Chapter 13 Kewajiban Lancar, Provisi, Dan Kontijensi
Chapter 13 Kewajiban Lancar, Provisi, Dan Kontijensi
KEWAJIBAN LANCAR
Kewajiban lancar diartikan sebagai kemungkinan pengorbanan masa
depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban perusahaan
pada masa sekarang untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa
kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau
kejadian pada masa lalu. Suatu hal dapat dikategorikan sebagai sebuah
kewajiban apabila memenuhi tiga karakteristik utama, (i) merupakan
kewajiban saat ini yang memerlukan penyelesaian dengan kemungkinan
transfer masa depan atau penggunaan kas, barang, atau jasa, (ii)
merupakan kewajiban yang tidak dapat dihindari (iii) transaksi atau
kejadian lainnya yang menciptakan kewajiban itu harus telah terjadi di
masa lalu. Pengklasifikasian kewajiban dibagi menjadi kewajiban lancar
dan kewajiban jangka panjang.
Aktiva lancar adalah kas atau aktiva bentuk lainnya yang dapat
diharapkan untuk dikonversi menjadi kas, dijual, atau digunakan dalam
operasi selama satu periode tertentu. Berbeda dengan aktiva lancar,
kewajiban lancar memiliki pengertian sebagai kewajiban yang likuidasinya
diperkirakan memerlukan penggunaan sumber daya yang ada yang
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, atau penciptaan kewajiban lancar
lainnya dalam satu siklus operasi atau periode tertentu. Beberapa jenis
kewajiban lancar adalah sebagai berikut:
1. Utang Usaha
Utang usaha adalah saldo yang terutang kepada pihak lain atas
barang, atau jasa yang dibeli secara kredit. Utang jenis ini muncul karena
adanya kesenjangan waktu antara penerimaan jasa atau akuisisi hak
aktiva dan pembayaran atas aktiva tersebut. Periode pelunasan kredit ini
biasanya berkisar antara 30 sampai dengan 60 hari.
2. Wesel Bayar
Definisi dari wesel bayar adalah janji tertulis untuk mebayar
sejumlah uang pada suatu tanggal tertentu di masa depan dan dapat
berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi dengan bentuk
lainnya. Utang jenis ini diperlukan sebagai bagian dari transaksi
pembelian atau penjualan sebagai pengganti perluasan kredit yang
normal atau kredit lisan, sementara wesel bayar kepada bank berasal dari
pinjaman kas atau uang tunai. Wesel bayar dapat diklasifikasikan menjadi
wesel jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan periode
pelunasannya, dan diklasifikasikan menjadi wesel berbunga dan tanpa
bunga berdasarkan unsur bunga yang melekat pada wesel tersebut.
5. Utang Dividen
Utang dividen memiliki pengertian sebagai jumlah yang terutang
oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya sebagai hasil dari
otorisasi dewan komisaris atau direksi. Pada tanggal pengumuman,
perusahaan menempatkan pemegang saham sebagai kreditor ats
sejumlah dividen. Dividen digolongkan menjadi kewajiban lancar karena
dividen akan dibayar pada satu tahun berikutnya setelah pengumuman
kepada para pemegang saham.
c. Perjanjian Bonus
Perusahaan-perusahaan besar memberikan bonus kepada semua
karyawannya sebagai tambahan atas gaji atau upah regular mereka. Dan
jumlah bonus tersebut bergantung kepada laba tahunan perusahaan
terkait. Pembayaran bonus kepada karyawan dapat dianggap sebaagi
tambahan upah dan harus dimasukkan sebagai pengurang dalam
menentukan laba bersih tahun berjalan.
B. PROVISI
Provisi merupakan kewajiban yang jumlah dan waktunya belum pasti
terjadi. Perbedaan provisi dengan kewajiban lancar yaitu waktu dan
jumlahnya yang belum pasti tersebut. Provisi diakui perusahaan beban
dan kewajiban provisi apabila perusahaan tersebut memiliki obligasi
sekarang sebagai hasil dari obligasi pada masa lalu, perkiraan yang
reliable dapat dibuat dari jumlah obligasi, dan perusahaan dapat
melakukan estimasi yang handal atas jumlah maupun waktu dari
kewajiban provisinya.
Perusahaan mengetahui terlebih dahulu kejadian masa lalu yang
mengakibatkan adanya kewajiban timbul pada masa sekarang. Namun
dalam kasus tertentu, dibutuhkan pendapat ahli untuk menentukan
kewajiban kini yang timbul. Contohnya adalah untuk kasus hukum,
diperlukan pendapat seorang kuasa hukum untuk menentukan jumlah
kewajiban dan kemungkinan kerugian yang dihadapi pada pengadilan.
Beberapa contoh provisi adalah sebagai berikut :
1. Perkara Pengadilan, Klaim dan Pengenaan
Dalam menentukan keharusan suatu kewajiban dicatat terkait
dengan perkara pengadilan yang ditunda dan yang mengancam, dan
klaim aktual harus dipertimbangkan periode waktu ketika terjadinya
penyebab tindakan yang mendasari perkara tersebut, kemungkinan hasil
yang merugikan, dan kemampuan untuk membuat perkiraan yang relevan
terkait jumlah kerugian yang akan ditimbulkan.
4. Kewajiban Lingkungan
Setiap perusahaan, teruatama industry eksplorasi sumber daya
alam harus mematuhi kode etik tanggung jawab social, dalam hal ini
tanggung jawab yang berwawasan lingkungan seperti pengolahan limbah,
konservasi hutan, dan kegiatan sebagainya. Meskipun pengaruhnya tidak
signifikan terhadap operasi perusahaan, namun biaya yang dikeluarkan
tidaklah kecil. Sehingga kewajiban yang ditimbulkan juga sangat besar.
Selain itu, untuk industry-industri semacam itu, pembangunan dan
operasi aktiva-aktiva berjangka panjang melibatkan kewajiban masa
penghentian aktiva yang telah habis umur manfaatnya. Perusahaan
berkewajiban terhadap biaya-biaya yang bersangkutan dengan
penghentian aktiva tersebut. Perusahaan tidak boleh mencatat biaya
penghentian aktiva yang dikapitalisasi tersebut pada akun terpisah.
5. Asuransi Sendiri
Risiko umum tidak dicatat sebagai sebuah kerugian kontijensi. Sama
halnya seperti risiko yang mungkin terjadi di masa depan terhadap
penyisihan reparasi aktiva. Karena, pos-pos tersebut tidak sesuai dengan
definisi sebuah kewajiban karena berasal dari transaksi yang mungkin
terjadi di masa depan. Contohnya adalah polis asuransi sendiri yang
dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi risiko yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan oleh asuransi biasa. Sehingga, asuransi sendiri ini
tidak digolongkan dalam asuransi pada umumnya, melainkan
penanggungan risiko dan akan menjadi beban bagi perusahaan. tidak
seperti perusahaan asuransi secara umum yang memiliki kewajiban
terhadap kerugian pemegang polis, perusahaan yang menerapkan
asuransi sendiri ini tidak memiliki kewajiban terhadapn asuransi sendiri
tersebut. Sehingga, tidak ada kewajiban pada saat sebelum atau sesudah
terjadinya risiko yang diperkirakan pada masa lalu tersebut.
7. Restrukturisasi
Restrukturisasi membuat kewajiban konstruktif berupa pembayaran
pesangon untuk karyawan yang di-PHK. Perusahaan harus mencatat
provisi atas kewajiban konstruktif apabila perusahaan memiliki
perencanaan terkait restrukturisasi sebelumnya dalam hal bisnis atau
bagian usaha yang akan ditutup, lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah
tenaga kerja yang diberikan kompensasi atas pemutusan hubungan kerja,
dan seluruh pengeluaran yang akan terjadi ketika rencana tersebut
direalisasikan
C. KONTIJENSI
Kontijensi adalah kondisi dimana terjadi ketidakpastian mengenai apakah
kewajiban untuk mentransfer kas atau aktiva yang lain telah timbul dan
atau jumlah yang akan diminta untuk melunasi kewajiban tersebut. Atau
dalam arti yang lebih luas, kontijensi adalah suatu atau serangkaian
kondisi atau situasi, yang melibatkan ketidak pastian mengenai
keuntungan atau kerugian bagi perusahaan yang pada akghirnya akan
diketahui ketika satu atau lebih kejadian di masa depan terjadi atau tidak
terjadi.
Keuntungan kontijensi adalah klaim atau hak untuk menerima aktiva yang
keberadaannya tidak pasti, akan tetapi pada akhirnya mungkin akan
menjadi sah. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah :
1. Penerimaan yang mungkin atas uang dari hadiah, sumbangan, bonus,
dan lain-lain.
2. Kemungkinan pengembalian dana dari pemerintah atas kelebihan
pajak.
3. Penundaan kasus pengadilan yang hasilnya mungkin akan
menguntungkan.
4. Kerugian pajak yang dikompensasi ke depan.
Sementara itu, kerugian kontijensi melibatkan kemungkinan terjadinya
kerugian. Kewajiban yang terjadi sebagai akibat dari kerugian kontijensi
adalah pengertian dari kewajiban kontijensi. Kewajiban kontijensi
bergantung pada terjadi atau tidaknya satu atau lebih kejadian di masa
depan untuk mengkonfirmasi jumlah utang, pihak yang dibayar, dan
tanggal pembayarannya. Seuatu estimasi kerugian dari kerugian
kontijensi harus diakrualkan dengan membebankannya ke beban dan
kewajiban dicatat hanya jika informasi yang tersedia sebelum penerbitan
laporan keuangan menunjukkan bahwa kemungkinan besar suatu
kewajiban telah terjadi pada laporan keuangan dan apabila jumlah
kerugian dapat diestimasi secara rasional.