalam pembuatan suspensi juga
memerlukan ketelitian dalam proses pembuatan sehingga kestabilannya dapat
terjaga (Anif, 1999).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga
stabilitas suspensi. Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan
dengan larutan sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian
zat aktif yang tidak stabil dalam air (Syamsuni, 2006)
Kekurangan suspensi sebagai bentuk sediaan adalah pada saat
penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi, deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau perubahan
temperatur.
Sasaran utama didalam merancang sediaan berbentuk suspensi adalah
untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel
yang telah tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik (Anonim, 2013).
Jadi, alasan pembuatan suspensi yaitu untuk membuat sediaan obat dalam
bentuk cair dengan menggunakan zat aktif yang tidak dapat larut dalam air
tetapi hanya terdispersi secara merata. Dengan kata lain, bahan-bahan obat
yang tidak dapat larut dapat dibuat dalam bentuk suspensi (Anonim, 2013).
B. Prinsip
Prinsip dari pembuatan suspensi bahwa bahan padat yang tidak larut
disuspensikan dengan penambahan suspending agent. Bila zat padatnya
bersifat hidrofobik maka dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah
(wetting agent). Kemudian dihomogenkan dengan suspending agent,
tambahkan aqua dalam jumlah tertentu, digerus sampai diperoleh massa
seperti bubur dan diencerkan dengan sirup.

2
C. Tujuan
1. Mengetahui prinsip pembuatan suspensi
2. Mengetahui bahan-bahan pembantu untuk sediaan suspensi
3. Mengetahui dan memahami cara pembuatan suspensi
4. Mengetahui dan memahami tipe suspensi
5. Mengetahui evaluasi tipe suspensi

3
BAB II
PEMBAHASAN
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut diatas dan tidak termasuk kelompok suspensi
yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa
campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa
yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut untuk
suspensi oral (Depkes, 1995).
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket
sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini (Depkes, 1995).
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan
atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain
yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara
intravena dan intratekal. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi
dapat mengendap pada dasar wadah bila didiamkan. Pengendapan seperti ini
dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi
kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan dalam
bentuk gel suspensi seperti tanah liat, surfaktan, poliol, polimer atau gula.
Yang sangat penting adalah bahwa suspensi harus dikocok baik sebelum
digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam
pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis tepat. Suspensi harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes, 1995).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat
jarum suntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus
sangat halus, bila untuk dosis berganda harus mengandung bakterisida. Pada
etiket harus tertera Kocok dahulu dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan
disimpan ditempat sejuk (Anief, Moh.2006).

Suspensi dalam farmasis digunakan dalam beberapa cara :

4
1. Intramuskuler inj. (penicillin G.Suspension).
2. Tetes mata (Hydrocortisone acetat suspension).
3. Per oral ( sulfa/Kemicetine suspension).
4. Rektal (para Nitro Sulphathiazole suspension) (Anief, 2006).
Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (Mixture Agitandae). Bila obat
dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus dibuat
mikstur gojog atau disuspensi (Anief, 2006).
Biasanya digunakan Pulvis Gummosus untuk menaikkan viskositas cairan
karena bila tidak, zat yang tidak larut akan cepat mengendap. Banyaknya zat
pengental tidak tergantung pada banyaknya serbuk, tetapi tergantung dari
besarnya volume cairan (Anief, 2006).
Dalam pembuatan suspensi, pembahasan partikel dari serbuk yang tak
larut di dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang
adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain
kontaminan. Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya, besar
mereka mengambang pada permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah
kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan dibawah pemukaan
dari suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya serbuk dapat dilihat dari
sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan (Anief, 2007).
Serbuk dengan sudut kontak 90 akan menghasilkan serbuk yang
terapung keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah
cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam,
menunjukkan tidak adanya sudut kontak. Serbuk yang sulit dibasahi dengan
ai, disebut Hidrofob, seperti: sulfur, Carbo adsorben, Magnesii Stearas dan
serbuk yang mudah dibasahi air disebut hidrofil seperti: Zinci Oxydi,
Magnesii carbonas (Anief, 2006). Dalam pembuatan suspensi penggunaan
surfaktan (wetting agent ) adalah sangat berguna dalam penurunan tegangan
antar muka akan menurunkan sudut kontak, dan pembasahannya akan
dipermudah (Anief, 2007).
Gliserin dapat berguna dalam penggerusan zat yang tidak larut karena
akan memindahkan udara di antara partikel-partikel hingga bila ditambahkan
air dapat menembus dan membasahi partikel karena lapisan gliserin pada
permukaan partikel mudah campur dengan air. Maka itu pendispersian partikel

5
dilakukan dengan menggerus dulu partikel dengan gliserin, propilenglikol,
koloid gom baru diencerkan dengan air (Anief, 2007).
A. Stabilitas Suspensi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi (Syamsuni, 2006).
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak
larut didalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang
adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain
kontaminan. Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya besar
mereka terambang pada permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah
kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan di bawah permukaan
dari suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya serbuk dapat dilihat dari
sudut kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan. Serbuk dengan
sudut kontak 90 akan menghasilkan seebuk yang terapung keluar dari
cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai
sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya
sudut kontak (Anief, 2007).
Perubahan organoleptis yang terjadi selama 30 hari penyimpanan suspensi
menandakan bahwa adanya ketidak stabilan pada sediaan suspensi. Hal ini
dapat diakibatkan adanya perubahan partikel obat dalam suspensi yang
dihasilkan, Kondisi ini dapat didukung dengan hasil uji distribusi partikel obat
yaitu adanya perubahan stabilitas partikel obat yang disimpan selama 30 hari.
Perubahan organoleptis yang terjadi pada sediaan suspensi dapat diakibatkan
oleh ketidakseragaman distribusi bahan penyusun suspensi, pertumbuhan
Kristal atau adanya perubahan pada partikel obat (Emilia, 2013)
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah dengan cara memperluas penimbunan partikel serta menjaga
homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk
menjaga stabilitas suspensi.

6
B. Sistem Pembentukan Suspensi.
Pada pembuatan suspensi dikenal 2 macam sistem, yaitu:
1. Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya
membentuk sedimen, akan terjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake
yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).
Pada sistem deflokulasi partikel suspensi tetap dalam keadaan terpisah
satu dengan yang lain dan bila terjadi sedimentasi telah sempurna,
partikel-partikel akan membentuk rangkaian yang terbungkus dan
berdekatan serta partikel yang lebih kecil akan mengisi antara partikel
yang lebih besar. Partikel yang berada dibawah sedimen lama-kelamaan
akan tertekan karena berat dari partikel diatasnya dan partikel-partikel
akan lebih rapat. Untuk mensuspensikan atau mendispersi kembali
diperlukan mengatasi enersi rintangan yang tinggi. Karena sulit terdispers
kembali dengan pengocokan ringan, maka partikel tetap saling tarik-
menarik yang kuat dan membentuk cake yang keras (Anief, 2006).
Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap
dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali
(Syamsuni, 2006).
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah,
cepat mengenap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk
cake. Sedangkan pada sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap
perlahan-lahan dan akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan
selanjutnya cake yang keras terjadi dan sukar tersuspensi kembali. Pada
sistem flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang tergantung pada
kadar partikel padat dan derajat flokulasinya dan pada waktu sistem
flokulasi kelihatan kasar akibat terjadinya flokul. Dalam sistem
deflokulasi, partikel terdispersi baik dan mengenap sendiri dan lebih
lambat daripada sistem flokulasi tetapi partikel deflokulasi dapat
membentuk sedimen atau cake yang sukar terdispersi kembali (Anief,
2006).
Sifat-sifat relatif dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam
suspensi adalah sebagai berikut:

7
No. Deflokulasi Flokulasi
1. Partikel suspensi dalam keadaan Partikel merupakan agregat yang
terpisah satu dengan yang lain. bebas.
2. Sedimentasi lambat, masing-
masing partikel mengenap Sedimentasi cepat, partikel mengenap
terpisah dan ukurannya minimal. sebagai flok yaitu kumpulan partikel.
3. Sedimen terjadi lambat.
4. Akhirnya sedimen akan Sedimen terjadi cepat.
membentuk cake (agregat) yang Sedimen terbungkus bebas dan
sukar terdispers kembali. membentuk cake yang keras dan
5. Wujud suspensi dengan zat tetap padat dan mudah terdispersi kembali
tersuspensi dalam waktu relatif seperti semula.
lama, meskipun ada enapan Wujud suspensi kurang, sebab
cairan atas tetap berkabut. sedimentasi terjadi cepat dan
diatasnya terjadi daerah cairan yang
jernih

C. Metode Pembuatan Suspensi.


Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut:
1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan
obat kedalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan.
Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat
mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena adanya
udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus
mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya
serbuk dibasahi serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak
antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak 900, serbuk
akan mengambang diatas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki
sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat
padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau
wetting agent.

2. Metode Presipitasi
8
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut
organik yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut
organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi
dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan
pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol, propilen glikol dan
polietilen glikol (Syamsuni, 2006).

D. Formulasi Suspensi.
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu:
1. Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi dalam
suspensi. Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom,
bentonit, dan lain-lain.
2. Penggunaan prinsip-prisip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
cepat terjadi pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi.
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium
2. Setelah itu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya larutan elektrolit,
surfaktan atau polimer
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir
4. Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah structured vehicle
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspense flokulasi dalam structured
vehicle.

E. Penilaian Stabilitas Suspensi


1. Volume Sedimentasi
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan
pada suhu kamar serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume
suspensi yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume
diukur dan dicatat setiap hari selama 30 hari tanpa pengadukan hingga
tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir
(Vu). Volume sedimentasidapat ditentukan dengan menggunakan

9
persamaan perbandingan antara volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap
volume mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap (Emilia, 2013).

2. Derajat Flokulasi
Adalah perbandingan antara volume sedimen akhir dari suspensi
flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc).

3. Metode Reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas,
membantu menentukan perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan
susunan partikel untuk tujuan perbandingan.
4. Perubahan Ukuran Partikel
Digunakan cara freeze-thaw cycling, yaitu temperature diturunkan
sampai titk beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini
dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak
terjadi perubahan ukuran partikel dari sifat kristal.

F. Uraian Bahan
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama
2 jam mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5%
Mg(OH)2. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut
dalam asam encer. Batas mikroba tidak boleh mengandung Escherichia coli.
Susut pengeringan tidak lebih dari 2,0%; lakukan pengeringan pada suhu 105o
selama 2 jam. Susut pemijaran antara 30,0% dan 33,0%; lakukan pemijaran
pada suhu 800o, kenaikan suhu dilakukan secara bertahap, hingga bobot tetap.
Aluminium hidroksida larutkan dalam 5 g tawas dalam 95 mL air,
tuang ke dalam campuran 6 mL ammonia encer dan 94 mL air. Cuci dengan
memusingkan endapan beberapa kali dengan air hingga bening tidak
mengandung sulfat. Campur sisa dengan air volume sama (Depkes RI, 1979)
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) termasuk kedalam derivate selulosa,
merupakan bahan pensuspensi sintetis. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh
usus halus dan tidak beracun, sehingga banyak dipakai dalam produksi

10
makanan. Dalam farmasi selain digunakan sebagai laksansia dan bahan
penghancur atau desintregator dalam pembuatan tablet (Syamsuni, 2007).
Sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa.Sirup
simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v .Sirup
simplek sering digunakan pada sediaan larutan oral sebagai pemanis dan
menutupi rasa pahit atau sebagai corigensia saporis. Cara pembuatannya,
larutkan 65 bagian sakarosa dalam metal paraben 0,25% secukupnya hingga
diperoleh 100 bagian sirup. Pemerian: cairan jernih tidak berwarna
(Syamauni, 2006).
Aquadest merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi, perlakuan denngan menggunakan penukar ion, osmotic balik atau
proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air
minum. Tidak menggunakan zat tambahan lain (Depkes RI, 1995).
Oleum Menthae piperatae (minnyak permen) adalah minyak atsiri
yang diperoleh dengan destilasi uap dari bagian diatas tanah tanaman
berbunga Mentha piperita yang segar dan telah dimurnikan. Oleum menthae
piperatae ini biasanya digunakan sebagai corigensia odoris pada sediaan
farmasi seperti pada suspensi. Penambahan oleum menthae pieratae ini
biasanya ditambahkan terakhi pada sediaan, karena merupakan minyak atsiri
untuk menghindari pennguapan.

11
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Timbangan
b. Anak Timbangan (miligram dan gram)
c. Cawan Porselen
d. Lumpang
e. Stamper
f. Sudip
g. Batang Pengaduk
h. Beaker Glass 50 ml
i. Gelas Ukur 50 ml
j. Botol 60 ml
2. Bahan
a. Magnesii hidroksida
b. Aluminium hidroksida
c. Simetikon
d. Tween 80
e. CMC Na
f. Sirup simplex
g. Ol.met.pip.
h. Aquadest

12
B. Resep
R/ Magnesii hidroksida 2,4
Aluminium hidroksida 2,4
Simetikon 0,240
Tween 80 1%
CMC Na 0,5%
Sirup simplex 20
Ol.met.pip. gtt III
Aquadest ad 60 ml

m.f. susp.
S.t.d.d. Cth a.c

1. Daftar Obat
a) Magnesii hidroksida : Bebas (B)
b) Aluminium hidroksida : Bebas (B)
c) Simetikon : Bebas Terbatas (W)
2. Perhitungan Bahan
a) Magnesii hidroksida : 2,4
b) Aluminium hidroksida : 2,4
c) Simetikon : 0,240
d) Tween 80 1% : 1g/100ml x 60 ml
: 0,6 ( 600 mg )
e) CMC Na 0,5% : 0,5g/100ml x 60 ml
: 0,3 ( 300 mg )
f) Air corpus 20 x CMC Na : 0,3 x 20
: 6 ml
g) Sirup simplex : 20
h) Ol.met.pip. : 3 tetes
i) Aquadest ad 60 ml : 60 (2,4 + 2,4 + 0,240 + 0,6 + 0,3
+ 20)
: 34,06 ml

13
C. Evaluasi Suspensi
1. Sedimentasi Ratio
a. Masukkan suspensi ke dalam gelas ukur
b. Tutup gelas ukur dengan kertas perkamen kemudian ikat
c. Catat volume awal
d. Diamkan selama satu minggu
e. Amati volume endapan yang terjadi
f. Hitung sedimentasi ratio dengan membandingkan volume endapan
yang terjadi terhadap volume suspensi mula-mula
g. Volume endapan yang diperoleh setelah suspensi didiamkan selama
satu minggu adalah 11 ml.
h. Volume suspensi mula-mula adalah 50 ml.
10,5
i. Jadi, sedimentasi ratio, F = 0,21
50
2. Pengocokan
Syaratnya, setelah dikocok zat mudah didispersikan kembali.
3. Aliran
Syaratnya adalah suspensi mudah dituang.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Suspensi yang diformulasikan sebanyak 60 ml, dilakukan uji sedimantasi
ratio didapat volume sedimen:

F = =

= 0,48 ml
Jadi, volume sedimentasi sediaan suspensinya adalah 0,48 ml dari total
volume yang di uji yaitu 50 ml.
Dilakukan uji pengocokan, sedimen yang terbentuk tidak dapat terdispersi
kembali ke dalam pembawa, membentuk cake dan suspensi tersebut tidak
stabil atau rusak dalam penyimpanan.
B. Pembahasan
Suspensi yang dibuat dalam praktikum ini merupakan suspensi oral, yakni
sediaan cair yang mengandung partikel padat yang tidak larut. Partikel tidak
larutnya adalah magnesii hidroksida dan aluminium hidroksida kemudian
terdispersi ke dalam musilago yang dibuat dengan campuran CMC Na dan
tween 80, lalu ditambahkan sirup simplex untuk memberikan rasa manis,
terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma (dalam hal ini ol.met.pip)
yang ditujukan untuk penggunaan oral. Suspensi ini digunakan pada pasien
yang menderita ulkus/borok lambung. Suspensi yang diperoleh dari hasil
praktikum ini berwarna putih seperti susu.
Dari hasil metode sedimentasi ratio, volume suspensi mula-mula sebesar 50
ml dan hasil dari suspensi yang telah didiamkan selama tiga hari, diperoleh
volume endapan sebesar 24 ml. Artinya, sedimentasi rationya adalah sebesar :

F = =

= 0,48 ml

Dengan F = 0,48 ml artinya volume endapan yang terbentuk rendah


sehingga terbentuk cake yang keras. Sifat suspensi yang demikian termasuk ke

15
dalam kategori suspensi yang tidak baik karen ikatan antar partikel terdispersa
sangat kuat sehingga sukar didispersikan kembali.
Dari hasil evaluasi dengan metode pengocokan, endapan yang terbenuk
tidak dapat didispersikan kembali setelah dikocok. Hal ini disebabkan partikel
suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya, sedimentasi yang
terjadi lambat, masing-masing partikel mengendap terpisah dan partikel
berada dalam ukuran paling kecil, akhirnya sedimen akan membentuk cake
yang keras dan sukar terdispersi kembali. Stabilitas suspensi didefinisikan
sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap
terdistribusi merata. Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah
tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada
kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk
agregasi dan selanjutnya membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut
caking (Syamsuni, 2006).

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Prinsip pembuatan suspensi adalah zat padat yang tidak larut
disuspensikan dengan penambahan suspending agent. Bila zat padat
hidrofobik maka dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah (wetting
agent), kemudian dihomogenkan dengan suspending agent.
2. Bahan-bahan pembantu untuk pembuatan suspensi adalah suspending
agent, dan wetting agent untuk bahan padat yang hidrofobik.
3. Cara pembuatan suspensi bahan padat yang tidak larut disuspensikan
dengan penambahan suspending agent. Untuk zat padat yang bersifat
hidrofobik dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah (wetting agent),
baru dihogenkan dengan suspending agent. Tambahkan aqua dalam jumlah
tertentu,digerus sampai diperoleh massa seperti bubur dan diencerkan
dengan sirup.
4. Tipe suspensi yang dibuat adalah deflokulasi.
5. Pada suspensi tipe flokulasi,pengendapan terjadi dengan cepat dan volume
endapannya besar. Endapan yang terjadi longgar sehingga mudah
didispersikan kembali.
6. Sedangkan suspensi tipe deflokulasi,pengendapan cukup lambat dan
volume endapan rendah (endapan = caking). Endapan yang terjadi kaku
dan ikatannya kuat sehingga sukar didispersikan kembali.
B. Saran
1. Sebaiknya pada pratikum selanjutnya dapat mencoba suspending agen lain
seperti PGS, Tragakan, Nastrosol, HBr, untuk membandingkan hasil
suspensinya
2. Diharapkan untuk pratikum selanjutnya dapat melakukan uji evaluasi
suspensi lebih lengkap, misalnya uji keseragaman partikel dan uji
redispersi
3. Diharapkan untuk pratikum selanjutnya dapat membuat sediaan suspensi
kering, atau dry sirup untuk membandingkan kestabilannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Halaman 149-152
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Halaman 141-155
Departemen Kesehatan RI., (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta.
Halaman 17-18
Emilia, Wintari Taurina dan Andhi Fahrurroji. 2013. Formulasi Dan Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Natrosol Hbr
Sebagai Bahan Pensuspensi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura. http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0CG
IQFjAH&url=http%3A%2F%2Fportalgaruda.org
%2Fdownload_article.php%3Farticle%3D111591%26val
%3D5160&ei=VikwU5z5NcK3rAfi7IGYCw&usg=AFQjCNHt9ZbrMfK_
KPyJy-tQBNv4xTJsTA
Lachman, dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Universitas
Indonesia : Jakarta
Syamsuni, H. A., (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Halaman 135-145.

18

Anda mungkin juga menyukai