Anda di halaman 1dari 5

Kasus Perceraian Rumah Tangga disebabkan Faktor Ekonomi

di daerah Polonia Padang (Sumatera Barat)

Pasangan suami istri ibu Yasmin berusia 43 tahun dan bapak Riswanto , mengalami

kehancuran dalam rumah tangga dengan mengakhiri bahtera rumah tangga dengan

perceraian pada tahun 2000 dengan usia perkawinan masih seumur jagung yakni

tujuh tahun.

Ibu Yasmin adalah anak ke-12 dari dua belas bersaudara, pada awalnya ia dijodohkan

oleh orangtua dengan seorang mahasiswa perguruan tinggi jurusan manajemen

perkantoran yakni bapak Riswanto pada tahun 1997. Penikahan yang awalnya

dilakukan oleh orangtua ibu Yasmin langsung diterima begitu saja tanpa berpikir

lebih jauh. Karena menurut ibu Yasmin pada awalnya apa yang menjadi pilihan

orangtuanya untuk masalah jodoh adalah terbaik buat orang tuanya dan juga buat

dirinya di masa depannya.

Setelah melangsungkan perkawinan, ibu Yasmin dan suaminya tinggal dirumah

mertuanya. Hidup dengan kondisi berkecukupan dan masih tergolong keluarga yang

belum mandiri karena pada saat itu ekonomi keluarganya masih dibantu oleh mertua

dan sementara suami ibu Yasmin (bapak Riswanto) masih terdaftar sebagai

mahasiswa di perguruan tinggi dan untuk menafkahi keluarganya pak Riswanto

bekerja tidak menetap, kadang bapak Riswanto bekerja sebagai kuli bangunan,

bekerja ditempat lain, dan bahkan menjadi pedagang diwaktu libur. Dengan
pekerjaannya yang tidak menetap ditambah lagi biaya kuliah, bapak Riswanto

menjadi terbengkalai dalam kuliah dan akhirnya berhenti begitu saja.

Pada tahun 1998 ibu Yasmin melahirkan anak laki-laki tetapi pada waktu itu anak

yang dilahirkan meninggal. Setelah itu ibu Yasmin melahirkan anak keduanya pada

tahun 1999 dan diberi nama Tobi. Setelah kelahiran anak kedua kegoncangan dalam

rumah tangga ibu Yasmin mulai mencapai puncaknya. Kebutuhan hidup semakin

kompleks sedangkan pemasukan hanya sedikit untuk memenuhinya. Keadaan

ekonomi semakin morat-marit dan membuat percekcokan sering muncul dan

mewarnai cerita tiap hari. Yang pada saat itu ibu Yasmin meminta uang bulanan untuk

memenuhi kebutuhan pangan, sandang, bahkan kebutuhan khusus untuk anaknya

yang masih kecil yang perlu banyak biaya seperti susu tambahan, bubur bayi, pakaian

bayi. Pada saat meminta uang untuk kebutuhan sehari-hari selalu diawali dengan

pertengkaran-pertengkaran. Pertengkaran yang terjadi dimulai dari ketidakcocokan

Antara ibu Yasmin dengan suaminya sehingga jalan perceraian muncul sebagai jalan

terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan menggugat cerai

suaminya.
Analisis:

Faktor ekonomi yang mendesak dalam keluarga ibu Yasmin dan pak Riswanto

merupakan faktor utama penyebab kegagalan dalam keluarga ibu Yasmin dan pak

Riswanto. Gugatan cerai yang dilakukan oleh ibu Yasmin kepada pak Riswanto sesuai

dengan pendapat Homans bahwa teori pertukarannya berasal dari psikologi perilaku

dan ekonomi dasar. Psikologi nya pak Riswanto yang tidak pengertian dan kurang

perhatian dengan keadaan ekonomi yang semakin memburuk sehingga membuat ibu

Yasmin mantap untuk menggugat cerai pak Riswanto. Dan dalam hal ini akibatnya

tidak mampu untuk dipertahankan lagi dari kedua pihak. Keduanya masih tetap

mempertahankan dengan apa yang diinginkannya masing-masing dan tidak ada

kecocokan antara keduanya. Sedangkan ditambah lagi dengan biaya hidup yang

selalu menuntut untuk terus dipenuhi, apalagi pak Riswanto tidak mampu

mencukupinya karena pekerjaan yang tidak menetap dan akhirnya keduanya memilih

jalan dengan cara bercerai.


Solusi:

Dalam pernikahan seharusnya harus benar-benar dipersiapakan, dimantapkan

tekad nya bahwa diri benar-benar siap untuk menikah yang didasari dari dalam hati

bukan hanya berdasakan nafsu atau motiv yang lainnya. Sehingga jika permasalahan

dalam perkawinan itu adalah permasalahan perekonomian, maka tidak akan jadi

masalah, karena sudah dipersiapkan sebelumnya terkait resiko-resiko apa saja yang

kemungkinan terjadi setelah melangsungkan perkawinan. Memang seharusnya

sebagai pasangan suami-istri harus mampu dan harus mau mengahadapi masalah

bersama serta bersikap bijak dan tepat, tidak saling menyalahkan dan harus menahan

ego diri masing-masing.

Terruwe (dalam Yuwana & Maramis, 2003) menyatakan bahwa perkawinan

merupakan suatu persatuan. Persatuan itu diciptakan oleh cinta dan dukungan yang

diberikan oleh seorang pria pada isterinya, dan wanita pada suaminya. Jadi sudah

sepatutnyalah suami dan istri harus saling mendukung, susah senang dijalani

bersama, tanggung jawab dipikul bersama guna mempertahankan kelangsungan hidup

keluarga sehingga akan lebih mudah untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan keluarga

baik pribadi suami, istri dan anak .

Takaran kebahagiaan dan keharmonisan tidak bisa diukur hanya dengan

perekonomian yang memadai namun keharmonisan antara suami dan istri bahkan

akan mudah terjalin dengan adanya team work yang solid satu sama lain, lebih dapat
terbuka serta tidak sungkan dalam mengungkapkan pendapat dan perasaan mengenai

berbagai hal, saling memperhatikan satu sama lain, sehingga akan lebih ringan dalam

mengatasi problem-problem yang terjadi dalam kehidupan perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai