(41-132 H/661-750 M)
Oleh:
Indri Mawardiyanti
(201320290211018)
1 Moh. Nurhakim, Sejarah & Peradaban Islam (Malang: UMM Press, 2003), 53.
2 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam(Jakarta: AMZAH, 2009), 118
3 Ibid, 118-120.
4 Nurhakim, Sejarah & Peradaban, 53.
Pengalaman politik Muawiyah bin Abi Sufyan telah memperkaya dirinya
dengan kebijakan-kebijakan dalam memerintah, mualai dari menjadi salah
seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidillah din
Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestin, Suriah dan Mesir dari tangan
Imperium romawi. Kemudian Muawiyah menjabat sebagai kepala wilayah di
Syam yang membawahi Suriah dan Palestina. Khalifah Utsman menobatkannya
sebagai Amir Al-Bahr yang memimpin penyerbuan ke kota Konstantinopel
meski belum berhasil.5
Kebijakan-kebijakannya:
a. Mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarchiheridetis
(kerajaan turun temurun), sistem pemerintahan ini diadopsi dari Persia dan
Bizantium. Langkah awal yang diambil dalam menggunakan sistem
pemerintahan tersebut yakni dengan mengangkat Yazid putranya sebagai
putra mahkota.6
b. Memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.7
c. Menarik pasukan pengepung Konstantinopel8
d. Mendirikan departemen Pencatatan (Diwanul Khatam)9
e. Mendirikan pelayanan pos (Diwanul Barid)
f. Memisahkan urusan keuagan dari urusan pemerintahan dengan mengangkat
seorang pejabat khusus yang diberi gelar sahibul kharaj.
g. Mendirikan Kantor Cap (Pencetakan mata uang).10
Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit setelah ia
menjadi khalifah kurang lebih selama 19 tahun. Dengan telah diangkatnya Yazid
bin Muawiyah sebagai putra mahkota maka tampuk kepemimpinan diserahkan
kepadanya.
2. Yazid bin Muawiyah (60-64 H/ 679-683 M)
Pengangkatan Yazid sebagai khalifah diikuti oleh penolakan dari kaum
Syiah yang telah membaiat Husin bin Ali di Kufah sebagai khalifah sepeninggal
Muawiyah. Penolakan tersebut, mngakibatkan peperangan di Karbala yang
17 Al isy, 301
18 Munir, Sejarah Peradaban Islam, 126
19 Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya, 192
20 Munir, Sejarah Peradaban Islam, 127
21 Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan sejarahnya, 195
e. Memperbarui dinas pos
f. Menyamakan kedudukan orang non Arab yang dinomorduakan dengan
orang-orang Arab. Ia mngurangi pajak dan menghentikan pembeyaran jizyah
bagi orang Islam yang baru.
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)
Pada masa kekuasaannya bangkit kembali konflik antara Mudhariyah
dengan Yamaniyah. Kaum Khawarij kembali menentang pemerintahan karena
mereka menggap Yazid kurang adil dalam memimpin.22 Sikap kepemimpinannya
sangat bertolak dengan pola kepemimpinan Umar bin Adul Aziz, ia lebih
menyukai berfoya-foya sehingga ia dianggap tidak serius dalam kepemimpinan-
nya.23
10. Hisyam bin Abdul Malik (105- 125 H/ 723-742 M)
Setelah kematin Yazid, saudaranya Hiyam bin Abdul Malik naik tahta.
Pada saat ia naik tahta. Pada masa kepemimpinannya terjadi perselisihan antara
bani Umayyah dengan bani Hasyim. Pemerintahannya yang lunak dan jujur,
banyak jasanya dalm pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua
kebijakannya tidak dapat membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya.
Inilah yang semakin memperlicin kemerosotan dinasti Umayyah.24
Hisyam adalah seorang penyokong kesenian dan sastra yang tekun.
Kecintaannya kepada ilmu pengetahuan membuat ia meletakkan perhatian besar
kepada pengembangan ilmu pengetahun.
11. Al-Walid bin Yazid (125-126 H/ 742- 743M)
Walid oleh para penulis Arab dilukiskan sebagai orang yang tidak
bermoral, pemabuk, dan pelanggar. Pada awal mualanya ia menunjukkan
kebaikan-kebaikan kepada fakir miskin dan orang-orang lemah. Namun semua
itu digugurkan dengan sifatnya yang pendendam, serta jahat kepada sanak
saudaranya. Sikapnya ini semakin mempertajam kemerosotan bani Umayah.
12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126 H/743 M)
13. Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik(126- 127 H/ 743- 744 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/ 744-750 M)
D. Gerakan-Gerakan Keagamaan
Pada masa ini ditemukan adanya cikal bakal gerakan-gerakan filosofif
keagamaan yang berusaha menggoyahkan fondasi Islam. Di Bashrah hidup
seorang tokoh terkenal bernama Wasail ibn Atha seorang pendiri mazhab
rasionalisme kondang yang disebut Mutazilah. Orang Muktazilah
mendakwahkan ajaran bahwa siapapun yang melakukan dosa besar dianggap
telah keluar dari barisan orang beriman, tapi tidak pula dijadikan kafir. Wasil
sebagai pendiri gerakan ini berguru kepada Hasan al-Bashri, yang cenderung
pada doktrin kebebasan berkehendak. Di samping itu dalam doktrinnya
ditambahkan: penolakan terhadap kesatuan antara Tuhan dan sifat-sifatnya
dengan argumen bahwa konsep tersebut merusak keesaan Tuhan.35
Selain Mutazilah gerakan lain yang tumbuh adalah kelompok Khawarij.
jika gerakan Mutazilah memelopori gerakan radikalisme, kelompok Khawarij
menjadi pendukung utama puritanisme Islam. Khawarij merupakan sekte politik
keagamaan paling awal muncul. Dalam rangka mempertahankan prinsip
demokrasi primitif Islam, kelompok Khawarij telah menumpahkan banyak darah
selama tiga abad pertama Islam.36
Kelompok lain yang muncul pada masa Umayyah adalah Murjiah. Orang
murjiah tidak menganggap pemaksaan hukum agama oleh khalifah-khalifah
Umayyah sebagai alasan yang sah atas penolakan nya sebagai pemimpin politik
de facto umat Islam. Secara umum ajaran pokok Murjiah berkisar pada
toleransi.37
34
Philip K Hitti, History of Arabs ed terjemah (Jakarta: Serambi, 2002), 343
35 Ibid, 306
36 Ibid, 308
37 Ibid, 309
Kelompok lain yang muncul, yaitu Syiah yang merupakan kubu Islam
pertama yang berbeda pendapat dalam persoalan kehalifahan. Kelompok Syiah
memiliki keyakinan terhadap Ali dan putra-putranya yang di klaim sebagai imam
sejati.38
E. Kehancuran Bani Umayyah
Setelah sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, kekhalifahan bani umayyah
mengalami kelemahan yang pada akhirnya menyebabkan kehancuran dinasti ini.
Badri Yatim menyebutkan terdapat beberapa faktor yang mejadi sebab
runtuhnya kekuasaan dinasti Umayyah, faktor-faktor tersebut diantaranya:
a. Sistem pergantian kekhalifahan melalui garis keturunan adalah suatu yang
baru dalam tradisi Arab, pengaturan pergantian kekhalifahan yang tidak
jelas menyebabkan persaingan tidak sehat di kalangan anggota keluarga
istana.
b. Latar belakang terbentuknya Bani Umayyah yang tidak terlepas dari konflik-
konflik politik di masa Ali. Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan Khawarij
terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperi di awal dan di
akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan
Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot
kekuatan pemerintah.
c. Terjadi pertentangan etnis antar suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia
Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin
meruncing. Perselisishan tersebut mengakibatkan khalifah-khalifah bani
Umayyah kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping
itu dologan mawali (non Arab) terutama di Irak dan sekitarnya merasa tidak
puas karena status itu mengambarkan suatu inferioritas, ditambah
keangkuhan bangsa arab yang diperlihatkan oleh bani umayyah.
d. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan karena
siskap hidup bermewah-mewahan di lingkungan Istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan.
e. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
38 Ibid,
Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan
gologan Syiah dan kaum Mawali yang merasa dinomorduakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.39