Anda di halaman 1dari 23

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap berbagai kejadian bahaya
alam, yaitu bencana geologi (gempa, gunung api, longsor, tsunami dan
sebagainya) dan hidro meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut,
gelombang besar, dan sebagainya).
BAKORNAS PB mencatat antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429
kejadian bencana di Indonesia. Sebagian dari kejadian bencana tersebut
(53,3%) merupakan bencana hidrometeorologi. Dari total bencana
hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari
total kejadian bencana di Indonesia) di ikuti oleh tanah longsor (16 persen).
Kondisi morfologi Indonesia yaitu relief bentang alam yang sangat
bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya, menyebabkan
selalu terjadi banjir di Indonesia pada setiap musim penghujan.Banjir
umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah
hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian
Timur.Faktor kondisi alam tersebut diperparah oleh meningkatnya jumlah
penduduk yang menjadi faktor pemicu terjadinya Banjir secara tidak
langsung.Tingkah laku manusia yang tidak menjaga kelestarian hutan
dengan melakukan penebangan hutan yang tidak terkontrol juga dapat
menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak
terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah
sungai.
Bencana banjir di Indonesia yang terjadi setiap tahun terbukti menimbulkan
dampak pada kehidupan manusia dan lingkungannya terutama dalam hal
korban jiwa dan kerugian materi. Sebagai contoh pada tahun 2006 banjir
bandang di daerah Jember Jawa Timur telah menyebabkan 92 orang
meninggal dan 8.861 orang mengungsi serta didaerah Trenggalek telah
menyebabkan 18 orang meninggal. Di Manado (Provinsi Sulawesi Utara)
juga terjadi banjirdisertai tanah longsor yang menyebabkan 27 orang
meningal dengan jumlah pengungsi mencapai 30.000 orang.Banjir disertai
tanah longsor juga melanda Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006 dengan

1
korban lebih dari 200 orangmeninggal dan puluhan orang dinyatakan hilang
(data BAKORNAS PB, 23 Juni 2006 dalam RAN PRB).
Di DKI Jakarta, akibat banjir lima tahunan yang terjadi sejak tahun 1996,
kota ini menderita kerugian milyaran rupiah. Bahkan banjir lima tahunan
2002 dan 2007 serta banjir tahunan 2008, berdampak pada dunia bisnis.
Banyak area bisnis di Jakarta tidak bisa menjalankan aktivitas bisnisnya dan
kegiatan di Bandara terganggu akibat akses jalan ke Bandara yang
tergenang.
Melihat jumlah korban dan kerugian yang timbul akibat banjir tersebut,
maka penting bagi kita untuk melakukan kesiapan dan pencegahan terhadap
bencana banjir ini.Salah satu yang dapat dilakukan adalah mengenal
bencana banjir, fenomenanya serta bagaimana upaya upaya untuk
menghadapi bencana banjir dan bagaimana upaya penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud pengertian Apa Definisi Dari Banjir ?
1.2.2 Apa Kategori Dari Banjir ?
1.2.3 Apa Penyebab Dari Banir ?
1.2.4 Apa Dampak Dari Banjir ?
1.2.5 Bagaimana Kesiapsiagaan dan Emergency Penanganan Banjir ?
1.2.6 Bagaimana Latar Belakang Perlunya Langkah-Langkah Kesiapsiagaan
banjir?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari penyusunan makalah pada materi ini yaitu,
1.3.1 Tujuan umum
Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu tentang Emergency Penanganan Banjir.

1.3.2 Tujuan Khusus


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas individu pada mata kuliah
KGD dan Manajemen Bencana.

Bab II

Pembahasan

2.1 Bencana Banjir


2.1.1 Definisi Banjir
Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

2
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya
air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan
menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air
dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah
ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik
dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).

2.1.2 Kategori Banjir


Kategori atau jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran
permukaannya dan berdasarkan mekanisme terjadinya banjir :
1. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya, terdiri dari :
a. Banjir kiriman (banjir bandang) yaitu banjir yang diakibatkan oleh
tingginya curah hujan didaerah hulu sungai.
b. Banjir lokal yaitu banjir yang terjadi karena volume hujan setempat
yang melebihi kapasitas pembuangan disuatu wilayah.

2. Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir yaitu


a. Regular flood yaitu banjir yang diakibatkan oleh hujan.
b. Irregular flood yaitu banjir yang diakibatkan oleh selain hujan,
seperti tsunami, gelombang pasang, dan hancurnya bendungan.
2.1.3 Penyebab Banjir
Penyebab banjir antara lain :
1. Hujan, dimana dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya hujan
selama berhari-hari.
2. Erosi tanah, dimana menyisakan batuan yang menyebabkan air hujan
mengalir deras diatas permukaan tanah tanpa terjadi resapan.
3. Buruknya penanganan sampah yaitu menyumbatnya saluran-saluran air
sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.
4. Pembangunan tempat pemukiman dimana tanah kosong diubah menjadi
jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air
hujan. Pembangunan tempat pemukiman bisa menyebabkan
meningkatnya risiko banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah
terbuka yang biasanya mempunyai daya serap tinggi.

