Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

Penyusun :

Evi Febriani Lubis, S.Ked

(0918011042)

Pembimbing :

dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG
2014
REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 1
Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Nama Dokter Muda / NPM : Annida Nurul Haq / 0918011029


Stase : Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Identitas Pasien
Nama / Inisial : Sdr. B No. RM : 1234567
Umur : 20 tahun Jenis kelamin : Laki-laki
Diagnosis/ kasus : anemia aplastik

Aspek pengkajian :
a. Humaniora
b. Etika

Form Uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/kasus yang
diambil).
Pasien laki-laki berusia sekitar 20 tahun datang dengan keluhan gusi berdarah sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan pusing, badan terasa lemas,
dan pucat. Pasien juga mengeluh adanya buang air besar bewarna hitam selama 2 hari.
Riwayat demam, penyakit kuning, penyakit tifus disangkal. Riwayat minum antibiotik
jangka panjang disangkal. Pasien memiliki kebiasaan meminum obat paramex yang
dibeli nya di warung setiap merasa pusing atau sakit gigi.

Sebulan yang lalu pasien masuk RSAM dengan keluhan yang sama dan telah ditransfusi
5 kantong. Menurut orang tua pasien, dokter ruangan mengatakan bahwa pasien
didiagnosis penyakit kanker darah.

Pada pemeriksaan pasien terdapat ptekie dan ekimosis pada lengan tetapi tidak
ditemukan adanya hepatosplenomegali.

2. Latar belakang/alasan ketertarikan pemilihan kasus


Saya memilih kasus ini untuk dijadikan refleksi kasus dikarenakan pasien ini
mempunyai penyakit yang sama dengan ibu saya. Pada awal pemeriksaan, pasien ini
mempunyai keluhan yang mirip dengan keluhan pada ibu saya, baik berdasarkan
REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 2
Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


anamnesis maupun dari pemeriksaan fisik. Namun pernyataan orang tua pasien bahwa
pasien didiagnosis kanker darah lah yang membuat saya tertarik untuk lebih
memperdalam mempelajari pasien ini. Hal ini dikarenakan saya mempunyai pendapat
yang berbeda mengenai diagnosis pasien ini. Menurut saya berdasarkan teori yang telah
saya baca dan keluhan yang sama seperti ibu saya, diagnosis pasien ini adalah anemia
aplastik, sedangkan diagnosis dokter ruangan adalah akut mioblastik leukima. Akhirnya
saya memutuskan untuk berdiskusi dengan dokter ruangan, dari diskusi tersebut saya
diminta untuk melihat seluruh rekam medis pasien. Pada rekam medis pasien tersebut,
saya menemukan pemeriksaan apusan darah tepi, dimana hasilnya adalah eritrosit
(jumlah menurun, distrubusi renggang, gambaran sebagian besar normokrom
normositter), leukosit (jumlah menurun, seri granulosit : neutrofil segmen +, seri
granulosit : limfosit matur +, tidak ditemukan sel muda/blast,), trombosit jumlah
menurun. Kesan : anemia normokrom normositter dengan pantsitopenia.

Setelah saya pelajari beberapa perbedaan antara anemia aplastik dengan leukima
terutama akut mioblastik leukima yang memiliki manifestasi klinis dan pemeriksaan
apusan darah tepi yang hampir mirip didapatkan adanya perbedaan yaitu pada akut
mioblastik leukima ditemukan banyak sel muda, sedangkan pada anemia aplastik tidak
ditemukan sel muda.

Setelah diskusi dengan dokter ruangan, didapatkan kesimpulan bahwa dokter ruangan
kurang teliti untuk melihat hasil apusan darah tepi secara keseluruhan, dikarenakan
banyaknya pasien yang harus diperiksa oleh dokter tersebut, beliau hanya melihat pada
kesan di pemeriksaan tersebut yaitu anemia normokrom normositter dengan
pantsitopenia, dimana pada akut mioblastik leukima juga memiliki kesan pemeriksaan
yang sama.

3. Penatalaksanaan dari dokter ruangan?


Di tatalaksana sesuai gejala: infus RL, transfusi PRC, kalnex dan vit k

4. Ada Tidak Perbedaan?


Dalam kasus ini terdapat perbedaan antara penulis dengan diagnosa dokter ruangan.
Diagnosa dokter ruangan yaitu akut mioblastik leukima, sedangkan penulis mendiagnosa
supek anemia aplastik. Perbedan kedua hal ini akan mempengaruhi tatalaksana dan
prognosis kedepannya.

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 3


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


Kenapa bisa berbeda? Apa Landasannya?

Dalam kasus ini pasien memiliki keluhan gusi berdarah, BAB hitam, pusing, lemas, dan
pucat. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal, salah satunya adalah penurunan Hb dan
trombosit yang menyebabkan terjadinya manifestasi perdarahan, baik di gusi, di kulit
(ptekie dan ekimosis), maupun pada buang air besar. Keluhan tersebut bisa terjadi pada
anemia aplastik ataupun leukima mioblastik akut. Dimana untuk mengetahui
perbedaanya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam
sumsum. Penyakit ini ditandai dengan adanya pansitopenia, di mana terjadi kondisi
defisit sel darah pada jaringan tubuh. Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kurangnya
jumlah sel induk pluripoten, defek pada limfosit T helper, defisiensi regulator humoral
atau selular, atau faktor-faktor lainnya. Umumnya pasien anemia aplastik yang mendapat
terapi transplantasi sumsum tulang dari saudara kembar identik dapat sembuh dari
penyakit tersebut. Di samping itu, anemia aplastik dapat disebabkan oleh induksi obat
atau induksi toksin yang menyebabkan kerusakan sel induk. Penyebab kasus lainnya
adalah infeksi virus. Angka kejadian anemia aplastik sangat rendah, pertahunnya kira-
kira 2 5 kasus/juta penduduk/tahun. Ada beberapa obat-obatan yang dapat
mencetuskan anemia aplastik diantaranya adalah amotidine, Prednisolone, Cyclosporine,
Pentamidine isethionate, Dexchlorpheniramine maleate, Methylprednisolone sodium
succinate, dan Magnesium oxide. Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya trias
(anemia, lekopeni, trombositopeni) disertai gejala klinis panas, pucat, perdarahan, yang
penting adalah tanpa hepatosplenomegali.

Pada kasus ini, pasien sering mengkonsumsi obat paramex dimana kandungan paramex
salah satunya adalah Dexchlorpheniramine maleate yang merupakan salah satu obat
pencetus anemia aplastik. Pada pemeriksaan apusan darah tepi pasien ini hasilnya adalah
eritrosit (jumlah menurun, distrubusi renggang, gambaran sebagian besar normokrom
normositter), leukosit (jumlah menurun, seri granulosit : neutrofil segmen +, seri
granulosit : limfosit matur +, tidak ditemukan sel muda/blast,), trombosit jumlah
menurun. Kesan : anemia normokrom normositter dengan pantsitopenia. Hal ini lah yang

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 4


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


dapat mendukung pasien ini diagnosisnya adalah anemia aplastik. Untuk diagnosis pasti
pasien ini dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu biopsi sumsum tulang.

5. Rencana Terapi Penulis?


Ditatalaksana penyakitnya, tidak hanya tatalaksana sesuai gejala. Yang pertama
sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan biopsi sumsum tulang, dikarenakan tidak dapat
dilakukan di RS ini maka pasien sebaiknya di rujuk untuk dilakukan pemeriksaan
tersebut. Dari pemeriksaan tersebut, kita dapat melihat apakah hiposelular atau aselular,
karena hal itu menunjukan prognosis penyakit pasien.

Menurut buku IPD FK UI dijelaskan bahwa penatalaksanaan anemia aplastik adalah


dengan memberikan kortikosteroid, atau imunosupresif anti thymocyte globulin (ATG),
atau dengan transplantasi sumsum tulang. Adanya perkembangan terbaru berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh DR.dr. Abidin Widjarnako,SpPD KHOM, bahwa anemia
aplastik dapat ditatalaksana dengan kemoterapi (siklosfosfamid) 6 seri secara bertahap
dapat memberikan pengobatan efektif dan terjangkau oleh pasien.

6. Apa yang Anda Dilakukan Bila Suatu Hari Bertemu dengan Kasus yang Sama?
Bila saya menemukan kasus yang sama dikemudian hari saya akan melakukan hal yang
sama saat saya menemukan kasus ini, yaitu memperdalam kasus tersebut, memeriksa
pasien dengan teliti dan cermat mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dan menjelaskan kepada keluarga dan pasien mengenai penyakitnya.

7. Apa yang Harus Diketahui Oleh Keluarga?


Keluarga harus mengetahui bagaimana kondisi pasien, penyakitnya, dan prognosis
kedepannya. Anemia aplastik merupakan suatu penyakit kronis dimana pasien akan
mengalami keluhan yang sama berulang, karena itu diharapkan keluarga bisa mengerti
kondisi pasien sehingga pasien merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya.
Keluarga juga harus mengetahui dan mempelajari penyakit pasien sehingga apabila suatu
saat terdapat perkembangan terbaru mengenai penatalaksanaan anemia aplastik, pasien
dapat memperoleh pengobatan yang terbaik untuknya.

8. Refleksi dari aspek humaniora beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Berikut ini kajian antara 4 aspek prinsip humaniora dengan kasus yang diangkat:
a. Berbuat baik (beneficence).

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 5


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


Pengertian berbuat baik disini diartikan sebagai bersikap ramah, menolong, sopan,
memperlakukan pasien seperti dokter sendiri ingin diperlakukan, lebih dari sekedar
memenuhi kewajiban sehingga seorang dokter dapat mengupayakan pasiennya tetap
terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).

Pada kasus ini, dengan kita mengikuti perkembangan penyakit pasien, melakukan
anamnesa yang baik, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat sehingga diperoleh
diagnosa dan penatalaksaan yang tepat merupakan bentuk-bentuk dari nilai berbuat
baik terhadap pasien.

b. Tidak berbuat merugikan (non-maleficence)


Dalam praktik kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya
dan paling besar manfaatnya.

Pada kasus ini, dokter kurang teliti dalam melihat hasil pemeriksaan penunjang,
sehingga dapat berakibat perbedaan terapi dan prognosis kedepannya. Selain itu, pada
pasien ini ditatalaksana hanya berdasarkan gejala, yang pada penderita anemia
aplastik, gejala tersebut akan terus berulang. Hal ini merupakan salah satu bentuk
merugikan pasien.

c. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy)


Menghormati martabat manusia. Setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai
manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri). Berikan
informasi yang sebenarnya tentang keadaan pasien (tell the truth). Hormatilah hak
privasi, mintalah persetujuan pasien dalam melakukan setiap tindakan, bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.

Pada kasus ini, dokter tidak memberikan penjelasan secara detail mengenai kondisi
pasien sehingga dapat menyebabkan pasien tidak dapat memilih keputusan terhadap
penyakitnya.

d. Justice ( Keadilan )

Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama


dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 6


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat
mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain
selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

Pada kasus ini, seorang dokter harus tetap melakukan pelayanan secara
optimal terhadap pasien tanpa melihat usia pasien, tingkat ekonomi dan
lain-lain. Sesibuk apapun dokter tersebut, sebanyak apapun pasien,
dokter juga harus teliti dan cermat dalam mendiagnosis pasien.

9. Refleksi etika beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai


Dalam kedokteran, sikap yang harus ditumbuhkan oleh seorang dokter terhadap
pasiennya adalah empati yaitu ikut merasakan/menempatkan posisi seperti apa yang
dialami pasien namun tidak larut kedalamnya. Anggaplah pasien seperti saudara,
keluarga, kakak, adik, ayah, ibu, anak, cucu kita sendiri sehingga apa yang dokter
lakukan dapat terjadi semaksimal mungkin demi kebaikan pasien itu sendiri.

Dokter juga harus teliti dan cermat dalam memeriksa pasien, karena hal ini dapat
menentukan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis kedepannya. Bila dari awal
dokter salah mendiagnosis, maka hal ini akan menyebabkan kerugian bagi pasien dan
keluarganya.

Umpan balik dari pembimbing

Bandar Lampung, 27 Februari 2014


Dokter Pembimbing Dokter Muda

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 7


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014


dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F Annida Nurul Haq

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, et al. 2011. Anemia Aplastic. Hariisons Principles of Internal Medicine, 18th Ed.
McGraw-Hill : USA

Howard Martin R., and Peter J. Hamilton. Haematology. Third Edition. Elsevier. 2008

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627-633

Shahidi, NT. 2008. Acquired Aplastic Anemia: Classification and Etiologic Consideration in
Aplastic Anemia and Other Bone Marrow Failure Syndrome. New York Springer Verlag
2008

REFLEKSI KASUS | Stase Kedokteran 8


Forensik dan Medikolegal

RSUD Abdoel Moeloek 2014

Anda mungkin juga menyukai