FRAKTUR TIBIA-FIBULA
Oleh:
Rafida Aulia
H1AP12004
Pembimbing
dr. Abdul Wasik, Sp.OT
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. K
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Enggano RT.003/001
Agama : Islam
Nomor RM : 755882
Masuk RS : 18 Januari 2017
3
Hipertesi (+), DM (-), Jantung (-), Ginjal (-).
4
Perkusi : Sonor disemua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal.
Wheezing -/-. Ronki -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di LMC sinistra ICS V, thril (-)
Pekusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra,
Batas kiri jantung Linea Midklavikula sinistra ICS V
Batas atas jantung ICS II
Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, luka bekas operasi (-)
Palpasi : Lemas, hepar tak teraba, nyeri tekan (-), defans muskular (-),
Ballotement (-/-), Ketok CVA (-/-)
Perkusi : timpani disemua regio abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
5
HT : 24
Ureum : 23
Kreatinin : 0,7
6
7
2.7 Rencana terapi:
Tirah Baring
IVFD RL xx/menit
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Amilodipin tab 1x10mg
8
No. Hari/Tanggal perawatan Follow up
9
1 Kamis, 19 S: Nyeri di tungakai bawah, demam
Januari (-), muntah (-)
2017
O:
keadaan umum lemah
Sens compos mentis
TD: 140/100 mmHg
Nadi: 84x/menit
Pernafasan: 20x/menit
Suhu 36,4 C
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI (-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 84x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
10
Inj Gentamicin 2x1 amp
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI(-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, timpani di seluruh
lapangan abdomen, BU (+) N.
Ekstremitas Atas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2
detik, fungsi sensorik normal.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2
Bawah: detik, fungsi sensorik normal.
Nyeri tekan (+), nyeri gerak (+) di
daerah tungkai bawah kanan.
A: Fraktur terbuka os tibia fibula
dextra.
P: IVFD RL xx/menit
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 3x1 amp
11
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Gentamicin 2x1 amp
12
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Gentamicin 2x1 amp
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI(-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, timpani di seluruh
lapangan abdomen, BU (+) N.
Ekstremitas Atas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2
detik, fungsi sensorik normal.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2
Bawah: detik, fungsi sensorik normal.
Nyeri tekan (+), nyeri gerak (+) di
daerah tungkai bawah kanan.
A: Fraktur terbuka os tibia fibula
dextra.
13
P: IVFD RL xx/menit
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Gentamicin 2x1 amp
Puasa 8 jam sebelum
operasi.
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI(-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, timpani di seluruh
lapangan abdomen, BU (+) N.
Ekstremitas Atas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2
detik, fungsi sensorik normal.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2
Bawah: detik, fungsi sensorik normal.
Nyeri tekan (+), nyeri gerak (+) di
daerah tungkai bawah kanan.
14
A: Fraktur terbuka os tibia fibula
dextra.
P: IVFD RL xx/menit
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Gentamicin 2x1 amp
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI(-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, timpani di seluruh
lapangan abdomen, BU (+) N.
Ekstremitas Atas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2
detik, fungsi sensorik normal.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2
Bawah: detik, fungsi sensorik normal.
Nyeri tekan (+), nyeri gerak (+) di
daerah tungkai bawah kanan.
15
A: Fraktur terbuka os tibia fibula
dextra.
P: IVFD RL xx/menit
Tirah baring
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Phetidin 2x100mg
(dalam 100cc Nacl)
Keadaan spesifik
Kepala: Konjungtiva palp pucat(-/-), SI(-/-)
Leher JVP (5-2) cm H20, pembesaran
KGB (-)
Thorax Cor: HR: 80x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, timpani di seluruh
lapangan abdomen, BU (+) N.
Ekstremitas Atas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2
detik, fungsi sensorik normal.
Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2
Bawah: detik, fungsi sensorik normal.
16
Nyeri tekan (+), nyeri gerak (+) di
daerah tungkai bawah kanan.
A: Fraktur terbuka os tibia fibula
dextra.
P: IVFD RL xx/menit
Tirah baring
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj Phetidin 2x100mg
(dalam 100cc Nacl)
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial biasanya
disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.1
3.2 Anatomi Ekstremitas Bawah
Pelvis
Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang
merupakan tulang pipih. Tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu
ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan
membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian
inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial.
Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan
antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis.
Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis
disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang
femur. 1
Femur
Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian
distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal
terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor,
yang dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior
terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia,
18
serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat
fossa intercondylar. 1
Gambar 3. OS Femur5
Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih
medial dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki
condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk
artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi
dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas
untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial. 1
Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih
lateral dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi
dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus
lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal. 1
19
Gambar 4. OS Tibia Fibula5
Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan
fibula dan di proksimal dan dengan metatarsal di distal.Terdapat 7 tulang
tarsal, yaitu calcaneus (berperan sebagai tulang penyanggah berdiri),
talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). 1
Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di
proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang
metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid. 1
20
Phalangs
Gambar 5. OS Pedis5
21
Gambar 7. Perdarahan Ekstremitas bawah5
22
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan
ketahanan untuk menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur
berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang; (3) fraktur patologis.5,6
23
esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff.
Ketika pajanan terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang
dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian
tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah
yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu
keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture
meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan
pengobatan steroid. 5,6
3. Fraktur patologis
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah
lemah karena perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis,
osteogenesis imperfekta, atau Pagets disease) atau melalui lesi litik
(contoh: kista tulang, atau metastasis). 6
24
yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma
dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:6
Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap.
Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur
komunitif yang hebat.
Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan
tingkat kerusakan jaringan lunak.6
25
2. Spiral : fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
3. Oblik : fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4. Segmental : dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darah.
5. Kominuta : fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau
terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
6. Greenstick : fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak anak.
7. Impaksi : fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
8. Fissura : fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
26
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. 7
Hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai darah/nutrisi ke
jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami
nekrosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini
menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga
menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang
dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
sindroma kompartement.7,8
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat
merubah jaringan sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi
kulit hal ini menyebabkan fraktur terbuka. Fraktur terbuka ini dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi.7
3.7 Diagnosis
27
3.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis, perlu dilakukan anamnesis yang detail mengenai
apa yang terjadi pada pasien dan kemungkinan cidera yang terjadi
padanya. Anamnesis yang perlu dilakukan antara lain: riwayat cidera,
manisfestasi klinis dari apa yang dirasakan pasien, menyingkirkan
kemungkinan adanya cidera pada lokasi tertentu, seperti abdomen, pelvis,
thoraks, servikal, dan ada tidaknya penurunan kesadaran setelah cidera.
28
- Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang.
- Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati.
- Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Dinilai juga refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, dan temperatur kulit.
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat
ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi sendi di bagian distal cedera. Pergerakan dengan
mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis, atau neurotmesis.
Laboratorium
Pemeriksaan HB, Faktor pembekuan(CT-BT), golongan darah,
Leukosit, Trombosit, dan gula darah.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi, serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan
jaringan lunak sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang
29
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.Tujuan pemeriksaan radiologis :
Mempelajari gambaran normal tulang dan
sendi.
Konfirmasi adanya fraktur.
Melihat sejauh mana pergerakan dan
konfigurasi fragmen serta pergerakannya.
Menentukan teknik pengobatan.
Mnentukan apakah fraktur itu baru atau
tidak.
Menentukan apakah fraktur intra-artikuler
atau ekstra-artikuler.
Melihat adanya keadaan patologis lain pada
tulang.
Melihat adanya benda asing, misalnya
peluru.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos,
CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan
foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu ditanyakan apakah
fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokasinya,
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
o Foto Polos Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai
adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan
radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):
- 2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
- 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan
diatas sendi yang mengalami fraktur
- 2 anggota gerak.
30
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi,
dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi
cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.
31
D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat
setelah satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan
reaksi pupil. Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V (vokal /
adanya respon terhadap stimuli vokal), P (painful, danya respon terhadap
rangsang nyeri), U (unresponsive / tidak ada respon sama sekali). Hasinya
dapat diketahui GCS (glasgow coma scale).
E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara
teliti pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri),
selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/
saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya
serta obat-obat anti nyeri.
4. Penanganan fraktur, yaitu (4R) :
a. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan
posisi yang baik yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
c. Retention
Imobilisasi fraktur
d. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Apabila fraktur terbuka dilakukan:
1. Pembersihan luka
32
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan
NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing
yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
3. Penutupan kulit yang terbuka.
4. Fiksasi fraktur.
5. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan
pencegahan tetanus. pada penderita yang telah mendapat imunisasi
aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat
diberikan Anti tetanus imunoglobuin.
Perawatan lanjut dan rehabilitasi fraktur terbuka :
o Menghilangkan nyeri.
o Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari
fragmen fraktur
o Mengusahakan terjadinya union.
o Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan
fungsi otot dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan
sendi, mencegah komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena,
infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
o Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi untuk
memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara
isomeric(latihan aktif static) pada setiap otot yang berada pada
lingkup fraktur serta isotonic yaitu latihan aktif dinamik pada otot-
otot tungkai dan punggung.
5. Tindakan Pembedahan
33
dapat diimobilisasi dengan meggunakan metode fiksasi eksternal atau
internal.
a. Fiksasi Internal
Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen, paku pengikat,
plat logam dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau
tanpa sekrup pengunci), atau kombinasinya. Bila dipasang dengan
semestinya, fiksasi internal menahan fraktur dengan aman sehingga
gerakan dapat segera dilakukan. Semakin segera gerakan dapat dilakukan,
semakin rendah pula risiko terjadinya kekakuan dan edema. Fragmen juga
dapat disatukan dengan memasukkan wire melalui ruang sumsum di
tengah tulang antar patahan tulang.
Bahaya yang mungkin terjadi adalah infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis. Risiko infeksi ini tergantung pada kebersihan luka
yang dibuat pada tubuh pasien, keterampilan tenaga medis dalam
melakukan pembedahan dan jaminan asepsis saat di ruang operasi.
34
- Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya
fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur
dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan (tidak stabil).
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan
fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur. Fraktur patologis dimana penyakit yang
mendasarinya mencegah penyembuhan.
Fraktur multipel
Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (pasien lanjut usia, pasien
paraplegia)
35
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal ini dilakukan atas indikasi :
a) Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah atau saraf
b) Fraktur disertai kerusakan jaringan lunak yang hebat
c) Fraktur dengan keadaan sangat kominutif dan sangat tidak stabil
d) Fraktur disertai dengan keadaan infeksi
B C D E
Gambar. Alat Fiksasi Eksternal
Prinsip fiksasi eksternal sederhana yaitu tulang difiksasi di bagian atas dan di
bawah fraktur dengan lalu dihubungkan satu sama lain dengan batang yang kaku.
Alat yang memfiksasi ini berada di luar kulit dan posisinya disesuaikan agar
patahan tulang dapat mengalami penyembuhan.
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
36
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskuler tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera
setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 3 minggu.
37
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi
38
secara osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat
berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harvesian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan
berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
39
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang
lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan
mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan
mengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum
terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot
atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua
ujung fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan
vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur
tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
40
b. Komplikasi Lokal
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu
minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu
minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union.
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang
sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan
sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
degenerasi.4,5
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif
otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran
otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
41
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh
darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut
terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena
yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian
distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga
terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut
Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema
dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan
dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek
dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P
yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi
hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan
eksplorasi dan identifikasi nervus.
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non
union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi,
perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
42
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan
Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16
minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union)
Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen
fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union)
Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial
sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses
union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan
delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi
anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya
atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
43
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan
latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi
menetap.
44
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial biasanya
disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.
Anatomi ekstremitas bawah terdiri atas tulang pelvis, femur, tibia,
fibula, tarsal, metatarsal, dan tulang-tulang phalangs. Tulang cukup mudah
patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk menghadapi
stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress
berulang; (3) fraktur patologis.Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur
tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R.
Gustillo), yairu grade I, II, III.
Untuk mendiagnosis fraktur harus melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang (Foto polos, MRI, ataupu CT-scan).
Proses penyembuhan fraktur meliputi beberapa tahap yaitu: fase
hematoma, fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal, fase
pembentukan kalus (fase union secara klinis), fase konsolidasi (fase union
secara radiologik), dan fase remodelling.
45