BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki.
Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar
yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri
(Potter dan Patricia, 1997).
Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia (KDM) yang dapat
digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada
saat memberikan perawatan. Beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih
mendasar daripada kebutuhan lainnya. Oleh karana itu beberapa kebutuhan
harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia seperti
makan ,air, keamanan dan cinta merupakan hal yang penting bagi manusia.
Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia tersebut dapat digunakan
untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia dalam
mengaplikasikan ilmu keperawatan di dunia kesehatan. walaupun setiap orang
mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik, setiap orang mempunyai
kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi
menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit.
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut maslow adalah sebuah teori yang
dapat digunakan perawat untuk memahami hunbungan antara kebutuhan dasar
manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut teori ini, beberapa
kebutuhan manusia tertentu lebih dari pada kebutuhan lainnya; oleh karena itu,
beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lain.
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
kebutuhan fisiologis seperti: udara, air dan makanan. Tingkatan yang kedua
meliputi kebutuhan keselamatan dan keamanan, yang melibatkan keamanan
fisik dan psikologis. Tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan cinta dan rasa
memiliki, termasuk persahabatan, hubungan sosial dan cinta seksual. Tingkatan
yang keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri, yang
melibatkan percaya diri, merasa berguna, penerimaan dan kepuasan diri.
Tingkatan yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut teori Maslow seseorang yang seluruh kebutuhannya terpenuhi
merupakan orang yang sehat, dan sesorang dengan satu atau lebih kebutuhan
yang tidak terpenuhi merupakan orang yang berisiko untuk sakit atau mungkin
tidak sehat pada satu atau lebih dimensi manusia.
Hal-hal yang mendasari pemahaman KDM, manusia sebagai bagian integral
yang berintegrasi satu sama lainnya dalam motivasinya memenuhi kebutuhan
dasar (fisiologis, keamanan,kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri). Setiap
kebutuhan manusia merupakan suatu tegangan integral sebagai akibat dari
perubahan dari setiap komponen sistem. Tekanan tersebut dimanifestasikan
dalam perilakunya untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan sampai
terpenuhinya tingkat kepuasan klien.
Dasar kebutuhan manusia adalah terpenuhinya tingkat kepuasan agar
manusia bisa mempertahankan hidupnya. Peran yang utama adalah memenuhi
kebutuhan dasar manusia dan tercapainya suatu kepuasan bagi diri sendiri serta
kliennya, meskipun dalam kenyataannya dapat memenuhi salah satu dari
kebutuhan membawa dampak terhadap perubahan system dalam individu
(biologis, intelektual, emosional, social, spiritual, ekonomi, lingkungan,
patologi dan psikopatologi).
Maslow memiliki konsep fundamental unil dari teorinya, yaitu : Manusia
dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh
spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah.
Kebutuhan-kebutuhan itu juga bersifat psikologis, bukan semata-mata
fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia, hanya saja
mereka itu lemah, mudah diselewengkan dan dikuasai proses belajar, kebiasaan
atau tradisi yang keliru. Kebutuhan dasar tersebut tersusun secara hierarki
dalam strata yang bersifat relatif, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (Faali/Phsyologic Needs)
2. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan ( Safety & Security Needs)
5
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki ( Love and Belonging Needs)
4. Kebutuhan akan penghargaan (Esteen Need)
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri ( Self Actualization Need)
Kebutuhan-kebutuhan ini senantiasa muncul, meskipun dimungkinkan tidak
secara berurutan. Dalam pengertian, bahwa kebutuhan yang paling dasar akan
muncul terlebih dahulu dan mendesak untuk dipenuhi, dan jika kebutuhan ini
sudah terpenuhi akan muncul kebutuhan berikutnya yang juga menuntut untuk
dipenuhi. Namun dimungkinkan ada sebagian kecil orang yang kebutuhan
dasarnya berbeda struktur hierarkinya disbanding dengan yang lain. Misalnya
orang yang memiliki keyakinan tertentu akan memilih kelaparan dari pada
harus menghilangkan keyakinannya. Seperti kisah Amar bin Yasir yang lebih
memilih disiksa oleh kafir Qurais daripada berpindah keyakinan, karena dia
tidak butuh menyembah berhala.
B. Kebutuhan Memiliki dan Dimiliki
Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (Love and Belonging Needs),
ketika kebutuhan fisik akan makan, papan, sandang berikut kebutuhan
keamanan telah terpenuhi, maka seseorang beralih ke kebutuhan berikutnya
yakni kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (love and belonging needs).
Dalam hal ini seseorang mencari dan menginginkan sebuah persahabatan,
menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti
mencari kekasih atau memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya
kebutuhan ini setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.
Manusia secara umum membutuhkan perasaan dicintai oleh keluarga,
diterima oleh teman sebaya dan oleh masyarakat.
Kebutuhan ini meningkat setelah kebutuhan fisiologik dan keselamatan
terpenuhi. Di RS klien terikat dengan aturan, rutinitas, pembatasan lingkungan
dan jam berkunjung. Kemudian ada teori kasih sayang (attachment theory)
Bowlby (1980) menggambarkan pengalaman berkabung. Kasih sayang, suatu
perilaku berdasarkan naluri, menyebabkan perkembangan ikatan kasih sayang
antara anak dan perawat primer mereka. Ikatan hubungan ada dan aktif
sepanjang siklus kehidupan, dan individu selanjutnya akan menyamakannya
dengan individu dalam hubungan yang lain. Perilaku kasih sayang menjamin
ketahanan hidup karena hal itu menjaga individu dekat dengan semua yang
menawarkan cinta, perlindungan, dan dukungan.
C. Konsep Diri
6
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalalm
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Selain itu konsep
diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Beck, Willian dan Rawlin, 1986).
Perilaku klien dengan gangguan konsep diri:
1. Perilaku yang adaptif :
a. Syok Psikologis
Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat
terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai
reaksi terhadap ansietas. Mekanisme koping yang digunakan seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan diri.
b. Menarik Diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi
karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional.
Klien menjadi tergantung, pasif, tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau
berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi
dengan gambaran diri yang baru.
2. Perilaku yang maladaptif
a. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
b. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
c. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
d. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
e. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
f. Mengungkapkan keputusasaan.
g. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
h. Depersonalisasi.
i. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
Adapun untuk asuhan keperawatan pada masalah konsep diri dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap masalah konsep diri adalah persepsi diri atau pola
konsep diri, pola berhubungan atau peran, pola reproduksi, koping terhadap
stres, serta adanya nilai keyakinan dan tanda-tanda ke arah perubhan fisik,
seperti kecemasan, ketakutan, rasa marah, rasa bersalah, dan lain-lain.
2. Diagnosa Keperawatan
7
1) Mengenal diri sendiri sebagai bagian dari tubuh dan terpisah dengan
orag lain.
2) Mengakui seksualitasnya sendiri.
3) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
4) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian di masyarakat.
d. Meningkatkan atau memperbaiki peran pasien, dengan cara:
1) Membantu meningkatkan kejelasan perilaku dan pengetahuan yang
sesuai dengan peran.
2) Mempertahankan konsistensi terhadap peran yang dilakukan.
3) Menyesuaikan antara peran yang diemban.
4) Menyelaraskan antara budaya dan harapan terhadap perilaku peran.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah konsep diri secara umum dapat dinilai dari
kemampuan untuk menerima diri, menghargai diri, melakukan peran yang
sesuai, dan mampu menunjukan identitas diri.
D. Masalah Kehilangan dan Berduka
Sejak lahir sampai meninggal, kita membentuk hubungan dan menderita
karena kehilangan. Kita membangun kebebasan dari individu dewasayang
membesarkan kita, mulai dan meninggalkan sekolah, mengubah teman,
memulai karier dan membentuk hubungan baru. Nilai-nilai yang dipelajari
dalam satu keluarga, komunitas keagamaan, masyarakat dan budaya akan
membentuk apa yang dianggap seseorang sebagai kehilangan dan bagaimana
merasakan duka (Hooyman dan Kramer). Individu mengalami kehilangan
ketika individu lain, pengontrolan, bagian tubuh, lingkungan yang dikenal, atau
perasaan diri sudah berubah atau tidak ada lagi.
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian atau keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga
terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak
lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon
individu terhadap kehilangan sebelumnya. Perubahan kehidupan bersifat alami
dan biasanya bersifat positif. Kita belajar berharap bahwa sebagian besar dari
rasa kehilangan yang diperlukan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang
9
berbeda atau lebih baik. Namun, beberapa rasa kehilangan menyebabkan kita
mengalami perubahan permanen dalam hidup kita dan mengancam perasaan
kita tentang kepemilikan dan keamanan. Kematian seseorang yang kita cintai,
perceraian, atau kehilangan kebebasan akan mengubah hidup kita selamanya
dan secara signifikan mengganggu kesehatan fisik, psikologis,, dan spiritual.
Kehilangan maturasional (maturasional losses) adalah suatu bentuk dari
kehilangan yang penting dan melibatkan semua harapan hidup yang secara
normal berubah disepanjang kehidupan. Rasa kehilangan maturasional
berhubungan dengan transisi kehidupan yang normal akan membantu individu
mengembangkan keterampilan beradaptasi untuk digunakan ketika mengalami
rasa kehingan yang tidak direncakan, tidak diinginkan, atau tidak diharapkan.
Teori dari proses berduka, tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya
dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap
perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1. Fase I
Shock dan tidak percaya, seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara
fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.
2. Fase II
Berkembangnya kesadaran, seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3. Fase III
Restitusi, berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian
yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan
seseorang.
4. Fase IV
10
bereavement
Reorganization / the Penerimaan Reorganization and Akomodasi
out come restitution
Beberapa rasa kehilangan terlihat tidak diperlukan dan bukan merupakan
bagian dari pengalaman pendewasaan yang diharapkan. Secara tiba-tiba,
kejadian eksternal yang tidak diperkirakan menyebabkan rasa kehilangan
situasional. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasa. Rasa kehilangan
aktual (actual loss) terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi merasakan,
mendengar, atau mengenali seseorang atau objek. Contohnya antaralain:
kehilangan bagian tubuh, kematian anggota keluarga, atau kehilangan
pekerjaan. Rasa kehilangan yang dirasa (perceived losses) didefinisikan secara
unik oleh seseorang yamg mengalami rasa kehilagan dan bersifat tidak begitu
jelas bagi individu lain. Sebagai contoh, beberapa individu merasakan
penolakan dari teman, atau rasa kehilangan kepercayaan atau status dalam
kelompok. Kemudian untuk jenis kehilangan adalah sebagai berikut.
1. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam)
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat
dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan)
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergin anggota keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan)
4. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik)
5. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau
diri sendiri)
Selanjutnya adapun untuk dampak yang ditimbulkan akibat kehilangan
antara lain:
1. Pada masa anak-anak kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk
berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan
disintegrasi dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup,
dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat
hidup orang yang ditinggalkan.
12
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal, masa berkabung seolah-olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat di akui
secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.
Bowbly menggambarkan empat fase berkabung. Sama dengan teori tahap
berduka yang lain, individu dapat kembali dan meneruskan antara dua fase
manapun dalam merespons rasa kehilangan.
1. Mati rasa (numbing), fase berkabung yang paling singkat, berlangsung dari
beberapa jam sampai satu minggu atau lebih. Individu yang berduka
menggambarkan fase ini sebagai perasan yang menyebabkan pingsan atau
tidak nyata.
2. Kerinduan dan pencarian (yearning and searching), mati rasa melindungi
individu dari dampak penuh akibat rasa kehilangan. Ledakan kesedihan
yang bersifat emosional dan tekanan akut merupakan karakteristik dari fase
kedua kehilangan. Gejala fisik yang banyak ditemukan dalam fase ini antara
lain: sesak didada dan tenggorokan, nafas yang pendek, perasaan lesu, sulit
tidur dan tidak nafsu makan. Individu juga mengalami kerinduan dari dalam
yang hebat terhadap individu atau objek yang hilang. Fase ini dapat
berlangsung selama berbulan-bulan atau lebih panjang lagi.
3. Kekacauan dan keputusasaan (disorganization and despair), seorang
individu akhirnya memeriksa bagaimana dan mengapa kehilangan terjadi
atau mengungkapkan kemarahan pada seseorang yang sepertinya
bertanggung jawab terhadap rasa kehilangan tersebut. Individu yang
berduka menceritakan kembali kisah kehilangan tersebut berulang kali.
Secara bertahap, indivudu menyadari bahwa kehilangan tersebut bersifat
permanen.
4. Reorganisasi, yang biasanya memakan waktu satu tahun atau lebih, individu
mulai menerima perubahan, menerima peran yang belum dikenal,
membutuhkan keterampilan baru, dan membangun hubungan baru. Individu
17
Ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk, klien merasa
terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien
banyak berdiam diri dan menyendiri.
5. Acceptance (penerimaan)
Reaksi psikologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah
pada keadaan atau putus asa.
Menurut Rando (1984) ada tiga kebutuhan utama klien menjelang ajal yaitu
pengendalian nyeri, pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan
ansietas, perawat dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan
tentang pilihan perawatan yang diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan klien dan keputusan bersama. Hal
ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak mampu membuat
keputusan.
Faktor psikososial, peran perawat adalah mengamati perilaku pasien
terminal, mengenali pengaruh kondisi terminal terhadap perilaku, dan
memberikan dukungan yang empatik. Perawat harus mengkaji bagaimana
interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien
cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan
sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidak yakinan dan keputus
asaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanmda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan
sosial, bisa dari teman dekat, kerabat atau keluarga untuk selalu menemani
klien.
Faktor spiritual, perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya. Perawat juga harus mengetahui saat-saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat terkhirnya.
Asuhan keperawatan pada masalah menejelang kematian dan kematian antara
lain.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antaralain adanya tanda klinis saat menghadapi
kematian (sekarat), seperti perlu dikaji adanya hilangnya tonus otot, relaksasi
otot wajah, kesulitan untuk berbicara, kesulitan menelan, penurunan aktivitas
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kematian merupakan bagian dari kebutuhan memiliki dan dimiliki dimana
individu mengalami proses kehilangan dan berduka. Dalam hidupnya juga
setiap individu pasti akan mengalami kematian, adapun dalam melewati proses
menjelang kematian tersebut manusia akan dihadapkan pada masalah
fisiologis, psikologis, sosial dan spiitual yang dapat menjadi strsor. Akan tetapi
perawat sebagai komponen dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
memiliki peran yang sangat penting dalam meminimalisir masalah yang
mungkin timbul saat terjadi kehilangan, duka dan menjelang kematian pada
pasien. Oleh sebab itu asuhan keperawatan yang optimal adalah tugas seorang
perawat.
B. Saran
Adapun saran dalam materi kebutuhan memiliki dan dimiliki adalah seorang
perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang dapat meminimalisir stres
akibat tekanan baik kehilangan, berduka maupun menjelang kematian sehingga
tercapai kenyaman, ketenangan bahkan kematian yang damai.