Anda di halaman 1dari 7

Karakteristik Semen Sapi

Posted by Sekilas Peternakan


Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam
saluran kelamin betina saat kopulasi yang terdiri atas plasma semen dan
spermatozoa. Semen normal akan mengandung sejumlah spermatozoa yang
bergerak progresif, mati, hidup tetapi immotil atau motilitasnya lemah (Campbell et
al., 2003a). Ejakulat normal semen sapi berwarna krem sampai putih, semen dengan
konsentrasi yang rendah akan terlihat bening, tembus cahaya dan volume semen
berkisar antara 6-8 ml (Garner dan Hafez, 2000).

Karakteristik semen sapi dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis.


Penilaian secara makroskopis meliputi warna, konsistensi, volume dan pH. Derajat
keasaman (pH) normal untuk semen sapi berkisar antara 6,5-6,9. Menurut Feradis
(2010b) semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental.
Campbell et al. (2003b) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi
jantan dewasa berkisar antara 800-1200 juta/ml semen. Pejantan dianggap sudah
memuaskan jika memiliki konsentrasi spermatozoa >500 juta/ml dengan nilai
motilitas spermatozoa sapi antara 70-80% (Garner dan Hafez, 2000).

Pengamatan mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi (normalitas) dari


spermatozoa. Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan
untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-
gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari
konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan massa semen yang
memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang,
kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat baik (+++), bila
terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b).
Jumlah volume, konsentrasi dan konsistensi dari seekor pejantan sangat bervariasi
hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu,
seperti kualitas organ reproduksi, umur dan kondisi manajemen peternakan (Gordon,
2004). Persentase motilitas spermatozoa mempunyai korelasi dengan fertilitas,
sehingga motilitas dapat menjadi parameter kualitas semen yang utama (Tappa et
al., 2007). Pengujian konsentrasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa
merupakan dasar hubungan kondisi spermatozoa yang dapat menentukan tingkat
abnormal dan dapat berpengaruh pada fertilitas ternak (Januskaukas dan Zilinskas,
2002).

Daftar Pustaka
Campbell, J. R., K. L. Campbell., M. D. Kenealy. 2003a. Anatomy and Physiology of
Reproduction and Related Technologies in Farm Mammals In: Animal
Sciences. 4thed. New York, Mc Graw-Hill.
Campbell, J. R., K. L. Campbell., M. D. Kenealy. 2003b. Artificial Insemination In:
Animal Sciences 4th ed. New York, Mc Graw-Hill.
Feradis, M. P. 2010b. Reproduksi Ternak. Alphabeta, Bandung.
Garner, D. L. & E. S. E Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In:
Reproduction in Farm Animals. 7 th ed. Lippincot Williams & Wilkins,
Philadelphia.
Gordon, I. 2004. Artificial Insemination. In: Reproductive Technologies in Farm
Animals. CABI publishing, Wallingford.
Januskaukas, A. & H. Zilinkas. 2002. Bull semen evaluation post-thaw and relation of
semen characteristics to bull fertility. J. Anim. Reprod. 17: 39. (Abstr.)

Tappa, B., F. Afiati, & S. Said. 2007. Identifikasi kepala spermatozoa kerbau, sapi dan
domba secara morfometri. J. Prot. 15: 159-165
Pemeriksaan Makroskopis

a. Volume

Volume semen yang tertampung dapat langsung terbaca pada tabung


penampung semen yang berskala. Semen sapi dan domba mempunyai
volume rendah tetapi konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan
warna krem atau warna susu. Volume semen per ejakulat berbeda beda
menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi
penampungan dan berbagai faktor lain. Pada umumnya hewan muda yang
berukuran kecil dalam satu jenis spesies menghasilkan volume semen yang
rendah. Ejakulat yang sering menyebabkan penurunan volume dan apabila
dua ejakulat yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah. Volume
semen sapi antara 5 8 ml, domba 0,8 1,2 ml, babi 150 200 ml dan
kuda 60 100 ml (Feradis, 2010).

b. Warna

Warna semen normal adalah abu abu keputihan hingga krem kepucatan,
tetapi beberapa sapi menghasilkan semen berwarna kuning. Hal ini
disebabkan adanya iboflavin dan merupakan keadaan yang normal (Hafez,
2000).

Adanya mikroorganisme seperti Pseudomonas aeruginosa di dalam semen


sapi menyebabkan warna hijau kekuningan apabila semen dibiarkan pada
suhu kamar. Gumpalan gumpalan, bekuan dan kepingan di dalam semen
menunjukkan adanya pus yang umumnya berasal dari kelenjar kelenjar
13

pelengkap atau dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah
muda menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal
dari saluran kelamin urethra atau penis (Feradis, 2010).

c. Konsistensi

Konsistensi atau derajat kekentalan dapat diperiksa dengan


menggoyangkan tabung berisi semen secara perlahan lahan. Semen sapi
dan domba mempunyai konsistensi kental berwarna krem sedangkan
semen kuda dan babi konsistensinya sukup encer sehingga berwarna
terang sampai kelabu. Pada semen sapi dengan konsistensi kental dan
berwarna krem memiliki konsentrasi 1000 juta 2000 juta sel spermatozoa
per ml. Sedangkan konsistensi yang encer berwarna susu memiliki
konsentrasi 500 juta 600 juta sel spermatozoa per ml, semen yang cair
berawan atau hanya sedikit kekeruhan memiliki konsentrasi sekitar 100
juta sel per ml dan yang jernih seperti air kurang dari 50 juta per ml
(Feradis, 2010).

Pemeriksaan Semen Secara Mikroskopis

Setelah semen dikoleksi dari pejantan dan dilakukan pemeriksaan secara


makroskopis, langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan secara
mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan bantuan alat dan bahan
pendukung seperti mikroskop, cell counter, dan larutan pengecat. Penilaian
meliputi dari jumlah sperma, motilitas, morfologi, dan adanya benda asing post
ejakulasi. Selama pemeriksaan dilakukan, ada beberapa hal yang perlu
1
4

diperhatikan dalam penanganan semen, spermatozoa sangat sensitif terhadap


pendinginan, sehingga semen harus dijaga pada suhu mendekati suhu basal tubuh
(di atas 30 C) sebelum dan selama penilaian, yang harus dilakukan sesegera
mungkin setelah koleksi (Noakes et al., 2001).

1. Motilitas

Motilitas harus dinilai secara mikroskopis. Dua metode untuk menilai


motilitas adalah motilitas massa dan motilitas individu. Motilitas massa biasanya
dinilai dengan menempatkan setetes semen pada kaca preparat dan diamati pada
mikroskop dengan 100x perbesaran (10x lensa mata dan 10x objektif), aksi massa
atau "swirl" dapat diamati dalam sampel yang memiliki jumlah yang memadai
dari spermatozoa motil. Peringkat untuk perkiraan ini adalah sebagai berikut,
dengan nilai minimum yang disarankan adalah Cukup.

Tabel 3. Penilaian Gerakan Massa (Chenoweth, 2002)

Aktivitas Massa Nilai

Gerakan massa sangat cepat Sangat baik


Gerakan massa cepat Baik
Gerakan massa cukup cepat Cukup
Gerakan massa sedikit terlihat Buruk

Motilitas progresif individu spermatozoa dinilai di bawah brightfield atau


mikroskop dengan fase kontras. Spesimen diperiksa di Total perbesaran 400x,
sampel harus diencerkan untuk observasi spermatozoa individu yang tepat,
natrium sitrat atau susu skim dapat digunakan sebagai pelarut semen yang akan
diperiksa. Peringkat motilitas adalah sebagai berikut, dengan nilai minimum yang
disarankan adalah cukup.
1
5

Tabel 4. Penilaian Gerakan Massa Individu (Chenoweth, 2002).

Motilitas Progresif (%) Nilai

>70% Sangat baik


50-69% Baik
30-49% Cukup
<30% Buruk

Observasi dari sampel semen di 400x juga dapat membantu untuk


mengidentifikasi adanya abnormalitas sel-sel lain, contohnya sel epitel skuamosa,
sel-sel inflamasi dalam sampel. Identifikasi bahan selular yang abnormal bisa
diamati dengan pewarnaan apus semen dengan Dif-Quik, Methylene Blue,
sedangkan pemeriksaan bakteri dapat menggunakan pewarnaan Gram
(Chenoweth, 2002).

2. Penghitungan Sperma

Kepadatan sperma dapat diperkirakan menggunakan haemositometer,


semen sapi biasanya harus diencerkan terlebih dahulu sebelum dihitung dalam
larutan formalin 0,9 saline atau 0,02% formalin. Karakteristik semen ada beberapa
macam spesies yang berbeda ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik semen pada beberapa spesies (Noakes et al., 2001)


16

3. Pengecekan Viabilitas Spermatozoa

Pemeriksaan spermatozoa yang hidup dan yang mati dalam setiap


ejakulasi dapat diperoleh dengan pengecatan, seperti pengecatan eosin negrosin.
Pencampuran semen dengan eosin-negrosin akan memudahkan pemeriksa salam
membedakan sel sperma yang hidup (berwarna pink pucat) dan sel sperma yang
sudah mati (berwarna merah gelap) dengan latar belakang yang gelap (Perez et al.,
2008).

4. Abnormalitas Spermatozoa

Abnormalitas spermatozoa terbagi menjadi dua tipe, mayor dan minor.


Abnormalitas mayor adalah sperma yang belum berkembang sempurna seperti,
sperma ganda, akrosom cacat, diadem cacat, spermatozoa tanpa kepala, kepala
berbentuk buah pir, bagian tengah berbentuk corkscrew dan ekor yang terlipat.
Abnormalitas minor adalah kepala yang kecil, kepala yang terlalu besar, membran
akrosom terlepas, droplet distal, ekor bengkok. Beberapa contoh abnormalitas
spermatozoa disajikan pada gambar 3.
17

Gambar 3. Spermatozoa normal dan abnormal (Noakes et al., 2011).

Anda mungkin juga menyukai