PENDAHULUAN
Sirosis hati suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan cedera hati
kronik yang dapat pulih kembali meskipun belum diketahui secara pasti derajat
fibrosis yang masih reversibel. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh
Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang
artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau
kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal
hati fulminan (fulminant hepatic failure) dan dapat disebabkan hepatitis virus
(virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides
atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai
bahwa berdasarkan diagnosis klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati
yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8,4% di
Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara
keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat, meskipun belum ada data resmi tentang sirosis hati di
Indonesia.6,11
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Keluhan Utama
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-)
2.2 Pemeriksaan Fisik
Nadi : 100x/i
Status Gizi : BB = 68 Kg
TB = 150 cm
Kepala / Leher
Umum
Kornea : Normal
Eksoftalmus : (-/-)
Hidung
Sekret : (-/-)
Epistaksis : (-/-)
Telinga
Bentuk : Normal
Leher
Thorax
Umum
Ginekomasti (-)
Pulmo : I = bentuk dada simetris, gerak napas simetris, retraksi ICS (-)
Abdomen
(-)
Ekstremitas
4 4
Superior Inferior
Ekstremitas hangat Ekstremitas hangat
USG
2.3 Diagnosis
Sirosis Hepatis
2.4 Penatalaksanaan
2.5 Prognosis
2.6 Follow Up
Prosogan mg 30 vial/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
Lesipar 1 x 300mg
H+2 S = Perut terasa penuh (+) mual (+) muntah (+) IVFD NaCL 10gtt/i
napas terasa berat () susah tidur (+) lemas (+)
02/11/2016 nafsu makan (-) sakit kepala (+) nyeri epigastrik Inj. Ceftriaxone gr 1 vial/12j
(+) BAB (-11hari) BAK (+)
Prosogan mg 30 vial/12j
Lasix mg 20 amp/H
O= CM, TD:190/80 mmHg, N: 83x/i, RR: 21x/i;
ST: 35,7oC, BU () KP (/) Ikterik (+/+) Asites Ondansetron mg 4 amp/12j
(+) Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (+/+)
Kalnex mg 50 amp/12j
Lactulosa Syr 3 x 1
H+3 S = Perut terasa penuh () mual (+) muntah (+) Three Way
napas terasa berat () susah tidur (+) lemas (+)
03/11/2016 nafsu makan (-) sakit kepala (+)nyeri epigastrik (+) IVFD Aminoleban/H
BAB (-12hari) BAK (+)
Inj. Ceftriaxone gr 1 vial/12j
Prosogan mg 30 vial/12j
O= CM, TD:160/80 mmHg, N: 68x/i, RR: 16x/i;
ST: 36,3oC, BU () KP (/) Ikterik (/) Asites Lasix mg 20 amp/H
() Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Ondansetron mg 4 amp/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
Orl. Spironolacton 2 x 25mg
Lesipar 1 x 300mg
Urdahex 1 x 250mg
Lactulosa Syr 3 x 1
Prosogan mg 30 vial/12j
O= CM, TD:180/90 mmHg, N: 64x/i, RR: 18x/i;
ST: 36,6oC, BU (+) KP (-/-) Ikterik (/) Asites () Lasix mg 20 amp/H
Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Ondansetron mg 4 amp/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
Orl. Spironolacton 2 x 25mg
Lesipar 1 x 300mg
Urdahex 1 x 250mg
Lactulosa Syr 3 x 1
Amlodipin 1 x 10mg
H+5 S = Perut terasa penuh () mual (-) muntah (-) Three Way
napas terasa berat () susah tidur (-) lemas ()
05/11/2016 nafsu makan (+) sakit kepala (-) nyeri epigastrik IVFD Aminoleban/H
() BAB (+ hitam) BAK (+)
Inj. Ceftriaxone gr 1 vial/12j
Prosogan mg 30 vial/12j
O= CM, TD:120/60 mmHg, N: 82x/i, RR: 20x/i;
ST: 36,4oC, BU (+) KP (-/-) Ikterik (/) Asites () Lasix mg 20 amp/H
Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Ondansetron mg 4 amp/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
Orl. Spironolacton 2 x 25mg
Lesipar 1 x 300mg
Urdahex 1 x 250mg
Lactulosa Syr 3 x 1
Amlodipin 1 x 10mg
H+6 S = Perut terasa penuh () mual (-) muntah (-) Three Way
napas terasa berat () susah tidur (-) lemas ()
06/11/2016 nafsu makan (+) sakit kepala (-) nyeri epigastrik IVFD Aminoleban/H
() BAB (+) BAK (+)
Inj. Ceftriaxone gr 1 vial/12j
Prosogan mg 30 vial/12j
O= CM, TD:120/70 mmHg, N: 78x/i, RR: 16x/i;
ST: 37oC, BU (+) KP (-/-) Ikterik (/) Asites Lasix mg 20 amp/H
() Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Ondansetron mg 4 amp/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
Orl. Spironolacton 2 x 25mg
Lesipar 1 x 300mg
Urdahex 1 x 250mg
Lactulosa Syr 3 x 1
Amlodipin 1 x 10mg
H+7 S = Perut terasa penuh () mual (-) muntah (-) Three Way
napas terasa berat (-) susah tidur (-) lemas () nafsu
07/11/2016 makan (+) sakit kepala (-) nyeri epigastrik () IVFD Aminoleban/H
BAB (-) BAK (+)
Inj. Ceftriaxone gr 1 vial/12j
Prosogan mg 30 vial/12j
O= CM, TD: 90/50 mmHg, N: 68x/i, RR: 16x/i;
ST: 36,4oC, BU (+) KP (-/-) Ikterik (/) Asites Lasix mg 20 amp/H
() Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Ondansetron mg 4 amp/12j
Kalnex mg 50 amp/12j
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
Orl. Spironolacton 2 x 25mg
Lesipar 1 x 300mg
Urdahex 1 x 250mg
Lactulosa Syr 3 x 1
H+8 S = Perut terasa penuh () mual (-) muntah (-) Spironolacton 1 x 100mg
napas terasa berat (-) susah tidur (-) lemas () nafsu
08/11/2016 makan (+) sakit kepala (-) nyeri epigastrik () Amlodipin 1 x 10mg
BAB (+) BAK (+)
Lasix 1 x 40mg
Fasorbid 1 x 5mg
O= CM, TD: 90/50 mmHg, N: 68x/i, RR: 16x/i;
ST: 36,4oC, BU (+) KP (-/-) Ikterik (/) Asites Mertigo SR 2 x 6mg
() Ro(-/-) Wh (-/-) Venektasi (-) ET (/)
Omeprazole 2 x 20mg
Domperidon 3 x 10mg
A = Asites ec. Sirosis Hepatis
P = Pasien PBJ
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat perubahan jaringan ikat
3.2 Prevalensi
kematian pada tahun 2007 dan rata-rata angka mortalitas 9,7 per 100.000 orang
di Amerika (Starr & Rainess, 2011) sedangkan rata-rata prevalensi sirosis hati
Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat
Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-
783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling
Indonesia sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan
(Perz, Armstrong, Farrington, Hutin, & Bell, 2006). South East Asia Regional
Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia
alkohol dan infeksi virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering (Starr
1 2 3
Waktu Protrombin
penyakit hati least severe, kelas B (7-9 poin) mengindikasikan penyakit hati
Hanya salah satu. Pemanjangan waktu protrombin atau INR yang digunakan.
3.4 Patogenesis
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran
histologis sirosis hati sama atau hampir sama (Price & Wilson, 2006)
peranan sel stelata (stellate cell) yang berperan dalam keseimbangan matriks
ekstraseluler dan proses degradasi. Jika terpapar faktor tertentu secara terus
menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik) maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen dan jika terus berlangsung maka jaringan
hati normal akan diganti oleh jaringan ikat septa bisa dibentuk dari sel retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap
retikuloendotel, terjadi abrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen yang aselular
pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung etiologi
daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T
aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
3.5 Diagnosis
Pasien dengan sirosis biasanya akan tampak gejala dan tandanya baik dari
penyakit sirosis itu sendiri ataupun dari komplikasinya (Starr & Rainess, 2011)
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas manifestasi klinis pada
1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises
5. Spider naevi
6. Eritema palmaris
hampir semua jenis sirosis memiliki gambaran klinis yang sama. Masa ketika
perubahan patologis yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang
timbul menyadarkan akan kondisi ini dan dalam waktu yang sama terjadi
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak sehat, merasa kurang
kadang mencret atau konstipasi, berat badan menurun, kelemahan otot dan
perasaan cepat lelah akibat deplesi protein (Price & Wilson, 2006). Keluhan
dan gejala tersebut tidak banyak bedanya dengan pasien hepatitis kronik aktif
tanpa sirosis hati dan tergantung pada luasnya kerusakan parenkim hati
(Sjaifoelah, 1996).
Fase Dekompensasi
Manifestasi klinis pasien sirosis pada fase dekompensasi secara garis besar
terlihat pada kulit terutama di bagian leher, dada, dan bahu. Spider
nevy, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, serta
merupakan bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita dan
toksin.
retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
daerah ini tidak setinggi tekanan pada esophagus karena jarak yang
lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
c) Pemeriksaan CHE. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun.
protrombin.
f) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan
g) Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBS Ag/ HBS Ab,
Pada pemeriksaan darah, saat ini dapat ditentukan apakah pada pasien
mengalami sirosis atau tidak dengan menghitung dengan rumus P2/MS yakni
ratio jumlah platelet dan fraksi monosit serta fraksi segmentasi neutrofil.
9 2
Jumlah Platelet(10 / L)
P2/MS=
Fraksi monosit ( ) x Segmented Neutrofil Fraction()
Keterangan.
Untuk indikator sirosis hepatis bila nilai P2/MS < 45.0 maka berarti ada
sirosis hepatis, bila nilai > 60.0 berarti tidak ada sirosis hepatis. Untuk
indikator fibrosis yang signifikan, bila nilai P2/MS <62.0 berarti ada fibrosis
signifikan, namun bila nilai > 115.0 berarti tidak ada fibrosis signifikan
2. Pemeriksaan AFP
Pemeriksaan AFP penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi kearah keganasan. Nilai AFP > 500 1000 mempunyai nilai
3.8 Penatalaksanaan
1 Simptomatis
2 Supportif, yaitu :
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan
3 Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
istirahat
diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan
diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal
Diuretik
Parasintesis
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
c Hepatorenal syndrome
d Ensefalophaty hepatic
pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi,
e Perdarahan gastrointestinal
1 Istirahat
2 Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan
atau sedang
pasien ini, respon diuretik sepertinya cukup baik karena selama + 5 hari
Kegagalan hati
Hipertensi portal
Varises Esofagus
Asites
Ensefalopati
Sindrom hepatorenal.
3.10 Prognosis
Hati mengecil
Komplikasi neurologis
Kadar natrium darah rendah (< 120 meq/i), tekanan sistole < 100 mmHg
BAB IV
Pasien atas nama Tn. MH dengan usia 53 tahun, dibawa keluarga ke rumah
sakit karena dirumah mengalami muntah darah. Pasien mengeluh lemah, tidak
mau makan. Pasien merasa tidak nyaman di perut dan perut juga terasa tegang.
Pasien juga mengalami BAB hitam dan cair sejak 1 hari sebelum masuk RS.
esofagus post ligasi. Hasil gastroskopi menunjukkan varises esofagus Grade II-III,
terdapat Red Color Sign, Gastropathy Congestive e.c Portal hypertension.
4.1 Anamnesa
Kasus Teori
4.2 gfhtdd
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat
tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan
dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah 1,4,5 : kulit berwarna
kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan
yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata
Kriteria usia dan jenis kelamin pasien ini sesuai dengan data epidemiologi
yakni pasien sirosis banyak pada laki-laki pada usia dekade 50 tahun. Ditambah
lagi pasien memang sudah menderita hepatitis B dan sudah dilakukan USG
komplikasi varises esofagus dan sudah dilakukan ligasi kemudian datang dengan
keluhan muntah darah. Kemungkinan pada pasien ini terjadi perdarahaan berulang
pada varises esofagus ini. Hal ini dikuatkan dengan riwayat BAB hitam (Melena)
yang menunjukkan terjadi perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Dari
awal pasien berupa lemas, tidak mau makan sesuai dengan gejala pada pasien
penderita hepatitis kronis berupa keluhan yang samar-samar tidak khas seperti
pasien merasa tidak sehat, merasa kurang kemampuan kerja, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat
badan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah. Pasien sulit berjalan
mengeluhkan sering nyeri perut dan terasa panas. Hal ini mungkin disebabkan
Refluks ini juga bisa menjadi pemicu terjadinya ruptur pada varises esophagus
karena kontak asam yang lama dan motilitas esophagus yang menurun. Pada
pasien juga tidak diketahui riwayat kepatuhan minum obat. Padahal seharusnya
ketidakpatuhan minum obat. Selain itu, pasien juga bekerja dan berativitas disaat
harusnya beristirahat total. Hal ini juga dapat memicu terjadinya ruptur pada
Kasus Teori
abdomen
Anemia, leukopenia, dan trombositopenia
2006)
Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan stigmata dari sirosis
hepatis seperti asites, spider nevi, eritema palmaris dan lain-lain. Yang ditemukan
hanya edema perifer pada kedua ekstremitas inferior. Ini mungkin merupakan
akibat hipoalbuminemia yang lazim terjadi pada pasien dengan sirosis hati.
Tekanan darah pasien juga terhitung rendah yakni 100/60 mmHg yang
menunjukkan bahwa ada masalah pada sistem kardiovaskuler. Karena jantung dan
pembuluh darah pada pemeriksaan fisik masih dalam batas normal, kemungkinan
menunjukkan pada pasien kekurangan sel darah merah. Kekurangan ini dapat
diduga disebabkan oleh hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar, tetapi juga
lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang juga
menyebabkan anemia adalah defisiensi besi, asam folat, dan vitamin B 12 yang
(Price & Wilson, 2006). Splenomegali diakibatkan oleh tekanan balik pada sistem
portal. Tekanan balik ini muncul akibat pembebanan yang berlebihan sistem portal
pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongestif pasif kronis akibat aliran balik
Kasus Teori
Hb = 4,9 - 9,4
Sirosis hepatis membuat fungsi hati untuk
Ht = 15,2 - 28,5 membentuk faktor-faktor pembekuan terganggu.
Protein total = 5,7 mengecil dan ukuran limpa akan membesar akibat
Albumin = 2,7 tekanan balik untuk menghindari obstruksi pada
EGD
gastropathy.
efek dari pembesaran limpa yang diikuti peningkatan destruksi sel darah.
Pemeriksaan fungsi hati (SGOT dan SGPT) tidak meningkat signifikan yang biasa
pasien ini terdapat sirosis hepatis dan splenomegali. Splenomegali terjadi akibat
ditemukan Red Color Sign. Ini menunjukkan varises esofagus yang sudah lanjut
dan butuh tindakan intervensi via endoskopi yakni ligasi. Red Color Sign juga
menunjukkan bahwa pada pasein ini sangat rentan terjadi ruptur dan perdarahan
varises esofagus.
4.4 Diagnosis
kesimpulan diagnosis bahwa pada pasien ini menderita sirosis hepatis akibat
infeksi virus Hepatitis B. Sirosis ini juga disertai dengan komplikasi perdarahan
varises esofagus berulang setelah diligasi, sehingga perlu dilakukan ligasi untuk
Ligasi 5 Titik Varises esofagus, Bila dengan Ligasi Gagal, maka digunakan terapi
post ligasi)
Bila dengan terapi ini juga gagal, maka
Pada pasien ini fokus pada profilaksis sekunder, karena sudah pernah
ruptur dan terjadi perdarahan lagi. Tujuan terapi pada pasien ini adalah
yang sama dengan panduan dari American Association for the Study of Liver
Diseases dan American College of Gastroenterology bahwa terapi kombinasi
penghambat nonselektif terutama pada pasien yang menolak atau tidak dapat
nonselektif, ligasi dapat menjadi pilihan utama. (Franchis & Faculty, 2010)
sebagai obat simptomatis jika pasien mengalami peningkatan suhu tubuh, baik
adalah sebagai terapi kausatif infeksi karena pasien dengan sirosis hepatis apalagi
ditambah dengan perdarahan varises sangat rentan terkena infeksi. Hal ini terbukti
jumlah leukosit pasien yang pernah mencapai angka 18.000. Lactulac merupakan
agen laksatif yang diberikan agar pasien tidak mengejan saat defekasi. Bila pasien
4.6 Prognosis
Kasus Teori
Vitam = dubia ad malam Prognosis tidak baik bila
Ditemukan RCS (+) pada EGD post ligasi. Kadar albumin rendah (< 2,5 gr
%)
pencetus
Hati mengecil
esofagus
Komplikasi neurologis
100 mmHg
Prediksi perdarahan berulang
DAFTAR PUSTAKA
1. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiffs Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven;
2003:409-28
6. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi
keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
8. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England
Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.
10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Alatsakis, M., Ballas, K., Pavlidis, T., Psarras, K., Rafailidis, S.,
Tzioufa-Asimakopoulou, V., et al. (2009). Early Propanolol
Administration Does Not Prevent development of
Esophageal Varices in Cirrhotic Rats. European Surgical
Research , 11-16.
Cheung, J., Wong, W., Zandieh, I., Leung, Y., Lee, S., & Ramji, A. (2006). Acute
management and secondary prophylaxis of esophageal variceal bleeding: A
western Canadian survey. Can J Gastroenterol , 531-534.
Cipoletta, L., Zambelli, A., Bianco, M., De Grazia, F., Meucci, C., & Lupinacci,
G. (2009). Acrylate glue injection for acutely bleeding oesophageal varices:
a prospective cohort study. Dig Liver Dis , 1729-1734.
Dib, N., Oberti, F., & Cales, P. (2006). Current Management of The
Complications of Portal Hypeertension: Variceal Bleeding and Ascites.
CMAJ , 1433-1443.
Escorsell, A., Banares, R., Garcia-Pagan, J., Gilabert, R., Moitinho, E., &
Piqueras, B. (2002). TIPS versus drug therapy in preventing variceal
rebleeding in advanced cirrhosis: a randomizad controlled trial. Hepatology
, 385-392.
Garcia-Pagan, J., Villanueva, C., Albillos, A., Banares, R., Morillas, R., &
Abraldes, J. (2009). Nadolol plus isosorbide mononitrate alone or
associated with band ligation in the prevention of recurrent bleeding: a
multicentre randomised controlled trial. Gut , 1144-1150.
Garcia-Tsao, G., Sanyal, A., Grace, N., & Carey, W. (2007). Prevention and
Mahagement of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in
Cirrhosis. Hepatology , 922-938.
Gonzales, R., Zamora, J., Gomez-Camarero, J., Molinero, L., Banares, R., &
Albillos, A. (2008). Meta-analysis: combination endoscopic and drug. Ann
Intern Med , 109-122.
Hidayat, S., Djojoningrat, D., Akbar, N., & Sabarinah. (2004). Risk Factors for
Recurrent Upper Gastrointestinal Tract Bleeding After Esophageal Varices
Ligation on Patients with Liver Cirrhosis. The Indonesian Journal of
Gastroenterohepatology Hepatology and Digestive Endoscopy , 79-88.
Lee, J., Yoon, J., Myung, S., Keam, B., Kim, B., Chung, G., et al. (2008).
Complete Blood Count Reflects The Degree Of Oesophageal Varices and
Liver Fibrosis in Virus Related Chronic Liver Disease Patient. Journal Of
Viral Hepatitis , 444-452.
Lee, S., Lee, T., & Chang, C. (2009). Independent Factors Associated With
Recurrent Bleeding in Cirrhotic Patients With Esophageal Variceal
Hemorrhage. Dig Dis Sci , 1128-1134.
Lo, G. (2006). Prevention of Esophageal Variceal Rebleeding. J Chin Med
Assoc , 553-560.
Lo, G., Chen, W., Wang, H., Lin, C., Chan, H., & Tsai, W. (2009). Low-dose
terlipressin plus banding ligation versus low-dose terlipressin alone in the
prevention of very early rebleeding of oesophageal varices. Gut , 1275-
1280.
Nidegger, D., Ragot, S., Berthelemy, P., Masliah, C., Pilette, C., & Martin, T.
(2003). Cirhhosis and Bleeding: The Need for Very Early Management.
Journal of Hepatology , 509-514.
Okamoto, E., Amano, Y., Fukuhara, H., Furuta, K., Miyake, T., Sato, S., et al.
(2008). Does Gastroesophageal Reflux Have an Influence on Bleeding from
Esophageal Varices? Journal of Gastroenterology , 803-808.
Perz, J., Armstrong, G., Farrington, L., Hutin, Y., & Bell, B. (2006). The
Contributions of Hepatitis B Virus dan Hepatitis C Virus in Infections to
Cirrhosis and Primary Liver Cancer Worlwide. Hepatology , 529-538.
Sulaiman, H., Julitasari, Srie, A., Rustam, M., Melani, W., & Corwin, A. (1995).
Prevalence of Hepatitis B and C Viruses in Healthy Indonesian Blood
Donors. Trans R Soc Trop Med Hyg , 167-170.
Tjokroprawiro, A., Setiawan, P. B., Santoso, D., & Soegiarto, G. (2009). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Airlangga. Surabaya: Airlangga
Press.
Wang, Y. D., Ye, H., Ye, Z. Y., Zhu, Y. W., Xie, Z. J., Zhu, J. H., et al. (2008).
Laparoscopic Splenectomy And Azygoportal Disconnection for Bleeding
Varices With Hypersplenism. Journal of Laparoendoscopic and Advanced
Surgical Techniques , 37-41.
Wang, Y., Cheng, L., Li, N., Wu, K., Zhai, J., & Wang, Y. (2009). Study of glue
extrusion after endoscopic N-butyl-2-cyanoacrylate injection on gastric
variceal bleeding. World J Gastroeneterology , 4945-4951.
WHO. (2011). Viral Hepatitis in The WHO South-East Asia Region. New Delhi:
WHO.