SKRIPSI
PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA
PASCA PASUNG
STUDI FENOMENOLOGI
Oleh :
SKRIPSI
PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA
PASCA PASUNG
STUDI FENOMENOLOGI
Oleh :
ii
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
PASCA PASUNG. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas
2. Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku pembimbing yang telah banyak
skripsi ini.
Ners.
vi
ini.
10. Ayah dan Ibu tercinta, Ir. Saifuddin Hasjim, MP dan MSCE Susilowati,
11. Untuk kakak dan adik kandungku yang tersayang, Saiftinanda Wildan
Pratama dan Mutiara Baiq Qatrunnada. Untuk kakak ipar aku, Restian Alif
Junianti. Terima kasih atas semangat dan perhatian yang selalu diberikan
12. Seluruh keluarga besarku, Kakek Nenek, Pakdhe Budhe, Om Tante, Mas
ini.
vii
14. Untuk 3 Dara, Harunatusyarifah dan Elfrida Kusuma Putri. Terima kasih
15. Teman-teman kos MU 121 terima kasih atas dukungan, semangat, doa,
16. Untuk teman-teman lainnya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kami sadari
bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap skripsi ini bermanfaat
Penulis
viii
Abstrak
Latar Belakang : Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari
pemasungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang
pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Masalah
terbesar yang timbul pada keluarga yang memiliki pengalaman merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung antara lain selalu mendampingi klien dalam kegiatan
sehari-hari dan memastikan klien meminum obat. Metode : Penelitian ini
menggunakan studi fenomenologi dengan 6 partisipan yang di wawancara
mendalam. Partisipan adalah anggota keluarga yang merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung yang diperoleh melalui purposive sampling. Hasil : Setelah lepas
pasung, klien gangguan jiwa juga mengalami kemajuan dibandingkan saat
dipasung. Walaupun ada kemajuan, keluarga tetap mengamati perkembangan
fisiknya, memberikan kegiatan kepada ODGJ, dan membawa ke pelayanan
kesehatan. Selain itu, keluarga mengalami hambatan selama merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung dan ada juga yang tidak mengalami hambatan.
Selama merawat klien, keluarga selalu berharap terjadi perubahan status
kesehatan klien dan perubahan kesehatan. Keluarga juga mendukung supaya klien
gangguan jiwa cepat sembuh. Kesimpulan : Pengalaman keluarga merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung yaitu merasa bersyukur karena setelah lepas pasung
keadaan klien semakin membaik. Keluarga juga rutin memeriksakan klien ke
petugas kesehatan. Selain itu, keluarga tidak akan memasung lagi klien gangguan
jiwa tersebut. Saran : Keluarga membutuhkan intervensi untuk memperkuat
mekanisme koping selama menghadapi berbagai masalah dalam merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut dapat direalisasikan melalui
penyediaan jasa konseling dan petugas kesehatan selalu mengkontrol keluarga
serta klien tersebut.
Abstract
Introduction : Post restraint is a person who is free from restraint. This study
aims to describe about family experience in taking care of client mental disorders
post restraint. The biggest problem in the family who has experience taking care
of client mental disorders post restraint, among others, always assisting client in
their daily activities and ensuring client are already taking the drugs. Method:
This study used phenomenology design with six partisipan using indepth
interview. The participant of this study was a member family caring for client
mental disorders post restraint. This study employs the purposive sampling
method. Result : After his release restraint , clients of mental disorders has also
increased compared to when the restraint. Despite progress, the family still
observe physical development , provide activities to ODGJ , and bring to
healthcare. Families experiencing barriers for taking care of client mental
disorders post restraint and some are not experiencing barriers. During the care of
the clients , the family hopes a change in the client's health status and health
change. The family also supports so that clients with mental disorders speedy
recovery. Analysis : Family experience in taking care of client mental disorders
post restraint are grateful that after restraint off the client state is getting better.
The family also regularly check the client to the health worker. In addition,
families will no longer restraint clients such mental disorders. Discussion :
Family need an intervention for strengthen coping mechanisms for dealing with
various problems in caring for clients with mental disorders after restraint. These
activities can be realized through the provision of counseling services and health
workers always control the family as well as the client.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
xii
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam
persepsi, serta dijumpai daya realitas yang terganggu yang ditandai dengan
perilaku aneh (Ferry & Makhfudli, 2009). Orang Dengan Gangguan Jiwa
terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung,
alasan, yaitu masyarakat dan keluarga takut ODGJ akan bunuh diri dan
keluarga dari klien gangguan jiwa sendiri, karena keberadaan klien gangguan
dan masyarakat sekitar atas deteksi dini dan penanganan paska pengobatan di
Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari pemasungan.
Walaupun ODGJ sudah bebas dari pemasungan, beban pada keluarga klien
ODGJ belum selesai. Beban ini akan bertambah dengan adanya stigma dan
oleh masyarakat sekitarnya. Hasil evaluasi dari 9 orang klien yang sudah lepas
dipasung sesuai dengan kemampuan dan cara yang diketahui keluarga untuk
merawat (Halida, 2014). Selain itu, masalah yang timbul pada keluarga yang
obat yang sudah diberikan dokter, dan selalu mengajarkan ODGJ untuk bisa
Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Hasil Riset Kesehatan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Prevalensi
sebanyak 0,22 % dan gangguan mental emosional sebesar 6,5 %. Data dari
sekitar 237 keluarga dari 1.655 keluarga yang memiliki ODGJ yang dipasung
2016 sebanyak 124 kasus dan pada wilayah kerja Puskesmas Rambipuji ada
Dampak negatif juga dirasakan pada klien yang di pasung. Klien yang
dipasung lebih dari 20 tahun akan mengalami atropi otot, tidak bisa lagi
berjalan (jika kaki di pasung), dan mengalami cedera hingga klien harus di
terapi jika klien tersebut dilepaskan dari pasung (Puteh, et al., 2011). Stigma
Beban yang ditanggung oleh keluarga yang hidup bersama penderita gangguan
jiwa berat meliputi beberapa faktor, baik secara ekonomi maupun sosial.
Selain itu, beban yang ditangguang keluarga berupa beban subjektif dan
serta motivasi keluarga untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien
orang lain. Selain sebagai cara keluarga supaya bisa mengawasi penderita
atau tidak dan mengontrol klien tersebut apakah rutin meminum obat yang
diberikan. Selain itu, klien pasca pasung sudah bisa diajak berkomunikasi,
sudah mulai berani untuk keluar rumah, dan berkebun bersama keluarga.
untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien gangguan jiwa menjadikan
beban keluarga semakin kompleks. Beban ini akan bertambah dengan adanya
stigma dan diskriminasi bagi seorang yang mengalami gangguan mental dan
Indonesia Bebas Pasung 2014 sudah cukup baik. Hal ini dilakukan agar orang
yang dipasung bisa bebas, karena kegiatan pasung adalah kegiatan yang
melanggar Hak Asasi Manusia. Cara lain agar ODGJ tidak dipasung lagi,
3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga
4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
1.4 Manfaat
1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam
keperawatan
untuk berperan aktif dalam membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung
solusi yang tepat dalam memberikan perawatan klien gangguan jiwa pasca
pasung.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
peran sosial.
gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan
dengan adanya distess dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian
atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya
terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari
2010) yaitu :
10
11
penulis merujuk pada PPDGJ III (Maslim, 2001), yang digolongkan sebagai
berikut:
penyakit atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara
oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik di luar
otak (extracerebral).
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Sedangkan
gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan pikirannya tidak benar
dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan
perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas
12
fisik.
Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung
menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan
8. Retardasi mental
tidak lengkap.
berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan
berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang
khas.
13
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai
berikut :
1. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan
yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa
keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi,
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang
kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih,
menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
14
melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam
1. Terapi psikofarmaka
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik
2. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan
jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu
(ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan
pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik
(Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.
15
3. Terapi Modalitas
yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan
1) Terapi Individual
Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk
mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja
melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan
bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu
2) Terapi Lingkungan
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.
16
3) Terapi Kognitif
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor
tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan
berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah
membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan
4) Terapi Keluarga
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah
agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi
jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan
terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang
17
5) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam
dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses
pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari
perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini
6) Terapi Bermain
akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan
Keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan klien dan dianggap
paling banyak tahu kondisi klien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh
pada klien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan
adalah :
18
3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh
berat lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa
penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. ODGJ menjadi malu dan ikut dijauhi
gangguan yang dialami ODGJ. Klien gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi
terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu bentuk pelanggaran hak asasi
adalah masih ada praktek pasung yang dilakukan keluarga terhadap anggota
19
yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang regular dan ditandai dengan
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat dibawah satu atap
3. Bailon dan Maglaya (1989). Bailon dan Maglaya mengatakan keluarga adalah
dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan,
dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya
4. WHO (1969). Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
5. UU No. 10 tahun 1992 . Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya.
20
Pengertian lain , keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
(Friedman, 2003). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih yang diikat oleh
pendapat menurut para ahli tentang definisi keluarga, maka dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama yang
diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, mempunyai peran masing-
2009).
2 Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi
(Setiawati, 2008).
21
keluarga dimana yang akan datang (Mubarak, dkk 2009). Fungsi ekonomi
akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta mendidik
atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu
sebagai berikut :
Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu
keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara
tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila
22
Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah
kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih
banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi
23
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,
yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam
situasi sosial tertentu (Mubarak,dkk. 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku
spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman
bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelau psikososial sesuai dengan
24
1. Peran Formal
perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara
dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain
sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat
dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan
peran sosial.
memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul
orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan
4) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat
25
5) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi
10) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi
3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh
26
6. Memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada
penderita
27
1. Memberikan klien tindakan dan kegiatan yang positif. Misal: membantu orang
tua bekerja
dilakukan klien.
menyuruh klien.
selama di rumah.
keputusan
28
2.4 Pengalaman
penelitian ini adalah pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung.
Pengalaman dapat dibentuk melalui usia dan jenjang pendidikan. Semakin matang
usia seseorang, semakin tinggi pula pengalamannya. Selain itu, pendidikan juga
Menurut Roy terdapat 5 objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu (1)
Konsep sehat; (4) Konsep lingkungan; dan (5) Aplikasi : Tindakan Keperawatan
1) Manusia
diperlakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistik dan terbuka.
a. Input
suatu unit informasi, kejadian, atau energi yang berasal dari lingkungan.
29
b. Proses
misalnya sel darah putih saat melawan bakteri yang masuk dalam
atau endokrin.
ditransfer melalui saraf mata menuju pusat saraf otak dan bagian bawah
30
secara positif.
c. Efektor
Roy sebagai sistem efektor. Empat efektor atau model adaptasi tersebut
meliputi (1) fisiologis ; (2) konsep diri ; (3) fungsi peran ; (4)
ketergantungan (interdepeden).
1. Fisiologis
31
kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral etik.
seseorang yang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda
yang dijalankannya.
4. Ketergantungan (Interdependen)
d. Output
(adaptasi).
32
2) Keperawatan
Stimulus Fokal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap
input yang masuk. Stimulus Kontekstual adalah semua stimulus lain yang
situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh
secara relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara
objektif.
adaptasi pada situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh
3) Konsep Sehat-Sakit
suatu keadaan dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara
33
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat
4) Konsep Lingkungan
dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan
dari dalam tubuh individu. Pemahaman klien yang baik tentang lingkungan
34
Stimulus Kontekstual
Kemampuan keluarga KOGNATOR ADAPTIF/INEFEKTIF
merawat ODGJ Pasca Cara menghadapi Perilaku Keluarga
Pasung masalah selama Harapan bagi keluarga
Hambatan merawat ODGJ
pasca pasung
Stimulus Residual
Nilai dan norma
keluarga
Stigma di masyarakat
Umpan Balik
Kerangka piker yang digunakan merupakan modifikasi model adaptasi Roy yang
pasung.
terdiri dari 3 konsep utama yaitu : input, proses, dan output. Input adalah masukan
yang menimbulkan respon dan terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu stimulus fokal,
35
pasca pasung dan hambatan menjadi stimulus kontekstual. Sementara nilai dan
yang diwujudkan dengan berbagai cara yang dilakukan oleh keluarga untuk
keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Perilaku dan
harapan yang dialami keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca
pasung akan menjadi umpan balik bagi stimulus pada bagian input.
BAB 3
METODE PENELITIAN
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini,
terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang
Spradley dinamakan social situtation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang
populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
36
37
situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi,
tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan
3.2.2 Sampel
sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.
Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi
teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif,
karena yang semula masih belum jelas. Peneliti akan mengambil 4 partisipan
sebagai sampel penelitian, tetapi bisa lebih dari 4 jika data yang diperoleh belum
jenuh.
sebagai partisipan
3.2.3 Sampling
Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara
38
berupa video kamera atau recorder dan catatan lapangan. Alat perekam berupa
video kamera ini agar dapat membantu peneliti mengingat sesuatu yang
diucapkan partisipan. Sebaiknya, alat perekam ini dijauhkan dari tempat yang
digunakan untuk mencatat ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi partisipan
peneliti.
dilakukan pengisian :
1. Kode Klien
39
2. Tanggal Wawancara
wawancara akan membutuhkan waktu satu minggu yang dimulai awal bulan
Juni 2016 dan pengolahan data awal minggu ketiga bulan Juni 2016.
1. Tahap Persiapan
lulus uji etik dan surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas
Kesehatan Kabupaten Jember dan Puskesmas Rambipuji. Surat ijin tersebut juga
40
2. Tahap Pelaksanaan
a) Fase Orientasi
menyiapkan alat tulis dan alat perekam berupa video kamera yang akan
b) Fase Kerja
proses wawancara agar dapat masuk ke pertanyaan inti sesuai dengan pedoman
wawancara.
41
c) Fase Terminasi
data.
3. Tahap Terminasi
terima kasih atas partisipasi partisipan telah ikut serta dalam proses penelitian dan
42
Purposive
Sampel sesuai dengan kriteria inklusi Sampling
Proses
Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap
pengumpulan data
awal, tahap horizonalization, dan tahap
cluster of meaning)
Menemukan tema
dan sub tema
43
2008) :
fenomena ini dialami oleh para individu. Peneliti juga mencari makna
44
(PNEPK) tahun 2004 terdiri atas tiga prinsip yaitu menghormati seseorang
yang memiliki suatu otonomi berupa kebebasan memilih tanpa adanya paksaan
sebagai keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung untuk
menentukan apakah bersedia atau tidak untuk menjadi partisipan dalam penelitian
penelitian secara sukarela. Data yang terkumpul akan dijamin kerahasiaannya dan
b. Beneficence
kebebasan kepada partisipan untuk memilih waktu dan tempat wawancara sesuai
45
dengan kesepakatan antara partisipan dan peneliti. Identitas partisipan tidak akan
kode P1, P2, dan seterusnya untuk mencegah diketahuinya informasi yang
Peneliti menjelaskan akan menggunakan video kamera atau jika partisipan tidak
(field note) untuk mencatat kondisi yang terjadi saat wawancara. Hasil wawancara
akan disimpan dalam bentuk rekaman dan transkrip diberikan kode partisipan
c. Justice
dan harus menerima sesuatu yang seharusnya partisipan dapatkan. Perlakuan adil
46
Moleong, 2010).
a. Kepercayaan (credibility)
tema tema spesifik yang telah di analisa kepada partisipan dan meminta
tersebut yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Jika ada, partisipan
diberikan hak untuk mengubah atau mengurangi kata kunci atau tema yang
b. Keteralihan (transferability)
pasung.
c. Kebergantungan (dependability)
menentukan kata kunci, kategori, sub tema, dan tema tema yang sesuai
47
d. Kepastian (cofirmability)
BAB 4
keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hasil penelitian yang
Pada penelitian ini memakai enam partisipan yang terdiri dari P1, P2, P3,
P4, P5, P6. Karakteristik tiap-tiap partisipan akan dijelaskan dibawah ini.
itu, banyak juga yang menjadi buruh tani. Desa Pecoro juga masih banyak
pepohonan dan sawah sehingga disini masih terasa sejuk. Beberapa jalan di Desa
Pecoro masih ada yang berbatu dan sebagian lain sudah beraspal.
tetapi sekarang pasung tersebut sudah dilepas karena adanya bantuan dari pihak
48
49
khawatir, berat/sulit.
1) Beban Psikologis
Tema : Takut
50
keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung adalah mengalami
Tema : Khawatir
Tema : Berat/sulit
51
Tema : Bersyukur
pasung. Perasaan yang dirasakan adalah berupa rasa syukur semenjak klien di
52
3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga
klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga adalah
53
mengenai perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan
keluarga adalah dengan memberikan variasi kegiatan supaya klien tidak hanya
54
4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
Hambatan yang dirasakan tidak setiap hari, tetapi saat waktu tertentu saja.
1) Ada hambatan
Tema : Pekerjaan
Tema : Pengobatan
merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hambatan yang dirasakan pada
55
klien gangguan jiwa pasca pasung dengan cara membujuk klien dan
modifikasi. Cara tersebut digunakan saat tertentu saja, ketika masalah itu
timbul.
56
Partisipan juga menaruh harapan pada klien pasca pasung yaitu klien
keluarga yaitu harapan akan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan klien.
1) Perkembangan klien
kesehatan klien lebih baik lagi selama merawat klien pasca pasung.
57
Berat/Sulit
Mengamati
Perawatan klien gangguan jiwa
Metode Merawat Perkembangan
pasca pasung yang telah dilakukan
Fisik
keluarga
Variasi Kegiatan
Tidak Ada
Hambatan Pekerjaan
Hambatan yang dirasakan selama
merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung
Ada Hambatan Pengobatan
Harapan Status
Harapan keluarga selama merawat Perkembangan Kesehatan
klien gangguan jiwa pasca pasung Klien
Perubahan
Kesehatan
58
4.3 Pembahasan
BAB dan BAK di tempat pemasungan itu juga. Menurut partisipan jika pasung
tersebut dilepas, klien akan BAB dan BAK disembarang tempat sehingga bisa
mengotori rumah. Selain BAB dan BAK, untuk makan dan minum klien di
tempat yang sama. Selain itu, selama klien dipasung ada keluarga yang merasa
lebih tenang karena bisa ditinggal bekerja. Dalam fikiran beberapa keluarga,
jika tidak dipasung dan klien ditinggal bekerja klien gangguan jiwa akan jalan-
jalan, marah-marah, dan mencelakai orang lain sehingga keluarga tidak tenang.
Selama merawat klien gangguan jiwa yang dipasung, anggota keluarga saling
membantu dalam merawat klien tersebut. Jika keluarga ada yang bekerja, maka
klien seperti makan dan minum. Selain itu, keluarga juga menceritakan
sekalipun klien tersebut dipasung, klien juga bisa menciderai dirinya sendiri.
oleh partisipan dalam bentuk takut, khawatir, berat/sulit. Perasaan takut disini
disebabkan misalnya klien akan marah-marah dan menciderai orang lain yang
klien jika jalan-jalan dan partisipan takut jika dia mendapat masalah. Perasaan
59
berat/sulit dirasakan partisipan karena tidak bisa bekerja. Partisipan tidak bisa
bekerja karena selalu memikirkan klien jika ditinggal bekerj oleh partisipan.
serupa dengan jenis beban yang dialami keluarga dengan anggota keluarga
menjadi 2 jenis, yaitu beban subjektif dan objektif. Beban subjektif merupakan
gangguan jiwa saat dipasung. Beban psikologis ini merupakan akumulasi dari
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh pendapat Mohr (2006) bahwa beban
yang mengalami gangguan jiwa adalah rasa kehilangan, rasa takut, merasa
60
pekerjaan rumah. Bekerja yang dimaksud adalah klien sudah bisa mendapatkan
ketika kambuh karena takut klien akan jalan-jalan dan lari-lari. Jadi, partisipan
memasung klien beberapa hari saja. Ketika sudah baikan, partisipan melepas
tidak dipasung lagi karena ketika kambuh klien tidak menciderai orang lain.
Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk memeriksakan klien ke pelayanan
muncul karena selama pasca pasung, klien mengalami perubahan kearah yang
lebih baik. Partisipan juga mengungkapkan bahwa ini cobaan dari Allah dan
berorientasi pada sikap terima kasih atas kehidupan yang dapat menimbulkan
61
dalam memandang kehidupan. Menurut peneliti, hal ini juga dapat menguatkan
keluarga untuk menanggung beban perawatan. Selain itu, keluarga juga harus
memikirkan hal positif dengan selalu ikhlas dan selalu bersyukur apapun
keluarga
pasca pasung dalam penelitian ini merupakan pilihan berbagai cara yang
tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan dalam melakukan tugas
kesehatan keluarga menurut Friedman (1998), yang terdiri dari 5 tugas pokok.
keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini sejalan
Hasil penelitian ini juga menemukan dalam merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung perlu adanya variasi kegiatan. Hal ini sesuai dengan makna dari
62
berbagai situasi. Kondisi ODGJ pasca pasung yang belum pulih total menjadi
aktivitas apapun. Aktivitas ini dapat menurunkan kejenuhan dan mengisi waktu
luang ODGJ.
perawatan bagi ODGJ pasca pasung dengan memenuhi aturan perawatan yang
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan cara dibawa
masalah yang lebih parah terjadi. Menurut peneliti, jika ada anggota keluarga
yang sakit anggota keluarga yang lain juga harus membawa ke pelayanan
dapat diselesaikan.
pasung
keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Pada penelitian
ini, peneliti menemukan ada partisipan yang mengalami hambatan dan ada juga
mengungkapkan bahwa klien sekarang sudah bisa kerja, sudah bisa mandiri,
dan sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya. Contohnya, klien yang sudah bisa
bekerja dalam hal ini dia bisa mendapat penghasilan dari membuat batu bata
63
memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, klien juga sudah mandiri dalam hal
makan, minum, mandi, dan mencuci pakaian. Kalau dahulu saat dipasung,
klien masih dibantu keluarga untuk makan, minum, dan mandi. Sekarang klien
gangguan jiwa pasca pasung juga sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya.
Maksud dari itu adalah klien sudah bisa untuk diam dirumah sekalipun ibu
klien pergi keluar rumah untuk bekerja. Jadi, dalam hal ini klien mengalami
hambatan dalam hal pekerjaan dan pengobatan. Hambatan dalam hal pekerjaan
bekerja dan harus selalu bersama klien. Padahal, partisipan juga harus bekerja
adakah hambatan dalam hal pengobatan. Contohnya ketika klien tidak mau
untuk meminum obat. Maka dari itu, keluarga mengungkapkan bahwa ini
hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chafetz dan Barnes (1989) yang
gangguan jiwa yang dialami salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi
anggota keluarga yang lain dalam ranah pekerjaan, waktu luang, kesehatan
anggota keluarga, dan relasi antar anggota keluarga. Menurut peneliti, dalam
keluarga yang menjadi prioritas adalah anggota keluarga yang sedang sakit,
64
adalah dengan cara membujuk klien dan modifikasi dalam meminum obat.
Menurut Marsh et.al (2012) peran keluarga dalam memberikan perawatan pada
dalam pengobatan dan memenuhi kebutuhan harian klien. Hal ini juga sejalan
klien untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan klien. Partisipan lainnya
dengan dicampurkan ke teh. Hal-hal ini lah yang digunakan keluarga ketika
hambatan itu datang. Hambatan itu datang tidak setiap saat. Selama ini,
Salah satu pemberdayaan keluarga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
pembagian peran. Temuan ini didukung oleh pendapat menurut Marsh et.al
yang mengalami gangguan jiwa salah satunya adalah pusatkan pada kelebihan
dan kekuatan penderita. Jadi, peran yang diberikan pada klien ini adalah peran
yang bisa dilaksanaan oleh klien. Menurut peneliti, dengan adanya pembagian
peran ini, klien akan merasa memiliki keterlibatan dan tanggung jawab dalam
65
gangguan jiwa pasca pasung antara lain harapan akan status kesehatan klien
dan perubahan kesehatan klien. Keluarga selalu menaruh harapan bahwa klien
bisa sembuh total seperti dahulu lagi. Keluarga tidak menginginkan apa-apa
selain klien tersebut sembuh seperti dahulu. Ketika klien sudah sembuh,
Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa depan
gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan hambatan seperti yang
Harapan bisa tumbuh dan diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita
yang telah pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Menurut
selalu menaruh harapan pada klien agar kesehatannya pulih seperti dulu lagi.
Selain partisipan, anggota keluarga yang lain dan tenaga kesehatan juga
BAB 5
5.1 Kesimpulan
gangguan jiwa pasca pasung. Keluarga merasa sangat besyukur sekali dengan
keadaan yang sekarang. Setelah lepas pasung, klien gangguan jiwa juga
gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini dilakukan agar klien tidak hanya berdiam
diri dirumah dan mempunyai kesibukan. Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk
membawa klien berobat ke rumah sakit karena keluarga juga ingin klien gangguan
Dalam hal merawat klien gangguan jiwa pasca pasung, ada keluarga yang
tidak mengalami hambatan dan ada juga keluarga yang mengalami hambatan.
Hambatan tersebut muncul pada saat tertentu saja. Hambatan tersebut muncul
ketika klien gangguan jiwa ingin selalu bersama keluarganya sehingga keluarga
tidak bisa bekerja ketika sikap klien seperti itu. Selain itu, klien tidak mau
meminum obat, sehingga hal ini merupakan hambatan yang dialami keluarga
dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Tetapi hambatan tersebut bisa
66
67
melewatinya. Misalnya ketika klien tidak mau ditinggal bekerja oleh keluarganya,
keluarga membujuk klien tersebut. Selain itu, misalnya klien tidak mau minum
obat, keluarga mencari cara lain agar klien mau minum obat tersebut. Meskipun
Perkembangan klien itu berupa perubahan status kesehatan klien dan perubahan
kesehatan. Perkembangan klien ke arah yang lebih baik memang menjadi harapan
Selain itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan juga bahwa keluarga tidak
akan memasung lagi klien gangguan jiwa tersebut. Keluarga juga mendukung
supaya klien gangguan jiwa cepat sembuh. Misalnya dengan cara tidak lupa untuk
5.2 Saran
masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut
68
keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal tersebut dapat
5.2.3 Penelitian
dampak yang dirasakan dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
melalui penelitian kualitatif. Selain itu, pola koping keluarga untuk menghadapi
berbagai masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dapat digali
69
DAFTAR PUSTAKA
Idaiani, S & Rafizar. 2015. Faktor yang Paling Dominan terhadap Pemasungan
Orang dengan Gangguan Jiwa di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol 18 (1) hal.15
Lestari, P., Choiriyyah,Z. & Mathafi. 2014. Kecenderungan Atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus Di Rsj
Amino Gondho Hutomo Semarang). Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 2
(1) hal. 16
Lestari, W & Wardhani, Y.F. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan
Jiwa Berat yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 17
(2) hal. 157-166 dan hal. 160
70
Minas, H., & Diatri, H. 2008. Pasung: Physical restraint and confinement of the
mentally ill in the community. International Journal of Mental Health
Systems. Vol 2(1), 1-5. doi: 10.1186/1752-4458-2-8.
71
Suharto, B. 2014. Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi Tentang
Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di
Kabupaten Wonogiri). IJMS - Indonsian Journal on Medical Science. Vol
1 (2) hal.2
Tristiana, D. 2014. Psychological Well Being Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Thesis. Surabaya : Universitas
Airlangga
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Ed.Revisi. Cet. Ke-3. Bandung : PT. Refika
Aditama.
72
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN)
Nama (Kode) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
73
Jember, 2016
74
Lampiran 2
PENJELASAN PENELITIAN
BAGI PARTISIPAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca
Pasung
Tujuan
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan
jiwa pasca pasung.
Tujuan Khusus
1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung
2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga
4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang
ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
Perlakuan yang diterapkan pada subyek
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga tidak ada perlakuan
apapun untuk partisipan. Partisipan hanya terlibat dalam wawancara perihal
pengalaman mereka merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Setelah beberapa
hari dari wawancara, peneliti akan menemui partisipan untuk memvalidasi hasil
wawancara. Selain itu, peneliti juga perlu mendokumentasikan dalam beberapa
bentuk foto. Hasil wawancara dan foto akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.
Manfaat
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini dapat berbagi pengalaman ketika
merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.
Bahaya Potensial
Tidak ada bahaya potensial karena partisipan tidak dilakukan intervensi apapun
melainkan hanya wawancara.
Hak untuk undur diri
Keikusertaan partisipan bersifat sukarela dan partisipan berhak untuk
mengundurkan diri kapanpun.
75
Prosedur Penelitian
Purposive
Sampel sesuai dengan kriteria inklusi Sampling
Proses
Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap awal,
pengumpulan data
tahap horizonalization, dan tahap cluster of
meaning)
Menemukan tema
dan sub tema
76
Lampiran 3
Kode Partisipan :
A. Data Partisipan
1. Usia :
2. Jenis Kelamin :
3. Pendidikan Terakhir :
4. Status Pernikahan :
5. Agama :
6. Pekerjaan :
7. Nomor Telepon :
8. Alamat :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Lama Pasung :
77
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA
Waktu wawancara :
Kode partisipan :
Tanggal :
Tempat :
78
Lampiran 5
PANDUAN WAWANCARA
Pertanyaan Pembuka
79
Lampiran 6
CATATAN LAPANGAN
Nama partisipan :
Kode partisipan :
Lama wawancara :
Posisi partisipan :
Situasi wawancara :
Catatan kejadian :
80
81
Lampiran 7
DATA
P1 P2 P3 P4 P5 P6
PARTISIPAN
DATA KLIEN
PASCA PASUNG
82
Lampiran 8
ANALISIS TEMA
Pengalaman Perasaan yang Bersyukur Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah
merawat pasca Dirasakan sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke
pasung sawah, dapat rejeki) (tersenyum melihat ke klien)
Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak
83
Perawatan Klien Metode Mengamati Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik
Merawat Perkembangan (yang tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak)
Fisik terus
Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur wes.
Kadang kalau liat-liat gitu, pandangannya masih kosong
Variasi Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara sapi lagi sama
Kegiatan saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan nak),
timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada
pekerjaan)
Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak
kemana-mana. Ya jalan-jalan
Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak
sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua). Tapi mon
mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa.
Membawa ke Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit Kamis. Areh (hari)
Yankes Selasa gik mintakagih obet ka (masih dimintakan obat ke) Bu
Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik (dikasih dua
tablet).
Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan
Ya untung pemerintah masih belas kasihan sama saya ya
84
Cara Membujuk dan Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak
menyelesaikan modifikasi olle alakoh, dimmah olle pesse, been mon ompamanah
hambtan (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak boleh kerja,
darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah (apa),
minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa)
(melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin
kerja ya)
Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh
Pemberdayaan Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa
85
Keluarga
Harapan Perkembangan Harapan Status Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal (Semoga
Keluarga Klien Kesehatan aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula)
(memegang kepala klien)
Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi
Ya pengen sembuh kayak dulu lagi
Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi
Perubahan Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di obatin.
Kesehatan Ya Alhamdulillah ada kemajuan
sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng
engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung).
86
Lampiran 9
Verbatim
P1
Peneliti : Jadi ibu, sudah berapa lama merawat Wafi yang sakit begini?
Partisipan : Tak (tidak) berhasil. Dokterah tak bisa anoh (Dokter tidak bisa
menangani) (tangan bergerak), dokterah tak bisa nyangka jek saraf,
jek dek remmah, tak etemmoh (dokter tidak tahu kalau sakit saraf, jadi
bagaimana, tidak tau juga). Mangkanah, ding sedeng mole, tanyah ke
anak ndok (Makanya saya bawa pulang terus tanya ke anaknya)
(partisipan memegang bahu klien). Elluk (sebentar) Fi, engkok
atanyaah setiah, can engkok ye ndok yeh (saya tanya sekarang, kata
saya ya nak ya). Been reh sakek cetak dek remmah rassanah (kamu
ini sakit kepala bagaimana rasanya) ? Iyak eanoh bik dokter tager
empak kaleh, entar ka museum, eanoh ke apa ji lah, apa ji lah
namanah (Ini diperiksa sama dokter sampai empat kali,pergi ke
museum, iya apa itu, apa itu sudah namanya) ? Museum ? (partisipan
menoleh ke klien)
87
Klien : Laboratorium.
Peneliti : Laboratorium.
Partisipan : Laboratorium. Sampek tak bisa anoh dokterah (Sampai tidak bisa
memeriksa dokternya). Terus anoh buk, sakeken gulleh nekah sakek
cetak (Terus begini buk, sakitnya saya ini sakit kepala) (memegang
kepala) nekah bedeh se kok nakok, kadong e pentongah cetak genikah
bok (ini ada yang menakut-nakuti, kayak ada yang mau mukul kepala
ini buk) (partisipan memukul kepala sendiri), taker epentong engak se
(sampai dipukul seperti yang) pecah (partisipan tetap memukul kepala
sendiri), tappeh ding econgok cetak paggun bungkol, can (Tapi
setelah dilihat kepala saya masih utuh, kata) Wafi (menunjuk kearah
klien). Teros se kok nakok jih engak appah (Terus yang nakut-nakutin
itu seperti apa)? Gi a yong siyong, pokoken nakoeh (Yaa giginya ada
taringnya, pokoknya menakutkan) (partisipan memegang telinga).
Ben epentongah ben, pentongagih ke anoh (Kamu tak pukul ya, kamu
tak pukul ya) (tangan menggenggam), ekapakah (dibunuh
menggunakan kapak) (partisipan memukul kepala), sakek cetak (sakit
kepala). Ooo.. Ye mon deiyeh ben benni sakek, keng karena gangguan
apah, keng bedeh gangguan dari luar, caen engkok ndok (kalau
begitu tidak sakit, terus mungkin gangguan apa, mungkin juga
gangguan dari luar, itu kata saya nak). Mon deiyeh been mayuh bik
engkok, eanuagiyah ke Kyia,e syaratagih, makanah ongguen (Kalau
begitu ayo kamu sama saya ke kiayi untuk di obati, ternyata beneran).
(Melihat kearah klien) Ye lah mon engak jiah lha terosagih la ndok
terosan ndok, ngalle-ngalle, tak ser ye ngalle (Yaudah kalau begitu
dilanjutkan aja nak terus-terusan nak, pindah-pindah, tidak sembuh
akhirnya pindah). Akhirah, teros nemmoh pole anuan (Terus
menemukan lagi), (tangan sambil menunjuk) pas kejinan can
(kesurupan jin katanya), kerasukan jin pasnan (kemudian). (Melihat
ke klien) ooo jen deddih (tambah menjadi-jadi). Jieh pasnan ndok,
engkok selama bedeh setaonan dari seerawat samar-samar jih
(Begitu nak, saya ada selama setahun merawat dia).
88
Partisipan : Mmm berhenti. Teros pon nyaman, teros alakoh (terus sudah enak,
terus kerja) biasa. Tak endik pekkeran dek remmah, rassanah,
romangsah teros beres (tidak punya pikiran macam-macam, rasanya
sudah sembuh total). Ding seddeng komat pole (Saat kambuh lagi)
(partisipan memegang hidung), pas (tepat) Bu Sutiyah bektonah
neliti anonah, pasienah se disah disah (waktu meneliti pasiennya di
desa-desa). Ketepakan, komat pole (kebetulan, kambuh lagi)
(partisipan memegang tangan klien). Anoh gibeh (di bawa) ke rumah
sakit Kamis. Areh (hari) Selasa gik mintakagih obet ka (masih
dimintakan obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik
(dikasih dua tablet). Teros lah bik (terus dengan) dokter Rambi e
obetagih (diobatin).
Klien : Engak se tak endik bereng, engak se e kemoso kebbi (seperti yang
tidak punya teman, seperti musuh semua). (Diam agak lama sambil
menggerakkan mulutnya) engak se kemoso kebbi (seperti musuh
semua). Teman-teman engak se kemoso kebbi ben (seperti musuh
semua sama) saya. Tapi sekarang tinggal, tinggal masih kecil katanya
(klien membenarkan posisi duduknya).
Partisipan : Punya dua. Adiknya ini laki, adiknya lagi apa roh binik (itu
perempuan) ? Cewek (sambil tersenyum) baru kelas 6, lulusan kelas
6.
Peneliti : Dulu sama ibuk kenapa Wafi kok di pasung? Pas kek cetak, arapah
mak pas e pasung (Waktu sakit kepala, kenapa dipasung) ?
89
Partisipan : Tak ngerteh ndok (tidak tahu nak). Kan derih ponduk (kan dari
pondok). Sakeknya derih ponduk (sakitnya dari pondok), dari pondok.
Sebelumah molle ka bungkoh (menatap ke atas), deggik ompamanah
deteng sakek cetak, buk guleh plemanah gelluh sakek cetak, degik
eanoagih ka (Sebelum pulang kerumah, nanti seumpamanya datang
sakit kepala, dia ngomong buk saya mau pulang dulu lagi sakit
kepala, nanti periksa ke) dokter. Eperiksa agih, esontek agih, marreh
berobet belih pole (Diperiksa, disuntik, setelah berobat kembali lagi).
Deggik bereppa bulen pole, deggiken pole, buk sakek cetak guleh
moleah buk (Nanti setelah beberapa bulan lagi, bu sakit kepala saya
pulang lagi bu). Molle deggik eanoagih (pulang nanti diperiksa) ke
dokter pole (lagi), sontek agih (suntik lagi). Eman, can pengara
pelajaran ponduk mik telat (Kasian, takutnya pelajaran pondok telat)
(menoleh ke klien), terlambat, deddih eanoagih pole, belih pole ka
ponduk, paggun (jadi ya begitu, kembali lagi ke pondok, tetap). Pas
ding sedeng la olle petong taon, belih pole mareh telasan ndok, biasa
kan mon telasan mole, kerem du kaleh been bik engkok (Jadi waktu
sudah tujuh tahunan, pulang lagi selesai hari raya nak, biasanya kan
pulang hari raya, jadi selama itu dikirim dua kali sama saya) (menoleh
kearah Wafi), du bulen, nelpon deri ponduk pas molle pas tak abelih
pole (dua bulan, nelfon dari pondok pulang dan tidak kembali lagi)
(menoleh ke klien). Benni pas langsung ndok, benni pas langsung
sakek sakek (Bukan langsung sakit nak, sakitnya secara bertahap). Se
keranah tak sak ngerassaagih (Pokonya saya menyimpan sendiri rasa
ini). (Suami partisipan keluar dari dalam kamar) areh kebidanan
penelitian, sabbenah e ater (anak kebidanan penelitian, dulu di antar)
Bu Sutiyah, anak buah Bu Sutiyah.
Peneliti : Amin.
Partisipan : Usahana been kan padeh anoh, mander mogeh lanjot lah (usahanya
kamu kan sama, semoga sukses kedepannya). Sedeng engak engkok
reh reng tak endik, endik anak engak riah e rawat ben dokter, e berrik
obet ben mingguh, mon melleh bereppah ndok, kan benyak
(Sedangkan saya ini orang gak punya, punya anak kayak ini dirawat
90
sama dokter, dikasih obat setiap minggu, kalau beli berapa nak, kan
banyak). Engkok lha (saya sudah) Alhamdulillah di bantu, kan
termasuk pemerintah yeh (ya), tapi mon tak (kalau tidak) ikhlas bu
dokter masak pas e anoh (tidak mungkin diperiksa) tiap Kamis, can
meddurenah kasarah eladenih (kalau kata orang Madura istilahnya
dirawat). Can (kata) Bu Sutiyah rik berriken (kemarn itu), Bek (mbak)
minta tolong. Enggi anapah (iya kenapa). Embiyan jek sampe busen
ngeromat (kamu jangan sampai bosan merawat) Wafi, kantoh gi
(kesini ya) tiap Kamis. Mak tager bussenah (Tidak bosan) bu, depak
kantoh tak biaya napah, pon eparengeh obet, can guleh mik tak endik
pesse, mon gulle tak busen, bunten (sampai disini tidak ada biaya,
sudah dikasih obat, kata saya tidak punya uang, kalau saya tidak
bosan, tidak). Gulleh (saya) terima kasih sangat (tersenyum). Depak
ka esah elayanin, Wafi e romat, e sontek (sampai sana dilayani, Wafi
dirawat, disuntik).
Klien : Pola gulleh tak nginomah obet, mangkanah terro beres paggun
nginom obet (sebenarnya saya tidak mau minum obat, makanya saya
ingin sembuh minum obat).
Partisipan : Mmm terro beresah, terro belih asal (ingin sembuh, ingin kembali
semula).
Klien : Gulleh nginom obet, kadeng (saya minum obat, kadang) (sambil
memegang tenggorokan) nekah (ini) panas.
Partisipan : e jatah bik (jatah) pak dokter sabben gik (dulu masih) pertama ke
rumah sakit, e jatah du taon (dijatah dua tahun). Rutin selama du taon
(dua tahun).
Peneliti : nekah berepah taon se nginom obet (ini berapa tahun yang minum
obat) ?
Partisipan : Tak deppak setengah taon ngara, mulai bulen napah, empak bulen
mik bedeh (tidak sampai setengah tahun mungkin, mulai bulan apa,
mungkin empat bulan ada) (sambil melihat Wafi). Mander mugeh e
parengeh (Semoga saja dikasih) barokah Allah (tersenyum).
91
Klien : Terapi obet (obat). Obet sekejek, e enom cekak ka gurungan (Obat
sebentar diminum terasa susah ditelan di tenggorokan) (memegang
tenggorokan). Saya itu kalau kumat (kambuh) anu, semua teman-
teman itu e kemoso (dimusuhi), jadi saya di begini saya (memegang
pergelangan tangan), sokoh (kaki) ini (menunjuk kaki) di pengkot
(ikat).
Klien : Kan embiyan seng oning gulleh e pengkot e kamar (kan ibu yang tahu
kalau saya diikat di dalam kamar) (melihat ke ibu nya).
Partisipan : Anoh pas ajelen ndok. Kan ajelen meloloh deiyeh, deddih pekkernah
engkok( Waktu itu pas jalan nak. Kan jalan-jalan terus, jadi pikiran
saya).
Klien : Keluar kedalam. Keluar rumah, ke dalam, ke dalam pole (lagi) rumah.
92
Klien : Toman mareh nginom obet pas nyelem ke songai (pernah setelah
minum obat terus mandi di sungai). Nyelem ke songai (mandi di
sungai) yang a gili (mengalir). Nyelem (mandi) ke songai (sungai).
Nyelem (mandi) saya lah, nyelem tok (mandi saja). Ben mare (setiap
selesai) shubuh.
Klien : Iya habis shubuh. Habis shalat Shubuh, buang penyakit. Sekarang
diselameten meloloh (diselamatin terus). Diselameten nganggui kok
ajem (diselamatin menggunakan daging ayam) (tersenyum), nasi,
slameten (selamatin). Malle, malle, malle napah buk (Untuk apa,
untuk apa, untuk apa bu) (melihat ke ibunya) ?
Partisipan : Setiah soro benyak macah apah (sekarang disuruh banyak membaca
apa) (melihat ke klien) ?
Partisipan : Mon terro aobeah ngocak apah (kalau ingin ganti mengucapkan apa)
?
Klien : Lailahaillallah.
Partisipan : Dulu 15 hari, 2 minggu. Pas yang kumat (kambuh) lagi, ada paling 5
hari.
93
Partisipan : Iya. Sappah ndok (melihat ke anaknya), mon setiah gellem lah (kalau
sekarang mau sudah). Tapi mon sek dulu, ye e kroyok (tapi kalau dulu
ya bersama-sama) (tersenyum). Jek ariyah dulu, pas ngamok ke
abeken dibik (ini dulu kalau marah ke dirinya sendiri) (memukul-
mukul kepalanya). Mon tanang e pengkot (kalau tangan diikat), gader
gader (kepala ibu bergerak ke samping kanan, kiri, dan depan).
Partisipan : Emmm Kan sajen (tambah) bahaya. Sampek saraf pecah ngono
yok opo ndase jare (sampai saraf pecah begitu bagaimana kepalanya
nanti) (melihat ke kepala anaknya), cetakah belle, kan jen payah
(kepala pecah, kan tambah parah). Mon tak e pengkot mangmang
pekker ntar ka mbong embong la, tak taoh bedeh motor, bedeh sepor
(Kalau tidak diikat khawatir nanti ke jalan, tidak tahu ada kendaraan,
ada kereta). Can pekker ye e pengkot (saya piker ya diikat).
Mangkanah ngocak ndok, duuuh..gulleh pojur bu e pengkot, mon tak
deiyeh gulleh ajelen meloloh (Mangkanya bilang nak, duhhh..saya
beruntung bu diikat, kalau tidak begini saya jalan terus). Jek lakoh
eajek can ndok, bedeh ngajek can (Diajak terus nak, ada yang
mengajak) terus-terusan. Dedih ajelen adek lessonah (jadi jalan tidak
ada capeknya). Tak begi keluar bik engkok, ajelen (tidak boleh keluar
sama saya, jalan) (tangan menunjuk ke belakang lalu ke depan)
sampek gili pelonah (sampai mengalir keringatnya). Soro ambu tak
gelem ambu, tak lesoh can (menggeleng-gelengkan kepala), paggun
eajek ajelen terusan, bedeh se ngajek (Saya suruh berhenti tidak mau
berhenti, tidak lelah katanya, tetap diajak jalan terus, ada yang
mengajak.). Kan pekker dibik la tak nguasai (kan pikirannya sendiri
sudah tidak mampu). Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal
(Semoga aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula)
(memegang kepala klien). Se billeh mareh telas, pas ngocak norokah
cacak alakoh (Waktu setelah hari raya, terus bicara ikut kakak kerja).
Iye lah norok mon cacak endik gerepen (Iya sudah ikut kalau kakak
sudah punya kerja). Pas alakoh (terus kerja) ke Mangli, laok (selatan)
pasar sampai 3 bulan. Mareh alakoh (setelah kerja) ke Mangli
(memegang hidung), pas gerep (terus membangun) Musholla (tangan
menunjuk). Mangkanah dari jiyeh, pas abek ji lah anoh pole,
dekremmah deiyeh, beni pas langsung kontan (Makanya dari situ,
94
Partisipan : ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas tak
(saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak). Apa pole (lagi)
Wafi e pengkot (diikat). Maseh tak e pengkot, tak e begi bik riyah,
(Meskipun tidak diikat, saya tidak dibolehin,)(menunjuk kearah
Wafi), tak e begi alakoh (tidak dibolehin kerja) . Ye lah apa bedenah
(ya sudah apa adanya) (tersenyum dan membenarkan posisi
duduknya). Mon (kalau) Wafi lah nyaman (sudah enakan), engkok
alakoh e soro oreng (saya kerja disuruh orang), ke sabbe engkok
lakonah (ke sawah saya kerjanya).
Peneliti : Refreshing.
Partisipan : Jilenah (lidahnya) kaku reh (ini), polanah obet can (gara-gara obat
katanya) Bu Sutiyah. Ye deiyeh riyah lah, seneng mon kapolong (ya
begitulah, senang kalau bersama) terus. Keng engkok reh ngocak
deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak olle alakoh, dimmah olle pesse,
been mon ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak
boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah
(apa), minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa)
(melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja
95
96
begini), Ya Allah engkok reh soro (saya ini disuruh) nerima ujian dari
Allah, dek iye lah (gini sudah) (memegang dada). Deddih engkok (jadi
aku) ngerasa endik dusah ka (aku dosa ke) Allah. Deddih e pesaber
meloloh bik engkok (jadi saya sabar terus menerus).
97
P2
Partisipan : 8 tahun. Pokok dari 2008 sudah sakit, tapi saya ikat tahun berapa ya
(melirik ke atas) , duh wes lupa saya.
Partisipan : Ya ngelamun, terus seperti apa itu ya, gerakan taaass (tangan
mengepal sambil digerakkan ke kanan). Duduk disebelah saya
langsung creeett (tangan mengepal digerakkan ke kanan). Katanya
kalau yang mukul bukan aku, ada yang nyuruh namanya Bukhori.
Partisipan : Waktu SMP kecelakaan, habis itu gagar otak ringan. Sama saya tidak
di CT Scan. Habis gitu sekolah lagi sampai lulus. Terus keluhannya
dulu itu, seperti badannya 2 waktu SMA, masuk SMA itu. Badan saya
seperti bukan saya, yang separo (sebagian) bukan saya. Saya gak anu,
hah apa gitu, koyok seng gak percoyo (seperti yang tidak percaya).
Terus mau kelas 2 seperti anak kesurupan. Terus itu dah. Seperti ada
bisikan, pocong-pocong. Bapak ibu ditebak.
Partisipan : Di sekolah. Tapi sempat pulang sendiri masih. Pulang kesini diantar
sama temannya. Roboh katanya. Anaknya memang pendiem. Sempat
saya bawa kemana-mana. Ya namanya ingin sembuh anak ya. