Anda di halaman 1dari 130

Penulis Tim Pengampu Mata Kuliah

PENGOLAHAN SINYAL
DIGITAL

Click and drag waveform to change


fundamental frequency and amplitude
1

0.5
Waveform

-0.5

-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (Seconds)

40
Magnitude (dB)

20

-20

-40
0 20 40 60 80 100
Frequency (Hertz)
PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL

Materi :

1. Sinyal dan sistem diskrit


2. Analisa Frekuensi
3. Sampling dan rekonstruksi sinyal
4. Transformasi Z
5. Perencanaan Filter digital
6. Realisasi Filter digital

Pustaka :
1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer Discrete Time Signal Processing,
Prentice Hall, second edition, 1999.
2. J. G. Proakis, Digtital Signal Processing, Prentice Hall,
3. Monson H. Hayes, Digtital Signal Processing, Schaums Outlines
Series, 1999.
4. L. C. Ludeman, Fundamentals of Digital Signal Processing, Harper &
Row, 1986.

Evaluasi :
1. Tugas : 10%
2. Kuis : 10%
3. UTS : 40%
4. UAS : 40%

() ADC () Sistem diskrit () DAC ()


converter ( ) converter
() ( )
( )
= ()

()
= ()

Pengolahan Sinyal Digital


CONTOH REALISASI

Blok Diagram DSK TMS320C6416T

DSK TMS320C6416T
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Bab 1
Sinyal dan Sistem Diskrit

1.1 Pendahuluan

Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada
notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi
sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini
juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier time invariant (LTI), bila diberi input maka
outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifat-
sifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan
persamaan beda akan dibahas pada bab ini.

1.2 Sinyal Diskrit


Sinyal diskrit didefinisikan sebagai deretan bilangan real atau kompleks yang diberi
tanda (indeks) yang menyatakan deretan waktu. Selanjutnya sinyal diskrit dinyatakan
sebagai fungsi variabel integer yang dinotasikan dengan (). Secara umum sinyal
diskrit () merupakan fungsi waktu . Sinyal diskrit () tidak didefinisikan untuk
nilai non integer. Sebagai ilustrasi sinyal diskrit () dapat dilihat pada gambar 1.1.

43 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1.1 Representasi sinyal diskrit ()

Sinyal diskrit () diperoleh dari sinyal analog/kontinyu yang disampling dengan


analog-to-digital (A/D) converter dengan laju sampling 1/, dimana merupakan
periode sampling. Sebagai contoh sinyal suara yang mempunyai spektrum 0 3400 Hz
disampling dengan laju sampling 8 kHz. Sinyal analog () yang disampling dengan
periode sampling menghasilkan sinyal diskrit () dari sinyal analog sebagai
berikut

= () (1.1)

Bab I - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1.2.1 Sinyal diskrit kompleks


Secara umum sinyal diskrit bisa bernilai kompleks. Dalam kenyataanya, pada beberapa
aplikasi, seperti pada sistem komunikasi digital, sinyal diskrit kompleks muncul secara
natural. Sinyal diskrit kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu bagian real
dan bagian imajiner,

= + = () + () (1.2)

atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya,

= () exp[ () ] (1.3)

Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai
berikut:

() = 2 x n + {x(n)} (1.4)

Sedangkan fasa sinyal diskrit dapat diperoleh dengan menggunakan,

{()
{ } = 1 (1.5)
{()

Jika () merupakan urutan kompleks, maka kompleks konjuget dinyatakan dengan


notasi (), yang diperoleh dengan cara mengubah tanda pada bagian imajiner dari
() atau tanda argumennya apabila dalam bentuk kompleks polar,

= {()} = () exp[ () ] (1.6)

1.2.2 Beberapa sinyal diskrit dasar

Ada empat sinyal diskrit dasar yang biasa digunakan pada pengolahan sinyal digital,
diantaranya sinyal impuls (unit sample), sinyal unit step, sinyal eksponensial dan sinyal
sinusoida.

Sinyal impuls dinotasikan dengan () dan didefinisikan

1 =0
= (1.7)
0 0

Bentuk sinyal impuls dapat dilihat pada gambar 1.2.


0
Gambar 1.2 Bentuk sinyal impuls

Bab I - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Sinyal unit step (satuan tangga) dinotasikan dengan () dan didefinisikan

1 0
= (1.8)
0 <0

Terdapat hubungan antara sinyal impuls dengan sinyal unit step yaitu
= ( 1).

Bentuk sinyal unit step dapat dilihat pada gambar 1.3.


0 1 2 3 4

Gambar 1.3 Bentuk sinyal unit step

Sinyal eksponensial didefinisikan

= (1.9)

merupakan bilangan real atau komplek. Dalam kasus ini bisa berupa 0
sehingga sinyal eksponensial menjadi = 0 , dimana 0 merupakan
bilanagan real. Sinyal () tersebut dinamakan sinyal eksponensial kompleks
dan dapat dinyatakan dalam bentuk lain

= 0 = 0 + j0 .

Sinyal eksponensial kompleks merupakan sinyal sinus dengan komposisi


komponen bagian real dan imajiner. Ilustrasi sinyal ekponensial dengan real
dapat dilihat pada gambar 1.4. Pada gambar 1.4 nilai = .


1 = 1/2

1/2

1/4
1/8


1 0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1.4 Sinyal eksponensial real dengan = 1/2

Bab I - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Sinyal sinus mempunyai bentuk umum sebagai berikut

= . cos(0 + ) (1.10)

Dimana , 0 , dan merupakan amplitudo sinyal, frekuensi digital dan fasa


sinyal. Sinyal sinus merupakan sinyal diskrit yang periodik dengan periode 2
sehingga kita cukup memperhatikan dalam domain frekuensi pada interval
0 atau 0 0 2.

Periodesitas sinyal diskrit

Dalam kasus waktu diskrit, sinyal diskrit periodik bila memenuhi kondisi bahwa
= ( + ) untuk semua . Dimana adalah periode sinyal diskrit
(integer). Kondisi ini berlaku untuk sinyal sinus maka

. cos 0 + = . cos(0 + 0 + )

Sehingga harus memenuhi persyaratan bahwa

0 = 2 (1.11)

Dimana integer. Statemen tersebut berlaku juga untuk sinyal eksponensial


komplek = 0 periodik dengan periode yang memenuhi syarat

= 0 (+) = 0 (1.12)

Sinyal eksponensial kompleks tersebut hanya berlaku untuk 0 = 2 seperti


pada pers (1.11) sehingga berlaku persamaan

0
= (1.13)
2
Dimana / merupakan bilangan rasional, merupakan jumlah siklus dalam
satu periode. Beberapa contoh sinyal diskrit periodik seperti ditunjukkan pada
gambar 1.5.

Bab I - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16

(a) Frekuensi digital 0 =

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16

(b) Frekuensi digital 0 = /4

Bab I - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16

(c) Frekuensi digital 0 = /5

Pada gambar 5.a terlihat bahwa bentuk sinyal disk rit dalam satu periode ada 2
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 2, sedangkan pada
gambar 5.b terlihat bahwa bentuk sinyal diskrit dalam satu periode ada 8
sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 8. Pada gambar 5.c
bentuk sinyal diskrit terdapat 10 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal
tersebut memiliki periode = 10, sedangkan pada gambar 5.d bentuk sinyal
diskrit terdapat 32 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal tersebut
memiliki periode = 32 dan dalam satu periode memiliki 3 siklus.

Jika sinyal diskrit 1 () merupakan sinyal periodik dengan periode 1 dan sinyal
diskrit 2 () merupakan sinyal diskrit periodik dengan periode 2 , maka sinyal
diskrit hasil penjumlahan
= 1 + 2 ()
akan selalu periodik dengan periode dasar

1 . 2
=
gcd(1 , 2 )

dimana gcd(1 , 2 ) artinya the greatest common divisor dari 1 dan 2 . Teori ni
berlaku juga untuk perkalian dua sinyal periodik yaitu sinyal diskrit 1 ()
dengan periode 1 dan sinyal diskrit 2 () dengan periode 2 , maka sinyal
diskrit hasil perkalian
= 1 . 2 ()

Bab I - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 10 20 30 40 50 60 70

(d) Frekuensi digital 0 = 3/16


Gambar 1.5 Bentuk sinyal periodik untuk berbagai frekuensi digital

Bab I - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Contoh 1.1
Tentukan periode sinyal diskrit berikut :
a. = cos(0.5)
b. = cos(0.75)
c. = 0.25
d. = cos 0.5 + cos(0.75)
e. = cos 0.5 . cos(0.75)


f. = 16 . cos( )
17

g. = 12 + 18

Penyelesaian:

a. 0 = 0.5, maka periode sinyal diskrit sebagai berikut

0 0.5 1
= = =
2 2 4

Periode dasar sinyal = 4 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.

b. 0 = 0.75, maka periode sinyal diskrit sebagai berikut

0 0.75 3
= = =
2 2 8

Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat tiga siklus dalam satu periode dasar.

c. 0 = 0.25, maka periode sinyal diskrit eksponensial kompleks sebagai


berikut

0 0.25 1
= = =
2 2 8

Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
d. Pada soal tersebut merupakan penjumlahan dua sinyal periodik dengan
periode 1 = 4 dan 2 = 8 sehingga periode sinyal dasar sinyal hasil
penjumlahan adalah

1 . 2 4 . (8) 32
= = = =8
gcd(1 , 2 ) gcd(4,8) 4

e. Karena berlaku juga untuk perkalian dua sinyal diskrit maka periode dasar
hasil perkalian dua sinyal diskrit periodik dengan periode 1 = 4 dan 2 = 8
adalah = 8.

Bab I - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

f. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 32 dan 2 = 34 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah

1 . 2 32 . (34) 32 . (34)
= = = = 544
gcd(1 , 2 ) gcd(32,34) 2

g. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode
1 = 24 dan 2 = 36 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah

1 . 2 24 . (36) 24 . (36)
= = = = 72
gcd(1 , 2 ) gcd(24,36) 12

1.2.3 Operasi dasar pada sinyal diskrit


Pada buku ini beberapa operasi dasar pada pengoalahan sinyal digital ditinjau lagi
secara garis besar, diantaranya penjumlahan dua sinyal diskrit, perkalian dua sinyal
diskrit, perkalian skalar terhadap sinyal diskrit, refleksi (pantulan), dan pergeseran
waktu (penundaan/delay).

a. Penjumlahan dua sinyal diskrit


Proses penjumlahan dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () dilakukan dengan cara
menjumlahkan level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat
dituliskan dengan persamaan

= 1 + 2 () (1.14)

Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.6. Harga level 1 0 = 1 dijumlahkan
dengan harga level 2 0 = 1 hasilnya 0 = 2, berikutnya harga level 1 1 = 1/2
dijumlahkan dengan harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1, dan seterusnya sampai
sampling terakhir, hasil penjumlahannya adalah sinyal diskrit ().
1 ()
1 = 1 + 2 ()
1/2
2

3/2
0 1 2 3 4 5
1 1
2 ()
1 1/2
1/2


0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5

Gambar 1.6 Proses penjumlahan dua sinyal diskrit

Bab I - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

b. Perkalian dua sinyal diskrit


Proses perkalian dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () dilakukan dengan cara mengalikan
level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat dituliskan
dengan persamaan

= 1 . 2 () (1.15)

Sebagai ilustrasi hasil perkalian sinyal diskrit 1 () dan 2 () yang ada pada gambar
1.6 dapat dilihat pada gambar 1.7. Level 1 0 = 1 dikalikan dengan harga level
2 0 = 1 hasilnya 0 = 1, selanjutnya harga level 1 1 = 1/2 dikalikan dengan
harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1/4, dan seterusnya sampai sampling terakhir,
hasil perkaliannya adalah sinyal diskrit ().

= 1 . 2 ()

1 1

1/2
1/4 1/4


0 1 2 3 4 5

Gambar 1.7 Hasil perkalian dua sinyal diskrit

c. Perkalian skalar
Proses perkalian skalar terhadap sinyal diskrit () dilakukan dengan cara mengalikan
level sinyal pada setiap sampling dengan bilangan pengali (konstanta). Secara
matematis dapat dituliskan dengan persamaan

= . (1.16)

Sebagai ilustrasi konstanta dimisalkan = 1/2 dan hasil perkalian skalar = 1/2
dengan 1 () yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.8. Setiap sampling
dari sinyal diskrit 1 () dikalikan dengan konstanta = 1/2.

= 1/2. 1 ()

1/2
1/4

0 1 2 3 4 5

Gambar 1.8 Hasil perkalian skalar dengan sinyal diskrit

Bab I - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

d. Refleksi
Proses refleksi suatu sinyal diskrit () adalah merefleksikan sinyal tersebut dalam
domain waktu terhadap = 0. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan

= (1.17)

Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 () mengalami proses refleksi menjadi = 1 (),


maka bentuk sinyal hasil refleksi dapat dilihat pada gambar 1.8.

= 1 ()

1
1/2


5 4 3 2 1 0

Gambar 1.9 Hasil proses refleksi sinyal diskrit

e. Pergeseran waktu
Proses pergeseran waktu dilakukan dengan menggeser sinyal diskrit tersebut dalam
domain waktu sebesar nilai penggeser (integer). Bila nilai penggesernya positif maka
sinyal tersebut digeser ke kanan, begitu sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan
dengan persamaan

= (1.18)

Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 () pada gambar 1.6 digeser kekanan sebesar = 2
sampling, hasilnya dapat dilihat pada contoh 1.10, artinya bahwa sinyal diskrit 1 ()
mengalami delay 2 sampling.

= 1 ( 2)

1
1/2


0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 1.10 Hasil proses pergeseran waktu dengan delay 2 sampling

1.3 Sistem Diskrit


Sistem diskrit merupakan operator matematik atau transformasi sinyal input menjadi
sinyal lain (output) sesuai dengan karakteristik atau sifat sistem tersebut. Notasi sistem
diskrit secara umum adalah [. ] seperti ditunjukkan pada gambar 1.11. Sinyal input

Bab I - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

() ditransformasi menjadi output () melalui transformasi [. ]. Sebagai contoh


sistem diskrit yang dinyatakan dengan hubungan input-output seperti

= + 0.5( 1) (1.19)

Sistem yang memiliki persamaan beda yang menyatakan hubungan input-ouput seperti
pada pers (1.19) menunjukkan bahwa sistem mempunyai algoritma seperti pada pers
(1.19), artinya bahwa output sistem () tergantung pada sinyal input () saat yang
sama ditambah dengan setengah kali output satu sampling sebelumnya. Sebagai contoh
bila diinginkan output pada saat = 1 yaitu (1), maka output ditentukan oleh input
(1) ditambah dengan setengah kali (0).

() = [ ]
[. ]

Gambar 1.11 Blok sistem diskrit secara umum

Berdasarkan proses yang dapat terjadi pada sistem diskrit, maka sistem diskrit
mempunyai beberapa sifat diantaranya:

1.3.1 Sistem tanpa memori (memoryless)


Sistem dikatakan tanpa memori jika output sistem pada saat = 0 tergantung pada
input saat yang sama yaitu = 0 .

Contoh 1.2.
Sistem diskrit mempunyai persamaan hubungan input-output = 0.5. ()
merupakan sistem tanpa memori karena output sistem pada saat = 0 tergantung
pada input saat = 0 .
Sistem diskrit = + 0.2( 1) merupakan sistem dengan memori karena
output sistem tergantung pada input saat yang sama = 0 dan saat satu sampling
sebelumnya = 0 1.

1.3.2 Sistem linier


Sistem diskrit dikatakan linier jika berlaku sifat superposisi
1 + 2 = 1 + [2 ] (1.20)

Artinya bila sistem diberi input 1 () maka keluarannya 1 = 1 dan bila


sistem diberi input 2 () maka keluarannya 2 = 2 . Apabila diberi input
jumlahan kedua sinyal input tersebut 12 = 1 + 2 () maka output sistem
12 = 1 + 2 (). Secara visual dapat diilustrasikan pada gambar 1.12.

Bab I - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1 () 1 = [1 ]
2 () [. ] 2 = [2 ]
12 = 1 + 2 () 12 = 1 + 2 ()

Gambar 1.12. Ilustrasi proses sistem linier

Selain sifat superposisi, terdapat syarat perlu yaitu bila inputnya nol, maka outputnya
nol. Artinya bila sistem tidak diberi input maka keluaran sistem tidak ada.

Contoh 1.3
Sistem diskrit dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut
a. = 2 + 0.2 + ( 1)
b. = 0.3 + 0.5( 1)
Apakah sistem tersebut linier?

Penyelesaian:
a. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.a diperoleh
output = 2. Jadi sistem tersebut tidak linier.

b. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.b diperoleh
output = 0. Selanjutnya kita cek dari sifat superposisi.
o Sistem diberi input 1 () maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
o Sistem diberi input 2 () maka outputnya
2 = 0.32 + 0.52 ( 1)
o Sistem diberi input 12 = 1 + 2 () maka outputnya
12 = 0.3{1 + 2 } + 0.5{1 1 + 2 1 }
12 = 0.31 + 0.51 1 + 0.32 + 0.52 1
12 = 1 + 2
Jadi sistem pada soal 1.3.b bersifat linier.

1.3.3 Sistem time-invariant


Sistem diskrit dikatakan time-invariant jika berlaku sifat
0 = ( 0 ) (1.21)

Artinya sistem diberi input sama pada saat ini atau berikutnya, output sistem akan
tetap, dengan kata lain sistem tidak berubah terhadap waktu.

Bab I - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Contoh 1.4
Apakah sistem pada soal 1.3.b mempunyai sifat time-invariant?

Penyelesaian:
Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem diberi input 1 () = ( 0 ) maka outputnya
1 = 0.31 + 0.51 ( 1)
1 = 0.3( 0 ) + 0.5( 0 1)
Output sistem 2 ditunda sebesar 0 maka 2 = ( 0 ) sehingga
2 = ( 0 ) = 0.3( 0 ) + 0.5( 0 1)

Karena 1 () = 2 (), maka sistem tersebut time-invariant.

1.3.4 Sistem Kausal


Sistem diskrit dikatakan kausal jika output pada = 0 hanya tergantung pada input
pada saat 0 , dengan kata lain output sistem hanya tergantung pada input saat yang
sama atau saat sebelumnya. Pengertian kausal dapat diartikan bahwa sistem kausal,
berarti sistem dapat direalisasikan.

Contoh 1.5
Apakah sistem diskrit pada soal 1.3.b mempunyai sifat kausal?

Penjelasan:
Pada sistem dengan persamaan beda = 0.3 + 0.5( 1) terlihat bahwa
output sistem hanya tergantung pada input saat yang sama dan input satu sampling
sebelumnya. Misalnya output sistem pada (2) tergantung pada input (2) dan (1).
Jadi sistem tersebut kausal.

1.3.5 Sistem Stabil


Sistem dikatakan stabil BIBO (bounded input-bounded output) jika sistem diberi sinyal
input terbatas maka akan menghasilkan sinyal output yang terbatas. Urutan input ()
terbatas jika mempunyai nilai terbatas positif tetap untuk semua

() < untuk semua (1.22)

Untuk setiap urutan input akan menghasilkan urutan output dengan nilai terbatas
positif tetap untuk semua yaitu

() < untuk semua (1.23)

Bab I - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1.4 Sistem Linier Time-Invariant


Sistem diskrit yang mempunyai sifat linier dan time-invariant disebut sistem linier
time-invariant (LTI). Sistem LTI bila diberi input impuls () maka outputnya
dinamakan respons impuls () seperti ditunjukkan pada gambar 1.13.

= () [. ] = ()

Gambar 1.13 Respons impuls pada sistem LTI

Sinyal diskrit () dapat dinyatakan dengan penjumlahan deretan impuls terdelay yang
diilustrasikan pada gambar 1.14 dinyatakan secara matematis sebagai berikut

= + . + 2 + . + 1 + . + . 1 + . 2 + (1.24)

= + (1). + 1 + (0). + (1). 1 + (1.25)

Secara umum dapat ditulis secara matematis


= ( ) (1.26)
=

()


f
d

4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1.14 Representasi sinyal diskrit dalam deretan impuls

Sistem LTI bila diberi input impuls terdelay atau dengan kata lain impuls pada saat
= yaitu = ( ) maka output sistem LTI adalah = ( ), dan
dapat ditulis

= = [ ] (1.27)

Bila sistem LTI diberi input sinyal diskrit () maka output sistem

= [ ] = [ ( )] = [ ( )] (1.28)
= =

Bab I - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Koefisien () bernilai konstan maka


= [( )] = = ( ) (1.29)
= = =

Persamaan (1.29) disebut sebagai penjumlahan konvolusi, secara matematis dapat


ditulis

= ( ) = () (1.30)
=

Tanda * merupakan operator penjumlahan konvolusi atau konvolusi diskrit.

Contoh 1.6 : konvolusi dua sinyal terbatas


Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls
= + 0.5 1 + ( 2)
Tentukan ouput sistem bila inputnya:
a. = + 1 + 0.5( 2)
b. = + 2 + 0.5 + 1 + + 0.5 1 + ( 2)

Penyelesaian:

a. Bentuk sinyal dan () sebagai berikut

() ()
1
1
1/2 1/2


0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5

=
=

0 = = + 1 1 + 0 0 + 1 1 +
=
= 1 (1) = 1

1 = 1 = + 0 1 + 1 0 + = 1 0.5 + 1 (1)
=
= 3/2

Bab I - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

2 = 2 = + 0 2 + 1 1 + 2 0 +
=

2 = 1 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1 + 0.5 + 0.5 = 2


3 = 3 = + 1 2 + 2 1 +
=
= 1 1 + 0.5 0.5 = 5/4

4 = 4 = + 2 2 + = 0.5 1 = 1/2
=

5 = 0, 6 = 0, dst

Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6 a. sebagai berikut
2
()

3/2

5/4

1
1/2


0 1 2 3 4 5

b. Bentuk sinyal dan () sebagai berikut

() ()
1 1
1/2
1/2


-3 -2 -1 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 5

=
=

(2) = 2 = + 2 0 + = 1 1 = 1
=

Bab I - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1 = 1 = + 2 1 + 1 0 +
=

1 = 1 0.5 + 0.5 1 = 1

0 = = + 2 2 + 1 1 + 0 0 +
=

0 = 1 1 + 0.5 0.5 + 1 (1) = 2.25


1 = 1 = 2 3 + 1 2 + 0 1 + 1 (0)
=

1 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1.5


2 = 2 = 1 3 + 0 2 + 1 1 + 2 0
=

2 = 0 + 1 (1)+(0.5)(0.5)+(1)(1)=2.25

3 = 3 = + 0 3 + 1 2 + 2 1 +
=

3 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 = 1

4 = 4 = + 1 3 + 2 2 + = 0+ 1 1 = 1
=

5 = 5 = 0, 6 = 0, 7 = 0, dst
=

Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6.b sebagai berikut
() 2.25

1.5


3 2 1 0 1 2 3 4 5

Bab I - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Contoh 1.7 Konvolusi sinyal tak terbatas


Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls

1
= ()
2

Tentukan ouput sistem bila inputnya:


a. = + 0.6 1
1
b. = ()
4
c. = (1/4) { 21 }
d. = (1/4) { 5 21 }

Penyelesaian :

a. Karena () sinyal terbatas, maka output sistem dapat menggunakan sifat-sifat


konvolusi yaitu sifat identitas dan sifat konvolusi sinyal () dengan impuls
tertunda .
= + 0.6 1 = + 0.6 1
1 1 1
= () + 0.6 ( 1)
2 2
0 = 1; 1 = 0,5 + 0,6 = 1,1; 2 = 0,25 + 0,3 = 0,55 dst
b. Karena () dan () merupakan sinyal dengan deretan tak hingga maka
penyelesaiannya menggunakan grafik dan rumus konvolusi.

= ( )
=

Bentuk sinyal () dan () diubah dalam kawasan menjadi () dan


( ) sesuai dengan rumus konvolusi. Bentuk sinyal () dan h( )
adalah

() ()


1 1/4 1 1/2

k
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 k

Bab I - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Sifat-sifat konvolusi diskrit


a. Komutatif
Secara matematis sifat komutatif
= () (1.31)

b. Asosiatif
Secara matematis sifat asosiatif
1 2 = {1 2 } (1.32)

c. Distributif
Secara matematis sifat distributif
{1 + 2 } = 1 + 2 (1.33)

Secara sistem dapat digambarkan pada gambar 1.15.

() ()

a. Sifat komutatif


1 () 2 () 1 2 ()

b. Sifat asosiatif

1 ()

1 + 2 ()

2 ()

c. Sifat distributif

Gambar 1.15 Interpretasi sifat konvolusi dari sistem diskrit


d. Urutan identitas
= = () (1.34)

e. Konvolusi impuls terdelay dengan ()


= ( ) (1.35)

Bab I - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

Kausalitas sistem LTI


Definisi :
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan kausal bila respons impuls
= 0, untuk < 0.

Stabilitas sistem LTI


Definisi :
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan stabil BIBO bila respons
impulsnya dapat dijumlahkan secara absolut.

= () < (1.33)
=

Pembuktian:
Output sistem LTI :

= ( ) = = () (1.34)
=

Kedua sisi kiri dan kanan diabsolutkan


= ( ) ( ) (1.35)
= =

() . ( ) (1.36)
=

Bila input terbatas


( ) <
Maka output juga terbatas
() <
Apabila

= () < (1.37)
=

Bab I - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1.5 Persamaan Beda Koefisien Konstan Linier

Sistem linear time-invariant (LTI) dapat dikarakterisasi dengan respons impuls ().
Selain itu, sistem LTI yang memiliki input () dan output () juga dapat
dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke- sebagai
berikut

= ( ) (1.38)
=0 =0

Jika sistem tersebut kausal maka kita dapat menyusun persamaan (1.38) menjadi


= + ( ) (1.39)
0 0
=1 =0

Output sistem saat ke ditentukan oleh input saat ke , input saat sebelumnya
1, 2, , dan output saat sebelumnya 1, 2, , .

Contoh 1.8:

Sistem diskrit LTI dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut :

0.5 1 = ()
Diasumsikan = 0, untuk semua < 0
a. Berapa orde sistem LTI tersebut.
b. Tentukan respons impuls sistem ().
Penyelesaian :

a. Berdasarkan persamaan beda pada soal terlihat bahwa = 1, maka termasuk


orde ke-1

b. Evaluasi untuk = () maka output sistem


Ditulis kembali
= 0.5 1 + ()
input sistem adalah impuls, maka
= 0, 0 = 0.5 1 + 0 = 0.5 0 + 1 = 1 = (0.5)0
= 1, 1 = 0.5 0 + 1 = 0.5 . 1 + 0 = (0.5)1
= 2, 2 = 0.5 1 + (2) = 0.5 . 0.5 + 0 = (0.5)2
= 3, 3 = 0.5 2 + (3) = 0.5 . 0.5 2 + 0 = (0.5)3

= (0.5) , untuk 0
= 0.5 ()

Bab I - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

1.6 Klasifikasi sistem diskrit berdasarkan respons impuls


Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan respons impuls (). Berdasarkan
durasi respons impuls atau dengan kata lain berdasarkan banyaknya sampling respons
impuls sistem, maka sistem LTI dapat dikelompokkan menjadi 2 macam:

1.6.1 Sistem IIR (Infinite-impuls respons)


Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls tak terbatas.
Contoh 1.9
1
Sistem diskrit dengan respons impuls = ()
4

()
1 (1/4)

1/4
(1/4)2


0 1 2 3 4 5 6

Apakah sistem tersebut IIR?

Penyelesaian:
Respons impuls mempunyai harga dari = 0 sampai = maka sistem
tersebut tergolong IIR.

1.6.2 Sistem FIR (Finite-impuls respons)


Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls terbatas.
Contoh 1.10
1
Sistem diskrit dengan respons impuls = { 101 }.
4

Penyelesaian:
Pada contoh tersebut respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai
= 100, sehingga disebut sebagai sistem FIR.

Contoh 1.11
Sistem diskrit dengan input () dan output () dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier
= + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)

Penyelesaian:
Apabila sistem diberi input impuls = () maka output sistem
= () = + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75( 4)
Sehingga terlihat respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai = 4,
sehingga disebut sebagai sistem FIR.

Bab I - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

SOAL LATIHAN

1. Sinyal diskrit () berikut

()
1

1/2
1/4


0 1 2 3 4

Sketsa sinyal () setelah mengalami proses:


a. 2 d. ( + 2)
e. ( 2)
b. + 2
f. (2)
c.

2. Tentukan periode sinyal berikut



a. = 2 Sin(20 )

b. = 3 cos(0.055)

c. = 2 sin 0.05 + 3 sin(0.12)

d. = 2 sin 0.05 cos(0.05)

3. Sistem diskrit dengan input () dan output () mempunyai persamaan beda


= 0.3 1 + 0.8( 2)
Buktikan bahwa sistem diskrit tersebut mempunyai sifat linear dan time invariant.

4. Sistem LTI mempunyai respons impuls = (0.25) { 11 }


a. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
b. Apakah sistem stabil BIBO? Jelaskan.
c. Tentukan output sistem bila inputnya
1
(i) = ()
3
1
(ii) = 6
3
1
(iii) = { 6 56 }
3

Bab I - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit

5. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier


0.5 1 = + 0.4 1 + 0.2( 2)
Diasumsikan = 0, untuk < 0.
a. Orde berapa sistem diskrit tersebut.
b. Tentukan respons impuls pada = 0; 1; 2; 3; 4; 5
c. Tentukan respons unit step pada = 0; 1; 2; 3; 4; 5

6. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier


0.3 1 =
Diasumsikan = 0, untuk < 0.
a. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
c. Apakah sistem tersebut FIR atau IIR? Jelaskan.

==================================================
Rumus bantu:
2
1 2 +1
= , 1
1
=1
Rumus trigonometri:
sin + = sin cos + cos sin
cos + = cos cos sin sin

2cos cos = cos + + cos( )


2cos sin = sin + sin( )
2sin cos = sin + + sin( )
2sin sin = cos cos( + )

sin 2 = 2 sin cos


2 + 2 = 1

Bab I - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Bab 2
Analisa Frekuensi
2.1 Pendahuluan

Representasi dalam kawasan frekuensi dari sinyal dan sistem diskrit merupakan analisa
penting dalam pengolahan sinyal digital. Metode yang sering digunakan untuk analisa
sinyal dan sistem diskrit dalam domain frekuensi adalah menggunakan transformasi
Fourier. Transformasi Fourier mampu mempermudah proses komputasi konvolusi
sehingga komputasi menjadi lebih sederhana. Pada bagian ini akan dijelaskan
representasi output sistem LTI apabila diberi input sinyal eksponensial kompleks
maupun sinyal sinus. Transformasi Fourier dan sifat-sifatnya juga akan dijelaskan
secara detail. Pengantar tentang filter digital dan jenis filter dibahas juga pada bagian
ini. Interkoneksi sistem diskrit dan aplikasinya dibahas dibagian akhir bab ini.

2.2 Representasi Frekuensi dari Sinyal dan Sistem Diskrit


Sistem LTI dikarakterisasi dengan respons impuls (), sinyal () dijadikan sebagai
input sistem tersebut menghasilkan respons sistem () yang ditunjukkan pada
gambar 2.1. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan sistem LTI yang diberi input sinyal
eksponensial kompleks dan sinyal sinus.


()

Gambar 2.1 Sistem LTI

2.2.1 Respons sistem dengan input eksponensial kompleks


Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal eksponensial kompleks = 0 ,
dimana 0 adalah konstanta yang merupakan frekuensi sinyal.

= = = ( ) (2.1)
=


0 () 0
= = 0 = 0 ( 0 ) (2.2)
= =

( 0 ) = 0 (2.3)
=

Secara umum dapat ditulis


Bab II - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi



( )= (2.3a)
=

Dimana ( ) merupakan respons frekuenasi sistem dan juga transformasi Fourier


dari (). Pada pers (2.2) terlihat merupakan perkalian antara sinyal input
eksponensial kompleks pada frekuensi 0 yaitu = 0 dengan respons frekuensi
sistem pada frekuensi 0 yaitu ( 0 ). Secara umum bilangan komplek dan
selalu periodik dengan periode 2.


= + = (2.4)

= 2 + 2 (2.5)



1
= { } (2.6)

Dimana dan merupakan respon magnitud dan respon fasa dari


sistem tersebut.

Bila sinyal () mempunyai transformasi Fourier yang juga merupakan


bilangan kompleks maka dinamakan spektrum frekuensi sinyal, sedangkan
dan merupakan spektrum magnitud dan spektrum fasa dari sinyal
().

Contoh 2.1:
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 ().
a. Tentukan respons frekuensi (respons magnitud dan respons fasa).
b. Gambarkan respons frekuensi (respons magnitud dan respons fasa)

Penyelesaian:
a. Persamaan respons frekuensi adalah;

= = (0,5) = (0,5 )
= =0 =0


(0,5 )0 (0,5 )+1 1
= =
1 0,5 1 0,5
1
=
1 0,5 cos + j0,5sin()

Respons magnitud sistem LTI:

Bab II - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

1 1
= =
(1 0,5 cos )2 + (0,5 sin )2 1,25 cos

Respons fasa sistem LTI:

0,5 sin
= 0 1
1 0,5 cos

b. Gambar respons magnitud dan fasa adalah


Kita dapat menggunakan sintax pada Matlab freqz(b,a), dimana b merupakan
koefisien pembilang dan a merupakan koefisien penyebut. Listing program sbb:
clear all;
b=1
a=[1 -0.5]
freqz(b,a,512)
Bentuk respons magnitud dan fasa seperti terlihat pada gambar

10
Magnitude (dB)

-5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

0
Phase (degrees)

-10

-20

-30
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

Gambar

Dari contoh tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa respons frekuensi sistem diskrit
mempunyai sifat:
Respons frekuenasi bernilai kontinyu disetiap dan selalu periodik dengan periode
2
Harga Respons magnitud merupakan fungsi genap pada = 0 untuk interval

Harga Respons fasa merupakan fungsi ganjil pada = 0 untuk interval
Bab II - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

2.2.2 Respons impuls sistem LTI


Sistem LTI dengan respons frekuensi memiliki respons impuls dengan cara
melakukan invers respons frekuensi yaitu dengan melakukan integrasi satu periode 2

1 (2.7)
=
2

Bentuk pers (2.7) merupakan transformasi Fourier balik.

2.2.3 Respons sistem dengan input sinus


Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal sinus = (0 + ), dimana
, 0 dan adalah amplitudo sinyal, frekuensi sinyal dan fasa sinyal sinus. Sinyal sinus
dapat dinyatakan dalam bentuk kompleks polar

( +) ( +) (2.8)
= 0 + = 0 + 0
2 2

Output steady-state sistem LTI menjadi

( +)
= 0 ( 0 ) + ( 0 +) ( 0 ) (2.9)
2 2
Suku pertama dan kedua pers (2.9) saling konjugate maka menjadi


= 2{ ( 0 +) 0 } (2.10)
2

= 2{ ( 0 +) 0 ( ) } (2.11)
2
)
= . 0 . ( 0 + + (2.12)

= . 0 . cos(0 + + ) (2.13)

= . cos(0 + ) (2.14)

Dari pers (2.13) terlihat bahwa output steady-state berupa sinyal sinus dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input 0 , amplitudonya berubah menjadi
perkalian antara amplitudo sinyal input dengan respons magnitud sistem pada
frekuensi sinyal input 0 dan fasanya menjadi penjumlahan antara fasa sinyal
input dengan respons fasa sistem pada frekuensi sinyal input .

Contoh 2.2
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 (). Tentukan output steady-
state sistem bila diberi input sebagai berikut:
a. = 2 cos 0,25 + 0,5 ()
b. = 3 + 2 cos 0,25 + 0,5 ()

Bab II - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Penyelesaian:

Respons frekuensi sistem LTI adalah




= = (0,5) = (0,5 )
= =0 =0

(0,5 )0 (0,5 )+1 1


=
=
1 0,5 1 0,5
1
=
1 0,5 cos + j0,5sin()

Respons magnitud sistem LTI:

1 1
= = (2.15)
(1 0,5 cos )2 + (0,5 sin )2 1,25 cos

Respons fasa sistem LTI:

0,5 sin (2.16)


= 0 1
1 0,5 cos

a. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input = 0,25 adalah
1
0,25 = = 2,935
1,25 cos(0,25)
0,5 sin(0,25)
0,25 = 1 = 0,159
1 0,5 cos(0,25)
Output steady-state sistem LTI adalah

= 2. 2,935 . cos 0,25 + 0,5 0,159 ()

= 5.87cos(0,25 + 0.341)()

b. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 1 = 0 dan
2 = 0,25 adalah
1
0 = =2
1,25 cos 0
0,5 sin(0)
0 = 1 =0
1 0,5 cos(0)

Untuk frekuensi 2 = 0,25 sama dengan jawaban (a)

Jadi output steady-state sistem LTI adalah

= 3. 2 + 5,87 cos 0,25 + 0,341


= 6 + 5,87 cos 0,25 + 0,341

Bab II - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

2.3 Filter digital


Filter digital sering disebut sebagai sistem diskrit. Filter dapat dikarakterisasi dalam
bentuk sifat-sifatnya seperti linieritas, time-invariant, kausalitas, stabilitias dll, dan juga
diklasifikasikan berdasarkan respons frekuensinya, diantaranya:

2.3.1 Filter fasa linier


Filter dikatakan mempunyai fasa linier bila mempunyai bentuk persamaan sebagai
berikut

= . (2.17)

Dimana dan berturut-turut merupakan bilangan real dan nilai real sebagai
fungsi . Fasa dari adalah

untuk 0
= (2.18)
+ untuk < 0

Selanjutnya secara umum, filter dikatakan mempunyai fasa linier jika mempunyai
bentuk umum

= . ( ) (2.19)

Pers (2.19) dapat dikatakan juga sebagai filter dengan group delay konstan. Group delay
didefinisikan

{ +}
= = = (2.20)

Artinya bahwa sinyal yang melewati sistem dengan respons fasa ( + ) mengalami
delay sebesar .

2.3.2 Filter Allpass


Filter digital dikatakan allpass jika respons magnitud dari sistem adalah konstan dan
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut

= (2.21)

Contoh 2.3
Buktikan bahwa respons frekuensi dibawah ini merupakan sistem allpass.


0,5
=
1 0,5
Penyelesaian:

0,5 cos sin 0,5


=
=
1 0,5 1 0,5 cos + 0,5sin

Bab II - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

(0,5 + cos )2 + ( sin )2


=
(1 0,5cos )2 + (0,5 sin )2

0,25 cos + 2 + sin2


=
1 cos + 0,25 2 + 0,25sin2

1,25 cos
= =1
1,25 cos

Jadi sistem tersebut termasuk allpass karena, respons magnitud sistemnya bernilai
konstan.

2.3.3 Filter selektif frekuensi


Bedasarkan pemilihan frekuensi yang diloloskan, terdapat beberapa jenis filter
diantaranya LPF (Low Pass Filter), HPF (High Pass Filter), BPF (Band Pass Filter), BSF
(Band Stop Filter). Interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 1 atau
konstan disebut daerah passband (pita lolos) sedangkan interval frekuensi pada
respons magnitud yang bernilai 0 disebut daerah stopband. Frekuensi yang membatasi
passband dan stopband disebut frekuensi cutoff. Filter digital ideal mempunyai respons
fasa 0 disemua frekuensi dan mempunyai respons magnitud sebagai berikut:

a. Low Pass Filter (LPF)

LPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.2 dan selalu periodik dengan
periode 2. LPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis

1
= (2.22)
0 <

1 sin
= 2
= (2.23)

Gambar 2.2 Filter LPF ideal

Bab II - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

b. High Pass Filter (HPF)


HPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.3 dan selalu periodik dengan
periode 2. HPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis

1
= (2.24)
0 <

1 sin
= 2
= (2.25)

Gambar 2.3 Filter HPF ideal

c. Band Pass Filter (BPF)


BPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.4 dan selalu periodik dengan
periode 2. BPF mempunyai frekuensi cutoff 1 dan 2 . Secara matematik dapat ditulis

1 1 2
= (2.26)
0 < 1 dan 2 <

2 1 0 1 2

Gambar 2.4 Filter BPF ideal

1 sin 2 sin 1
= 2
= (2.27)

Bab II - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

d. Band Stop Filter (BSF)

BSF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.5 dan selalu periodik dengan
periode 2. BSF mempunyai frekuensi cutoff 1 dan 2 . Secara matematik dapat ditulis

1 < 1 2 <
= (2.28)
0 1 2

1 sin 2 sin 1
= 2
= (2.29)

2 1 0 1 2

Gambar 2.5 Filter BSF ideal

2.4 Interkoneksi Sistem Diskrit


Dua sistem diskrit atau lebih sering diinterkoneksikan menjadi sistem diskrit sesuai
yang diinginkan. Terdapat dua tipe interkoneksi sistem yaitu serial ( cascade) dan
paralel. Sistem LTI tersusun secara serial ditunjukkan pada gambar 2.6.

() ()
1 () 2 ()

Gambar 2.6 Interkoneksi secara serial

Sistem pada gambar 2.6 ekivalen dengan sistem tunggal yang mempunyai respons
impuls

= 1 2 (2.30)

Dan mempunyai respons frekuensi

= 1 . 2 (2.31)


= 1 1 . 2 2 (2.32)

+2 )
= 1 . 2 . (1 (2.33)

Bab II - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

= 1 . 2 (2.34)

= 1 + 2 (2.35)

Pada pers (2.34) dan (2.35) terlihat bahwa respons magnitud sistem ekivalen cascade
merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua.
Respons fasa sistem ekivalen merupakan jumlahan respons fasa sistem pertama dengan
respons fasa sistem kedua.
1 ()
() ()

2 ()

Gambar 2.7 Interkoneksi secara paralel

Dua sistem LTI yang tersusun secara paralel dapat dilihat pada gambar 2.7. Jaringan
sistem yang tersusun paralel sama dengan sistem ekivalen yang mempunyai respons
impuls

= 1 + 2 (2.36)

Sedangkan respons frekuensi sistem ekivalennya


= 1 + 2 (2.37)


= 1 1 + 2 2 (2.38)

= {1 + 2 } + j{1 + 2 } (2.39)
Jika kedua sistem LTI yang tersusun secara paralel masing-masing mempunyai respons
fasa 0 disemua frekuensi, maka respons frekuensi ekivalennya merupakan jumlahan
respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Apabila respons fasa masing-
masing sistem LTI tidak nol, maka respons frekuensi ekivalennya dapat diselesaikan
menggunakan pers (2.39) dengan respons magnitud ekivalen dan respons fasa ekivalen
sebagai berikut

= {1 + 2 }2 + {1 + 2 }2 (2.40)

1
1 + 2
= (2.41)
1 + 2

Bab II - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Contoh 2.4
Dua sistem LTI dengan respon frekuensi seperti pada gambar 2.8, kedua sistem tersebut
dipasang secara serial (cascade).

H1( ) H2( )
1 1

-3/4 -/4 /4 3/4 - -/3 /3

Gambar 2.8 Respons frekuensi dua sistem LTI

a. Gambarkan respons frekuensi sistem ekivalennya


b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya.
c. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya.

Penyelesaian:

a. Karena tersusun secara serial maka respons magnitud ekivalennya merupakan


perkalian antara respons magnitud pertama dengan respons magnitud kedua, sehingga
gambar respons magnitud ekivalennya berupa respons magnitud BPF,

1

-3/4 -/3 /3 3/4

b. Persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya

1 /3 3/4
=
0 < /3 dan 3/4 <

c. Persamaan respon impuls sistem ekivalennya

sin 3/4 sin /3


() =

2.5 Transformasi Fourier Diskrit


Respons frekuensi sistem LTI diperoleh dengan mengalikan respons impuls ()
dengan eksponensial kompleks dan menjumlahkan sebanyak interval .
Transformasi Fourier (TF) diskrit dari didefinisikan dengan cara yang sama
yaitu


= (2.42)
=

Bab II - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Agar transformasi Fourier sinyal diskrit ada, maka penjumlahan pada pers
(2.42) harus konvergen. Hal ini terpenuhi bila () dapat dijumlahkan secara absolut:

=< (2.43)
=

Hal yang harus diingat bahwa transformasi Fourier diskrit mempunyai sifat selalu
periodik dengan periode 2.

2.6 Transformasi Fourier Diskrit Balik


Transformasi Fourier Diskrit Balik dari spektrum sinyal diskrit dapat diperoleh
cara yang sama dengan saat mendapatkan respons impuls sistem LTI, sehingga ()
diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier Diskrit Balik

1
= (2.44)
2

Pasangan transformasi Fourier diskrit dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pasangan transformasi Fourier diskrit


No Sinyal diskrit Transformasi Fpurier
1 () 1
2 ( )

3 1 ( < < ) 2( + 2)
=
1
4 () ( < 1)
1 j
1
5 () + ( + 2)
1 j
=
1
6 ( + 1) () ( < 1)
1 j 2
sin 0 + 1 1
7 () ( < 1)
sin 0 1 2cos0 j + 2 j2
sin 1
8 =
0 <
1 0 sin[( + 1)/2] /2
9 =
0 lainnya sin(/2)

10 j 0 2( 0 + 2)
=

[ 0 + 2
11 cos(0 + )
=
+ + 0 + 2 ]

Bab II - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

2.7 Sifat-sifat Transformasi Fourier Diskrit

Sifat transformasi Fourier diskrit (TF) dapat digunakan untuk menyederhanakan


evaluasi transformasi Fourier dan inversnya. Beberapa sifat transformasi Fourier
dijelaskan dibawah ini dan disimpulkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat-sifat Transformasi Fourier


Sifat Sinyal diskrit Transformasi Fourier
Linier 1 + 2 1 + 2
Pergeseran waktu
Time-reversal
Modulasi 0 ( ( 0 ) )
Konvolusi 1 2 1 . 2
Konjugasi

Derivative

1
Perkalian 1 . 2 2 ( ( )
2 1

1 2
Teori Parseval 2 ( )
2
=

a. Linieritas
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka jumlahan dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut

1 + 2 1 + 2

Dimana dan merupakan konstanta

b. Pergeseran waktu
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka sinyal () yang ditunda
sebesar mempnyai TF

c. Modulasi
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka sinyal () dikalikan dengan
eksponensial komplek 0 menghasilkan pergeseran frekuensi

0 ( ( 0 ) )

Bab II - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

d. Konvolusi
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka konvolusi dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut

1 2 1 . 2

e. Perkalian
Sinyal diskrit 1 () mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 () mempunyai
TF 2 , maka perkalian dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai TF
sebagai berikut

1
1 . 2 1 2 (
)
2

f. Teori Parseval
Sinyal diskrit () mempunyai TF , maka kita dapat menghitung energi
suatu sinyal diskrit dalam domain waktu maupun domain frekuensi dengan
formula sebagai berikut

1 2
2= ( )
2
=

Untuk menghitung energi sinyal bila diketahui kuadrat spektrum magnitud suatu
sinyal diskrit, dapat kita integralkan dalam satu periode 2.

2.8 Aplikasi
Pada bagian ini kita menjelaskan beberapa aplikasi transformasi Fourier untuk analisa
sistem LTI.

a. Respons frekuensi sistem LTI

Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan hubungan input () dan output ()
yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai
berikut

( ) = ( ) (2.45)
=0 =0

Respons frekuensi sistem dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier pers
(2.45) sebagai berikut

Bab II - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

= (2.46)
=0 =0


=0

= =
(2.47)
=0

Apabila 0 = 1, maka respons frekuensi sistem menjadi



=0

= = (2.48)
1+ =1

Contoh 2.5

Sistem LTI mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier sebagai berikut

= 0,25 1 + 0,3 2 + 1,5 + 0,4 1 0,6( 2)

Tentukan respons frekuensi sistem tersebut.

Penyelesaian:

Kita lakukan transformasi Fourier sehingga menjadi

= 0,25 + 0,3 2 + 1,5 + 0,4


0,6 2

[1 0,25 0,3 2 ] = [1,5 + 0,4 0,6 2 ]


1,5 + 0,4 0,6 2
= =
1 0,25 0,3 2

b. Konvolusi

Transformasi Fourier (TF) diskrit memetakan konvolusi dalam domain waktu ke


perkalian dalam domain frekuensi. TF diskrit memberikan solusi alternatif untuk
mempermudah analisa respons sistem. Contoh berikut memberikan prosedur
penyelesaiannya.

Bab II - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Contoh 2.6
1
Respons impuls sistem LTI = (), tentukan respons sistem bila inpunya
2
1
= ()?
3
Penyelesaian:
Karena respons sistem merupakan konvolusi antara () dengan (), maka kita dapat
menyelesaikan dengan TF yaitu berupa perkalian antara dan ,
selanjutnya dilakukan invers dari TF.

= .

1 1
= . = +
1 1 1 1
1 2 1 3 1 2 1 3

1 1
= 1 = =3
2 =2 1
1 3
=2

1 1
= 1 = = 2
3 =3 1
1 2
=3
3 2
=
1 1
1 2 1 3

1
1 1
= = 3 2
2 3

c. Penyelesaian persamaan beda

TF diskrit dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan beda dalam domain


frekuensi dengan kondisi awal sama dengan nol. Prosedurnya menyederhanakan
transformasi persamaan beda ke domain frekuensi dengan menggunakan TF setiap
suku pada persamaan beda, menyelesaikan bentuk yang diinginkan dan melakukan TF
balik.

Contoh 2.7
Sistem LTI mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan
beda 0,25 1 = ( 2), diasumsikan kondisi awal nol. Tentukan
respons impuls sistem tersebut.

Penyelesaian:
Input sistem = (), maka () = = 1, selanjutnya persamaan
beda sistem

Bab II - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

0,25 = 2

{1 0,25 } = {1 2 }

1 2 1 2
= = =
1 0,25 1 0,25 1 0,25
2
1
1 1
= = 2
4 4

Contoh 2.8
Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda 0,75 1 + 0,125( 2) = 0,5( 1).
Sinyal = 0,75 () dijadikan sebagai input sistem tersebut.
a. Tentukan respons frekuensi sistem tersebut, termasuk respons magnitud dan
fasa.
b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem tersebut.
c. Sistem tersebut termasuk jenis filter apa? LPF, HPF, BPF atau BSF?
d. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
e. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal input.
f. Gambar spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal input tersebut.
g. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal output tersebut.
h. Tentukan sinyal output sistem tersebut.
i. Gambarkan spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal output
tersebut.

Penyelesaian:
a. Respons frekuensi sistem, respons magnitud dan fasa:

0,75 + 0,125 2 = 0,5

{1 0,75 + 0,125 2 } = {1 0,5 }

1 0,5
= =
1 0,75 + 0,125 2


1 0,5 1 0,5
= =
1 0,75 + 0,125 2 1 0,5 1 0,25

1 1
=
=
1 0,25 1 0,25 cos + 0,25 sin

Bab II - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

Respons magnitud:

1 1
= =
1 0,25 2 + 0,25() 2 17
16 0,5 cos

Respons fasa:

0,25 sin
= 0 1
1 0,25 cos

b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem dalam logaritmik 20 :


Kita dapat menggunakan sintax pada Matlab freqz(b,a), dimana b
merupakan koefisien pembilang dan a merupakan koefisien penyebut. Listing
program sbb:
clear all;
b=[1]
a=[1 -0,25]
freqz(b,a,512)
Bentuk respons magnitud dan fasa seperti terlihat pada gambar
4
Magnitude (dB)

-2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

0
Phase (degrees)

-5

-10

-15
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

c. Berdasarkan jawaban b, respons magnitud sistem diskrit terlihat hanya


meloloskan sinyal pada frekuensi tengah, maka disebut low pass filter (LPF).

Bab II - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

d. Respons impuls sistem:

1
= =
1 0,25

1
1
= =
4

e. Persamaan spektrum sinyal input:


1
=
1 0,75

f. Gambar spektrum magnitud dan fasa sinyal input:


Dengan menggunakan perintah matlab sbb:
clear all;
b=[1]
a=[1 -0,75]
freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal input seperti terlihat pada gambar

-37.35

-37.4

-37.45
Magnitude (dB)

-37.5

-37.55

-37.6

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1


Normalized Frequency ( rad/sample)

400

300
Phase (degrees)

200

100

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

g. Persamaan spektrum sinyal output :

1 1
= . = .
1 0,75 1 0,25

Bab II - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

h. Sinyal output sistem tersebut adalah

1 1
= . = +
1 0,75 1 0,25 3 1
1 4 1 4

3 1 3
= 1 = =
4 =4/3 1 2
1 4
=4/3

1 1 1
= 1 = =
4 =4 3 2
1 4
=4
3/2 1/2
=
3 1
1 4 1 4

1
3 3 1 1
= =
2 4 2 4

i. Bentuk persamaan spektrum sinyal output:

1 1 1
= . =
3 1 3
1 4 1 4 1 + 16 2
Gambar spektrum magnitud dan fasa sinyal output:
Dengan menggunakan perintah matlab sbb:
clear all;
b=[1]
a=[1 -1 3/16]
freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal output seperti terlihat pada gambar

Bab II - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

15

Magnitude (dB) 10

-5

-10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

-10

-20
Phase (degrees)

-30

-40

-50

-60

-70
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

Bab II - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

LATIHAN BAB II

1. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
dan respons fasa digambarkan sebagai beikut

/3 0 /3


/3

/3 0 /3
/3

Tentukan output steady state bila inputnya:



a. = 2 cos + 2 ()
4

b. = 3 + 2 sin + 2 ()
4

c. = 2 sin + 2 cos + 2 ()
4 4

d. = 2 + 2 sin + 2 ()
2

2. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud
seperti gambar dibawah dan respons fasa nol disemua frekuensi.

20
0

10
0 2

Tentukan output steady state bila inputnya:



a. = 3 sin +2
2

b. = 2 + 2 sin
2
2
c. = cos +2
2

Bab II - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

3. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
1
= ( 1)
2
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan persamaan dan gambar respons magnitud sistem.
c. Tentukan persamaan dan gambar respons fasa sistem.

4. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut
3 1
= + 1 ( 2)
4 8
a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem.
b. Tentukan output sistem bila inputnya.
1
i. = 2 ( 1)
1
ii. = ()
4
1 2
iii. = ( 2)
4

5. Dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah:


1 = dan 2 =
a. Bila kedua sistem tersebut dipasang serial, tentukan persamaan respon frekuensi
sistem ekivalennya.
b. Tentukan outputnya bila diberi input sinyal eksponensial kompleks = 0,5
c. Bila kedua sistem diatas disusun paralel, tentukan persamaan respon frekuensi sistem
ekivalennya.
d. Tentukan outputnya bila diberi input sinyal eksponensial kompleks =
3 cos 0,5 0,25
e. Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier sistem paralel tersebut.

6. Dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah:


1 = 1 + dan 2 = 2
a. Bila kedua sistem tersebut dipasang serial, tentukan persamaan respon impuls sistem
ekivalennya.
b. Tentukan output () bila sistem serial tsb diberi input :
i. Sinyal eksponensial kompleks = 0,5
ii. Sinyal sinusoida = 2 cos 0,5 ()
c. Bila kedua sistem diatas disusun paralel:
i. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya.
ii. Tentukan output bila diberi input = + 2 1 + 3( 2)
iii. Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier sistem paralel tersebut.

Bab II - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

7. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang paralel.
1 /4
1 =
0 /4 <

1 3/4
2 =
0 < 3/4

a. Sketsa respons magnitud kedua sistem diskrit diatas.


b. Sketsa respons magnitud sistem diskrit ekivalennya.
c. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya.
d. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya.
e. Tentukan output steady state bila inputnya = 2 + 3(0,5)()

8. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada gambar dibawah, kedua
sistem tersebut dipasang seri (atau kaskade),
H1( ) H2( )
1 1

-3/4 -/4 /4 3/4 - -/3 /3

H1( ) H2( )
/2
3/8
/8 /4 /6
3/4 /3
-3/4 -/4-/8 - -/3
1 -/6
-3/8
-/2
a. Gambarkan respons frekuensi sistem keseluruhan.
b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem keseluruhan.
c. Tentukan persamaan respon impuls sistem keseluruhan.
d. Gambarkan dan tentukan spektrum sinyal output , yaitu , bila sistem
diberi sinyal input dengan spektrum:
X( ) X( )
1

-3/4 -/4 /4 3/4 -3/4 -/4 /4 3/4

e. Jelaskan apa yang dialami sinyal input setelah melewati sistem-1 dan
sistem 2?
f. Tentukan output steady state bila inputnya = 2 cos 0,25 () +
3(0,5)()

Bab II - 24
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi

9. Tentukan respon impuls filter digital yang mempunyai persamaan respons frekuensi
sebagai berikut:

2
=
0 <

10.

Bab II - 25
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Bab 3
Sampling dan Rekonstruksi Sinyal
3.1 Pendahuluan

Sinyal diskrit diperoleh dengan melakukan proses sampling pada sinyal kontinyu.
Banyak contoh aplikasi pengolahan sinyal digital yang dijumpai pada sistem relay
protection, pengolahan sinyal suara dan sinyal audio, sistem radar dan sonar,
pengolahan sinyal seismic dan biologi, pengolahan sinyal multimedia dan lain
sebagainya. Sinyal kontinyu disampling secara periodik dengan periode sampling
tertentu, sehingga sinyal diskrit merupakan urutan sinyal kontinyu yang tersampling.
Proses sampling sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit/digital disebut konversi analog
ke digital (analog to digital converter ADC), sedangkan proses dari sinyal digital ke
sinyal analog/kontinyu disebut konversi digital ke analog (digital to analog converter
DAC). Rangkaian ADC dan DAC biasanya dipakai pada sistem pengolahan sinyal digital
seperti terlihat pada gambar 3.1. Pada bab ini akan didiskusikan tentang proses
sampling yang terjadi pada ADC dan proses rekonstruksi sinyal yang terjadi pada DAC,
termasuk fenomena aliasing yang terjadi pada sinyal pita tak terbatas atau ketika
menggunakan laju sampling yang begitu rendah.

() ADC () Filter digital () DAC ()


converter () converter

Gambar 3.1 Komponen ADC dan DAC pada sistem pengolahan sinyal digital pada sistem
kontinyu ekivalen

3.2 Proses Konversi Sinyal Analog ke Digital

Sinyal analog/kontinyu () diproses melalui rangkaian ADC menjadi sinyal diskrit


() yang dikuantisasi dan dikodekan menjadi deretan sinyal digital (bit stream). Sinyal
analog ini bisa berupa sinyal tone (sinus), voice, audio, maupun video. Komponen ADC
ditunjukkan pada gambar 3.2. Blok pertama menggambarkan rangkaian penyampling
yang kadang-kadang disebut continuous-to-discrete converter (C/D) atau ADC ideal.

Bab III - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Rangkaian penyampling mampu mengkonversikan sinyal analog () menjadi sinyal


diskrit dengan cara mengekstraksi sinyal analog () pada kelipatan integer
periode sampling menjadi = ().

() C/D () () ()
converter Quantizer Encoder

Gambar 3.2 Komponen pada ADC

Sampel-sampel () merupakan nilai amplitudo sinyal () pada setiap periode


sampling . Blok kedua dari ADC adalah quantizer, yang memetakan amplitudo sinyal
kontinyu tersampling menjadi sekelompok/set amplitudo diskrit. Pada quantizer serba
sama (unform), proses kuantisasi ditentukan oleh jumlah bit dan interval kuantisasi .
Blok ketiga dari ADC merupakan pengkode (encoder), yang berfungsi untuk
mengkodekan sinyal diskrit () menjadi deretan bit-bit () atau binery codewords.

3.2.1 Penyamplingan Periodik

Sinyal diskrit dibentuk dengan menyampling sinyal kontinyu/analog secara periodik


dengan periode , sehingga menjadi

= () (3.1)

Spasi sampling merupakan periode sampling dan = 1/ merupakan frekuensi


sampling dalam sampel per detik. Proses sampling dan bentuk-bentuk sinyalnya terlihat
pada gambar 3.3. Pada tahap pertama, sinyal analog dikalikan dengan deretan impuls
dengan periode ,

= ( ) (3.2)
=

menjadi deretan sinyal tersampel (),


= (). () = . ( ) (3.3)
=

Selanjutnya, sinyal deretan impuls dikonversikan menjadi sinyal diskrit dengan


memetakan deretan impuls periode menjadi sinyal diskrit (), dimana nilai sampel
periode diindeks dengan variabel integer .

= ()

Bab III - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

() () = ()
Konversi deretan
impuls ke diskrit

()
()

() = . ( )
=

0 0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
() ()


= ( ) = ()
=

0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T 0 1 2 3 4 5 6 7 8
() ()

Gambar 3.3 Proses pada konverter C/D dan bentuk-bentuk sinyalnya:


(a). Blok diagram konverter C/D,
(b). Sinyal informasi analog asal,
(c). Deretan impuls dengan amplitudo 1,
(d). Deretan impuls dengan amplitudo sesuai informasi analog asal,
(e). Sinyal diskrit output konverter C/D.

3.2.2 Representasi Kawasan Frekuensi Proses Sampling

Pada bagian sebelumnya proses pada konverter C/D dianalisa dalam kawasan waktu,
selanjutnya proses pada konverter C/D dapat dianalisa dalam kawasan frekuensi.
Transformasi Fourier kontinyu deretan impuls () adalah

2
= ( ) (3.4)

=

Bab III - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

dimana, = 2/ merupakan frekuensi sampling dalam satuan radian per detik.


sedangkan transformasi Fourier kontinyu sinyal informasi asal () adalah (),
maka transformasi Fourier kontinyu sinyal tersampling () adalah

1 1 2
= = (3.5)
2 2
=


1 1
= = ( ) (3.6)

= =

Kita dapat menyatakan transformasi Fourier kontinyu dari sinyal () dalam bentuk
lain, karena transformasi Fourier dari ( ) adalah , maka transformasi
Fourier kontinyu dari sinyal:

= . ( )
=

adalah

= (3.7)
=

Selanjutnya, transformasi Fourier diskrit () adalah




= = (3.8)
= =

Kita bandingkan pers. (3.7) dan pers. (3.8), maka terdapat hubungan bahwa

= () =/ (3.9)

Dan kita substitusikan pers. (3.9) ke pers. (3.6) menjadi




1 2
= ( ) (3.10)

=

Akhirnya dapat dikatakan bahwa merupakan bentuk yang terskala


dalam kawasan frekuensi dengan skala yang terdefinisikan dengan

= .

Skala ini yang membuat periodik dengan periode 2, sebagai konsekwuensinya


dalam skala waktu ketika () dikonversikan ke .

Bab III - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

()
1 = 2

()

() = 2 = 2/
2/

2 0 2

()

() = .
1/

0
( + ) ( ) ( ) ( + )
()

( ) = .

1/

2 0 2
(2 + ) (2 ) (2 ) (2 + )

()

Gambar 3.4 Bentuk spektrum sinyal pada proses konverter C/D

Analisa bentuk spektrum dalam kawasan frekuensi pada proses yang terjadi pada
rangkaian konverter C/D pada gambar 3.3 (a) dapat dilihat pada gambar 3.4. Spekrum
Bab III - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

sinyal informasi pita terbatas (band limited) = 0 untuk > dapat dilihat
pada gambar 3.4 (a). Rentang spektrum sinyal informasi dari 0 s/d rad/detik
sehingga sinyal informasi tersebut mempunyai frekuensi maksimal . Spektrum
deretan impuls () adalah () berbentuk deretan impuls juga dan muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (b). Bentuk spektrum
sinyal tersampling () yaitu () yang merupakan konvolusi antara () dan
() berbentuk seperti spektrum sinyal informasi () yang muncul disetiap
kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (c), sedangkan bentuk
spektrum sinyal diskrit yang merupakan hasil konversi dari deretan impuls sinyal
tersampling menjadi deretan sinyal diskrit ( ) juga berbentuk seperti spektrum
sinyal informasi () yang muncul disetiap kelipatan 2 seperti terlihat pada gambar
3.4 (d).

Apabila frekuensi sampling < 2 atau ( ) < , maka bentuk spektrum


sinyal () akan menjadi seperti pada gambar 3.5. Bentuk spektrum yang menumpuk
satu sama lain tersebut dinamakan terjadi aliasing. Bila terjadi aliasing, kandungan
frekuensi sinyal () akan mengalami kehilangan sebagian kandungan frekuensinya
atau bisa dikatakan tidak bisa diperoleh kembali secara lengkap kandungan frekuensi
sinyal informasi tersebut.

()
1/

/2 0 /2

Gambar 3.5 Bentuk spektrum terjadi aliasing

Jika () merupakan sinyal pita terbatas dengan frekuensi maksimal , maka dengan
frekuensi sampling

2 (3.11)

Proses pada ADC tidak akan terjadi aliasing dan () dapat diperoleh kembali dari
sampel-sampelnya () menggunakan filter rekonstruksi yaitu LPF (low pass filter).
Berikut pernyataan teorema sampling Nyquist:

Teorema sampling: Jika () merupakan sinyal dengan frekuensi lebar pita terbatas,

= 0

Maka () dapat diperoleh kembali dari sampel-sampelnya () jika


Bab III - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

2
= 2

Frekuensi disebut sebagai frekuensi Nyquist dan frekuensi sampling minimum
= 2 disebut laju Nyquist.

Dalam kenyataannya, sinyal dengan bandlimited jarang dijumpai oleh karena itu perlu
dipasang filter LPF, agar frekuensi sinyal informasi menjadi sinyal yang bandlimited
sehingga frekuensi sampling dari ADC dapat memenuhi kriteria Nyquist dan dapat
menghindari terjadinya aliasing. Filter LPF tersebut disebut sebagai filter anti aliasing.

Contoh 3.1

Sinyal analog mempunyai persamaan bahwa = 2 sin 2. 100 + cos(2. 400)


disampling dengan frekuensi sampling 1 kHz.

a) Berapa frekuensi sinyal analog .


b) Bepapa frekuensi Nyquist.
c) Berapa laju Nyquist.
d) Tentukan sinyal diskrit hasil samplingnya.
e) Berapa frekuensi digital sinyal hasil sampling.
f) Apakah terjadi aliasing? Jelaskan.
g) Apabila sinyal analog tersebut disampling dengan frekuensi sampling 600 Hz,
apakah terjadi aliasing? Jelaskan.

Penyelesaian:

a) Frekuensi sinyal analog adalah 1 = 100 dan 2 = 400 atau dalam


pernyataan lain 1 = 200 rad/det dan 2 = 800 rad/det.
b) Frekuensi Nyquist = 800 rad/det.
c) Laju Nyquist 2 = 1600 rad/det.
d) Sinyal diskrit = () = 2 sin 0.2 + cos(0.8)
e) Frekuensi digital sinyal () adalah 1 = 0.2 rad dan 2 = 0.8 rad
f) Sistem ADC tersebut tidak terjadi aliasing karena frekuensi sampling
= 21000 = 2000 rad/det lebih besar dari laju Nyquist 2 = 1600
rad/det.
g) Ya, terjadi aliasing karena frekuensi sampling = 2600 = 1200 rad/det
kurang dari laju Nyquist 2 = 1600 rad/det.

Bab III - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

() () ()
Konversi dari deretan Filter LPF ideal
diskrit ke deretan impuls ()

/

()

()

/ 0
= /
2

()

Gambar 3.6 (a). Konverter discrete-to-analog (D/C), (b) Respons frekuensi filter
rekonstruksi ideal

3.3 Proses Konversi Sinyal Digital ke Analog

Seperti yang dijelaskan pada teorema sampling bahwa jika () merupakan sinyal
bandlimited yaitu agar supaya = 0 untuk > dan jika periode sampling
< / maka () secara unik dapat disusun kembali dari sampel-sampelnya
= (). Proses rekonstruksi mencakup dua tahap seperti terlihat pada gambar
3.6.a. Tahap pertama, deretan sinyal diskrit () dikonversi menjadi deretan impuls
() berikut

= ( ) (3.12)
=

Selanjutnya () difilter dengan filter rekonstruksi yang berupa filter LPF ideal yang
mempunyai respons frekuensi pers (3.13) dan ditunjukkan pada gambar 3.6.b.

, /
= (3.13)
0 > /

Bab III - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Sistem ini disebut sebagai konverter discrete-to-analog (D/C) atau DAC. Transformasi
Fourier kontinyu balik dari pers. (3.13) merupakan respons impuls filter rekonstruksi
yaitu

sin( )
= (3.14)
/

Output filter rekonstruksi adalah



sin[( )/]
= ( ) = (3.15)
( )/
= =

Gambar 3.7 Bentuk sinyal proses rekonstruksi sinyal

Pers (3.15) merupakan rumusan interpolasi yang menunjukkan bagaimana


direkonstruksi dari sampel-sampel = . Dalam kawasan frekuensi, rumus
interpolasi menjadi

= () = ( ) (3.16)
=

Bab III - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Yang mana ekivalen dengan

. ( ) < /
= (3.17)
0 lainnya

Kemudian, ( ) merupakan frekuensi yang diskala ( = . ) dan filter rekonstruksi


menghilangkan semua frekuensi diatas frekuensi cutoff = / dalam spektrum
periodik ( ). Kita tidak mungkin mengimplementasikan filter LPF ideal pada filter
rekonstruksi, beberapa konverter D/C menggunakan zero-order hold untuk filter
rekonstruksi. Bentuk sinyal pada proses rekonstruksi bila frekuensi samplingnya
memenuhi kriteria Nyquist maka dapat dilihat pada gambar 3.7.

() ()

1/

0
( + ) ( ) ( + )
= /
2
()

()
1

()
()
1/

/2 0 /2

() ()

/2 0 2 /2

()
Gambar 3.8 Bentuk spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal

Bab III - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Proses rekonstruksi sinyal dapat juga dilihat dalam kawasan frekuensi. Bentuk
spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal dijelaskan pada gambar 3.8. Spektrum
deretan impuls sinyal () yaitu () difilter dengan filter rekonstruksi berupa LPF
ideal dengan respons frekuensi () yang mempunyai frekuensi cutoff /2 atau
/ seperti terlihat pada gambar 3.8.a. Output filter rekonsruksi mempunyai bentuk
spektrum () yang sama dengan bentuk spektrum sinyal aslinya () yang dapat
dilihat pada gambar 3.8.b. Apabila frekuensi sampling tidak memenuhi kriteria Nyquist
maka spektrum sinyal asli tidak dapat diperoleh kembali, sehingga dikatakan terjadi
aliasing, seperti terlihat pada gambar 3.8.c dan 3.8.d.

3.4 Pengolahan Dalam Waktu Diskrit dari Sinyal Analog

Salah satu aplikasi penting konverter ADC dan DAC adalah pengolahan sinyal analog
menggunakan sistem diskrit, seperti terlihat pada gambar 3.9. Pada sistem ini tersusun
secara serial konverter ADC, sistem diskrit dan konverter DAC. Kita mengasumsikan
sinyal digital merupakan sinyal diskrit yang tidak dikuantisasi dan dikodekan,
melainkan deretan sinyal tersampel. Filter rekonstruksi yang digunakan pada konverter
DAC diasumsikan berupa filter LPF ideal. Sistem keseluruhan bisa dikatakan sistem
waktu kontinyu karena sinyal input () dan output () berupa sinyal analog/
kontinyu. Kita dapat menganalisa sistem ini dengan melihat output sinyal di masing-
masing tahapan. Konverter ADC menghasilkan output sinyal diskrit () yang
mempunyai transformasi Fourier diskrit :

1 2
= ( ) (3.18)

=

Jika sistem diskrit merupakan sistem linier time-invariant (LTI) dengan respons
frekuensi ( ), maka ouput sistem diskrit mempunyai transformasi Fourier diskrit
sebagai berikut


1 2
= . = . ( ) (3.19)

=

() ADC () Sistem diskrit () DAC ()


converter ( ) converter


Gambar 3.9 Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit

Bab III - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Akhirnya output konvereter DAC berupa sinyal kontinyu () dari sampel-sampel ()


seperti berikut

sin[( )/]
= (3.20)
( )/
=

Contoh 3.2:

Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit seperti pada gambar 3.9. Sinyal
= cos(2300) sebagai input ADC dan sistem diskritnya berupa filter allpass.

a. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 1 kHz dan


tentukan output .
b. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 500 Hz dan
tentukan output .

Penyelesaian:

a. Spktrum sinyal analog ():

()

600 0 600
Spektrum sinyal analog () : merupakan spektrum sinyal analog () yang
muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 2000 rad/det
()

2600 1400 600 0 600 1400 2600

Spektrum sinyal digital ( ) : sama dengan tetapi frekuensi diskrit


diperoleh dengan skala = . sehingga periodik dengan periode 2
( )

2,6 2 1,4 0,6 0 0,6 1,4 2 2,6

Setelah melewati allpass filter maka = ( ), selanjutnya pada DAC


disampling dengan frekuensi yang sama dengan pada DAC sehingga diperoleh

Bab III - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

= (). Proses selanjutnya pada DAC melewati filter rekonstruksi yaitu



LPF dengan frekuensi cut off = 1000 seperti pada gambar berikut.
2

()

1000 0
= 1000
2

()


2600 1400 600 0 600 1400 2600

()

600 0 600

Jadi sinyal keluaran sistem ADC-DAC adalah = (2300).

b. Spktrum sinyal analog ():


()

600 0 600
Spektrum sinyal analog () : merupakan spektrum sinyal analog () yang
muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 1000

()

400 0 1600
600
1600 400 600

Spektrum sinyal digital ( ) : sama dengan tetapi frekuensi diskrit


diperoleh dengan skala = . sehingga periodik dengan periode 2

Bab III - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

( )


-2 1,20,8 0 0,8 1,2 2

Setelah melewati allpass filter maka = ( ), selanjutnya pada DAC


disampling dengan frekuensi yang sama dengan pada ADC sehingga diperoleh
= (). Proses selanjutnya pada DAC melewati filter rekonstruksi yaitu

LPF dengan frekuensi cut off = 500 seperti pada gambar berikut.
2

()

500 0
= 500
2
()

1600 600400 0 400 600 1600


()

400 0 400

Sinyal keluaran sistem ADC-DAC adalah = (2200). Terlihat sinyal


keluaran tidak sama dengan sinyal input, hal ini disebabkan terjadi aliasing.
Proses sampling yang tidak memenuhi kriteria Nyquist seperti pada contoh 3.2.b
menunjukkan sinyal input tidak dapat diperoleh kembali seperti sinyal aslinya.

Bab III - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

Contoh 3.3:

Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Xa( f )

f (kHz)
-4 4
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.

a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan () jika frekuensi samplingnya
f1 f 2 8kHz .
b. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 4kHz .
c. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 8kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal dengan

frekuensi cutoff = 4 .

Penyelesaian:

Bab III - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

LATIHAN BAB 3

1. Sinyal informasi mempunyai spektrum frekuensi pada rentang 0 4000 Hz. Berapa
Hz frekuensi sampling minimum agar tidak terjadi aliasing.

2. Sinyal diskrit () digambarkan seperti pada gambar dibawah.

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

a. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dengan frekuensi
sampling 1 kHz. Berapa Hz frekuensi sinyal informasinya.
b. Bila sinyal () tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dari sinyal
informasi 10 kHz. Berapa Hz frekuensi sampling ADC tersebut.

3. Data digital dengan laju data 64 kbps, bila data tersebut hasil pengkodean 8 bit per
sampling. Sistem digital tersebut menggunakan frekuensi sampling berapa Hz?

4. Tentukan dua sinyal kontinyu lain yang akan menghasilkan sinyal diskrit
= cos(0,5) bila disampling dengan frekuensi 8 kHz.

5. Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.

() ADC () Sistem digital () DAC ()


converter ( ) converter

1 2

Gambar 3.10 Proses sampling dan rekonstruksi sinyal


Bab III - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

1
Jika sistem digital diatas mempunyai persamaan beda = + 2 ( 1) ,
dan sinyal input = 2 cos 500 ()
a. Berapa Hz laju Nyquist
b. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ()
tersebut? Jelaskan!
c. Tentukan sinyal diskrit ()
d. Tentukan sinyal diskrit ()
e. Tentukan output steady state ()

6. Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar
3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
sin (0,3 )
Jika sistem digital diatas mempunyai respons impuls = , dan sinyal

input = + 2 250 + (500).
a. Berapa Hz kandungan frekuensi analog sinyal informasi ()
b. Berapa Hz laju Nyquist
c. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ()
tersebut? Jelaskan!
d. Tentukan sinyal diskrit ()
e. Tentukan sinyal diskrit ()
f. Tentukan output steady state ()

7. Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan
pada gambar 3.10. Sinyal merupakan sinyal bandlimited dengan X a ( f ) 0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Xa( f )

f (kHz)
-8 8
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.

d. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan () jika frekuensi samplingnya
f1 f 2 20kHz .
e. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 8kHz .
f. Ulangi soal (a) untuk f1 f 2 18kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal

dengan frekuensi cutoff = 4 .

Bab III - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal

8. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

1 ()

f (kHz)
-4 4


Filter digital tersebut merupakan LPF ideal dengan frekuensi cutoff = 2 .

a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 8 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 6
c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 8 dan 2 = 16
d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 8

9. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
()
1

f (kHz)
-8 -4 4 8

Filter digital tersebut merupakan HPF ideal dengan frekuensi cutoff = 2


a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 8 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 16 kHz
c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32
d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 32 dan 2 = 16

10. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada
gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

()
1

f (kHz)
-8 -4 4 8

Bab III - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal


Filter digital tersebut merupakan BPF ideal dengan frekuensi cutoff 1 = dan
4
3
2 = .
4


a. Gambarkan bentuk spektrum X e j dan Y f jika frekuensi samplingnya
1 = 2 = 16 .
b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32

Bab III - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Bab 4
Transformasi-Z

4.1 Pendahuluan

Transformasi-Z merupakan suatu alat bantu pada analisis sinyal dan sistem waktu
diskrit, begitu sebaliknya pada analisis sinyal dan sistem kontinyu menggunakan
transformasi Laplace. Transformasi-Z dapat digunakan untuk menyelesaikan
persamaan beda koefisien konstan linier, mengevaluasi respon sistem LTI (Linier Time-
Invariant) bila diberi sinyal masukan (input) dan merencanakan filter digital linier.
Pada bab ini akan menjelaskan transformasi-Z dan menguji bagaimana transformasi-Z
dapat digunakan untuk menyelesaikan macam-macam permasalahan yang berbeda.

4.2 Definisi Transformasi-Z

Pada bab sebelumnya, transformasi Fourier dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan
sebagai berikut:

= () (4.1)
=

Transformasi-Z dari dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan:



(4.2)
= ()
=

Dimana = yang merupakan variabel untuk bilangan komplek. Nilai z agar


merupakan konvergen jumlah didefinisikan sebagai daerah konvergensi bidang z.

Secara notasi, jika sinyal diskrit x(n) mempunyai transformasi-Z , maka dapat
ditulis

()

Transformasi-Z dapat ditinjau sebagai transformasi Fourier diskrit (TFD) dari sinyal
diskrit terbobot secara eksponensial. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai
berikut:


= = = (4.3)
= = =

Kita dapat melihat pers. (4.3) bahwa () merupakan transformasi Fourier dari

Bab IV - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Definisi Daerah Konvergensi:

Konvergensi dari deret daya pada pers. (4.2) hanya tergantung pada sehingga
() < jika


= () = () < (4.4)
= =

yaitu daerah konvergensi (DK) dari deret daya pada pers. (4.2) terdiri dari semua nilai z
agar berlaku pertidaksamaan pada pers. (4.4). Misalnya, nilai = 1 berada pada DK,
maka semua nilai z pada lingkaran yang berpusat di titik asal tersebut didefinisikan
= 1 juga berada pada DK. Jadi DK berupa lingkaran yang berpusat di titik asal.

Transformasi-Z merupakan fungsi variabel komplek z, maka transformasi-Z dapat


digunakan untuk menggambarkan kegunaan bidang-z komplek, yaitu dengan

= + =

maka aksis-aksis bidang-z merupakan bagian real dan imajiner z seperti yang
diilustrasikan pada gambar 4.1. Contour pada gamabar 4.1 berhubungan dengan = 1
yang merupakan sebuah lingkaran berjari-jari satu yang disebut sebagai lingkaran satu
(unit circle). Transformasi-z telah mengevaluasi pada lingkaran satu berhubungan
dengan TFD,

= =

Secara spesifik, kita mengevaluasi () pada titik-titik sekitar lingkaran satu adalah
memulai = 1 = 0 , melalui = = /2 , ke = 1 = , yang berarti kita
memperoleh nilai-nilai ( ) pada 0 . Sinyal diskrit () mempunyai TFD,
apabila lingkaran satu harus berada pada DK dari ().

()
Lingkaran satu =

1 ()

Gambar 4.1 Lingkaran satu pada bidang-z komplek

Bab IV - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Definisi pole-zero dari transfrmasi-Z:

Transformasi-Z dari sinyal diskrit () dapat dinyatakan dalam bentuk rasio dua
polinomial z sebagai berikut:

() =0
= =
(4.5)
=0

Pole-pole dari didefinisikan sebagai nilai-nilai z agar () berharga tak hingga


sedangkan zero-zero dari didefinisikan sebagai nilai-nilai z agar () bernilai nol.

Contoh 4.1: Sinyal diskrit eksponensial sisi kanan atau kausal.

Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = () dan tentukan pole-zeronya


serta gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < 1.

Penyelesaian:


1
= = 1
= 1
=
1
=0 =0

() konvergen apabila dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga yaitu
bila 1 < 1 atau > , sehingga DKnya: > .

Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya gambar bidang-z dapat


dilihat pada gambar 4.2. Daerah yang diarsir menunjukkan DK, yaitu nilai z yang
membuat () konvergen.

()
Lingkaran satu

0 1 ()

Gambar 4.2 Bidang-z untuk contoh 4.1

Bab IV - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Contoh 4.2: Sinyal diskrit eksponensial sisi kiri atau tak kausal.

Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = ( 1) dan tentukan pole-


zeronya serta gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < 1.

Penyelesaian:
1

= = 1

= =1


1 1
=1 1
=1 1
= 1
=
1 1
=0

() dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga bila 1 < 1 atau
< , sehingga DKnya: < .

Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.3.

()
Lingkaran satu

0 b 1 ()

Gambar 4.3 Bidang-z untuk contoh 4.2

Contoh 4.3: Sinyal diskrit eksponensial dua sisi.

Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = () ( 1), pole-


zeronya dan gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < .

Penyelesaian:

1 1 2 + 1 2
= + = x
1 1 1 1 1 1 1 1 2

Bab IV - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

2 2 + 2 +
= =

Harga pole-zero: () mempunyai pole pada 1 = dan 2 = , sedangkan zero pada


1 = 0 dan 2 = + /2

Daerah konvergensi () adalah < < , selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
gambar 4.4, dalam contoh ini > 1

()

Lingkaran satu

0 1 ()

+ /2

Gambar 4.4 Bidang-z untuk contoh 4.3

Contoh 4.4: Sinyal diskrit eksponensial dengan jumlah sampling terbatas.

Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = 2 10 dan


tentukan pole-zeronya serta gambar daerah konvergensinya.

Penyelesaian:
9 9
1 2 1 10
10
= = 1
= x
1 1 10
=2 =2

2 8 10 2 8 8
= 10 = 9x
9

Harga pole-zero: () mempunyai pole pada 1 = 2 = = 9 = 0 dan 10 = ,


sedangkan zero pada = 2 /8 dan = 0,1,2,3, , 7. Terdapat satu pole dan satu
zero yang sama yaitu pada = , sehingga saling meniadakan.

Daerah konvergensi () merupakan semua bidang-z kecuali pada = 0, selanjutnya


bidang-z dapat dilihat pada gambar 4.5.

Bab IV - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

()

0 1 ()

Gambar 4.5 Bidang-z untuk contoh 4.4

Pasangan transformasi-Z dari beberapa sinyal diskrit umum dapat dilihat pada tabel
4.1. Berdasarkan pasangan transformasi-Z tersebut dapat membantu untuk
mengevaluasi bentuk-bentuk sinyal diskrit lainnya.

4.3 Sifat-sifat Daerah Konvergensi

Berdasarkan contoh-contoh sebelumnya bahwa DK tergantung pada sinyal diskrit ().


Pada bagian ini akan dijelaskan sifat-sifat DK ini disertai diskusi dan justifikasi intuitif.
Kita mengasumsikan secara spesifik bahwa pernyataan aljabar transformasi-Z
merupakan fungsi rasional dan sinyal diskrit () mempunyai amplitude terbatas,
mungkin kecuali pada = atau = .

Sifat-sifat DK dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. DK merupakan suatu lingkaran pada bidang-z yang terpusat pada titik asal, yaitu
0 < < , artinya merupakan jari-jari dalam dan lebih besar
sama dengan nol, sedangkan merupakan jari-jari luar dan kurang dari sama
dengan tak hingga.
2. Transformasi Fourier dari sinyal () konvergen jika dan hanya jika DK dari
transformasi-Z sinyal () tersebut termasuk lingkaran satu.
3. DK tidak dapat mengandung pole-pole, artinya pole-pole tidak termasuk DK.
4. Jika () merupakan sinyal diskrit durasi terbatas 1 2 , maka DK
tersebut semua bidang-z, kecuali pada = 0 atau = .
5. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan atau kausal, maka DKnya
berada diluar pole terluar (pole terbesar) menuju = pada bidang-z.
Bab IV - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

6. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kiri, maka DKnya berada didalam
pole terdalam (pole terkcil) menuju = 0 pada bidang-z.
7. Jika () merupakan sinyal diskrit urutan dua sisi, maka DKnya berupa cincin
pada bidang-z, yang dibatasi oleh pole dalam dan pole luar dan DK tidak
mengandung pole-pole, sesuai dengan sifat 3.

Tabel 4.1 Pasangan Transformasi-z Umum

Sinyal Diskrit Transformasi-Z Daerah Konvergensi

() 1 Semua nilai z

1
() >1
1 1
1
1 <1
1 1

( ) Semua z kecuali 0

1
() >
1 1
1
1 <
1 1
1
() >
1 1 2

1
1 <
1 1 2

1 (0 ) 1
0 () >1
1 2 0 1 + 2
1 (0 ) 1
0 () >1
1 2 0 1 + 2
1 . (0 ) 1
0 () >
1 2. 0 1 + 2 2
. (0 ) 1
0 () >
1 2. 0 1 + 2 2
1 1 2 2
1 ( 2 ) Semua z kecuali 0
1 1

4.4 Transformasi-Z Balik

Bab IV - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Transformasi-Z balik merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kembali sinyal
diskrit () dari (). Metode ini sangat membantu dalam mengevaluasi sinyal dan
sistem diskrit menjadi lebih mudah. Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode
transformasi-z balik diantaranya metode inspeksi, ekspansi pecahan parsial dan
ekspansi deret daya.

4.4.1 Metode Inspeksi

Metode ini dilakukan dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1, sesuai
dengan transformasi-z dari sinyal () yang dicari. Apabila pada tabel tersebut tidak
ada bentuk () yang sesuai, bisa dilakukan dengan metode lainnya.

Contoh 4.5
1
Transformasi-z dari sinyal diskrit adalah = 1 dan mempunyai DK:
1 1
4
1
> 4 . Tentukan sinyal diskrit ().

Penyelesaian:

1
Dari tabel 4.1 diperoleh bahwa = ()
4

4.4.2 Ekspansi Pecahan Parsial

Bila penyelesaian transformasi-z balik tidak dapat diselesaikan dengan melihat tabel
4.1, maka dapat dilakukan dengan memanipulasi () dalam bentuk jumlahan yang
masing-masing suku ada pada tabel 4.1. Selanjutnya tiap suku pada () dilakukan
dengan metode inspeksi. Untuk dapat menyelesaikan metode ekspansi pecahan parsial,
() diasumsikan sebagai perbandingan polynomial 1 yaitu


=0
=
(4.6)
=0
Persamaan (4.6) ekivalen dengan


=0

=
(4.7)
=0
Persamaan (4.7) menunjukkan bahwa akan ada zero dan N pole pada lokasi tidak nol
pada bidang-z. Sebagai tambahan, ada pole pada = 0 bila > atau
( ) zero pada = 0 jika > . Dengan kata lain, bentuk transformasi-z pada
pers. (4.6) selalu mempunyai jumlah pole dan zero yang sama pada bidang-z dan tidak
ada pole dan zero pada = . Bentuk () pada pers. (4.6) dapat dinyatakan dalam
bentuk

Bab IV - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

1
=1(1 )
= 1
(4.8)
=1(1 )
Dimana merupakan zero dari () yang tidak nol dan merupakan pole dari ()
yang tidak nol.

Jika < dan semua pole merupakan orde pertama, maka () dapat dinyatakan
sebagai


= (4.9)
1 1
=1

Koefisien dapat diperoleh dari

= . (1 1 ) = (4.10)
Contoh 4.6:

Transformasi-z dari sinyal diskrit () adalah

1 1
= >
1 1 2
1 4 1 1 2 1

Tentukan sinyal diskrit ().

Penyelesaian:

1 2
() = +
1 1
1 4 1 1 2 1
dimana:

1 1 1
1 = . (1 ) =
1
= 1
4 1 =4 1 2 1
1 =4

1 1 1
2 = . (1 ) =
1
=2
2 1 =2 1 4 1
1 =2
sehingga :

1 2
() = 1
+
1
1 4 1 1 2 1

Bab IV - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Seperti terlihat pada tabel 4.1 dengan melihat pasangan transformasi-z masing-masing
suku, maka sinyal diskrit () menjadi

1 1
= + 2. ()
4 2

Jika , maka pers (4.6) dinyatakana ke dalam bentuk ekspansi pecahan parsial
lengkap seperti berikut:


= + (4.11)
1 1
=0 =1

Pers (4.11) dapat diperoleh dari pers (4.6) dengan cara membagi pembilang dengan
penyebutnya sampai menghasilkan polinomial 1 berpangkat (M-N). Suku pertama
per (4.11) sisi kanan merupakan hasil pembagian pers (4.6) dan suku keduanya
merupakan rasio sisa dari pembagian pers (4.6) dengan penyebutnya.

Contoh 4.7:

Transformasi-z dari sinyal diskrit () adalah

1 1 5 1 1
1 + 2 1 1 + 3 1 1 + 6 1 + 6 2
= = >
2
1 1 3 1
1 4 1 1 2 1 1 4 1 + 8 2

Tentukan sinyal diskrit ().

Penyelesaian:

Berdasarkan DK dari () maka sinyal () merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan.
Pangkat tertinggi polinomial 1 pada pembilang maupun penyebut M=N=2 dan semua
polenya merupakan orde pertama, maka () dapat dinyatakan sebagai berikut:

1 2
= + +
1 1
1 4 1 1 2 1

Konstanta dapat diperoleh dengan pembagian sebagai berikut:

4
3
3 1 5 1
1 1 + 2 1 + 1 + 2
4 8 6 6
4 1
1 2
+
3 6
Bab IV - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

1 11
+ 1
3 6

Setelah pangkat dari sisa pembagian polinomial 1 lebih kecil dari pembagi, maka
dapat dinyatakan dalam bentuk:

1 11 1 11
4 3 + 6 1 4 3 + 6 1
= + = +
3 1 3 1 + 1 2 3 1
1 1
1
1 1
4 8 4 2

4 1 2
= + +
3 1 1
1 4 1 1 2 1

Konstanta 1 dan 2 dapat diselesaikan dengan penyelesaian aturan < , sehingga


menjadi:

1 11
3 + 6 1 1 20
1 = 1 1 =-
1 1 4 3
1 4 1 1 2 1 1 = 4

1 11
3 + 6 1 1 20
2 = 1 1 =
1 1 2 3
1 4 1 1 2 1 1 = 2

Selanjutnya menjadi:

20 20
4 3
= + + 3
3 1 1 1 1
1 4 1 2

Dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1 dan DK dari adalah
1
> 2 maka sinyal diskrit () merupakan urutan sisi kanan dan diperoleh sebagai
berikut:

4 20 1 20 1
= () () + ()
3 3 4 3 2

Jika mempunyai pole jamak dan maka selanjutnya pers (4.11) harus
dimodifikasi. Jika mempunyai pole orde pada = dan semua pole-pole
lainnya merupakan orde pertama, maka pers (4.11) menjadi
Bab IV - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z



= + + (4.12)
1 1 (1 1 )
=0 =1, =1

Koefisien dan dapat dicari dengan cara yang sama dengan sebelumnya,
sedangkan dicari dengan cara sebagai berikut:

1
=
1 1
! = 1 (4.13)

4.5 Sifat-sifat Transformasi-Z

Sifat-sifat transformasi-Z sangat membantu dalam menganalisa sinyal dan sistem


diskrit. Sebagai contoh, sifat-sifat ini sering digunakan dalam hubungannya dengan
transformasi-Z balik yang didiskusikan pada bagian 4.4 sebelumnya. Pada bagian ini,
kita menjelaskan sifat-sifat yang paling sering digunakan pada pengolahan sinyal digital.
Misalnya, () merupakan transformasi-z dari sinyal diskrit (), dan DK dari ()
dinyatakan dengan , yaitu:

() (), DK =

Seperti yang terlihat bahwa merepresentasikan nilai-nilai z yang memenuhi


< < .

Misalnya, dua sinyal diskrit 1 () dan 2 () mempunyai transformasi-Z yaitu 1 () dan


2 () dengan DK 1 dan 2 yang dinyatakan dengan pasangan transformasi-Z sebagai
berikut:

1 () 1 (), DK = 1

2 () 2 (), DK = 2

maka:

1. Linieritas
Sifat linier dapat dinyatakan

1 + 2 1 + 2 , DK = 1 2

DK dari penjumlahan dua sinyal diskrit merupakan irisan dari kedua DK sinyal
tersebut. Pada contoh 4.3 menunjukkan sifat linieritas.

2. Penggeseran waktu (Time Shifting)


Sifat penggeseran waktu dapat dinyatakan sebagai berikut:

Bab IV - 12
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z


( ) (), DK =

Apabila nilai positif maka sinyal () mengalami waktu tunda (delay) sebesar
dan bila negatif maka sinyal () mengalami penggeseran maju (digeser ke
kiri). Penurunan sifat ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
transformasi-z, misalnya = ( ), maka transformasi-z dari () adalah

= ( )
=

dengan mensubstitusikan = maka



( +)
= () = ()
=

= ()

Contoh 4.8:
1 3
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit = ( 3).
2
Penyelesaian:

3
=
1
1 2 1

1
dimana DK dari () adalah > 2

3. Perkalian dengan urutan eksponensial


Sifat perkalian eksponensial secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:

() (/), DK =

Notasi DK = menyatakan bahwa DK tersebut merupakan yang diskala


dengan .

Contoh 4.9:
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit berikut:
= . ()

Penyelesaian:

Sinyal diskrit tersebut diubah dalam bentuk sebagai berikut:

Bab IV - 13
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

1 1
() = () + ()
2 2

1 1
() = () + ()
2 2

Dari bentuk tersebut kita bisa melihat pada tabel 4.1 sehingga transformasi z
dari adalah:

1/2 1/2
= 1
+
1 1 1
1 1
1 1 + 2 1 1
= 2
1 1 1 1

1 . 1
=
1 2. 1 + 2 2

dimana DK dari () adalah >

4. Diferensiasi dari ()

Sifat diferensiasi menyatakan bahwa

()
() dimana DK =

Kita bisa ilustrasikan fungsi dari sifat diferensiasi dengan contoh.

Contoh 4.10:

Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit berikut:


= . ()

Penyelesaian:

Dengan menggunakan sifat diferensiasi maka

1 1
= =
1 1 1 1 2

dimana DK dari () adalah >

5. Konjugasi sinyal komplek


Bab IV - 14
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Sifat konjugasi dinyatakan sebagai berikut



( ) dimana DK =

6. Refleksi waktu (time reversal)

Sifat time reversal



(1/ ) dimana DK = 1/

Jika sinyal real atau sinyal tersebut tidak memilki konjugasi sinyal komplek,
hasilnya menjadi

(1/) dimana DK = 1/

Contoh 4.11:

Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit berikut:


= ()

Penyelesaian:
sinyal tersebut merupakan sifat time reversal dari (), dengan sifat
time reversal diperoleh
1
=
1

dimana DK dari () adalah < 1/

7. Konvolusi sinyal diskrit

Sifat konvolusi dua sinyal diskrit adalah



1 2 1 2 () dimana DK = 1 2

Sifat konvolusi tersebut dapat diturunkan sebagai berikut:


=

() = 1 . 2 ( )
=

Bab IV - 15
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

() = = 1 . 2 ( )
= = =

() = 1 2 ( )
= =

Kita ubah indek penjumlahan kedua dari menjadi = , kita peroleh


=

() = 1 2 () ( +)
= =
=

() = 1 2 = 1 . 2 ()
= =

Contoh 4.12:

Tentukan transformasi z dari keluaran sistem LTI yang mempunyai respons


impuls bila diberi sinyal input , dimana dan sebagai berikut:
1 1
= (2) () dan = (3) ()
Penyelesaian:

1 1
= . DK >2
1
1 1
(1 2 1 ) (1 3 1 )

2 1
= DK >2
1 1
( 2) 3

Gambar bidang z dengan pole-zeronya adalah

()

0 1/3 1/2 ()

Bab IV - 16
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Gambar 4.5 Bidang-z untuk contoh 4.12

8. Teori nilai awal

Jika () sama dengan nol untuk < 0 (jika () merupakan Kausal), nilai awal
(0) dapat diperoleh dari () sebagai berikut :

0 = lim ()

Tabel 4.2 Sifat-sifat Transformasi-z

Daerah
No Sifat Sinyal diskrit Transformasi-z
konvergensi
1 Linieritas 1 + 2 () 1 + 2 () 1 2
Pergeseran
2 ( ) ()
waktu
Perkalian
3 ()
eksponensial
()
4 Diferensiasi ()

5 Konjugasi () ( )
Refleksi
6 () ( 1 ) 1/
waktu
7 Konvolusi 1 2 () 1 . 2 () 1 2

4.6 Analisa Sistem LTI menggunakan Transformasi-Z

Sistem LTI dapat dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N
mempunyai bentuk:

= (4.14)
=0 =0

Transformasi-z dari persamaan 4.14 adalah


() = () (4.15)
=0 =0

Bab IV - 17
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Fungsi transfer dari sistem LTI menjadi dapat diperoleh dari pers (4.15) sebagai
berikut:

=0
= =
=0 (4.16)

Berdasarkan fungsi transfer () kita dapat mengevaluasi sistem LTI dengan melihat
DKnya, yaitu:

1. Kausalitas
Sistem LTI dikatakan kausal apabila DK dari () berada diluar pole terluar.
2. Stabilitas
Sistem LTI dikatakan stabil BIBO apabila lingkaran satu termasuk DK dari ().

Contoh 4.13:
Sistem linier time-invariant bersifat kausal mempunyai fungsi transfer :

1
(1 2 1 )
= (4.17)
1 3
(1 + 3 1 )(1 4 1 )
Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan.

Penyelesaian:

Sistem tersebut mempunyai pole-zero sebagai berikut:

1 1
(1 2 1 ) 2 ( 2)
= . =
1 1 3 1 2 1 3
(1 + 3 )(1 4 ) ( + 3)( 4)
Nilai zero pada 1 = 0 dan 2 = 1/2 sedangkan nilai pole terdapat pada 1 = 1/3 dan
2 = 3/4. Fungsi sistem bersifat kausal maka DKnya berada diluar pole terbesar/terluar
sehingga DKnya > 3/4, sehingga lingkaran satu termasuk DK dari (). Gambar
pole-zero beserta DK dari () dapat dilihat pada gambar 4.6.

()
Lingkaran satu

1 0 1 3 1 ()

3 2 4

Gambar 4.6 Bidang-z untuk contoh 4.13

Bab IV - 18
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

Bab IV - 19
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

SOAL LATIHAN

4.1 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:

1
a. = () d. = ( 2)
4

1
b. = ( 1) e. = ( + 3)
5

1
c. = () f. = 1/2 2 ( 12)
4

4.2 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari
sinyal diskrit berikut:

a. = , 0< <1

1, 0 1
b. =
0,

4.3 Transformasi-z dari () yang mempunyai pole-zero seperti ditunjukkan pada


gambar 4.6.

a. Tentukan DK dari () jika mempunyai transformasi Fourier. Untuk kasus


ini, tentukan apakah sinyal diskrit () merupakan urutan sisi kanan, urutan sisi
kiri, atau urutan dua sisi.

b. Berapa banyak kemungkinan urutan dua sisi yang mempunyai gambar pole-zero
seperti pada gambar 4.6

c. Apakah mungkin gambar pole-zero sperti pada gambar 4.6 tersebut dapat
dikatagerikan sebagai urutan yang stabil BIBO dan kausal? Kalau mungkin
tentukan DK-nya?

()

-1 0 1 3 2 ()
2 2

Gambar 4.6 Pole-zero sistem LTI

Bab IV - 20
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

4.4 Tentukan sinyal diskrit () bila transformasi-z nya adalah

= 1 + 1 + 2 1 1 4 1

4.5 Tentukan sinyal diskrit () dibawah yang beberapa transformasi-z nya adalah

1 1
a. () = 1 >
1 + 4 1 4

1 1
() = <
b. 1 4
1 + 4 1
1
1 2 1 1
c. () = >
3 1 2
1 + 4 1 + 8 2

1
1 + 3 1 1
d. () = 2 >
1 2
1 2 1

1 2 1 1
e. () = >
1 2 2

1
4.6 Sistem LTI kausal bila diberi input = 1 + () akan
2
menghasilkan keluaran yang mempunyai transformasi-z berikut

1
2 1
() =
1
1 2 1 1 + 1

a. Tentukan transformasi-z dari respons impuls sistem tersebut, beserta DK-


nya.
b. Tentukan DK dari ().
c. Tentukan (),

4.7 Suatu fungsi sistem dari sistem LTI kausal adalah

1 1
() =
3
1 + 4 1
1
Input sistem tersebut adalah = 1 + ()
3

a. Tentukan respons impuls sistem tersebut


Bab IV - 21
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

b. Tentukan sinyal keluaran sistem tersebut.


c. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Apakah respons impuls dapat
dijumlahkan secara absolut?

4.8 Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls (), yang transformasi-z nya adalah

1 + 1
() =
1 1
1 2 1 1 + 4 1

a. Tentukan DK dari ().


b. Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan
c. Tentukan input () bila akan menghasilkan sinyal keluaran

1 1 4
= 3 4 3 2 ( 1)

d. Hitung respons impuls () dari sistem tersebut.

4.9 Bila sinyal input sistem LTI adalah

1
x = + 2 ( 1)
3

menghasilkan sinyal output

1 2
=5 5 ()
3 3

a. Tentukan fungsi sistem () dari sistem tersebut. Gambar pole-zero pada


bidang z dan tentukan DK-nya.
b. Tentukan respons impuls sistem tersebut.
c. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input output sistem
tersebut.
d. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
e. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.

4.10 Perhatikan sistem LTI yang mempunyai hubungan input-output yang dinyatakan
dengan persamaan beda
5
2 1 + 2 = ( 1)

Tentukan nilai yang mungkin pada respons impuls sistem () pada = 0.

4.11 Sistem LTI kausal mempunyai fungsi sistem

1 + 2 1 + 2
() =
1
1 1 1 + 2 1

Bab IV - 22
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z

a. Hitung respons impuls () dari sistem tersebut.


b. Hitung output sistem bila inputnya

= /2

4.12 Perhatikan sistem LTI dengan respons impuls

, 0
=
0, < 0

dan input

1, 0 1
=
0,

a. Tentukan output () dengan mengevaluasi secara eksplisit menggunakan


konvolusi diskrit antara () dan ().
b. Tentukan output () dengan menggunakan transformasi-z balik dari perkalian
transformasi-z () dan ().

4.13 Perhatikan sistem LTI stabil dan mempunyai fungsi transfer berikut

3
=
1
1 + 3 1
Asumsikan bahwa input sistem berupa unit step.

a. Dapatkan output () dengan menggunakan konvolusi diskrit antara () dan


().
b. Tentukan output () dengan menggunakan transformasi-z balik dari ().

4.14 Perhatikan sistem LTI dikarakterisasi dengan fungsi sistem berikut

1
1 2 1
= 2
1 1 >
1 2 1 1 4 1 2
a. Tentukan respons impuls sistem.
b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan.
c. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan.
d. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input () dan output
() sistem.

4.15 Perhatikan sinyal () urutan sisi kanan yang mempunyai transformasi-z berikut

1 2
= =
1 1 1 1

Dengan menggunakan metode ekspansi pecahan parsial, tentukan sinyal diskrit


().
Bab IV - 23
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

Bab 5
Perencanaan Filter Digital
5.1 Pendahuluan

Filter digital merupakan suatu sistem diskrit yang digunakan untuk memfilter
(frekuensi) sinyal input digital menjadi sinyal output digital sesuai yang diinginkan oleh
disainer. Filter digital dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier
orde ke-N, selain itu dapat juga dinyatakan dalam respons impuls. Berdasarkan panjang
deretan (durasi) respons impuls, filter digital dikelompokkan menjadi filter FIR (Finite
Impulse Response) dan filter IIR (Infinite Impulse Response). Banyak contoh aplikasi
filter digital yang dapat dijumpai pada bidang kedokteran, sistem komunikasi digital,
sistem proteksi relay pada sistem kelistrikan, robotika, radar, sistem audio digital dan
lain sebagainya. Disain filter digital dengan fasa linier dilakukan dengan metode
pendekatan. Filter FIR didisain dengan pendekatan filter digital ideal sedangkan filter
IIR didisain dengan pendekatan filter analog.

5.2 Filter Digital

Filter digital merupakan sistem linier time-invarian (LTI) yang melakukan proses dari
input sinyal digital menjadi sinyal output digital (). Sistem LTI dapat
dikarakterisasi dengan respon impuls (), fungsi sistem () dan persamaan beda
koefisien konstan. Jika sistem tersebut mempunyai persamaan beda koefisien konstan
linier orde-N sebagai berikut:

= ( ) (5.1)
=0 =0

Selanjutnya fungsi sistem dapat diperoleh dengan mentransformasi-z pers (5.1)


menjadi:

=0 (5.2)
=
=0

Sedangkan respons frekuensinya diperoleh dengan mengganti = menjadi


(5.3)
=0
=
=0

Respons frekuensi ( ) diperlukan untuk menentukan jenis suatu filter digital,


apakah LPF (low pass filter), HPF (high pass filter), BPF (band pass filter) atau BSF
Bab V - 1
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

(band stop filter). Filter digital H(z) diaplikasikan pada struktur analog-to-digital-H(z)-
digital-to-analog {ADC-H(z)-DAC} seperti terlihat pada gambar 5.1. Sinyal input
kontinyu () diproses oleh analog-to-digital converter (ADC) menjadi sinyal diskrit
() dengan laju sampling 1/, dimana merupakan periode sampling. Sinyal diskrit
() sebagai input filter digital () untuk diproses yang menghasilkan output sinyal
diskrit (). Selanjutnya sinyal () dikonversi oleh digital-to-analog converter (DAC)
menjadi sinyal kontinyu ().

() ADC () Filter digital () DAC ()


converter () converter

1/ Filter analog ekivalen 1/

Gambar 5.1 Filter digital pada sistem analog ekivalen

5.3 Disain Filter Digital FIR

Filter FIR didisain dengan melakukan pendekatan ke filter digital ideal. Metode yang
sering dijumpai menggunakan metode windowing. Cara yang paling mudah untuk
mendapatkan filter FIR adalah membatasi panjang deretan respons impuls filter IIR.
Jika () merepresentasikan respons impuls filter digital IIR yang diinginkan, maka
filter FIR dengan respons impuls () dapat diperoleh sebagai berikut

, 1 2
= (5.4)
0,

Secara umum () dapat dibentuk dengan mengalikan () dengan fungsi window


() sebagai berikut

= . () (5.5)

Respons impuls () pers (5.4) dapat dibentuk dari per (5.5) bila menggunakan fungsi
window persegi (rectangular) yaitu

1, 1 2
= (5.6)
0,

Jika kita menyatakan ( ), ( ) dan ( ) sebagai transformasi Fourier dari


(), () dan (), maka respons frekuensi ( ) dari filter hasil disain merupakan
konvolusi antara ( ) dan ( ) sebagai berikut

1
= . (
) = ( ) (5.7)
2

Bab V - 2
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

Sebagai ilustrasi, jika ( ) merepresentasikan filter LPF ideal dengan frekuensi


cutoff dan () merupakan window persegi pada titik asal, maka ( ) seperti
terlihat pada gambar 5.2. Dari gambar 5.2, respons frekuensi hasil disain ( )
menyerupai respons frekuensi yang diinginkan ( ).

( ) ( ) ( )

4/
* =

2/

Gambar 5.2 Respons Frekuensi hasil perkalian respons impuls () ideal dengan
window persegi

Beberapa fungsi window yang sering digunakan secara umum yaitu window persegi,
Barlett, Hanning, Hamming, dan Blackman. Secara matematis fungsi window dengan
panjang deretan N adalah:

1. Window persegi (rectangular)

1, 0 1
= (5.8)
0,

2. Window Barlett

2
, 0 ( 1)/2
1
= 2 1 (5.9)
2 , 1
1 2
0,

3. Window Hanning

2
0.5. 1 cos[ ] , 0 1
= 1 (5.10)
0,

4. Window Hamming

2
0.54 0.46 cos , 0 1
= 1 (5.11)
0,

Bab V - 3
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

5. Window Blackman

2 4
0.42 0.5 cos + 0.08 cos , 0 1
= 1 1 (5.12)
0,

5.3.1 Prosedur Disain Filter Digital FIR

Filter LPF ideal yang mempunyai fasa linier dengan slope dan frekuensi cutoff
dapat dinyatakan dalam domain frekuensi

,
( ) = (5.13)
0, < <

Respons impuls filter ideal () dapat diperoleh dengan mentransformasi Fourier


balik ( ) menjadi

sin[ ( )]
= (5.14)
( )

Filter FIR kausal dengan respons impuls () dapat diperoleh dengan cara mengalikan
() dengan sebuah fungsi window pada titik asal dan diakhiri pada titik 1
sebagai berikut

sin
. , 0 1
= (5.15)
0,

Respons impuls () mempunyai fasa linier bila dipilih agar menghasilkan () yang
simetris. Fungsi sin /( ) pada pers (5.14) simetris pada = dan
fungsi window simetris pada = ( 1)/2, sehingga filter () pada pers (5.15)
mempunyai fasa linier jika simetris dan

1
=
2
5.3.2 Tahapan Disain Filter Digital FIR

Sebelum melakukan tahapan disain filter digital, kita harus membuat spesifikasi filter
digital. Sebagai ilustrasi, kita merencanakan filter LPF dengan menentukan spesifikasi
redaman passband maksimal 1 pada frekuensi cuoff , redaman stopband minimal
2 pada frekuensi seperti terlihat pada gambar 5.3.

Bab V - 4
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

20

0
1

0 (rad)

passband Transition stopband


band

Gambar 5.3 Spesifikasi Filter Digital LPF

Langkah-langkah disain filter FIR secara iteratif sebagai berikut:

1. Memilih tipe window berdasarkan tabel 5.1 agar redaman stopband minimal
sama dengan 2 .

Tabel 5.1 Lebar pita transisi berdasarkan jenis window

Jenis Window Lebar Redaman stopband Konstanta


transisi minimal (dB) ()
Persegi 4/ 21 2
Barlett 8/ 25 4
Hanning 8/ 44 4
Hamming 8/ 53 4
Blackman 12/ 74 6

2. Menentukan panjang deretan window N (orde filter) agar memenuhi lebar band
transisi sesuai dengan tipe window yang digunakan. Jika merupakan lebar
band transisi, maka harus dipenuhi kondisi
2
= .

Dimana tergantung pada tipe window yang digunakan sehingga

2
.

Bab V - 5
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

3. Memilih frekuensi cutoff dan kemiringan fasa yaitu


= ( 1)/2
Sehingga respons impulsnya menjadi

1
sin
= 2 . () 0 1
1
2

4. Menggambar respons frekuensi ( ), untuk N ganjil mempunyai persamaan


sebagai berikut

(3)/2
(1)/2
1 1
= . + 2 cos[( )]
2 2
=0

fasa linier magnitud

Silakan dicek gambar pada langkah ke-4 berupa respon magnitud


20 , apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan?
Bila sudah sesuai, iterasi dihentikan.

5. Jika persyaratan redaman 1 pada tidak sesuai, diatur lagi nilai , biasanya
lebih besar dari iterasi pertama. Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan nilai
yang baru tersebut.

6. Jika persyaratan respons frekuensi (respon magnitud dan fasa) sudah sesuai
dengan yang diinginkan, cek lagi dengan mengurangi orde filter N. Selanjutnya
ulangi langkah ke-4 dengan menggambar respons frekuensi. Pengurangan nilai N
bertujuan untuk mengurangi processing delay (waktu tunda pengolahan pada
sistem diskrit). Jika pengurangan nilai N tidak memungkinkan, maka iterasi
dihentikan dan diperoleh respons impuls ().

Prosedur diatas merupakan metode trial and error dan berusaha untuk mencapai
respons frekuensi yang paling sesuai dengan yang diinginkan. Prosedur ini bukan
merupakan optimalisasi hasil, tetapi memperoleh hasil disain yang mendekati.

Contoh 5.1:
Rencanakan filter digital LPF yang akan dipakai pada sistem digital A/D-H(z)-D/A, yang
mempunyai redaman 3 dB pada frekuenasi cutoff 15 Hz dan redaman stopband 50 dB
pada frekuensi 22,5 Hz. Filter tersebut diharapkan mempunyai fasa linier dan
menggunkan frekuensi sampling 100 Hz.
Bab V - 6
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

Penyelesaian:
Spesifikasi filter LPF berdasarkan data yang diketahui sebagai baerikut

20
0
-3 dB

-50 dB

0 0.3 0.45 (rad)

= 2fc/fsamp = 2.(15/100) = 0.3 rad pada 1 = 3


= 2fs/fsamp = 2.(22.5/100) = 0.45 rad pada 2 = 50

Langkah 1:
Untuk memperoleh redaman stopband minimal 50 dB, berdasarkan tabel 5.1
maka kita bisa menggunakan window Hamming atau Blackman. Sebagai contoh
dalam hal ini, kita pilih menggunakan window Hamming.

Langkah 2:
Menentukan ukuran window (orde filter) berdasarkan lebar pita transisi pada
tabel 4.1 sesuai dengan tipe window yang digunakan, dalam contoh ini
menggunakan Hamming, sehingga

2 2
. = 4. = 53.3
0.45 0.3

Untuk memperoleh delay integer, dipilih nilai ganjil, sehingga = 55.

Langkah 3:
Menentukan frekuensi cuoff dan slope dari fasa adalah

= 0.3 dan = 1 /2 = 27
Selanjutnya diperoleh respons impuls () untuk window Hamming sebagai
berikut:
sin 0.3 27 2
= . 0.54 0.46 cos , 0 54
27 54

Bab V - 7
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

Langkah 4:
Menggunakan nilai-nilai untuk menggambar respons magnitud dari filter
hasil disain dengan menggunakan persamaan pada langkah ke-4 disain filter FIR.
Selain itu dapat juga dengan tahapan berikut:
Menghitung respons impuls () seperti pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Nilai respons impuls ()


()
0 54 0.0003
1 53 -0.0006
2 52 -0.0012
3 51 -0.0008
4 50 0.0006
5 49 0.0021
6 48 0.0023
7 47 -0.0000
8 46 -0.0036
9 45 -0.0052
10 44 -0.0021
11 43 0.0048
12 42 0.0098
13 41 0.0069
14 40 -0.0043
15 39 -0.0156
16 38 -0.0157
17 37 0.0000
18 36 0.0220
19 35 0.0308
20 34 0.0120
21 33 -0.0278
22 32 -0.0588
23 31 -0.0445
24 30 0.0319
25 29 0.1495
26 28 0.2567
27 - 0.3

= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)

() = 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 54

( ) = 0 + 1 + + 27 27 + + 54 54

Bab V - 8
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

Karena respons frekuensi yang dihasilkan mempunyai koefisien yang simetris


maka dapat dibuat bentuk yang kompak berikut
26
27
= . 27 + 2 cos[( 27)]
=0

fasa linier magnitud

Gambar respons impuls dan respons magnitud hasil disain dapat dilihat pada
gambar 5.4 dan 5.5 sedangkan persamaan bedanya adalah

= 0 + 1 1 + + 27 27 + + 54 ( 54)

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15
h(n)

0.1

0.05

-0.05

-0.1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
waktu n

Gambar 5.4 Respons impuls filter LPF hasil disain

Gambar 5.4 didapat menggunakan perangkat lunak Matlab dengan perintah stem.
Gambar tersebut merupakan respons impuls filter FIR hasil disain dan terlihat bahwa
berbentuk simetris pada saat = 27.

Selanjutnya untuk menggambar respons magnitud dan fasa dapat menggunakan


perintah syntax freqz pada Matlab seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Pada
gambar tersebut sumbu horisontal merupakan frekuensi diskrit dari 0 sampai dengan
yang dinormalisasi terhadap . Pada repons magnitud terlihat daerah passband
antara 0 dan 0.3 sehingga dapat dikatakan sebagai filter LPF dan mempunyai fasa
Bab V - 9
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

linier pada rentang frekuensi tersebut. Sinyal diskrit yang frekuensinya berada pada
daerah passband maka sinyal tersebut akan diloloskan tetapi akan mengalami delay
sesuai dengan respons fasa filter pada frekuensi sinyal input. Sebagai contoh bila sinyal
input mempunyai frekuensi 0.2 maka akan mengalami delay sekitar 1000 degrees.

50
Magnitude (dB)

-50

-100

-150
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

0
Phase (degrees)

-500

-1000

-1500

-2000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Normalized Frequency ( rad/sample)

Gambar 5.5 Respons magnitud dan fasa filter FIR hasil disain

Listing program contoh 5.1 sebagai berikut:

clear all
n=0:54;
%menghitung respons impuls filter hasil disain
hn=(0.3*sinc(0.3*(n-27))).*(0.54-0.46*cos (2*pi*n/54));
% menggambar respons impuls
figure(1)
stem(hn,'k')
figure(2)
%menggambar respons frekuensi filter hasil disain
freqz(hn,1)

Bab V - 10
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital

SOAL LATIHAN

1. Diketahui respons impus filter mempunyai persamaan

2 sin[0.2 50)
1/2{1 cos }. { } , 0 100
= 100 50)
0,

a. Sketsa respons magnitud ( ) dalam dB dan tentukan nilai-nilainya pada


titik kritis (pada = dan = ).
b. Jika filter tersebut diberi input = sin(0.35), maka input tersebut berada
pada daerah mana? passband, transition band, atau stopband?
c. Tentukan persamaan beda filter tersebut?

2. Diketahui respons impus filter FIR mempunyai persamaan sebagai berikut:

2 sin[0.9 5)
1/2{1 cos }. { 5 } , 0 10
= 10 5)
0,

a. Sketsa respons magnitud ( ) dalam dB dan hitung nilai-nilainya pada titik


kritis (pada = dan = ).
b. Jika filter tersebut diberi input = 2sin 0.475 . cos(0.475), maka input
tersebut berada pada daerah mana? passband, transition band, atau stopband?
c. Gambarkan respons impuls .
d. Tentukan persamaan beda filter tersebut?
e. Tentukan output filter bila inpunya sinyal diskrit DC.

3. Sinyal analog mempunyai pita frekuensi 0 10 kHz disampling dengan frekuensi


sampling 50 kHz. Kita ingin meloloskan sinyal tersebut dengan menggunakan filter
digital FIR yang mempunyai lebar band transisi tidak lebih dari 5 kHz dengan
redaman stopband minimal 40 dB. Kita menginginkan fase linier pada daerah
passband. Rencanakan filter FIR tersebut dan gambar respons magnitudnya.

4. Filter bandpass digital disyaratkan mempunyai redaman 3 dB pada frekuensi cutoff


bawah 0.4 rad dan 3 dB pada frekuensi cutoff atas 0.5 rad. Lebar transition band
untuk frekuensi bawah maupun atas adalah 0.1 dengan redaman stopband
minimal 40 dB.
a. Hitung respons impuls () untuk filter FIR tersebut yang memenuhi
persyaratan diatas dengan menggunakan window Hamming.
b. Tentukan persamaan beda hasil disain.
c. Gambar respons magnitud filter FIR hasil disain.

Bab V - 11
Penulis: SUWADI Jurusan Teknik Elektro ITS
5.4 FILTER DIGITAL IIR
1. STRUKTUR FILTER DIGITAL
Berdasarkan hubungan antara deretan input x[n] dengan deretan output y[n] :
a. Rekursif
y[n] = F{y[n-1], y[n-2], . . . , x[n], x[n-1], x[n-2], . . .}

b. Non-Rekursif
y[n] = F{x[n], x[n-1], x[n-2], x[n-3], . . . }

Berdasarkan panjang deretan h[n] :


a. Infinite Impuls Response (IIR)
Panjang deretan h[n] tak terbatas
Contoh :
h[n] = (1/2)n u[n]

b. Finite Impuls Response (FIR)


Panjang deretan h[n] terbatas
Contoh :
h[n] = [n] + [n-1] + 1/2.[n-2] + [n-4]

Struktur filter berdasarkan transf. Z


Impulse response : H(z)
M

Y (Z ) b z k
k

H(Z) k 0
N
X (Z )
a z
k 0
k
k

N M
Y (Z). ak z k X(Z). bk z k
k 0 k 0

N M

a y[n k ] b x[n k ]
k 0
k
k 0
k

Untuk ao = 1, maka :
M N
y[n] bk x[n k ] ak y[n k ]
k 0 k 1

Untuk salah satu ak 0; k [1,N] maka dinamakan filter rekursif/IIR

Untuk semua ak = 0; k [1,N] maka dinamakan filter non-rekursif/FIR

Filter digital IIR 1


2. FILTER IIR
Syarat :
Kausal : Respons impuls h[n] = 0, untuk n < 0
Stabil :

h[n]
n

Transformasi - Z :
M

b k z k
H( Z) h[n]z n
k 0
N
n
1 a k z k
k 1

Syarat H(z) :
Minimum salah satu ak 0
Akar-akar dari penyebut tidak dihilangkan oleh akar-akar dari pembilang
Zero dapat berada disetiap tempat, pole harus terletak didalam lingkaran
satuan
MN

KARAKTERISTIK FILTER IIR :


Magnitude Squared Respons :
2
H(e j ) H(z)H(z1 ) , untuk , z e j

Respons fasa
ImH(z)

e j tan1 , untuk, z e j
Re H(z)
atau
1 H(z)

e j ln ,
2 j H(z 1 )
untuk, z e j

Group delay :
d(e j )
g (e j )
d

Group delay artinya :


Berapa lama / cuplikan sinyal didelay.

Filter digital IIR 2


Penentuan Koefisien Filter IIR
Menentukan bk dan ak agar respons filter (waktu, frekuensi, group delay) mendekati
sifat yang dinginkan.

METODE PENDEKATAN
Transformasi bilinier
Transformasi respons impuls
Transformasi matched Z

TRANSFORMASI BILINIER

Definisi :

2 1 z1 2 S
z T
S

T 1 z 1
;
2 T S dan T: frekuensi sampling

2 j
z T
Bila ; S = j ,
2 T j
Untuk : = 0, maka : z = 1,
= , maka : z = -1,

2 j
z T
Bila ; S = + j maka :
2 T j
Bila < 0 (bidang S sebelah kiri) maka Z 1 sehingga daerah konvergensi didalam
linkaran satu

Fungsi transfer filter digital H(z) didapat dengan Transformasi Bilinier.

H(z) H(S) 2 (1 z 1 )
S .
T (1 z 1 )

Bidang S Bidang Z
Im

Re

Filter digital IIR 3


Hubungan Non-Linier :

Bila S = j dan z = ejT

j

2 1 e jT


2 e jT / 2 e jT / 2

T 1 e jT
T e jT / 2 e jT / 2
2 T
j j tan
T 2

2 T
tan , linier bila T kecil, yaitu
T 2

atau dalam buku lain

2
tan , normalisas i T 1
T 2

Filter digital IIR 4


Digunakan
Transformasi Bilinier
disain filter analog

Spesifikasi digital Spesifikasi analog


1, 2, . . ., N Ha(S) Dinginkan
1, 2, . . ., N
K1, K2, . . . , KN H(z)
K1, K2, . . . , KN
S = 2/T. (1-z-1)
i = 2/T . tan(i/2) (1+z-1)

Prosedur disain filter digital menggunakan metode Transformasi Bilinier

Filter digital IIR 5


Filter digital IIR 6
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR
METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
BUTTERWORTH

LOW PASS FILTER (LPF)


Magnitude Squared Response

Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 2 1 2 1 r

2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1

Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :

log[(10K1 / 10 1) /(10K 2 / 10 1)]


n
1
2. log
r

Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
1
H a ( S ) H LPF ( S ) s = . . . . . ., dimana : c
S
10
1
c K 1 / 10
1 2n

Fungsi transfer H(Z) LPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 7


PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR
METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
BUTTERWORTH

HIGH PASS FILTER (HPF)


Magnitude Squared Response

Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 2 1 2 1 r

2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1

Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :

log[(10K1 / 10 1) /(10K 2 / 10 1)]


n
1
2. log
r

Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
2
H a ( S ) H LPF ( S ) c = . . . . . ., dimana : c
S
10
1
K 1 / 10
s 1 2n

Fungsi transfer H(Z) HPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 8


PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR
METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
BUTTERWORTH

BAND PASS FILTER (BPF)


Magnitude Squared Response

Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 L U 2 1 L U 2 1 r
r min A , B

i i T
2fi
;
2
i tan i ; A
2
L U
1
fs T 2 1 U L
B
2
2 L U
2 U L
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :

log[(10K1 / 10 1) /(10K 2 / 10 1)]


n
1
2. log
r

Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

Ha (S) HLPF (S) s 2 L U =......


S
s U L

Fungsi transfer H(Z) BPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 9


PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR
METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
BUTTERWORTH

BAND STOP FILTER (BSF)


Magnitude Squared Response

Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

L 1 2 U L 1 2 U 1 r
r min A , B
2fi 2 1 U L
i i T ; i tan i ; A
fs T 2 12 L U
2 U L
B
22 L U
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi :

log[(10K1 / 10 1) /(10K 2 / 10 1)]


n
1
2. log
r

Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 )
HLPF(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

Ha (S) HLPF (S) s U L =......


S
s 2 L U

Fungsi transfer H(Z) BSF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 10


FILTER ANALOG CHEBYSHEV
Ada 2 tipe :
a. Filter Chebyshev tipe 1 - - - - - - - - - Riple pada passband
b. Filter Chebyshev tipe 2 - - - - - - - - - Riple pada stopband

Filter chebyshev low pass normalisasi dengan riple pada passband mempunyai
karakteristik :
2 1
H() 2 2
1 Tn ()
dimana :
Tn() : polinomial chebyshev derajat n
: parameter riple pada passband

Tn() dapat dilihat pada tabel 3.3 pada buku :


L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",

2 2
H() H()

1 1
1 1
1 2 1 2

1 1
A2
A2

1 r 1 r

n ganjil (n=3) n genap (n=4)

n mentukan jumlah puncak

2 1
Pada = 1 - - - - - - - H()
1 2
2 1
= r - - - - - - H() 2
A

Polinomial Chebyshev dapat dilihat pada tabel Tabel 3.3 pada buku :
L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",

Untuk memperoleh fungsi transfer H n(s) stabil dan kausal maka harus
mendapatkan pole-pole dan memilih pole-pole Hn(s) pada LHP (Left Half Plane).

Filter digital IIR 11


Pole diperoleh dengan mencari akar-akar sbb :

1 + 2 Tn2(s) = 0

Jika sk = k + k merepresentasikan pole maka memenuhi :

k2 k2
2 1
a2 b
dimana :


1 / n
1 1
1 1 /
1/n 2
a 1 1 2 /
2 2

b 1 1 /
1 / n
1 2
1/n 1 2
/
1 1
2 2
k aSin 2k 1 / 2n
k bCos2k 1 / 2n k 1,2,3,...,2n

Dengan menggunakan hanya pole padaa LHP, maka :


K K
Hn (s )
s s k Vn (s)
LHP
pole

Vn (s) s n b n1 s n1 ... b1 s b 0
b 0 , n ganjil

K b0
, n genap
2
1

Dapat dilihat pada tabel 3.4 buku :


L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",

Penentuan orde filter n :



log g g2 1 1 A2 1
n

log r r2 1 dimana : A
Hn j r
dan g
2

Filter digital IIR 12


Contoh : Desain Filter analog
Rencanakan LPF analog Chebyshev dengan bandwidth 1-rad/det dengan
karakteristik sbb :
Ripple passband 2 dB
Frekuensi cutoff 1 rad/det
Atenuasi stopband 20 dB atau lebih pada 1,3 rad/det

Penyelesaian :

20 logH(j1) = 20 log[1/(1 + 2)]1/2 = 10 log [1/(1 + 2)] = -2

20 logH(j1,3) = 20 log(1/A2)1/2= 20 log (1/A) = -20

Sehingga diperoleh :
A = 10
= 0,76478

maka : g = 13,01
n = 4.3 5

Dengan melihat tabel 3.4 pada buku :


L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
untuk n = 5 dan ripple = 2 dB
diperoleh :
0,08172
H5 (s) 5
s 0,70646.s 1,4995.s 0,6934.s 2 0,45935.s 0,08172
4 3

Filter digital IIR 13


Filter digital IIR 14
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV

LOW PASS FILTER (LPF), Magnitude Squared Response


Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1

Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :

- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2


10 K1 / 10
1 A = 10-K2/20]

( A 2 1) 10 K 2 / 10 1 log[g g2 1]
- g
2

10 K1 / 10 1
- n

log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :

Hn(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

H a (S ) H n (S ) s =......
S
c

Fungsi transfer H(Z) LPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 15


PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV

HIGH PASS FILTER (HPF), Magnitude Squared Response


Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 2 1 2 1 r
2fi 2 2
i i T ; i tan i ; r
fs T 2 1

Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :

- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2


10 K1 / 10
1 A = 10-K2/20]

( A2 1) 10 K 2 / 10 1 log[g g2 1]
- g
2

10 K1 / 10 1
- n

log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :

Hn(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

H a (S ) H n (S ) c =......
S
s

Fungsi transfer H(Z) HPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 16


PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV

BAND PASS FILTER (BPF), Magnitude Squared Response


Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

1 L U 2 1 L U 2 1 r
r min A , B

i i T
2fi
;
2
i tan i ; A
2
L U
1
fs T 2 1 U L
B
2
2 L U
2 U L
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :

- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2


10 K1 / 10
1 A = 10-K2/20]

( A 2 1) log[g g2 1]
- g
2
- n

log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :

Hn(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

Ha (S) Hn (S) s 2 L U =......


S
s U L

Fungsi transfer H(Z) BPF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )
Filter digital IIR 17
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI
BILINIER, pendekatan filter analog CHEBYSHEV

BAND STOP FILTER (BSF), Magnitude Squared Response


Spesifikasi digital Transf. ke Analog LPF Normalisasi

dB dB dB
0 0 0
K1 K1 K1

K2 K2 K2

L 1 2 U L 1 2 U 1 r
r min A , B
2fi 2 1 U L
i i T ; i tan i ; A
fs T 2 12 L U
2 U L
B
22 L U
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi :

- 10 log[1/(1 + 2)] = K1 - 20 log (1/A) = K2


10K1 / 10 1 A = 10-K2/20]

( A 2 1) log[g g2 1]
- g
2
- n

log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 )
dengan melihat ripple dan orde n diperoleh :

Hn(S) = . . . . .

Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)

Ha (S) Hn (S) s U L =......


S
s 2 L U

Fungsi transfer H(Z) BSF digital hasil disain :

H(z) Ha (S) 2 (1 z 1 ) =........


S .
T (1 z 1 )

Filter digital IIR 18


LATIHAN
Disain Filter Digital IIR
1. Disain filter digital IIR yang memenuhi spesifikasi sbb :
HPF dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff = 45 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 120 KHz.
Pendekatan ke filter Butterworth
a) Tentukan H(z)
b) Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier filter tersebut.
c) Gambarkan realisasi filter

2. Rencanakan filter digital IIR yang dispesifikasikan dengan H(z) bila digunakan pada Pre-
filtering struktur A/D-H(z)-D/A yang memenuhi spesifikasi sebagai berikut :
Filter low-pass dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff 500 Hz
Redaman stop band minimal 15 dB pada frekuensi 750 Hz
Laju sampling 2000 sampel/detik
Monotonic passband (Butterworth)
a. Tentukan fungsi sistem H(z)
b. Tentukan persamaan beda sistem hasil desain
c. Gambarkan struktur realisasi filter hasil desain saudara

3. Disain filter digital yang memenuhi spesifikasi sbb :


LPF dengan redaman ripple 2 dB pada frekuensi cutoff = 15 KHz.
Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz.
Frekuensi sampling = 100 KHz.
Pendekatan filter Chebyshev
a) Tentukan H(z)
b) Tentukan persamaan beda
c) Gambarkan realisasi filter

Filter digital IIR 19


Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit

Bab 6
Realisasi Filter Digital

6.1 Pendahuluan

Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang disain filter digital baik filter FIR maupun
IIF. Filter digital biasanya digunakan pada sistem digital yang mempunyai struktur
rangkaian A/D H(z) D/A dan dapat diimplementasikan dari persamaan beda
koefisien konstan linier orde ke-N, yang diperoleh dari () atau (). Persamaan beda
dapat diimplementasikan dengan program komputer, rangkaian digital atau IC yang
dapat diprogram, misalnya menggunakan TMS instrument. Pada bab ini menjelaskan
beberapa realisasi alternatif dari filter digital atau sistem diskrit yaitu dalam bentuk
langsung, serial (cascade) dan paralel.

6.2 Raelisasi Bentuk Langsung Filter IIR

Sistem diskrit paling umum dari sistem linier-time invariant (LTI) dapat dikarakterisasi
dengan fungsi sistem untuk :

=0 (6.1)
=
1 + =1

Berdasarkan fungsi sistem pada persamaan (6.1) dan sifat transformasi-z, sistem
dengan input dan output digital (). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan
persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:

= + ( ) (6.2)
=1 =0

Realisasi filter menggunakan persamaan (6.2) disebut sebagai realisasi bentuk langsung
I. Output () dinyatakan dengan jumlahan input () saat ke-n (saat ini) yang diberi
bobot, input-input sebelumnya ( ), untuk = 1,2, , dan output sebelumnya
( ), untuk = 1,2, , . Realisasi bentuk langsung I dapat dilihat pada gambar
6.1. Blok delay merepresentasikan bentuk strorage (penyimpanan) atau delay (waktu
tunda), blok multiplier (pengali) merepresentasikan penguatan sinyal dan blok adder
(penjumlah) merepresentasikan penjumlahan sinyal.

Realisasi bentuk lain dari persamaan (6.2) dapat diperoleh dengan memecah ()
menjadi perkalian dua fungsi transfer 1 () dan 2 (), dimana 1 () hanya
mengandung penyebut atau pole-pole sedangkan 2 () hanya mengandung pembilang
atau zero-zero seperti berikut:

Bab V - 1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit

= 1 . 2 = ()/() (6.3)

1 = 1/(1 + ) (6.4)
=1

2 = ) (6.5)
=0

0
() ()

1 1
1 1

1 1
2 2

1 1

1 1

Gambar 6.1 Realisasi bentuk langsung I

()

() () ()
1 () 2 ()

Gambar 6.2 Dekomposisi untuk realisasi bentuk langsung II

Output filter () diperoleh dari sistem yang diusun seri dari fungsi sub sistem
1 () dengan fungsi sub sistem 2 () seperti terlihat pada gambar 6.2. Output sub
sistem 1 adalah () sebagai input sub sistem 2 () yang menghasilkan output
(). Transformasi-z dari () dan () sebagai berikut

Bab V - 2
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit

= 1 . () (6.6)

= 2 . () (6.7)

Substisusikan pers. (6.4) dan pers. (6.5) ke pers. (6.6) dan pers. (6.7) sehingga menjadi

1
=
. () (6.8)
1+ =1

= . () (6.9)
=0

Dengan mentransformasi-z balik pers. (6.8) dan pers. (6.9) menghasilkan pasangan
persamaan beda seperti pada pers. (6.10) dan pers. (6.11). Selanjutnya realisasi sistem
diskrit dari dua sub sistem 1 dan 2 tersusun serial seperti pada gambar 6.3.

= ( ) (6.10)
=1

= ( ) (6.11)
=0

() () 0 ()

1 1
1 1

1 1
2 2

1 1

1 1

Gambar 6.3 Realisasi sistem diskrit menggunakan dua sub sistem

Bab V - 3
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit

Gambar 6.3 terlihat bahwa ada dua cabang elemen delay yang dapat digabung menjadi
satu saja dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung II yang ditunjukkan pada
gambar 6.4. Pada realisasi bentuk langsung II, jumlah elemen blok delay sebanyak N,
sesuai dengan orde persamaan beda. Rangkaian ini merupakan salah satu bentuk
realisasi yang mengandung elemen delay minimum. Bentuk ini bukan berarti yang
terbaik, akan tetapi merupakan pertimbangan penting dalam implementasi sistem
digital dalam kaitannya dengan permasalahan kuantisasi.

() 0 ()

1
1
1

1
2 2

1 1

Gambar 6.4 Realisasi bentuk langsung II

6.3 Raelisasi Cascade Filter IIR

Sistem diskrit dengan fungsi transfer bila diberi input (), maka keluaran sistem
adalah (). Kita dapat menyatakan dalam bentuk tranformasi-z sehingga menjadi :

Bab V - 4
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit

= . () (6.12)

Pada realisasi cascade, dipecah menjadi perkalian fungsi transfer diantara


subsistem yaitu 1 , 2 , 3 , . . . , , setiap sub sistem berbentuk rasio
polinomial 1 , sehingga () menjadi:

= . 1 . 2 1 (6.13)

Selanjutnya dapat ditulis menjadi

= . 1 . 2 1 () (6.14)

Dari pers (6.14) dapat ditransformasi-z balik menjadi

= 1 2 1 () (6.15)

Output () diperoleh dari sinyal input yang melewati proses pada subsistem-
subsistem secara serial sebanyak subsistem seperti terlihat pada gambar 6.5. Output
masing-masing subsistem didefinisikan sebagai 1 (), 2 (), . . . , 1 (). Fungsi sistem
() dipecah menjadi beberapa subsistem yang disusun secara seri, biasanya subsistem
tersebut merupakan fungsi biquadratic. Bentuk biquadratic dapat dinyatakan dalam bentuk
umum () adalah

0 + 1 1 + 2 2
= = 1,2,3 , (6.16)
1 + 1 1 + 2 2

()

() 1 () 2 () 1 () ()
1 () 2 () ()

Gambar 6.5 Representasi cascade dari ()

6.4 Raelisasi Paralel Filter IIR

Bab V - 5

Anda mungkin juga menyukai