PENGOLAHAN SINYAL
DIGITAL
0.5
Waveform
-0.5
-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (Seconds)
40
Magnitude (dB)
20
-20
-40
0 20 40 60 80 100
Frequency (Hertz)
PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL
Materi :
Pustaka :
1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer Discrete Time Signal Processing,
Prentice Hall, second edition, 1999.
2. J. G. Proakis, Digtital Signal Processing, Prentice Hall,
3. Monson H. Hayes, Digtital Signal Processing, Schaums Outlines
Series, 1999.
4. L. C. Ludeman, Fundamentals of Digital Signal Processing, Harper &
Row, 1986.
Evaluasi :
1. Tugas : 10%
2. Kuis : 10%
3. UTS : 40%
4. UAS : 40%
DSK TMS320C6416T
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Bab 1
Sinyal dan Sistem Diskrit
1.1 Pendahuluan
Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada
notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi
sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini
juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier time invariant (LTI), bila diberi input maka
outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifat-
sifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan
persamaan beda akan dibahas pada bab ini.
43 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
= () (1.1)
Bab I - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= + = () + () (1.2)
atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya,
= () exp[ () ] (1.3)
Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai
berikut:
() = 2 x n + {x(n)} (1.4)
{()
{ } = 1 (1.5)
{()
Ada empat sinyal diskrit dasar yang biasa digunakan pada pengolahan sinyal digital,
diantaranya sinyal impuls (unit sample), sinyal unit step, sinyal eksponensial dan sinyal
sinusoida.
1 =0
= (1.7)
0 0
0
Gambar 1.2 Bentuk sinyal impuls
Bab I - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1 0
= (1.8)
0 <0
Terdapat hubungan antara sinyal impuls dengan sinyal unit step yaitu
= ( 1).
0 1 2 3 4
= (1.9)
merupakan bilangan real atau komplek. Dalam kasus ini bisa berupa 0
sehingga sinyal eksponensial menjadi = 0 , dimana 0 merupakan
bilanagan real. Sinyal () tersebut dinamakan sinyal eksponensial kompleks
dan dapat dinyatakan dalam bentuk lain
= 0 = 0 + j0 .
1 = 1/2
1/2
1/4
1/8
1 0 1 2 3 4 5 6 7
Bab I - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= . cos(0 + ) (1.10)
Dalam kasus waktu diskrit, sinyal diskrit periodik bila memenuhi kondisi bahwa
= ( + ) untuk semua . Dimana adalah periode sinyal diskrit
(integer). Kondisi ini berlaku untuk sinyal sinus maka
. cos 0 + = . cos(0 + 0 + )
0 = 2 (1.11)
= 0 (+) = 0 (1.12)
0
= (1.13)
2
Dimana / merupakan bilangan rasional, merupakan jumlah siklus dalam
satu periode. Beberapa contoh sinyal diskrit periodik seperti ditunjukkan pada
gambar 1.5.
Bab I - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Bab I - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Pada gambar 5.a terlihat bahwa bentuk sinyal disk rit dalam satu periode ada 2
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 2, sedangkan pada
gambar 5.b terlihat bahwa bentuk sinyal diskrit dalam satu periode ada 8
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 8. Pada gambar 5.c
bentuk sinyal diskrit terdapat 10 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal
tersebut memiliki periode = 10, sedangkan pada gambar 5.d bentuk sinyal
diskrit terdapat 32 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal tersebut
memiliki periode = 32 dan dalam satu periode memiliki 3 siklus.
Jika sinyal diskrit 1 () merupakan sinyal periodik dengan periode 1 dan sinyal
diskrit 2 () merupakan sinyal diskrit periodik dengan periode 2 , maka sinyal
diskrit hasil penjumlahan
= 1 + 2 ()
akan selalu periodik dengan periode dasar
1 . 2
=
gcd(1 , 2 )
dimana gcd(1 , 2 ) artinya the greatest common divisor dari 1 dan 2 . Teori ni
berlaku juga untuk perkalian dua sinyal periodik yaitu sinyal diskrit 1 ()
dengan periode 1 dan sinyal diskrit 2 () dengan periode 2 , maka sinyal
diskrit hasil perkalian
= 1 . 2 ()
Bab I - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 10 20 30 40 50 60 70
Bab I - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Contoh 1.1
Tentukan periode sinyal diskrit berikut :
a. = cos(0.5)
b. = cos(0.75)
c. = 0.25
d. = cos 0.5 + cos(0.75)
e. = cos 0.5 . cos(0.75)
f. = 16 . cos( )
17
g. = 12 + 18
Penyelesaian:
0 0.5 1
= = =
2 2 4
Periode dasar sinyal = 4 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
0 0.75 3
= = =
2 2 8
Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat tiga siklus dalam satu periode dasar.
0 0.25 1
= = =
2 2 8
Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
d. Pada soal tersebut merupakan penjumlahan dua sinyal periodik dengan
periode 1 = 4 dan 2 = 8 sehingga periode sinyal dasar sinyal hasil
penjumlahan adalah
1 . 2 4 . (8) 32
= = = =8
gcd(1 , 2 ) gcd(4,8) 4
e. Karena berlaku juga untuk perkalian dua sinyal diskrit maka periode dasar
hasil perkalian dua sinyal diskrit periodik dengan periode 1 = 4 dan 2 = 8
adalah = 8.
Bab I - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
f. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 32 dan 2 = 34 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
1 . 2 32 . (34) 32 . (34)
= = = = 544
gcd(1 , 2 ) gcd(32,34) 2
g. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 24 dan 2 = 36 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
1 . 2 24 . (36) 24 . (36)
= = = = 72
gcd(1 , 2 ) gcd(24,36) 12
= 1 + 2 () (1.14)
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.6. Harga level 1 0 = 1 dijumlahkan
dengan harga level 2 0 = 1 hasilnya 0 = 2, berikutnya harga level 1 1 = 1/2
dijumlahkan dengan harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1, dan seterusnya sampai
sampling terakhir, hasil penjumlahannya adalah sinyal diskrit ().
1 ()
1 = 1 + 2 ()
1/2
2
3/2
0 1 2 3 4 5
1 1
2 ()
1 1/2
1/2
0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5
Bab I - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= 1 . 2 () (1.15)
Sebagai ilustrasi hasil perkalian sinyal diskrit 1 () dan 2 () yang ada pada gambar
1.6 dapat dilihat pada gambar 1.7. Level 1 0 = 1 dikalikan dengan harga level
2 0 = 1 hasilnya 0 = 1, selanjutnya harga level 1 1 = 1/2 dikalikan dengan
harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1/4, dan seterusnya sampai sampling terakhir,
hasil perkaliannya adalah sinyal diskrit ().
= 1 . 2 ()
1 1
1/2
1/4 1/4
0 1 2 3 4 5
c. Perkalian skalar
Proses perkalian skalar terhadap sinyal diskrit () dilakukan dengan cara mengalikan
level sinyal pada setiap sampling dengan bilangan pengali (konstanta). Secara
matematis dapat dituliskan dengan persamaan
= . (1.16)
Sebagai ilustrasi konstanta dimisalkan = 1/2 dan hasil perkalian skalar = 1/2
dengan 1 () yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.8. Setiap sampling
dari sinyal diskrit 1 () dikalikan dengan konstanta = 1/2.
= 1/2. 1 ()
1/2
1/4
0 1 2 3 4 5
Bab I - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
d. Refleksi
Proses refleksi suatu sinyal diskrit () adalah merefleksikan sinyal tersebut dalam
domain waktu terhadap = 0. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
= (1.17)
= 1 ()
1
1/2
5 4 3 2 1 0
e. Pergeseran waktu
Proses pergeseran waktu dilakukan dengan menggeser sinyal diskrit tersebut dalam
domain waktu sebesar nilai penggeser (integer). Bila nilai penggesernya positif maka
sinyal tersebut digeser ke kanan, begitu sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan
dengan persamaan
= (1.18)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 () pada gambar 1.6 digeser kekanan sebesar = 2
sampling, hasilnya dapat dilihat pada contoh 1.10, artinya bahwa sinyal diskrit 1 ()
mengalami delay 2 sampling.
= 1 ( 2)
1
1/2
0 1 2 3 4 5 6 7
Bab I - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= + 0.5( 1) (1.19)
Sistem yang memiliki persamaan beda yang menyatakan hubungan input-ouput seperti
pada pers (1.19) menunjukkan bahwa sistem mempunyai algoritma seperti pada pers
(1.19), artinya bahwa output sistem () tergantung pada sinyal input () saat yang
sama ditambah dengan setengah kali output satu sampling sebelumnya. Sebagai contoh
bila diinginkan output pada saat = 1 yaitu (1), maka output ditentukan oleh input
(1) ditambah dengan setengah kali (0).
() = [ ]
[. ]
Berdasarkan proses yang dapat terjadi pada sistem diskrit, maka sistem diskrit
mempunyai beberapa sifat diantaranya:
Contoh 1.2.
Sistem diskrit mempunyai persamaan hubungan input-output = 0.5. ()
merupakan sistem tanpa memori karena output sistem pada saat = 0 tergantung
pada input saat = 0 .
Sistem diskrit = + 0.2( 1) merupakan sistem dengan memori karena
output sistem tergantung pada input saat yang sama = 0 dan saat satu sampling
sebelumnya = 0 1.
Bab I - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1 () 1 = [1 ]
2 () [. ] 2 = [2 ]
12 = 1 + 2 () 12 = 1 + 2 ()
Selain sifat superposisi, terdapat syarat perlu yaitu bila inputnya nol, maka outputnya
nol. Artinya bila sistem tidak diberi input maka keluaran sistem tidak ada.
Contoh 1.3
Sistem diskrit dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut
a. = 2 + 0.2 + ( 1)
b. = 0.3 + 0.5( 1)
Apakah sistem tersebut linier?
Penyelesaian:
a. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.a diperoleh
output = 2. Jadi sistem tersebut tidak linier.
b. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.b diperoleh
output = 0. Selanjutnya kita cek dari sifat superposisi.
o Sistem diberi input 1 () maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
o Sistem diberi input 2 () maka outputnya
2 = 0.32 + 0.52 ( 1)
o Sistem diberi input 12 = 1 + 2 () maka outputnya
12 = 0.3{1 + 2 } + 0.5{1 1 + 2 1 }
12 = 0.31 + 0.51 1 + 0.32 + 0.52 1
12 = 1 + 2
Jadi sistem pada soal 1.3.b bersifat linier.
Artinya sistem diberi input sama pada saat ini atau berikutnya, output sistem akan
tetap, dengan kata lain sistem tidak berubah terhadap waktu.
Bab I - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Contoh 1.4
Apakah sistem pada soal 1.3.b mempunyai sifat time-invariant?
Penyelesaian:
Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem diberi input 1 () = ( 0 ) maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
1 = 0.3( 0 ) + 0.5( 0 1)
Output sistem 2 ditunda sebesar 0 maka 2 = ( 0 ) sehingga
2 = ( 0 ) = 0.3( 0 ) + 0.5( 0 1)
Contoh 1.5
Apakah sistem diskrit pada soal 1.3.b mempunyai sifat kausal?
Penjelasan:
Pada sistem dengan persamaan beda = 0.3 + 0.5( 1) terlihat bahwa
output sistem hanya tergantung pada input saat yang sama dan input satu sampling
sebelumnya. Misalnya output sistem pada (2) tergantung pada input (2) dan (1).
Jadi sistem tersebut kausal.
Untuk setiap urutan input akan menghasilkan urutan output dengan nilai terbatas
positif tetap untuk semua yaitu
Bab I - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= () [. ] = ()
Sinyal diskrit () dapat dinyatakan dengan penjumlahan deretan impuls terdelay yang
diilustrasikan pada gambar 1.14 dinyatakan secara matematis sebagai berikut
= + . + 2 + . + 1 + . + . 1 + . 2 + (1.24)
= ( ) (1.26)
=
()
f
d
4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sistem LTI bila diberi input impuls terdelay atau dengan kata lain impuls pada saat
= yaitu = ( ) maka output sistem LTI adalah = ( ), dan
dapat ditulis
= = [ ] (1.27)
Bila sistem LTI diberi input sinyal diskrit () maka output sistem
= [ ] = [ ( )] = [ ( )] (1.28)
= =
Bab I - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= [( )] = = ( ) (1.29)
= = =
= ( ) = () (1.30)
=
Penyelesaian:
() ()
1
1
1/2 1/2
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
=
=
0 = = + 1 1 + 0 0 + 1 1 +
=
= 1 (1) = 1
1 = 1 = + 0 1 + 1 0 + = 1 0.5 + 1 (1)
=
= 3/2
Bab I - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
2 = 2 = + 0 2 + 1 1 + 2 0 +
=
3 = 3 = + 1 2 + 2 1 +
=
= 1 1 + 0.5 0.5 = 5/4
4 = 4 = + 2 2 + = 0.5 1 = 1/2
=
5 = 0, 6 = 0, dst
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6 a. sebagai berikut
2
()
3/2
5/4
1
1/2
0 1 2 3 4 5
() ()
1 1
1/2
1/2
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 5
=
=
(2) = 2 = + 2 0 + = 1 1 = 1
=
Bab I - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1 = 1 = + 2 1 + 1 0 +
=
1 = 1 0.5 + 0.5 1 = 1
0 = = + 2 2 + 1 1 + 0 0 +
=
1 = 1 = 2 3 + 1 2 + 0 1 + 1 (0)
=
2 = 2 = 1 3 + 0 2 + 1 1 + 2 0
=
2 = 0 + 1 (1)+(0.5)(0.5)+(1)(1)=2.25
3 = 3 = + 0 3 + 1 2 + 2 1 +
=
3 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 = 1
4 = 4 = + 1 3 + 2 2 + = 0+ 1 1 = 1
=
5 = 5 = 0, 6 = 0, 7 = 0, dst
=
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6.b sebagai berikut
() 2.25
1.5
3 2 1 0 1 2 3 4 5
Bab I - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Penyelesaian :
= ( )
=
() ()
1 1/4 1 1/2
k
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 k
Bab I - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
b. Asosiatif
Secara matematis sifat asosiatif
1 2 = {1 2 } (1.32)
c. Distributif
Secara matematis sifat distributif
{1 + 2 } = 1 + 2 (1.33)
() ()
a. Sifat komutatif
1 () 2 () 1 2 ()
b. Sifat asosiatif
1 ()
1 + 2 ()
2 ()
c. Sifat distributif
Bab I - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
= () < (1.33)
=
Pembuktian:
Output sistem LTI :
= ( ) = = () (1.34)
=
= ( ) ( ) (1.35)
= =
() . ( ) (1.36)
=
= () < (1.37)
=
Bab I - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sistem linear time-invariant (LTI) dapat dikarakterisasi dengan respons impuls ().
Selain itu, sistem LTI yang memiliki input () dan output () juga dapat
dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke- sebagai
berikut
= ( ) (1.38)
=0 =0
Jika sistem tersebut kausal maka kita dapat menyusun persamaan (1.38) menjadi
= + ( ) (1.39)
0 0
=1 =0
Output sistem saat ke ditentukan oleh input saat ke , input saat sebelumnya
1, 2, , dan output saat sebelumnya 1, 2, , .
Contoh 1.8:
0.5 1 = ()
Diasumsikan = 0, untuk semua < 0
a. Berapa orde sistem LTI tersebut.
b. Tentukan respons impuls sistem ().
Penyelesaian :
= (0.5) , untuk 0
= 0.5 ()
Bab I - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
()
1 (1/4)
1/4
(1/4)2
0 1 2 3 4 5 6
Penyelesaian:
Respons impuls mempunyai harga dari = 0 sampai = maka sistem
tersebut tergolong IIR.
Penyelesaian:
Pada contoh tersebut respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai
= 100, sehingga disebut sebagai sistem FIR.
Contoh 1.11
Sistem diskrit dengan input () dan output () dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier
= + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)
Penyelesaian:
Apabila sistem diberi input impuls = () maka output sistem
= () = + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)
Sehingga terlihat respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai = 4,
sehingga disebut sebagai sistem FIR.
Bab I - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
SOAL LATIHAN
()
1
1/2
1/4
0 1 2 3 4
b. = 3 cos(0.055)
Bab I - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
==================================================
Rumus bantu:
2
1 2 +1
= , 1
1
=1
Rumus trigonometri:
sin + = sin cos + cos sin
cos + = cos cos sin sin
Bab I - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Bab 2
Analisa Frekuensi
2.1 Pendahuluan
Representasi dalam kawasan frekuensi dari sinyal dan sistem diskrit merupakan analisa
penting dalam pengolahan sinyal digital. Metode yang sering digunakan untuk analisa
sinyal dan sistem diskrit dalam domain frekuensi adalah menggunakan transformasi
Fourier. Transformasi Fourier mampu mempermudah proses komputasi konvolusi
sehingga komputasi menjadi lebih sederhana. Pada bagian ini akan dijelaskan
representasi output sistem LTI apabila diberi input sinyal eksponensial kompleks
maupun sinyal sinus. Transformasi Fourier dan sifat-sifatnya juga akan dijelaskan
secara detail. Pengantar tentang filter digital dan jenis filter dibahas juga pada bagian
ini. Interkoneksi sistem diskrit dan aplikasinya dibahas dibagian akhir bab ini.
()
= = = ( ) (2.1)
=
0 () 0
= = 0 = 0 ( 0 ) (2.2)
= =
( 0 ) = 0 (2.3)
=
( )= (2.3a)
=
= + = (2.4)
= 2 + 2 (2.5)
1
= { } (2.6)
Contoh 2.1:
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 ().
a. Tentukan respons frekuensi (respons magnitud dan respons fasa).
b. Gambarkan respons frekuensi (respons magnitud dan respons fasa)
Penyelesaian:
a. Persamaan respons frekuensi adalah;
= = (0,5) = (0,5 )
= =0 =0
(0,5 )0 (0,5 )+1 1
= =
1 0,5 1 0,5
1
=
1 0,5 cos + j0,5sin()
Bab II - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1 1
= =
(1 0,5 cos )2 + (0,5 sin )2 1,25 cos
0,5 sin
= 0 1
1 0,5 cos
10
Magnitude (dB)
-5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
0
Phase (degrees)
-10
-20
-30
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
Gambar
Dari contoh tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa respons frekuensi sistem diskrit
mempunyai sifat:
Respons frekuenasi bernilai kontinyu disetiap dan selalu periodik dengan periode
2
Harga Respons magnitud merupakan fungsi genap pada = 0 untuk interval
Harga Respons fasa merupakan fungsi ganjil pada = 0 untuk interval
Bab II - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
( +) ( +) (2.8)
= 0 + = 0 + 0
2 2
( +)
= 0 ( 0 ) + ( 0 +) ( 0 ) (2.9)
2 2
Suku pertama dan kedua pers (2.9) saling konjugate maka menjadi
= 2{ ( 0 +) 0 } (2.10)
2
= 2{ ( 0 +) 0 ( ) } (2.11)
2
)
= . 0 . ( 0 + + (2.12)
= . 0 . cos(0 + + ) (2.13)
= . cos(0 + ) (2.14)
Dari pers (2.13) terlihat bahwa output steady-state berupa sinyal sinus dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input 0 , amplitudonya berubah menjadi
perkalian antara amplitudo sinyal input dengan respons magnitud sistem pada
frekuensi sinyal input 0 dan fasanya menjadi penjumlahan antara fasa sinyal
input dengan respons fasa sistem pada frekuensi sinyal input .
Contoh 2.2
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 (). Tentukan output steady-
state sistem bila diberi input sebagai berikut:
a. = 2 cos 0,25 + 0,5 ()
b. = 3 + 2 cos 0,25 + 0,5 ()
Bab II - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Penyelesaian:
1 1
= = (2.15)
(1 0,5 cos )2 + (0,5 sin )2 1,25 cos
a. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input = 0,25 adalah
1
0,25 = = 2,935
1,25 cos(0,25)
0,5 sin(0,25)
0,25 = 1 = 0,159
1 0,5 cos(0,25)
Output steady-state sistem LTI adalah
= 5.87cos(0,25 + 0.341)()
b. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 1 = 0 dan
2 = 0,25 adalah
1
0 = =2
1,25 cos 0
0,5 sin(0)
0 = 1 =0
1 0,5 cos(0)
Bab II - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
= . (2.17)
Dimana dan berturut-turut merupakan bilangan real dan nilai real sebagai
fungsi . Fasa dari adalah
untuk 0
= (2.18)
+ untuk < 0
Selanjutnya secara umum, filter dikatakan mempunyai fasa linier jika mempunyai
bentuk umum
= . ( ) (2.19)
Pers (2.19) dapat dikatakan juga sebagai filter dengan group delay konstan. Group delay
didefinisikan
{ +}
= = = (2.20)
Artinya bahwa sinyal yang melewati sistem dengan respons fasa ( + ) mengalami
delay sebesar .
= (2.21)
Contoh 2.3
Buktikan bahwa respons frekuensi dibawah ini merupakan sistem allpass.
0,5
=
1 0,5
Penyelesaian:
Bab II - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1,25 cos
= =1
1,25 cos
Jadi sistem tersebut termasuk allpass karena, respons magnitud sistemnya bernilai
konstan.
LPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.2 dan selalu periodik dengan
periode 2. LPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis
1
= (2.22)
0 <
1 sin
= 2
= (2.23)
Bab II - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1
= (2.24)
0 <
1 sin
= 2
= (2.25)
1 1 2
= (2.26)
0 < 1 dan 2 <
2 1 0 1 2
1 sin 2 sin 1
= 2
= (2.27)
Bab II - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
BSF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.5 dan selalu periodik dengan
periode 2. BSF mempunyai frekuensi cutoff 1 dan 2 . Secara matematik dapat ditulis
1 < 1 2 <
= (2.28)
0 1 2
1 sin 2 sin 1
= 2
= (2.29)
2 1 0 1 2
() ()
1 () 2 ()
Sistem pada gambar 2.6 ekivalen dengan sistem tunggal yang mempunyai respons
impuls
= 1 2 (2.30)
= 1 . 2 (2.31)
= 1 1 . 2 2 (2.32)
+2 )
= 1 . 2 . (1 (2.33)
Bab II - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
= 1 . 2 (2.34)
= 1 + 2 (2.35)
Pada pers (2.34) dan (2.35) terlihat bahwa respons magnitud sistem ekivalen cascade
merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua.
Respons fasa sistem ekivalen merupakan jumlahan respons fasa sistem pertama dengan
respons fasa sistem kedua.
1 ()
() ()
2 ()
Dua sistem LTI yang tersusun secara paralel dapat dilihat pada gambar 2.7. Jaringan
sistem yang tersusun paralel sama dengan sistem ekivalen yang mempunyai respons
impuls
= 1 + 2 (2.36)
= 1 1 + 2 2 (2.38)
= {1 + 2 } + j{1 + 2 } (2.39)
Jika kedua sistem LTI yang tersusun secara paralel masing-masing mempunyai respons
fasa 0 disemua frekuensi, maka respons frekuensi ekivalennya merupakan jumlahan
respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Apabila respons fasa masing-
masing sistem LTI tidak nol, maka respons frekuensi ekivalennya dapat diselesaikan
menggunakan pers (2.39) dengan respons magnitud ekivalen dan respons fasa ekivalen
sebagai berikut
= {1 + 2 }2 + {1 + 2 }2 (2.40)
1
1 + 2
= (2.41)
1 + 2
Bab II - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Contoh 2.4
Dua sistem LTI dengan respon frekuensi seperti pada gambar 2.8, kedua sistem tersebut
dipasang secara serial (cascade).
H1( ) H2( )
1 1
Penyelesaian:
1 /3 3/4
=
0 < /3 dan 3/4 <
Bab II - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Agar transformasi Fourier sinyal diskrit ada, maka penjumlahan pada pers
(2.42) harus konvergen. Hal ini terpenuhi bila () dapat dijumlahkan secara absolut:
=< (2.43)
=
Hal yang harus diingat bahwa transformasi Fourier diskrit mempunyai sifat selalu
periodik dengan periode 2.
3 1 ( < < ) 2( + 2)
=
1
4 () ( < 1)
1 j
1
5 () + ( + 2)
1 j
=
1
6 ( + 1) () ( < 1)
1 j 2
sin 0 + 1 1
7 () ( < 1)
sin 0 1 2cos0 j + 2 j2
sin 1
8 =
0 <
1 0 sin[( + 1)/2] /2
9 =
0 lainnya sin(/2)
10 j 0 2( 0 + 2)
=
[ 0 + 2
11 cos(0 + )
=
+ + 0 + 2 ]
Bab II - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
a. Linieritas
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka jumlahan dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1 + 2 1 + 2
b. Pergeseran waktu
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka sinyal () yang ditunda
sebesar mempnyai TF
c. Modulasi
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka sinyal () dikalikan dengan
eksponensial komplek 0 menghasilkan pergeseran frekuensi
0 ( ( 0 ) )
Bab II - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
d. Konvolusi
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka konvolusi dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1 2 1 . 2
e. Perkalian
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka perkalian dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut
1
1 . 2 1 2 (
)
2
f. Teori Parseval
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka kita dapat menghitung energi
suatu sinyal diskrit dalam domain waktu maupun domain frekuensi dengan
formula sebagai berikut
1 2
2= ( )
2
=
Untuk menghitung energi sinyal bila diketahui kuadrat spektrum magnitud suatu
sinyal diskrit, dapat kita integralkan dalam satu periode 2.
2.8 Aplikasi
Pada bagian ini kita menjelaskan beberapa aplikasi transformasi Fourier untuk analisa
sistem LTI.
Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan hubungan input () dan output ()
yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai
berikut
( ) = ( ) (2.45)
=0 =0
Respons frekuensi sistem dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier pers
(2.45) sebagai berikut
Bab II - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
= (2.46)
=0 =0
=0
= =
(2.47)
=0
=0
= = (2.48)
1+ =1
Contoh 2.5
Sistem LTI mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier sebagai berikut
Penyelesaian:
1,5 + 0,4 0,6 2
= =
1 0,25 0,3 2
b. Konvolusi
Bab II - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Contoh 2.6
1
Respons impuls sistem LTI = (), tentukan respons sistem bila inpunya
2
1
= ()?
3
Penyelesaian:
Karena respons sistem merupakan konvolusi antara () dengan (), maka kita dapat
menyelesaikan dengan TF yaitu berupa perkalian antara dan ,
selanjutnya dilakukan invers dari TF.
= .
1 1
= . = +
1 1 1 1
1 2 1 3 1 2 1 3
1 1
= 1 = =3
2 =2 1
1 3
=2
1 1
= 1 = = 2
3 =3 1
1 2
=3
3 2
=
1 1
1 2 1 3
1
1 1
= = 3 2
2 3
Contoh 2.7
Sistem LTI mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan
beda 0,25 1 = ( 2), diasumsikan kondisi awal nol. Tentukan
respons impuls sistem tersebut.
Penyelesaian:
Input sistem = (), maka () = = 1, selanjutnya persamaan
beda sistem
Bab II - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
0,25 = 2
{1 0,25 } = {1 2 }
1 2 1 2
= = =
1 0,25 1 0,25 1 0,25
2
1
1 1
= = 2
4 4
Contoh 2.8
Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda 0,75 1 + 0,125( 2) = 0,5( 1).
Sinyal = 0,75 () dijadikan sebagai input sistem tersebut.
a. Tentukan respons frekuensi sistem tersebut, termasuk respons magnitud dan
fasa.
b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem tersebut.
c. Sistem tersebut termasuk jenis filter apa? LPF, HPF, BPF atau BSF?
d. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
e. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal input.
f. Gambar spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal input tersebut.
g. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal output tersebut.
h. Tentukan sinyal output sistem tersebut.
i. Gambarkan spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal output
tersebut.
Penyelesaian:
a. Respons frekuensi sistem, respons magnitud dan fasa:
1 0,5
= =
1 0,75 + 0,125 2
1 0,5 1 0,5
= =
1 0,75 + 0,125 2 1 0,5 1 0,25
1 1
=
=
1 0,25 1 0,25 cos + 0,25 sin
Bab II - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Respons magnitud:
1 1
= =
1 0,25 2 + 0,25() 2 17
16 0,5 cos
Respons fasa:
0,25 sin
= 0 1
1 0,25 cos
-2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
0
Phase (degrees)
-5
-10
-15
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
Bab II - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1
= =
1 0,25
1
1
= =
4
-37.35
-37.4
-37.45
Magnitude (dB)
-37.5
-37.55
-37.6
400
300
Phase (degrees)
200
100
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
1 1
= . = .
1 0,75 1 0,25
Bab II - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1 1
= . = +
1 0,75 1 0,25 3 1
1 4 1 4
3 1 3
= 1 = =
4 =4/3 1 2
1 4
=4/3
1 1 1
= 1 = =
4 =4 3 2
1 4
=4
3/2 1/2
=
3 1
1 4 1 4
1
3 3 1 1
= =
2 4 2 4
1 1 1
= . =
3 1 3
1 4 1 4 1 + 16 2
Gambar spektrum magnitud dan fasa sinyal output:
Dengan menggunakan perintah matlab sbb:
clear all;
b=[1]
a=[1 -1 3/16]
freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal output seperti terlihat pada gambar
Bab II - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
15
Magnitude (dB) 10
-5
-10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
-10
-20
Phase (degrees)
-30
-40
-50
-60
-70
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
Bab II - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
LATIHAN BAB II
1. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
dan respons fasa digambarkan sebagai beikut
/3 0 /3
/3
/3 0 /3
/3
2. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
seperti gambar dibawah dan respons fasa nol disemua frekuensi.
20
0
10
0 2
Bab II - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
3. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
1
= ( 1)
2
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan persamaan dan gambar respons magnitud sistem.
c. Tentukan persamaan dan gambar respons fasa sistem.
4. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
3 1
= + 1 ( 2)
4 8
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan output sistem bila inputnya.
1
i. = 2 ( 1)
1
ii. = ()
4
1 2
iii. = ( 2)
4
Bab II - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
7. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang paralel.
1 /4
1 =
0 /4 <
1 3/4
2 =
0 < 3/4
8. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada gambar dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang seri (atau kaskade),
H1( ) H2( )
1 1
H1( ) H2( )
/2
3/8
/8 /4 /6
3/4 /3
-3/4 -/4-/8 - -/3
1 -/6
-3/8
-/2
a. Gambarkan respons frekuensi sistem keseluruhan.
b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem keseluruhan.
c. Tentukan persamaan respon impuls sistem keseluruhan.
d. Gambarkan dan tentukan spektrum sinyal output , yaitu , bila sistem
diberi sinyal input dengan spektrum:
X( ) X( )
1
e. Jelaskan apa yang dialami sinyal input setelah melewati sistem-1 dan
sistem 2?
f. Tentukan output steady state bila inputnya = 2 cos 0,25 () +
3(0,5)()
Bab II - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
9. Tentukan respon impuls filter digital yang mempunyai persamaan respons frekuensi
sebagai berikut:
2
=
0 <
10.
Bab II - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Bab 3
Sampling dan Rekonstruksi Sinyal
3.1 Pendahuluan
Sinyal diskrit diperoleh dengan melakukan proses sampling pada sinyal kontinyu.
Banyak contoh aplikasi pengolahan sinyal digital yang dijumpai pada sistem relay
protection, pengolahan sinyal suara dan sinyal audio, sistem radar dan sonar,
pengolahan sinyal seismic dan biologi, pengolahan sinyal multimedia dan lain
sebagainya. Sinyal kontinyu disampling secara periodik dengan periode sampling
tertentu, sehingga sinyal diskrit merupakan urutan sinyal kontinyu yang tersampling.
Proses sampling sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit/digital disebut konversi analog
ke digital (analog to digital converter ADC), sedangkan proses dari sinyal digital ke
sinyal analog/kontinyu disebut konversi digital ke analog (digital to analog converter
DAC). Rangkaian ADC dan DAC biasanya dipakai pada sistem pengolahan sinyal digital
seperti terlihat pada gambar 3.1. Pada bab ini akan didiskusikan tentang proses
sampling yang terjadi pada ADC dan proses rekonstruksi sinyal yang terjadi pada DAC,
termasuk fenomena aliasing yang terjadi pada sinyal pita tak terbatas atau ketika
menggunakan laju sampling yang begitu rendah.
Gambar 3.1 Komponen ADC dan DAC pada sistem pengolahan sinyal digital pada sistem
kontinyu ekivalen
Bab III - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
() C/D () () ()
converter Quantizer Encoder
= () (3.1)
= ( ) (3.2)
=
= (). () = . ( ) (3.3)
=
= ()
Bab III - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
() () = ()
Konversi deretan
impuls ke diskrit
()
()
() = . ( )
=
0 0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
() ()
= ( ) = ()
=
0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T 0 1 2 3 4 5 6 7 8
() ()
Pada bagian sebelumnya proses pada konverter C/D dianalisa dalam kawasan waktu,
selanjutnya proses pada konverter C/D dapat dianalisa dalam kawasan frekuensi.
Transformasi Fourier kontinyu deretan impuls () adalah
2
= ( ) (3.4)
=
Bab III - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
1 1
= = ( ) (3.6)
= =
Kita dapat menyatakan transformasi Fourier kontinyu dari sinyal () dalam bentuk
lain, karena transformasi Fourier dari ( ) adalah , maka transformasi
Fourier kontinyu dari sinyal:
= . ( )
=
adalah
= (3.7)
=
Kita bandingkan pers. (3.7) dan pers. (3.8), maka terdapat hubungan bahwa
= () =/ (3.9)
= .
Bab III - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
()
1 = 2
()
() = 2 = 2/
2/
2 0 2
()
() = .
1/
0
( + ) ( ) ( ) ( + )
()
( ) = .
1/
2 0 2
(2 + ) (2 ) (2 ) (2 + )
()
Analisa bentuk spektrum dalam kawasan frekuensi pada proses yang terjadi pada
rangkaian konverter C/D pada gambar 3.3 (a) dapat dilihat pada gambar 3.4. Spekrum
Bab III - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
sinyal informasi pita terbatas (band limited) = 0 untuk > dapat dilihat
pada gambar 3.4 (a). Rentang spektrum sinyal informasi dari 0 s/d rad/detik
sehingga sinyal informasi tersebut mempunyai frekuensi maksimal . Spektrum
deretan impuls () adalah () berbentuk deretan impuls juga dan muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (b). Bentuk spektrum
sinyal tersampling () yaitu () yang merupakan konvolusi antara () dan
() berbentuk seperti spektrum sinyal informasi () yang muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (c), sedangkan bentuk
spektrum sinyal diskrit yang merupakan hasil konversi dari deretan impuls sinyal
tersampling menjadi deretan sinyal diskrit ( ) juga berbentuk seperti spektrum
sinyal informasi () yang muncul disetiap kelipatan 2 seperti terlihat pada gambar
3.4 (d).
()
1/
/2 0 /2
Jika () merupakan sinyal pita terbatas dengan frekuensi maksimal , maka dengan
frekuensi sampling
2 (3.11)
Proses pada ADC tidak akan terjadi aliasing dan () dapat diperoleh kembali dari
sampel-sampelnya () menggunakan filter rekonstruksi yaitu LPF (low pass filter).
Berikut pernyataan teorema sampling Nyquist:
Teorema sampling: Jika () merupakan sinyal dengan frekuensi lebar pita terbatas,
= 0
2
= 2
Frekuensi disebut sebagai frekuensi Nyquist dan frekuensi sampling minimum
= 2 disebut laju Nyquist.
Dalam kenyataannya, sinyal dengan bandlimited jarang dijumpai oleh karena itu perlu
dipasang filter LPF, agar frekuensi sinyal informasi menjadi sinyal yang bandlimited
sehingga frekuensi sampling dari ADC dapat memenuhi kriteria Nyquist dan dapat
menghindari terjadinya aliasing. Filter LPF tersebut disebut sebagai filter anti aliasing.
Contoh 3.1
Penyelesaian:
Bab III - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
() () ()
Konversi dari deretan Filter LPF ideal
diskrit ke deretan impuls ()
/
()
()
/ 0
= /
2
()
Gambar 3.6 (a). Konverter discrete-to-analog (D/C), (b) Respons frekuensi filter
rekonstruksi ideal
Seperti yang dijelaskan pada teorema sampling bahwa jika () merupakan sinyal
bandlimited yaitu agar supaya = 0 untuk > dan jika periode sampling
< / maka () secara unik dapat disusun kembali dari sampel-sampelnya
= (). Proses rekonstruksi mencakup dua tahap seperti terlihat pada gambar
3.6.a. Tahap pertama, deretan sinyal diskrit () dikonversi menjadi deretan impuls
() berikut
= ( ) (3.12)
=
Selanjutnya () difilter dengan filter rekonstruksi yang berupa filter LPF ideal yang
mempunyai respons frekuensi pers (3.13) dan ditunjukkan pada gambar 3.6.b.
, /
= (3.13)
0 > /
Bab III - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Sistem ini disebut sebagai konverter discrete-to-analog (D/C) atau DAC. Transformasi
Fourier kontinyu balik dari pers. (3.13) merupakan respons impuls filter rekonstruksi
yaitu
sin( )
= (3.14)
/
= () = ( ) (3.16)
=
Bab III - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
. ( ) < /
= (3.17)
0 lainnya
() ()
1/
0
( + ) ( ) ( + )
= /
2
()
()
1
()
()
1/
/2 0 /2
() ()
/2 0 2 /2
()
Gambar 3.8 Bentuk spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal
Bab III - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Proses rekonstruksi sinyal dapat juga dilihat dalam kawasan frekuensi. Bentuk
spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal dijelaskan pada gambar 3.8. Spektrum
deretan impuls sinyal () yaitu () difilter dengan filter rekonstruksi berupa LPF
ideal dengan respons frekuensi () yang mempunyai frekuensi cutoff /2 atau
/ seperti terlihat pada gambar 3.8.a. Output filter rekonsruksi mempunyai bentuk
spektrum () yang sama dengan bentuk spektrum sinyal aslinya () yang dapat
dilihat pada gambar 3.8.b. Apabila frekuensi sampling tidak memenuhi kriteria Nyquist
maka spektrum sinyal asli tidak dapat diperoleh kembali, sehingga dikatakan terjadi
aliasing, seperti terlihat pada gambar 3.8.c dan 3.8.d.
Salah satu aplikasi penting konverter ADC dan DAC adalah pengolahan sinyal analog
menggunakan sistem diskrit, seperti terlihat pada gambar 3.9. Pada sistem ini tersusun
secara serial konverter ADC, sistem diskrit dan konverter DAC. Kita mengasumsikan
sinyal digital merupakan sinyal diskrit yang tidak dikuantisasi dan dikodekan,
melainkan deretan sinyal tersampel. Filter rekonstruksi yang digunakan pada konverter
DAC diasumsikan berupa filter LPF ideal. Sistem keseluruhan bisa dikatakan sistem
waktu kontinyu karena sinyal input () dan output () berupa sinyal analog/
kontinyu. Kita dapat menganalisa sistem ini dengan melihat output sinyal di masing-
masing tahapan. Konverter ADC menghasilkan output sinyal diskrit () yang
mempunyai transformasi Fourier diskrit :
1 2
= ( ) (3.18)
=
Jika sistem diskrit merupakan sistem linier time-invariant (LTI) dengan respons
frekuensi ( ), maka ouput sistem diskrit mempunyai transformasi Fourier diskrit
sebagai berikut
1 2
= . = . ( ) (3.19)
=
Gambar 3.9 Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit
Bab III - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Contoh 3.2:
Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit seperti pada gambar 3.9. Sinyal
= cos(2300) sebagai input ADC dan sistem diskritnya berupa filter allpass.
Penyelesaian:
()
600 0 600
Spektrum sinyal analog () : merupakan spektrum sinyal analog () yang
muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 2000 rad/det
()
Bab III - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
()
1000 0
= 1000
2
()
()
600 0 600
600 0 600
Spektrum sinyal analog () : merupakan spektrum sinyal analog () yang
muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 1000
()
400 0 1600
600
1600 400 600
Bab III - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
( )
-2 1,20,8 0 0,8 1,2 2
()
500 0
= 500
2
()
()
400 0 400
Bab III - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Contoh 3.3:
Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Xa( f )
f (kHz)
-4 4
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.
a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan () jika frekuensi samplingnya
f1 f 2 8kHz .
b. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 4kHz .
c. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 8kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal dengan
frekuensi cutoff = 4 .
Penyelesaian:
Bab III - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
LATIHAN BAB 3
1. Sinyal informasi mempunyai spektrum frekuensi pada rentang 0 4000 Hz. Berapa
Hz frekuensi sampling minimum agar tidak terjadi aliasing.
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
a. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dengan frekuensi
sampling 1 kHz. Berapa Hz frekuensi sinyal informasinya.
b. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dari sinyal
informasi 10 kHz. Berapa Hz frekuensi sampling ADC tersebut.
3. Data digital dengan laju data 64 kbps, bila data tersebut hasil pengkodean 8 bit per
sampling. Sistem digital tersebut menggunakan frekuensi sampling berapa Hz?
4. Tentukan dua sinyal kontinyu lain yang akan menghasilkan sinyal diskrit
= cos(0,5) bila disampling dengan frekuensi 8 kHz.
5. Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
1 2
1
Jika sistem digital diatas mempunyai persamaan beda = + 2 ( 1) ,
dan sinyal input = 2 cos 500 ()
a. Berapa Hz laju Nyquist
b. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ()
tersebut? Jelaskan!
c. Tentukan sinyal diskrit ()
d. Tentukan sinyal diskrit ()
e. Tentukan output steady state ()
6. Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
sin (0,3 )
Jika sistem digital diatas mempunyai respons impuls = , dan sinyal
input = + 2 250 + (500).
a. Berapa Hz kandungan frekuensi analog sinyal informasi ()
b. Berapa Hz laju Nyquist
c. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ()
tersebut? Jelaskan!
d. Tentukan sinyal diskrit ()
e. Tentukan sinyal diskrit ()
f. Tentukan output steady state ()
7. Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Xa( f )
f (kHz)
-8 8
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.
d. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan () jika frekuensi samplingnya
f1 f 2 20kHz .
e. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 8kHz .
f. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 18kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal
dengan frekuensi cutoff = 4 .
Bab III - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
8. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
1 ()
f (kHz)
-4 4
Filter digital tersebut merupakan LPF ideal dengan frekuensi cutoff = 2 .
a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 8 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 6
c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 8 dan 2 = 16
d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 8
9. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
()
1
f (kHz)
-8 -4 4 8
Filter digital tersebut merupakan HPF ideal dengan frekuensi cutoff = 2
a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 8 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 16 kHz
c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32
d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 32 dan 2 = 16
10. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
()
1
f (kHz)
-8 -4 4 8
Bab III - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Filter digital tersebut merupakan BPF ideal dengan frekuensi cutoff 1 = dan
4
3
2 = .
4
a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 16 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32
Bab III - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Bab 4
Transformasi-Z
4.1 Pendahuluan
Transformasi-Z merupakan suatu alat bantu pada analisis sinyal dan sistem waktu
diskrit, begitu sebaliknya pada analisis sinyal dan sistem kontinyu menggunakan
transformasi Laplace. Transformasi-Z dapat digunakan untuk menyelesaikan
persamaan beda koefisien konstan linier, mengevaluasi respon sistem LTI (Linier Time-
Invariant) bila diberi sinyal masukan (input) dan merencanakan filter digital linier.
Pada bab ini akan menjelaskan transformasi-Z dan menguji bagaimana transformasi-Z
dapat digunakan untuk menyelesaikan macam-macam permasalahan yang berbeda.
Pada bab sebelumnya, transformasi Fourier dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan
sebagai berikut:
= () (4.1)
=
Secara notasi, jika sinyal diskrit x(n) mempunyai transformasi-Z , maka dapat
ditulis
()
Transformasi-Z dapat ditinjau sebagai transformasi Fourier diskrit (TFD) dari sinyal
diskrit terbobot secara eksponensial. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai
berikut:
= = = (4.3)
= = =
Kita dapat melihat pers. (4.3) bahwa () merupakan transformasi Fourier dari
Bab IV - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Konvergensi dari deret daya pada pers. (4.2) hanya tergantung pada sehingga
() < jika
= () = () < (4.4)
= =
yaitu daerah konvergensi (DK) dari deret daya pada pers. (4.2) terdiri dari semua nilai z
agar berlaku pertidaksamaan pada pers. (4.4). Misalnya, nilai = 1 berada pada DK,
maka semua nilai z pada lingkaran yang berpusat di titik asal tersebut didefinisikan
= 1 juga berada pada DK. Jadi DK berupa lingkaran yang berpusat di titik asal.
= + =
maka aksis-aksis bidang-z merupakan bagian real dan imajiner z seperti yang
diilustrasikan pada gambar 4.1. Contour pada gamabar 4.1 berhubungan dengan = 1
yang merupakan sebuah lingkaran berjari-jari satu yang disebut sebagai lingkaran satu
(unit circle). Transformasi-z telah mengevaluasi pada lingkaran satu berhubungan
dengan TFD,
= =
Secara spesifik, kita mengevaluasi () pada titik-titik sekitar lingkaran satu adalah
memulai = 1 = 0 , melalui = = /2 , ke = 1 = , yang berarti kita
memperoleh nilai-nilai ( ) pada 0 . Sinyal diskrit () mempunyai TFD,
apabila lingkaran satu harus berada pada DK dari ().
()
Lingkaran satu =
1 ()
Bab IV - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Transformasi-Z dari sinyal diskrit () dapat dinyatakan dalam bentuk rasio dua
polinomial z sebagai berikut:
() =0
= =
(4.5)
=0
Penyelesaian:
1
= = 1
= 1
=
1
=0 =0
() konvergen apabila dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga yaitu
bila 1 < 1 atau > , sehingga DKnya: > .
()
Lingkaran satu
0 1 ()
Bab IV - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Contoh 4.2: Sinyal diskrit eksponensial sisi kiri atau tak kausal.
Penyelesaian:
1
= = 1
= =1
1 1
=1 1
=1 1
= 1
=
1 1
=0
() dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga bila 1 < 1 atau
< , sehingga DKnya: < .
Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.3.
()
Lingkaran satu
0 b 1 ()
Penyelesaian:
1 1 2 + 1 2
= + = x
1 1 1 1 1 1 1 1 2
Bab IV - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
2 2 + 2 +
= =
Daerah konvergensi () adalah < < , selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.4, dalam contoh ini > 1
()
Lingkaran satu
0 1 ()
+ /2
Penyelesaian:
9 9
1 2 1 10
10
= = 1
= x
1 1 10
=2 =2
2 8 10 2 8 8
= 10 = 9x
9
Bab IV - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
()
0 1 ()
Pasangan transformasi-Z dari beberapa sinyal diskrit umum dapat dilihat pada tabel
4.1. Berdasarkan pasangan transformasi-Z tersebut dapat membantu untuk
mengevaluasi bentuk-bentuk sinyal diskrit lainnya.
1. DK merupakan suatu lingkaran pada bidang-z yang terpusat pada titik asal, yaitu
0 < < , artinya merupakan jari-jari dalam dan lebih besar
sama dengan nol, sedangkan merupakan jari-jari luar dan kurang dari sama
dengan tak hingga.
2. Transformasi Fourier dari sinyal () konvergen jika dan hanya jika DK dari
transformasi-Z sinyal () tersebut termasuk lingkaran satu.
3. DK tidak dapat mengandung pole-pole, artinya pole-pole tidak termasuk DK.
4. Jika () merupakan sinyal diskrit durasi terbatas 1 2 , maka DK
tersebut semua bidang-z, kecuali pada = 0 atau = .
5. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan atau kausal, maka DKnya
berada diluar pole terluar (pole terbesar) menuju = pada bidang-z.
Bab IV - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
6. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kiri, maka DKnya berada didalam
pole terdalam (pole terkcil) menuju = 0 pada bidang-z.
7. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan dua sisi, maka DKnya berupa cincin
pada bidang-z, yang dibatasi oleh pole dalam dan pole luar dan DK tidak
mengandung pole-pole, sesuai dengan sifat 3.
() 1 Semua nilai z
1
() >1
1 1
1
1 <1
1 1
( ) Semua z kecuali 0
1
() >
1 1
1
1 <
1 1
1
() >
1 1 2
1
1 <
1 1 2
1 (0 ) 1
0 () >1
1 2 0 1 + 2
1 (0 ) 1
0 () >1
1 2 0 1 + 2
1 . (0 ) 1
0 () >
1 2. 0 1 + 2 2
. (0 ) 1
0 () >
1 2. 0 1 + 2 2
1 1 2 2
1 ( 2 ) Semua z kecuali 0
1 1
Bab IV - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Transformasi-Z balik merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kembali sinyal
diskrit () dari (). Metode ini sangat membantu dalam mengevaluasi sinyal dan
sistem diskrit menjadi lebih mudah. Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode
transformasi-z balik diantaranya metode inspeksi, ekspansi pecahan parsial dan
ekspansi deret daya.
Metode ini dilakukan dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1, sesuai
dengan transformasi-z dari sinyal () yang dicari. Apabila pada tabel tersebut tidak
ada bentuk () yang sesuai, bisa dilakukan dengan metode lainnya.
Contoh 4.5
1
Transformasi-z dari sinyal diskrit adalah = 1 dan mempunyai DK:
1 1
4
1
> 4 . Tentukan sinyal diskrit ().
Penyelesaian:
1
Dari tabel 4.1 diperoleh bahwa = ()
4
Bila penyelesaian transformasi-z balik tidak dapat diselesaikan dengan melihat tabel
4.1, maka dapat dilakukan dengan memanipulasi () dalam bentuk jumlahan yang
masing-masing suku ada pada tabel 4.1. Selanjutnya tiap suku pada () dilakukan
dengan metode inspeksi. Untuk dapat menyelesaikan metode ekspansi pecahan parsial,
() diasumsikan sebagai perbandingan polynomial 1 yaitu
=0
=
(4.6)
=0
Persamaan (4.6) ekivalen dengan
=0
=
(4.7)
=0
Persamaan (4.7) menunjukkan bahwa akan ada zero dan N pole pada lokasi tidak nol
pada bidang-z. Sebagai tambahan, ada pole pada = 0 bila > atau
( ) zero pada = 0 jika > . Dengan kata lain, bentuk transformasi-z pada
pers. (4.6) selalu mempunyai jumlah pole dan zero yang sama pada bidang-z dan tidak
ada pole dan zero pada = . Bentuk () pada pers. (4.6) dapat dinyatakan dalam
bentuk
Bab IV - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
1
=1(1 )
= 1
(4.8)
=1(1 )
Dimana merupakan zero dari () yang tidak nol dan merupakan pole dari ()
yang tidak nol.
Jika < dan semua pole merupakan orde pertama, maka () dapat dinyatakan
sebagai
= (4.9)
1 1
=1
= . (1 1 ) = (4.10)
Contoh 4.6:
1 1
= >
1 1 2
1 4 1 1 2 1
Penyelesaian:
1 2
() = +
1 1
1 4 1 1 2 1
dimana:
1 1 1
1 = . (1 ) =
1
= 1
4 1 =4 1 2 1
1 =4
1 1 1
2 = . (1 ) =
1
=2
2 1 =2 1 4 1
1 =2
sehingga :
1 2
() = 1
+
1
1 4 1 1 2 1
Bab IV - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Seperti terlihat pada tabel 4.1 dengan melihat pasangan transformasi-z masing-masing
suku, maka sinyal diskrit () menjadi
1 1
= + 2. ()
4 2
Jika , maka pers (4.6) dinyatakana ke dalam bentuk ekspansi pecahan parsial
lengkap seperti berikut:
= + (4.11)
1 1
=0 =1
Pers (4.11) dapat diperoleh dari pers (4.6) dengan cara membagi pembilang dengan
penyebutnya sampai menghasilkan polinomial 1 berpangkat (M-N). Suku pertama
per (4.11) sisi kanan merupakan hasil pembagian pers (4.6) dan suku keduanya
merupakan rasio sisa dari pembagian pers (4.6) dengan penyebutnya.
Contoh 4.7:
1 1 5 1 1
1 + 2 1 1 + 3 1 1 + 6 1 + 6 2
= = >
2
1 1 3 1
1 4 1 1 2 1 1 4 1 + 8 2
Penyelesaian:
Berdasarkan DK dari () maka sinyal () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan.
Pangkat tertinggi polinomial 1 pada pembilang maupun penyebut M=N=2 dan semua
polenya merupakan orde pertama, maka () dapat dinyatakan sebagai berikut:
1 2
= + +
1 1
1 4 1 1 2 1
4
3
3 1 5 1
1 1 + 2 1 + 1 + 2
4 8 6 6
4 1
1 2
+
3 6
Bab IV - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
1 11
+ 1
3 6
Setelah pangkat dari sisa pembagian polinomial 1 lebih kecil dari pembagi, maka
dapat dinyatakan dalam bentuk:
1 11 1 11
4 3 + 6 1 4 3 + 6 1
= + = +
3 1 3 1 + 1 2 3 1
1 1
1
1 1
4 8 4 2
4 1 2
= + +
3 1 1
1 4 1 1 2 1
1 11
3 + 6 1 1 20
1 = 1 1 =-
1 1 4 3
1 4 1 1 2 1 1 = 4
1 11
3 + 6 1 1 20
2 = 1 1 =
1 1 2 3
1 4 1 1 2 1 1 = 2
Selanjutnya menjadi:
20 20
4 3
= + + 3
3 1 1 1 1
1 4 1 2
Dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1 dan DK dari adalah
1
> 2 maka sinyal diskrit () merupakan urutan sisi kanan dan diperoleh sebagai
berikut:
4 20 1 20 1
= () () + ()
3 3 4 3 2
Jika mempunyai pole jamak dan maka selanjutnya pers (4.11) harus
dimodifikasi. Jika mempunyai pole orde pada = dan semua pole-pole
lainnya merupakan orde pertama, maka pers (4.11) menjadi
Bab IV - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
= + + (4.12)
1 1 (1 1 )
=0 =1, =1
Koefisien dan dapat dicari dengan cara yang sama dengan sebelumnya,
sedangkan dicari dengan cara sebagai berikut:
1
=
1 1
! = 1 (4.13)
maka:
1. Linieritas
Sifat linier dapat dinyatakan
1 + 2 1 + 2 , DK = 1 2
DK dari penjumlahan dua sinyal diskrit merupakan irisan dari kedua DK sinyal
tersebut. Pada contoh 4.3 menunjukkan sifat linieritas.
Bab IV - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
( ) (), DK =
Apabila nilai positif maka sinyal () mengalami waktu tunda (delay) sebesar
dan bila negatif maka sinyal () mengalami penggeseran maju (digeser ke
kiri). Penurunan sifat ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
transformasi-z, misalnya = ( ), maka transformasi-z dari () adalah
= ( )
=
= ()
Contoh 4.8:
1 3
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit = ( 3).
2
Penyelesaian:
3
=
1
1 2 1
1
dimana DK dari () adalah > 2
Contoh 4.9:
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit berikut:
= . ()
Penyelesaian:
Bab IV - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
1 1
() = () + ()
2 2
1 1
() = () + ()
2 2
Dari bentuk tersebut kita bisa melihat pada tabel 4.1 sehingga transformasi z
dari adalah:
1/2 1/2
= 1
+
1 1 1
1 1
1 1 + 2 1 1
= 2
1 1 1 1
1 . 1
=
1 2. 1 + 2 2
4. Diferensiasi dari ()
()
() dimana DK =
Contoh 4.10:
Penyelesaian:
1 1
= =
1 1 1 1 2
Jika sinyal real atau sinyal tersebut tidak memilki konjugasi sinyal komplek,
hasilnya menjadi
(1/) dimana DK = 1/
Contoh 4.11:
Penyelesaian:
sinyal tersebut merupakan sifat time reversal dari (), dengan sifat
time reversal diperoleh
1
=
1
() = 1 . 2 ( )
=
Bab IV - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
() = = 1 . 2 ( )
= = =
() = 1 2 ( )
= =
() = 1 2 () ( +)
= =
=
() = 1 2 = 1 . 2 ()
= =
Contoh 4.12:
1 1
= . DK >2
1
1 1
(1 2 1 ) (1 3 1 )
2 1
= DK >2
1 1
( 2) 3
()
0 1/3 1/2 ()
Bab IV - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Jika () sama dengan nol untuk < 0 (jika () merupakan Kausal), nilai awal
(0) dapat diperoleh dari () sebagai berikut :
0 = lim ()
Daerah
No Sifat Sinyal diskrit Transformasi-z
konvergensi
1 Linieritas 1 + 2 () 1 + 2 () 1 2
Pergeseran
2 ( ) ()
waktu
Perkalian
3 ()
eksponensial
()
4 Diferensiasi ()
5 Konjugasi () ( )
Refleksi
6 () ( 1 ) 1/
waktu
7 Konvolusi 1 2 () 1 . 2 () 1 2
Sistem LTI dapat dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N
mempunyai bentuk:
= (4.14)
=0 =0
() = () (4.15)
=0 =0
Bab IV - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Fungsi transfer dari sistem LTI menjadi dapat diperoleh dari pers (4.15) sebagai
berikut:
=0
= =
=0 (4.16)
Berdasarkan fungsi transfer () kita dapat mengevaluasi sistem LTI dengan melihat
DKnya, yaitu:
1. Kausalitas
Sistem LTI dikatakan kausal apabila DK dari () berada diluar pole terluar.
2. Stabilitas
Sistem LTI dikatakan stabil BIBO apabila lingkaran satu termasuk DK dari ().
Contoh 4.13:
Sistem linier time-invariant bersifat kausal mempunyai fungsi transfer :
1
(1 2 1 )
= (4.17)
1 3
(1 + 3 1 )(1 4 1 )
Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan.
Penyelesaian:
1 1
(1 2 1 ) 2 ( 2)
= . =
1 1 3 1 2 1 3
(1 + 3 )(1 4 ) ( + 3)( 4)
Nilai zero pada 1 = 0 dan 2 = 1/2 sedangkan nilai pole terdapat pada 1 = 1/3 dan
2 = 3/4. Fungsi sistem bersifat kausal maka DKnya berada diluar pole terbesar/terluar
sehingga DKnya > 3/4, sehingga lingkaran satu termasuk DK dari (). Gambar
pole-zero beserta DK dari () dapat dilihat pada gambar 4.6.
()
Lingkaran satu
1 0 1 3 1 ()
3 2 4
Bab IV - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Bab IV - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
SOAL LATIHAN
4.1 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
1
a. = () d. = ( 2)
4
1
b. = ( 1) e. = ( + 3)
5
1
c. = () f. = 1/2 2 ( 12)
4
4.2 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:
a. = , 0< <1
1, 0 1
b. =
0,
b. Berapa banyak kemungkinan urutan dua sisi yang mempunyai gambar pole-zero
seperti pada gambar 4.6
c. Apakah mungkin gambar pole-zero sperti pada gambar 4.6 tersebut dapat
dikatagerikan sebagai urutan yang stabil BIBO dan kausal? Kalau mungkin
tentukan DK-nya?
()
-1 0 1 3 2 ()
2 2
Bab IV - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
= 1 + 1 + 2 1 1 4 1
4.5 Tentukan sinyal diskrit () dibawah yang beberapa transformasi-z nya adalah
1 1
a. () = 1 >
1 + 4 1 4
1 1
() = <
b. 1 4
1 + 4 1
1
1 2 1 1
c. () = >
3 1 2
1 + 4 1 + 8 2
1
1 + 3 1 1
d. () = 2 >
1 2
1 2 1
1 2 1 1
e. () = >
1 2 2
1
4.6 Sistem LTI kausal bila diberi input = 1 + () akan
2
menghasilkan keluaran yang mempunyai transformasi-z berikut
1
2 1
() =
1
1 2 1 1 + 1
1 1
() =
3
1 + 4 1
1
Input sistem tersebut adalah = 1 + ()
3
4.8 Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls (), yang transformasi-z nya adalah
1 + 1
() =
1 1
1 2 1 1 + 4 1
1 1 4
= 3 4 3 2 ( 1)
1
x = + 2 ( 1)
3
1 2
=5 5 ()
3 3
4.10 Perhatikan sistem LTI yang mempunyai hubungan input-output yang dinyatakan
dengan persamaan beda
5
2 1 + 2 = ( 1)
1 + 2 1 + 2
() =
1
1 1 1 + 2 1
Bab IV - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
= /2
, 0
=
0, < 0
dan input
1, 0 1
=
0,
4.13 Perhatikan sistem LTI stabil dan mempunyai fungsi transfer berikut
3
=
1
1 + 3 1
Asumsikan bahwa input sistem berupa unit step.
1
1 2 1
= 2
1 1 >
1 2 1 1 4 1 2
a. Tentukan respons impuls sistem.
b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
c. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
d. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input () dan output
() sistem.
4.15 Perhatikan sinyal () urutan sisi kanan yang mempunyai transformasi-z berikut
1 2
= =
1 1 1 1
Bab 5
Perencanaan Filter Digital
5.1 Pendahuluan
Filter digital merupakan suatu sistem diskrit yang digunakan untuk memfilter
(frekuensi) sinyal input digital menjadi sinyal output digital sesuai yang diinginkan oleh
disainer. Filter digital dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier
orde ke-N, selain itu dapat juga dinyatakan dalam respons impuls. Berdasarkan panjang
deretan (durasi) respons impuls, filter digital dikelompokkan menjadi filter FIR (Finite
Impulse Response) dan filter IIR (Infinite Impulse Response). Banyak contoh aplikasi
filter digital yang dapat dijumpai pada bidang kedokteran, sistem komunikasi digital,
sistem proteksi relay pada sistem kelistrikan, robotika, radar, sistem audio digital dan
lain sebagainya. Disain filter digital dengan fasa linier dilakukan dengan metode
pendekatan. Filter FIR didisain dengan pendekatan filter digital ideal sedangkan filter
IIR didisain dengan pendekatan filter analog.
Filter digital merupakan sistem linier time-invarian (LTI) yang melakukan proses dari
input sinyal digital menjadi sinyal output digital (). Sistem LTI dapat
dikarakterisasi dengan respon impuls (), fungsi sistem () dan persamaan beda
koefisien konstan. Jika sistem tersebut mempunyai persamaan beda koefisien konstan
linier orde-N sebagai berikut:
= ( ) (5.1)
=0 =0
(band stop filter). Filter digital H(z) diaplikasikan pada struktur analog-to-digital-H(z)-
digital-to-analog {ADC-H(z)-DAC} seperti terlihat pada gambar 5.1. Sinyal input
kontinyu () diproses oleh analog-to-digital converter (ADC) menjadi sinyal diskrit
() dengan laju sampling 1/, dimana merupakan periode sampling. Sinyal diskrit
() sebagai input filter digital () untuk diproses yang menghasilkan output sinyal
diskrit (). Selanjutnya sinyal () dikonversi oleh digital-to-analog converter (DAC)
menjadi sinyal kontinyu ().
Filter FIR didisain dengan melakukan pendekatan ke filter digital ideal. Metode yang
sering dijumpai menggunakan metode windowing. Cara yang paling mudah untuk
mendapatkan filter FIR adalah membatasi panjang deretan respons impuls filter IIR.
Jika () merepresentasikan respons impuls filter digital IIR yang diinginkan, maka
filter FIR dengan respons impuls () dapat diperoleh sebagai berikut
, 1 2
= (5.4)
0,
= . () (5.5)
Respons impuls () pers (5.4) dapat dibentuk dari per (5.5) bila menggunakan fungsi
window persegi (rectangular) yaitu
1, 1 2
= (5.6)
0,
Bab V - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
( ) ( ) ( )
4/
* =
2/
Gambar 5.2 Respons Frekuensi hasil perkalian respons impuls () ideal dengan
window persegi
Beberapa fungsi window yang sering digunakan secara umum yaitu window persegi,
Barlett, Hanning, Hamming, dan Blackman. Secara matematis fungsi window dengan
panjang deretan N adalah:
1, 0 1
= (5.8)
0,
2. Window Barlett
2
, 0 ( 1)/2
1
= 2 1 (5.9)
2 , 1
1 2
0,
3. Window Hanning
2
0.5. 1 cos[ ] , 0 1
= 1 (5.10)
0,
4. Window Hamming
2
0.54 0.46 cos , 0 1
= 1 (5.11)
0,
Bab V - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
5. Window Blackman
2 4
0.42 0.5 cos + 0.08 cos , 0 1
= 1 1 (5.12)
0,
Filter LPF ideal yang mempunyai fasa linier dengan slope dan frekuensi cutoff
dapat dinyatakan dalam domain frekuensi
,
( ) = (5.13)
0, < <
sin[ ( )]
= (5.14)
( )
Filter FIR kausal dengan respons impuls () dapat diperoleh dengan cara mengalikan
() dengan sebuah fungsi window pada titik asal dan diakhiri pada titik 1
sebagai berikut
sin
. , 0 1
= (5.15)
0,
Respons impuls () mempunyai fasa linier bila dipilih agar menghasilkan () yang
simetris. Fungsi sin /( ) pada pers (5.14) simetris pada = dan
fungsi window simetris pada = ( 1)/2, sehingga filter () pada pers (5.15)
mempunyai fasa linier jika simetris dan
1
=
2
5.3.2 Tahapan Disain Filter Digital FIR
Sebelum melakukan tahapan disain filter digital, kita harus membuat spesifikasi filter
digital. Sebagai ilustrasi, kita merencanakan filter LPF dengan menentukan spesifikasi
redaman passband maksimal 1 pada frekuensi cuoff , redaman stopband minimal
2 pada frekuensi seperti terlihat pada gambar 5.3.
Bab V - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
20
0
1
0 (rad)
1. Memilih tipe window berdasarkan tabel 5.1 agar redaman stopband minimal
sama dengan 2 .
2. Menentukan panjang deretan window N (orde filter) agar memenuhi lebar band
transisi sesuai dengan tipe window yang digunakan. Jika merupakan lebar
band transisi, maka harus dipenuhi kondisi
2
= .
Dimana tergantung pada tipe window yang digunakan sehingga
2
.
Bab V - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
1
sin
= 2 . () 0 1
1
2
(3)/2
(1)/2
1 1
= . + 2 cos[( )]
2 2
=0
5. Jika persyaratan redaman 1 pada tidak sesuai, diatur lagi nilai , biasanya
lebih besar dari iterasi pertama. Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan nilai
yang baru tersebut.
6. Jika persyaratan respons frekuensi (respon magnitud dan fasa) sudah sesuai
dengan yang diinginkan, cek lagi dengan mengurangi orde filter N. Selanjutnya
ulangi langkah ke-4 dengan menggambar respons frekuensi. Pengurangan nilai N
bertujuan untuk mengurangi processing delay (waktu tunda pengolahan pada
sistem diskrit). Jika pengurangan nilai N tidak memungkinkan, maka iterasi
dihentikan dan diperoleh respons impuls ().
Prosedur diatas merupakan metode trial and error dan berusaha untuk mencapai
respons frekuensi yang paling sesuai dengan yang diinginkan. Prosedur ini bukan
merupakan optimalisasi hasil, tetapi memperoleh hasil disain yang mendekati.
Contoh 5.1:
Rencanakan filter digital LPF yang akan dipakai pada sistem digital A/D-H(z)-D/A, yang
mempunyai redaman 3 dB pada frekuenasi cutoff 15 Hz dan redaman stopband 50 dB
pada frekuensi 22,5 Hz. Filter tersebut diharapkan mempunyai fasa linier dan
menggunkan frekuensi sampling 100 Hz.
Bab V - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Penyelesaian:
Spesifikasi filter LPF berdasarkan data yang diketahui sebagai baerikut
20
0
-3 dB
-50 dB
Langkah 1:
Untuk memperoleh redaman stopband minimal 50 dB, berdasarkan tabel 5.1
maka kita bisa menggunakan window Hamming atau Blackman. Sebagai contoh
dalam hal ini, kita pilih menggunakan window Hamming.
Langkah 2:
Menentukan ukuran window (orde filter) berdasarkan lebar pita transisi pada
tabel 4.1 sesuai dengan tipe window yang digunakan, dalam contoh ini
menggunakan Hamming, sehingga
2 2
. = 4. = 53.3
0.45 0.3
Langkah 3:
Menentukan frekuensi cuoff dan slope dari fasa adalah
= 0.3 dan = 1 /2 = 27
Selanjutnya diperoleh respons impuls () untuk window Hamming sebagai
berikut:
sin 0.3 27 2
= . 0.54 0.46 cos , 0 54
27 54
Bab V - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Langkah 4:
Menggunakan nilai-nilai untuk menggambar respons magnitud dari filter
hasil disain dengan menggunakan persamaan pada langkah ke-4 disain filter FIR.
Selain itu dapat juga dengan tahapan berikut:
Menghitung respons impuls () seperti pada tabel 5.2.
= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)
() = 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 54
( ) = 0 + 1 + + 27 27 + + 54 54
Bab V - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Gambar respons impuls dan respons magnitud hasil disain dapat dilihat pada
gambar 5.4 dan 5.5 sedangkan persamaan bedanya adalah
= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
h(n)
0.1
0.05
-0.05
-0.1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
waktu n
Gambar 5.4 didapat menggunakan perangkat lunak Matlab dengan perintah stem.
Gambar tersebut merupakan respons impuls filter FIR hasil disain dan terlihat bahwa
berbentuk simetris pada saat = 27.
linier pada rentang frekuensi tersebut. Sinyal diskrit yang frekuensinya berada pada
daerah passband maka sinyal tersebut akan diloloskan tetapi akan mengalami delay
sesuai dengan respons fasa filter pada frekuensi sinyal input. Sebagai contoh bila sinyal
input mempunyai frekuensi 0.2 maka akan mengalami delay sekitar 1000 degrees.
50
Magnitude (dB)
-50
-100
-150
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
0
Phase (degrees)
-500
-1000
-1500
-2000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)
Gambar 5.5 Respons magnitud dan fasa filter FIR hasil disain
clear all
n=0:54;
%menghitung respons impuls filter hasil disain
hn=(0.3*sinc(0.3*(n-27))).*(0.54-0.46*cos (2*pi*n/54));
% menggambar respons impuls
figure(1)
stem(hn,'k')
figure(2)
%menggambar respons frekuensi filter hasil disain
freqz(hn,1)
Bab V - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
SOAL LATIHAN
2 sin[0.2 50)
1/2{1 cos }. { } , 0 100
= 100 50)
0,
2 sin[0.9 5)
1/2{1 cos }. { 5 } , 0 10
= 10 5)
0,
Bab V - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
5.4 FILTER DIGITAL IIR
1. STRUKTUR FILTER DIGITAL
Berdasarkan hubungan antara deretan input x[n] dengan deretan output y[n] :
a. Rekursif
y[n] = F{y[n-1], y[n-2], . . . , x[n], x[n-1], x[n-2], . . .}
b. Non-Rekursif
y[n] = F{x[n], x[n-1], x[n-2], x[n-3], . . . }
Y (Z ) b z k
k
H(Z) k 0
N
X (Z )
a z
k 0
k
k
N M
Y (Z). ak z k X(Z). bk z k
k 0 k 0
N M
a y[n k ] b x[n k ]
k 0
k
k 0
k
Untuk ao = 1, maka :
M N
y[n] bk x[n k ] ak y[n k ]
k 0 k 1
h[n]
n
Transformasi - Z :
M
b k z k
H( Z) h[n]z n
k 0
N
n
1 a k z k
k 1
Syarat H(z) :
Minimum salah satu ak 0
Akar-akar dari penyebut tidak dihilangkan oleh akar-akar dari pembilang
Zero dapat berada disetiap tempat, pole harus terletak didalam lingkaran
satuan
MN
Respons fasa
ImH(z)
e j tan1 , untuk, z e j
Re H(z)
atau
1 H(z)
e j ln ,
2 j H(z 1 )
untuk, z e j
Group delay :
d(e j )
g (e j )
d
METODE PENDEKATAN
Transformasi bilinier
Transformasi respons impuls
Transformasi matched Z
TRANSFORMASI BILINIER
Definisi :
2 1 z1 2 S
z T
S
T 1 z 1
;
2 T S dan T: frekuensi sampling
2 j
z T
Bila ; S = j ,
2 T j
Untuk : = 0, maka : z = 1,
= , maka : z = -1,
2 j
z T
Bila ; S = + j maka :
2 T j
Bila < 0 (bidang S sebelah kiri) maka Z 1 sehingga daerah konvergensi didalam
linkaran satu
H(z) H(S) 2 (1 z 1 )
S .
T (1 z 1 )
Bidang S Bidang Z
Im
Re
j
2 1 e jT
2 e jT / 2 e jT / 2
T 1 e jT
T e jT / 2 e jT / 2
2 T
j j tan
T 2
2 T
tan , linier bila T kecil, yaitu
T 2
2
tan , normalisas i T 1
T 2
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
1
H a ( S ) H LPF ( S ) s = . . . . . ., dimana : c
S
10
1
c K 1 / 10
1 2n
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
2
H a ( S ) H LPF ( S ) c = . . . . . ., dimana : c
S
10
1
K 1 / 10
s 1 2n
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 L U 2 1 L U 2 1 r
r min A , B
i i T
2fi
;
2
i tan i ; A
2
L U
1
fs T 2 1 U L
B
2
2 L U
2 U L
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
L 1 2 U L 1 2 U 1 r
r min A , B
2fi 2 1 U L
i i T ; i tan i ; A
fs T 2 12 L U
2 U L
B
22 L U
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
Filter chebyshev low pass normalisasi dengan riple pada passband mempunyai
karakteristik :
2 1
H() 2 2
1 Tn ()
dimana :
Tn() : polinomial chebyshev derajat n
: parameter riple pada passband
2 2
H() H()
1 1
1 1
1 2 1 2
1 1
A2
A2
1 r 1 r
2 1
Pada = 1 - - - - - - - H()
1 2
2 1
= r - - - - - - H() 2
A
Polinomial Chebyshev dapat dilihat pada tabel Tabel 3.3 pada buku :
L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
Untuk memperoleh fungsi transfer H n(s) stabil dan kausal maka harus
mendapatkan pole-pole dan memilih pole-pole Hn(s) pada LHP (Left Half Plane).
1 + 2 Tn2(s) = 0
k2 k2
2 1
a2 b
dimana :
1 / n
1 1
1 1 /
1/n 2
a 1 1 2 /
2 2
b 1 1 /
1 / n
1 2
1/n 1 2
/
1 1
2 2
k aSin 2k 1 / 2n
k bCos2k 1 / 2n k 1,2,3,...,2n
Vn (s) s n b n1 s n1 ... b1 s b 0
b 0 , n ganjil
K b0
, n genap
2
1
Penyelesaian :
Sehingga diperoleh :
A = 10
= 0,76478
maka : g = 13,01
n = 4.3 5
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1
( A 2 1) 10 K 2 / 10 1 log[g g2 1]
- g
2
10 K1 / 10 1
- n
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a (S ) H n (S ) s =......
S
c
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1
( A2 1) 10 K 2 / 10 1 log[g g2 1]
- g
2
10 K1 / 10 1
- n
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a (S ) H n (S ) c =......
S
s
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
1 L U 2 1 L U 2 1 r
r min A , B
i i T
2fi
;
2
i tan i ; A
2
L U
1
fs T 2 1 U L
B
2
2 L U
2 U L
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
( A 2 1) log[g g2 1]
- g
2
- n
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1
K2 K2 K2
L 1 2 U L 1 2 U 1 r
r min A , B
2fi 2 1 U L
i i T ; i tan i ; A
fs T 2 12 L U
2 U L
B
22 L U
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :
( A 2 1) log[g g2 1]
- g
2
- n
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :
Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
2. Rencanakan filter digital IIR yang dispesifikasikan dengan H(z) bila digunakan pada Pre-
filtering struktur A/D-H(z)-D/A yang memenuhi spesifikasi sebagai berikut :
Filter low-pass dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff 500 Hz
Redaman stop band minimal 15 dB pada frekuensi 750 Hz
Laju sampling 2000 sampel/detik
Monotonic passband (Butterworth)
a. Tentukan fungsi sistem H(z)
b. Tentukan persamaan beda sistem hasil desain
c. Gambarkan struktur realisasi filter hasil desain saudara
Bab 6
Realisasi Filter Digital
6.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang disain filter digital baik filter FIR maupun
IIF. Filter digital biasanya digunakan pada sistem digital yang mempunyai struktur
rangkaian A/D H(z) D/A dan dapat diimplementasikan dari persamaan beda
koefisien konstan linier orde ke-N, yang diperoleh dari () atau (). Persamaan beda
dapat diimplementasikan dengan program komputer, rangkaian digital atau IC yang
dapat diprogram, misalnya menggunakan TMS instrument. Pada bab ini menjelaskan
beberapa realisasi alternatif dari filter digital atau sistem diskrit yaitu dalam bentuk
langsung, serial (cascade) dan paralel.
Sistem diskrit paling umum dari sistem linier-time invariant (LTI) dapat dikarakterisasi
dengan fungsi sistem untuk :
=0 (6.1)
=
1 + =1
Berdasarkan fungsi sistem pada persamaan (6.1) dan sifat transformasi-z, sistem
dengan input dan output digital (). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
= + ( ) (6.2)
=1 =0
Realisasi filter menggunakan persamaan (6.2) disebut sebagai realisasi bentuk langsung
I. Output () dinyatakan dengan jumlahan input () saat ke-n (saat ini) yang diberi
bobot, input-input sebelumnya ( ), untuk = 1,2, , dan output sebelumnya
( ), untuk = 1,2, , . Realisasi bentuk langsung I dapat dilihat pada gambar
6.1. Blok delay merepresentasikan bentuk strorage (penyimpanan) atau delay (waktu
tunda), blok multiplier (pengali) merepresentasikan penguatan sinyal dan blok adder
(penjumlah) merepresentasikan penjumlahan sinyal.
Realisasi bentuk lain dari persamaan (6.2) dapat diperoleh dengan memecah ()
menjadi perkalian dua fungsi transfer 1 () dan 2 (), dimana 1 () hanya
mengandung penyebut atau pole-pole sedangkan 2 () hanya mengandung pembilang
atau zero-zero seperti berikut:
Bab V - 1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
= 1 . 2 = ()/() (6.3)
1 = 1/(1 + ) (6.4)
=1
2 = ) (6.5)
=0
0
() ()
1 1
1 1
1 1
2 2
1 1
1 1
()
() () ()
1 () 2 ()
Output filter () diperoleh dari sistem yang diusun seri dari fungsi sub sistem
1 () dengan fungsi sub sistem 2 () seperti terlihat pada gambar 6.2. Output sub
sistem 1 adalah () sebagai input sub sistem 2 () yang menghasilkan output
(). Transformasi-z dari () dan () sebagai berikut
Bab V - 2
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
= 1 . () (6.6)
= 2 . () (6.7)
Substisusikan pers. (6.4) dan pers. (6.5) ke pers. (6.6) dan pers. (6.7) sehingga menjadi
1
=
. () (6.8)
1+ =1
= . () (6.9)
=0
Dengan mentransformasi-z balik pers. (6.8) dan pers. (6.9) menghasilkan pasangan
persamaan beda seperti pada pers. (6.10) dan pers. (6.11). Selanjutnya realisasi sistem
diskrit dari dua sub sistem 1 dan 2 tersusun serial seperti pada gambar 6.3.
= ( ) (6.10)
=1
= ( ) (6.11)
=0
() () 0 ()
1 1
1 1
1 1
2 2
1 1
1 1
Bab V - 3
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Gambar 6.3 terlihat bahwa ada dua cabang elemen delay yang dapat digabung menjadi
satu saja dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung II yang ditunjukkan pada
gambar 6.4. Pada realisasi bentuk langsung II, jumlah elemen blok delay sebanyak N,
sesuai dengan orde persamaan beda. Rangkaian ini merupakan salah satu bentuk
realisasi yang mengandung elemen delay minimum. Bentuk ini bukan berarti yang
terbaik, akan tetapi merupakan pertimbangan penting dalam implementasi sistem
digital dalam kaitannya dengan permasalahan kuantisasi.
() 0 ()
1
1
1
1
2 2
1 1
Sistem diskrit dengan fungsi transfer bila diberi input (), maka keluaran sistem
adalah (). Kita dapat menyatakan dalam bentuk tranformasi-z sehingga menjadi :
Bab V - 4
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
= . () (6.12)
= . 1 . 2 1 (6.13)
= . 1 . 2 1 () (6.14)
= 1 2 1 () (6.15)
Output () diperoleh dari sinyal input yang melewati proses pada subsistem-
subsistem secara serial sebanyak subsistem seperti terlihat pada gambar 6.5. Output
masing-masing subsistem didefinisikan sebagai 1 (), 2 (), . . . , 1 (). Fungsi sistem
() dipecah menjadi beberapa subsistem yang disusun secara seri, biasanya subsistem
tersebut merupakan fungsi biquadratic. Bentuk biquadratic dapat dinyatakan dalam bentuk
umum () adalah
0 + 1 1 + 2 2
= = 1,2,3 , (6.16)
1 + 1 1 + 2 2
()
() 1 () 2 () 1 () ()
1 () 2 () ()
Bab V - 5