3
5. Bendungan dan saluran air yang rusak dimana menyebabkan banjir
terutama pada saat hujan deras yang panjang.
6. Keadaan tanah dan tanaman dimana tanah yang ditumbuhi banyak
tanaman mempunyai daya serap air yang besar.
7. Didaerah bebatuan dimana daya serap air sangat kurang sehingga bisa
menyebabkan banjir kiriman atau banjir bandang (IDEP, 2007)

2.1.4 Dampak Banjir


Banjir akan terjadi gangguan-gangguan pada beberapa aspek berikut :
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya
penyakit seperti penyakit kulit, demam berdarah, malaria, influenza,
gangguan pencernaan dan penduduk terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan terganggunya
jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak
berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda,
ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan
fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek
wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan
tanggul/jaringan irigasi (Mistra, 2007; Rahayu dkk, 2009).

2.2 Kesiapsiagaan dalam Bencana


2.2.1 Definisi Kesiapsiagaan
Menurut Undang-undang No. 24 tahun 2007, kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005), kesiapsiagaan
(preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana,
melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan
berdayaguna.
Menurut FEMA dalam Haddow dan Bullock (2006), kesiapsiagaan dalam
wilayah manajemen darurat dapat dinyatakan sebagai pernyataan kesediaan

4
untuk berespon terhadap suatu bencana, krisis atau tipe situasi emergensi
lainnya. Kesiapsiagaan bukan hanya pernyataan kesiapan tetapi juga suatu
topik dimana didalamnya terdapat banyak aspek-aspek manajemen darurat.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
dan didalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini,
peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari
kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi
bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada
kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi
darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki
berbagai dimensi yang didukung oleh sejumlah aktifitas. Dimensi dari
kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa
kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-
tindakan nyata yang perlu untuk diambil dalam rangka menemukan tujuan-
tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-
dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (Sutton dan
Tierney, 2006).
Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi banjir adalah kegiatan yang
dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan
yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat
dan efektif (Rahayu dkk, 2009).
Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa
sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-
masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban
bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan
rehabilitasi layanan (PAHO, 2006).

2.2.2 Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Menghadapi Bencana


Banjir
Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan
untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan :
(1) pra bencana, (2) saat bencana, (3) pasca bencana (Ramli, 2010).

5
Kesiapsiagaan sebagai kegiatan pra bencana yang dilakukan di Puskesmas
melakukan ketiga fungsi Puskesmas yaitu :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan bertujuan agar
semua bidang pembangunan diwilayah kerja puskesmas selalu
mempertimbangkan aspek kesehatan. Pembangunan yang dilaksanakan
di kecamatan, seyogyanya yang berdampak positif terhadap lingkungan
sehat dan perilaku sehat, yang muaranya adalah peningkatan kesehatan
masyarakat (Trihono, 2005). Puskesmas harus melaksanakan fungsi
penanggulangan bencana melalui kegiatan :

a. Surveilans kesehatan
Menurut WHO dalam Kemenkes RI Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003, surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan. Menurut PKK-Kemenkes (2011),
surveilans penyakit dan faktor resiko pada umumnya merupakan
suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan
kesehatan dilokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan untuk
tindakan kesehatan segera. Kegiatan ini meliputi :
1) Melakukan analisis mengenai dampak kesehatan, dimana
skala sederhananya berupa penilaian apakah tatanan
diwilayah kerja Puskesmas tergolong rawan/beresiko
bencana banjir (Trihono, 2005 dan Ditjen Binkesmas Depkes,
2005)
2) Melakukan pembuatan peta wilayah kerja yang menjadi
tanggungjawab Puskesmas meliputi peta rawan bencana, peta
sumber daya kesehatan di wilayah kerja, peta resiko bencana,
peta elemen-elemen masyarakat yang kemungkinan menjadi
korban bencana, dan peta potensi masyarakat dan lingkungan
(Ditjen Binkesmas Depkes, 2005 dan Sea Defence
Consultants, 2009)
3) Mengartikan rambu-rambu bencana meliputi :

6
Warna : orange untuk tempat rawan, hijau untuk tempat
aman
Anak panah (kearah kanan/kiri) untuk jalur evakuasi
Lokasi pemasangan rambu adalah dilokasi rawan
bencana, lokasi aman/tempat evakuasi, jalur/jalan
menuju tempat aman/evakuasi (IOM, 2011)
4) Memperhatikan sistem peringatan dini/isyarat-isyarat dini
sebagai pertanda kemungkinan bencana akan terjadi. Sistem
peringatan dini adalah sistem (rangkaian proses)
pengumpulan dan analisis data serta penyebaran informasi
tentang keadaan darurat atau kedaruratan. Sumber informasi
dini berasal dari dua instansi yaitu BMKG yang
mengeluarkan potensi cuaca ekstrim dan Dinas PU yang
mengeluarkan data tinggi muka air. Di tingkat masyarakat,
media untuk system peringatan dini yang sesuai dengan
kearifan budaya setempat misalnya kentongan, pengumuman
melalui mesjid ataupun membuat sistem peringatan dini
dengan ketinggian air, mulut ke mulut/lisan, dan juga
peralatan komunikasi elektronik (Ditjen Binkesmas Depkes,
2005; Promise, 2009; IOM, 2011; LIPI-
UNESCO/ISDR,2006)

b. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai
kesiapsiagaan menghadapi banjir (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005
dan PROMISE, 2009)

c. Kerjasama lintas sektoral


Koordinasi lintas sektoral ditingkat kecamatan bertujuan untuk
menggalang kerjasama dan berbagi tugas sesuai dengan peran dari
tiap sektor. Bentuk kerjasama tersebut antara lain dalam bentuk tim
penanggulangan bencana ditingkat kecamatan yang ditetapkan
dengan surat keputusan camat (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005).
Kerjasama dapat juga dilakukan kepada LSM, tokoh masyarakat,
organisasi profesi, dan dunia usaha.

7
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan
fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan
tokoh masyarakat (Trihono, 2005). Sebagai pusat pemberdayaan
masyarakat, Puskesmas dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam
setiap kegiatan penanggulangan bencana baik perorangan, kelompok
masyarakat maupun masyarakat secara umum (Ditjen Binkesmas
Depkes, 2005). Fungsi pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan
dilakukan dengan cara :
a. Memotivasi, memfasilitasi, menggali partisipasi aktif masyarakat
dibidang kesehatan, yang antara lain ditandai dengan pengembangan
berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat (Trihono,
2005). Bentuk UKBM yang didanai oleh bantuan operasional
kesehatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
menghadapi bencana adalah Poskesdes. Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
yang dibentuk dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat desa (Kemenkes,2012). Bentuk
UKBM lainnya dapat berupa Dasipena (Pemuda Siaga Peduli
Bencana) (Kemenkes, 2012). Didalam wadah UKBM, tenaga
kesehatan melatih masyarakat untuk menjadi kader terlatih dalam
rangka agar kader terlatih dapat membantu petugas kesehatan dalam
memberikan pertolongan awal kasus gawat darurat dan dapat
melayani sesama anggota masyarakat dalam menghadapi
kemungkinan munculnya bencana. Pelatihan yang diberikan
mencakup : kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular,
promosi kesehatan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat,
penanganan gawat darurat untuk awam, penanganan gizi, dan

8
penanganan kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi (Ditjen Binkesmas
Depkes, 2005)
b. Kemitraan dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
c. Kemitraan dengan konkes (konsil kesehatan) atau BPKM (Badan
Peduli Kesehatan Masyarakat) atau BP (Badan Penyantun
Puskesmas). Konsil kesehatan atau badan peduli kesehatan
masyarakat (BPKM), atau badan penyantun Puskesmas (BPP)
adalah suatu organisasi masyarakat yang merupakan mitra kerja
Puskesmas yang berfungsi sebagai penyantun dan pemberi masukan
kepada Puskesmas. Konkes/BPKM/BPP beranggotakan tokoh
masyarakat yang peduli kepada pembangunan kesehatan
diwilayahnya (Trihono, 2005)
d. Puskesmas peduli keluarga
Puskesmas peduli keluarga adalah puskesmas yang proaktif
mendeteksi, memantau dan meningkatkan kesehatan tiap keluarga
diwilayah kerjanya dan memberlakukan keluarga sebagai mitra
pembangunan kesehatan. Tujuan umum dari puskesmas peduli
keluarga adalah meningkatnya jumlah keluarga sehat diwilayah kerja
Puskesmas (Trihono, 2005)

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama


Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan
dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan
sangat strategis dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat
secara umum (Trihono, 2005). Pelayanan yang dilakukan sebagai pusat
pelayanan kesehatan strata pertama mencakup Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
a. Upaya Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu.
Pengobatan merupakan wujud dari pelayanan kesehatan perorangan
di puskesmas (Trihono, 2005). Upaya pelayanan gawat darurat
sehari-hari merupakan bentuk awal kesiapsiagaan pelayanan gawat
darurat dalam bencana. Kesiapsiagaan sehari-hari mencakup

9
penerapan protap penanganan korban gawat darurat dan rujukannya,
kesiapsiagaan sarana dan prasarana pelayanan gawat darurat yang
dimiliki, dan peningkatan kapasitas tenaga puskesmas dalam teknisi
medis, latihan kesiapsiagaan protap penanggulangan bencana (Ditjen
Binkesmas Depkes, 2005).

b. Upaya Kesehatan Masyarakat


Pelayanan yang bersifat publik (public good) dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit,
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat minimal yang bisa
dilakukan meliputi upaya kesehatan wajib, yaitu : promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, perbaikan
gizi, pemberantasan penyakit menular (Trihono, 2005). Pelayanan
lain yang erat kaitannya peran tenaga kesehatan pada pasca bencana
adalah pelayanan kesehatan jiwa (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005) , kesiapan Puskesmas
dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Sehari-hari
(SPGDT-S) disuatu wilayah akan menentukan kemampuan wilayah
tersebut pada penanganan gawat darurat bencana. Puskesmas
sebagai lini terdepan yang berperan pada pertolongan pertama pada
korban, mempersiapkan masyarakat dalam upaya pencegahan
terjadinya kasus gawat darurat maupun memberikan ketrampilan
dalam memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan. Apabila
Puskesmas tidak sanggup melakukan pertolongan, perlu dilakukan
rujukan ke RS Kabupaten/Kota, Propinsi atau Rumah Sakit Regional
maupun swasta.
Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana berdasarkan
tahapan bencana.
1) Pra Bencana
a. Pemetaan Kesehatan (Geo Mapping)
Merupakan kegiatan pembuatan peta wilayah kerja yang
menjadi tanggungjawab Puskesmas, yang didalamnyan
terdapat :

10
a) Peta rawan bencana (Hazard Map) yaitu gambaran
wilayah kerja yang berisikan jenis bencana dan
karakteristik ancaman bencana.
b) Peta Sumber Daya Kesehatan diwilayah kerjanya yaitu
gambaran distribusi jenis sumber daya kesehatan
(tenaga medis, perawat, sanitarian, gizi, alat kesehatan,
ambulans, dan lain-lain) dan lokasinya
c) Peta Resiko Bencana (Risk Map) yaitu peta rawan
bencana yang dilengkapi resiko yang mungkin terjadi
termasuk kejadian penyakit menular diwilayah tersebut.
d) Peta elemen-elemen masyarakat yang memiliki
kemungkinan mengalami/menjadi korban akibat
peristiwa.
e) Peta potensi masyarakat dan lingkungan yaitu
gambaran atau informasi lebih rinci tentang masyarakat
dan lingkungan suatu area.
f) Melakukan koordinasi dengan lintas sektoral
Koordinasi lintas sektor ditingkat kecamatan untuk
menggalang kerjasama dan berbagi tugas sesuai dengan
peran dari tiap sektor.

b. Pelayanan gawat darurat sehari-hari


Kesiapsiagaan sehari-hari mencakup penerapan protap
penanganan korban gawat darurat dan rujukannya,
kesiapsiagaan sarana prasarana pelayanan gawat darurat
yang dimiliki, dan peningkatan kapasitas tenaga puskesmas
didalam teknis medis.
c. Pemberdayaan masyarakat
Penyuluhan/pelatihan pada masyarakat merupakan upaya
pemberdayaan masyarakat agar masyarakat dapat melayani
sesama anggota masyarakat dalam menghadapi
kemungkinan munculnya bencana. Pelatihan yang
diberikan mencakup : 1) Kesehatan lingkungan, 2)
Pemberantasan penyakit menular, penanggulangan DBD,
3) Promosi kesehatan untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat, 4) Penanganan gawat darurat bagi awam, 5)

11
Penanganan gizi, 6) Penanganan kesehatan jiwa, kesehatan
reproduksi.
d. Latihan kesiapsiagaan/gladi
Latihan kesiapsiagaan dilakukan melalui simulasi protap-
protap yang telah disusun oleh tim penanggulangan
bencana maupun simulasi tim kesehatan Puskesmas agar
mampu memberikan pelayanan gawat darurat.
e. Melakukan pemantauan (Surveilens)
Pemantauan lokasi-lokasi rawan bencana, melalui kegiatan
surveilens secara rutin diwilayah kerja Puskesmas. Pada
kondisi tertentu bersama sektor terkait dan masyarakat
perlu memperhatikan isyarat-isyarat dini sebagai pertanda
kemungkinan bencana akan terjadi.
f. Saat Bencana
Pada saat terjadinya bencana disuatu wilayah, Puskesmas
harus segera memberi informasi awal ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kegiatan mencakup :
a) Operasi pertolongan terhadap korban berdasarkan triase
Operasi pertolongan pertama dilakukan oleh tim
Puskesmas bersama masyarakat yang sudah terlatih
dalam penanganan gawat darurat. Pertolongan awal
pada korban dilakukan dilokasi kejadian bila kondisi
memungkinkan (lokasi aman, tidak ada bahaya susulan,
tidak dalam komando Polri/TNI). Pertolongan ynag
diberikan berupa pertolongan bantuan hidup dasar yaitu
resusitasi jantung paru (RJP). Bila tidak
memungkinkan dengan bantuan masyarakat, tim SAR,
polisi dan aparat setempat, korban dipindahkan kearea
yang dianggap aman disekitar lokasi atau langsung ke
Puskesmas terdekat untuk dilakukan pertolongan
pertama. Pertolongan pertama korban dilapangan
didasarkan pada triase yang bertujuan seleksi korban
dan jenis pertolongan yang diperlukan berdasarkan
tingkat keparahan, kedaruratan dan kemugkinan korban

12
untuk hidup. Korban akibat bencana dapat diseleksi
menjadi :
Kelompok Label Merah (Gawat Darurat)
Kelompok korban gawat darurat yang memerlukan
pertolongan stabilisasi segera, antara lain korban
dengan syok, gangguan pernapasan, trauma kepala
dengan pupil anisokor, perdarahan eksternal masif
untuk mencegah kematian dan kecacatan.
Pembebasan jalan nafas (airway), pemberian nafas
buatan (breathing), mengatasi syok (circulation)
dan mencegah kecacatan (disability) dengan
prioritas pada korban yang kemungkinan hidup
lebih besar. Stabilisasi dilakukan sambil menunggu
pertolongan tim gabungan. Pada kondisi korban
perlu dirujuk dan keadaan memungkinkan,
Puskesmas dapat segera melakukan rujukan
dengan tepat melakukan stabilisasi selama
perjalanan ke sarana yang lebih mampu (RS).
Kelompok Label Kuning
Kelompok korban yang memerlukan pengawasan
ketat tetapi perawatan/pengobatan dapat ditunda
sementara. Yang termasuk kategori ini adalah
korban dengan resiko syok, fraktur multipel,
fraktur femur/pelvis, luka bakar luas, gangguan
kesadasaran/trauma kepala, korban dengan status
tidak jelas. Korban pada kelompok ini, harus
diberikan cairan infus, dan pengawasan ketat
terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dan
diberikan perawatan sesegera mungkin.
Kelompok Label Hijau
Kelompok korban yang tidak memerlukan
pengobatan atau perawatan segera. Kelompok ini
mencakup korban dengan fraktur minor, luka
minor, trauma psikis. Kadang korban memerlukan

13
pembidaian dan atau pembalutan sebelum
dipindahkan.
Kelompok Label Hitam
Merupakan kelompok korban yang tidak
memerlukan pertolongan medis karena sudah
meninggal. Korban perlu dikelompokkan tersendiri
untuk dilakukan evaluasi dan identifikasi oleh
aparat yang berwenang.
Upaya pertolongan korban melalui triase oleh tim
Puskesmas dilaksanakan dengan menggunakan
obat dan perbekalan kesehatan yang tersedia
diPuskesmas.

Upaya pertolongan korban melalui triase oleh tim Puskesmas dilaksanakan


dengan menggunakan obat dan perbekalan kesehatan yang tersedia di
Puskesmas.
Kejadian
1. Nilai apakah mungkin pertolongan pertama dilakukan dilokasi
2. Bila mungkin lakukan RJP
3. Pindahkan korban ke area pengumpulan yang aman
Pengumpulan
1. Lokasi terdekat danaman untuk pertolongan pertama kasus gawat
darurat
2. Bawa korban ke area perawatan melalui triase

Triase
1. Temukan kegawatan korban
2. Gunakan label yang disepakati
3. Tulis diagnose & instruksi untuk tindakan dalam stabilisasi korban

Perawatan
1. Lakukan pemeriksaaan ulang & prioritaskan kasus dengan
kegawatan
2. Lakukan tindakan stabilisasi
3. Lakukan komunikasi untuk rujukan
4. Tentukan alat & petugas untuk evakuasi korban
5. Buat pengelompokkan untuk perawatan sementara

Transportasi

14
1. Kelompokkan ambulan & kru sesuai fasilitas
2. Letakkan ambulan gadar didekat area perawatan
3. Atur tujuan evakuasi

Rumah Sakit
Kab/Kota/ Propinsi/ regional

b) Penilaian Awal secara Cepat (Initial Rapid Health


Assessment)
Kegiatan ini bertujuan untuk menilai suatu kejadian
awal dari bencana yang terjadi diwilayah kerja.
Penilaian awal tersebut dilakukan sesegera mungkin
dan mencakup : 1) jenis kejadian bencana, 2) sumber
bencana, 3) siapa yang terkena dampak, 4) berapa besar
dampak yang ditimbulkan (jumlah korban), 5)
kemampuan respon oleh puskesmas, 6) resiko potensial
tambahan, 7) bantuan yang diperlukan.

c) Survailans Penyakit Menular dan Gizi


Pengamatan terhadap suatu penyakit yang potensial
menimbulkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) dan
Gizi, dilakukan mulai terjadinya bencana dengan
mengintensifkan kegiatan survailans rutin.
d) Bergabung dengan Satgas Kesehatan di Pos Lapangan
Adanya peningkatan/eskalasi SPGDT-S menjadi
SPGDT-B maka pelayanan gawat darurat dalam
penanggulangan bencana diambil alih oleh Satgas
Kesehatan dibawah koordinasi Satlak PBP di Pos
Medis Lapangan. Pos Medis Lapangan dapat
memanfaatkan gedung Puskesmas, tenda darurat atau
bangunan lain.
e) Pemberdayaan Masyarakat
Pada tahap bencana peran serta aktif masyarakat
ditujukan untuk membantu petugas kesehatan melalui
kader-kader yang sudah terlatih dalam
kegawatdaruratan. Kader terlatih sebagai komponen

15
SPGDT diharapkan bersma Puskesmas dapat
memberikan pertolongan awal kasus gawat darurat

1. Pasca Bencana
Penanganan masalah kesehatan yang terkait kegiatan paska bencana
Puskesmas merupakan bagian dari Satgas Kesehatan. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap pasca bencana meliputi :
Surveilans Penyakit Potensial Kejadian Luar Biasa Lanjutan
Rusaknya lingkungan akibat bencana dapat berpengaruh pada kesehatan
masyarakat seperti rusaknya sarana air bersih, sarana jamban, munculnya
bangkai dan vektor penyebar penyakit yang merupakan potensi
menimbulkan kejadian luar biasa. Untuk mencegah terjadinya terjadinya
KLB maka Puskesmas bersama Satgas Kesehatan melakukan pemantauan
terhadap kejadian beberapa kasus penyakit seperti Diare, Malaria, ISPA,
Kholera, keracunana makanan melalui hasil kegiatan pelayanan kesehatan,
faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan masalah penyakit antara lain
vektor penyakit (nyamuk, lalat, tikus), kecukupan air bersih, sarana jamban,
sarana pembuangan air limbah dan status gizi penduduk rentan (bayi, anak,
balita ibu hamil, ibu bersalin)
Pemantauan Sanitasi Lingkungan
Kegiatan pemantauan sanitasi lingkungan paska bencana ditujukan terhadap
kecukupan air bersih, kualitas air bersih, ketersediaan dan sanitasi sarana
mandi, cuci kakus, sarana pembuangan air limbah termasuk sampah dilokasi
pemukiman korban bencana.
Upaya Pemulihan Masalah Kesehatan Jiwa dan Masalah Gizi pada
Kelompok Rentan
Stress paska trauma yang banyak dialami oleh korban bencana dapat diatasi
melalui konseling dan intervensi psikologis lainnya, agar tidak berkembang
menjadi gangguan stress paska trauma.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat paska bencana yang dilakukan oleh Puskesmas
ditujukan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan untuk menolong
diri sendiri, keluarga dan masyarakat terhadap kemungkinan timbulnya
masalah kesehatan. Upaya pemberdayaan tersebut mencakup :

16
- Perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari
dipenampungan darurat/pengungsian
- Pertolongan pertama pada kecelakaan dan penyakit yang timbul paska
bencana
- Perbaikan kualitas air dengan penjernihan dan kaporisasi sumber daya
air yang tersedia
- Membantu pengendalian vector penyakit menular dalam rangka system
kewaspadaan dini KLB.

Jumlah minimal sumber daya manusia (SDM) kesehatan untuk penanganan


korban bencana berdasarkan :
Untuk jumlah penduduk/pengungsi antara 10.000 20.000 orang
meliputi dokter umum 4 orang, perawat 10-20 orang, bidan 8-16 orang,
apoteker 2 orang, asisten apoteker 4 orang, pranata laboratorium 2
orang, epidemilogi 2 orang, entomology 2 orang, sanitarian 4 -8 orang,
ahli gizi 2 -4 orang.
Untuk jumlah penduduk /pengungsi 5000 orang dibutuhkan :
Bagi pelayanan kesehatan 24 jam dibutuhkan dokter 2 orang, perawat 6
orang, bidan 2 orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2
orang dan administrasi 1 orang.
Bagi pelayanan kesehatan 8 jam dibutuhkan dokter 1 orang, perawat 2
orang, bidan 1 orang, sanitarian 1 orang dan gizi 1 orang. (Depkes RI,
2007)

Dukungan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana di


Puskesmas mencakup obat, bahan habis pakai, bahan sanitasi, MP-ASI,
sediaan farmasi untuk gawat darurat dan perbekalan kesehatan lain.
Dukungan obat dan perbekalan tersebut meliputi :
Kebutuhan untuk triase (tanda pengenal, kartu dan label triase,
peralatan administrasi, tandu, alat penerangan)
Peralatan resusitasi jalan nafas (oksigen tabung, peralatan intubasi,
peralatan trakeostomi, ambubag)

17
Peralatan resusitasi jantung (infuse set, cairan infuse RL, NaCL,
Dektrose, obat-obatan penatalaksanaan syok)
Perlengkapan perawatan luka (kapas, verban elastik, sarung tangan,
minor surgery set, antiseptik, bidai/spalk, collar neck, selimut)
Alat evakuasi (alat penerangan, tandu)
Peralatan pelayanan pengobatan (tensimeter, stetoskop, lampu senter,
minor surgery set)
Dukungan sarana komunikasi, transportasi (radio komunikasi,
ambulans), dan identitas petugas
Obat-obatan pelayanan pengobatan (antibiotik, analgetik, antipiretik,
antasida, antialergi, antiradang, obat kulit, obat mata, oralit, obat batuk,
obat-obat psikofarmaka sederhana, dan lain-lain sesuai kebutuhan)
Dukungan logistik untuk pemberian makanan tambahan pada sasaran
rentan (ibu hamil, ibu bersalin, bayi, balita).

2.2.3 Latar Belakang Perlunya Langkah-Langkah Kesiapsiagaan


Sebagai bagian dari PRB, kegiatan kesiapsiagaan tetap perlu dilakukan
walaupun sudahada tindakan tindakan Pencegahan dan Mitigasi. Ini
disebabkan karena:
1) Efektivitas tindakan Pencegahan dan Mitigasi baru akan terlihat saat
ancaman bahaya benar benar terjadi. Bila upaya tersebut tidak efektif,
misalnya ada variabel dampak yang belum diperhitungkan maka akan
sangat terlambat bila kita tidak punya rencana untuk kesiapsiagaan.
Karena itu dalam hal ini kesiapsiagaan bisa dikatakan sebagai rencana
kontinjensi, sebuah sikap antisipatif kita terhadap terjadinya ancaman
bahaya.
2) Walaupun kita siap dengan tindakan Pencegahan dan Mitigasi, kita
tidak pernah benar benar tahu besaran (magnitude) dari ancaman
bahaya yang akan terjadi. Kita tidak bisa memperkirakan seberapa kuat,
seberapa lama dan seberapa luas ancaman bahaya yang akan datang
berikutnya. Misalnya jika kita tahu bahwa gempa bumi pasti akan
terjadi, dan sudah banyak upaya mitigasi yang kita lakukan, namun kita
tidak akan pernah benar-benar tahu : berapa besar, berapa lama dan
berapa dekat kekuatan gempa bumi berikutnya.
3) Upaya kesiapsiagaan itu memperkuat tindakan pencegahan dan
mitigasi. Karena tindakan kesiapsiagaan berfokus pada KAPASITAS

18
(lihat kembali rumus Pengurangan Risiko Bencana). Kapasitas ini
termasuk dalam kapasitas untuk menjaga dan melakukan aktivitas
pencegahan dan mitigasi. Misalnya dam penahan longsor atau banjir,
juga saluran air untuk memitigasi banjir, bila kita tidak memiliki
kapasitas untuk merawat dan menjaganya tentu saja tindakan
pencegahan dan mitigasi tidak akan efektif.

2.2.4 Mendalami Pengertian Kesiapsiagaan : Siap-Siaga Dan Waspada


Bila dilihat dari istilahnya dan berdasarkan pada jenis, waktu dan tujuan
aktivitasnya, kesiapsiagaan merupakan gabungan dari dua istilah yang
berbeda. Karena itu untuk bisa memahami Kesiapsiagaan dengan lebih baik
lagi, kita dapat mendalami dua istilah tersebut, yaitu :
a. Ke-Siap-An (Preparedness)
Masa kesiapan terjadi saat kita menyadari adanya potensi ancaman
bahaya sampai masa tanda-tanda munculnya ancaman bahaya sudah
nampak.Lamanya masa ini berbeda pada tiap ancaman juga tergantung
pada jelas tidaknya tanda tanda munculnya bahaya.Fokus utama pada
masa ini adalah pembuatan Rencana untuk menghadapi Ancaman
Bahaya (Bencana). Ada dua rencana (Plan) yang dibuat pada masa ini,
yaitu :
Rencana persiapan untuk menghadapi ancaman bahaya/bencana
(PLAN A)
Rencana SAAT ancaman bahaya/bencana terjadi (PLAN B)

b. Ke-Siaga-An (Readiness)
Kesiagaan adalah masa yang relatif pendek, dimulai ketika muncul tanda
tanda awal akan adanya ancaman bahaya. Pada masa ini, rencana B
(PLAN B) mulai dijalankan dan semua orang diajak untuk siap sedia
melakukan peran yang sudah ditentukan sebelumnya.

c. Ke-Waspada-An (Alertness)
Kata ini lebih menunjuk ke sebuah momen/saat tertentu, yaitu ketika
sebuah ancaman bahaya pasti dan segera terjadi. Pada masa inilah semua
hal yang berhubungan dengan kesiapsiagaan akan diuji, apakah semua
berjalan sesuai dengan rencana ataukah ada hal-hal baru yang muncul
dan perlu ditangani dengan segera. Masa ini tidak bisa direncanakan,

19
karena itu semua yang terjadi pada masa ini sifatnya sangat darurat.
Antisipasi kita akan datangnya masa inilah yang menentukan rencana
kesiapsiagaan kita.

2.2.5 Aktivitas Pokok Terkait Kesiapsiagaan


Aktivitas aktivitas pokok dalam kesiapsiagaan yang dapat menjadi syarat
dan harus ada dalam kegiatan Kesiapsiagaan dapat dikelompokan dalam 3
kelompok besar aktivitas sebagai berikut :
1. Adanya Rencana Untuk Menghadapi Bencana/Bahaya
Baik rencana sebelum terjadi bahaya/bencana maupun rencana saat
terjadinya bahaya). Termasuk aktivitas Kajian Risiko Bencana (Kajian
Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas) yang akan menjadi dasar
pembuatan rencana kesiapsiagaan. Rencana saat terjadinya bahaya juga
meliputi rencana evakuasi, sistem peringatan dini, manajemen informasi
dan komunikasi.
2. Adanya Pembagian Peran Yang Jelas (Koordinasi, Teknis, Support)
Untuk Melaksanakan Rencana Tersebut Baik Untuk Sebelum Maupun
Saat Bahaya/Bencana.
Termasuk memastikan bahwa semua orang tahu/mampu mengerjakan
tugas yang lain, sehingga dalam keadaan tertentu bisa saling
menggantikan (sebagai sebuah rencana kontinjensi), misalnya orang
yang bertanggung jawab tidak berada di tempat saat ancaman bahaya
muncul, atau justru menjadi korban saat bahaya muncul. Dalam hal ini
juga harus dipikirkan support untuk orang-orang yang bertanggung
jawab ini, termasuk di dalamnya support secara psikologis saat ancaman
bahaya terjadi.
3. Adanya Upaya Peningkatan Kapasitas Berupa Pelatihan Dan Simulasi.
Melakukan Kajian Kapasitas yang diperlukan untuk rencana
kesiapsiagaan, baik yang sudah dapat dilakukan maupun belum, juga
latihan latihan untuk mencapai kapasitas dan ketrampilan yang belum
dimiliki serta melakukan banyak simulasi bahaya. Tanpa latihan dan
simulasi, semua rencana yang telah dibuat tidak akan berguna, melalui
pelatihan dan simulasi yang terus menerus dan ajeg kapasitas akan
meningkat dan mengetahui apa saja yang masih perlu dan dapat

20
ditingkatkan. Kita juga mungkin akan mendapatkan masukan baru untuk
hal hal yang belum terpikirkan dan direncanakan.

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

21
Emergency penanganan banjir diantaranya yaitu :

1. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui
masyarakat pada saat banjir.

2. Mempersiapkan keperluan darurat selama banjir, seperti peralatan untuk


tindakan penyelamatan, misalnya perahu karet, kendaraan dan bahan
bakarnya; persediaan bahan pokok yang diperlukan pada kondisi
tanggap darurat, seperti makanan pokok, obat-obatan, air bersih,
selimut,peralatan memasak untuk di tempat evakuasi, tempat evakuasi,
dll (ADPC, 2005).

3. Melakukan perencanaan untuk melakukan evakuasi. Hal ini terkait


dengan koordinasi antara satu dengan yang lainnya, siapa melakukan
apa pada saat keadaan darurat, serta bagaimana menyelamatkan diri
menuju tempat yang aman (menentukan jalur evakuasi dan tempat
evakuasi) serta melakukan latihan evakuasi.

4. Mengorganisasikan sistem keamanan pada keadaan darurat, khususnya


rumah hunian yang ditinggal mengungsi.

Sementara tindakan kesiapan/kesiapsiagaan yang dapat dilakukan di tingkat


masyarakat (keluarga dan individu) adalah :
1. Menempatkan barang barang elektronik (pemanas air, panel,meteran
dan peralatan listrik) serta barang berharga (ijasah, sertifikat tanah, dll)
di tempat yang tinggi (tidak terjangkau bencana banjir)
2. Menyiapkan alamat/no telp yang penting untuk dihubungi.
3. Menyediakan barang-barang kebutuhan darurat saat memasuki musim
penghujan seperti radio, obat obatan, makanan, minuman, baju hangat
dan pakaian, senter, lilin, selimut, pelampung, ban dalam mobil atau
barang-barang yang bisa mengapung, tali dan korek api.
4. Pindahkan barang-barang rumah tangga seperti furniture ke tempat
yang lebih tinggi
5. Menyimpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air
dan aman.

22
3.2 Saran
Banjir merupakan masalah penting di Indonesia, untuk itu perlu dilakukan
antisipasi baik dari Pemerintah maupun masyarakat.Apabila telah terjadi
banjir, tindakan yang tepat dan cepat haruslah dilakukan agar tidak
memakan banyak korban dan tidak menimbulkan kerugian.

Daftar Pustaka

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47959/5/Chapter%20I.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai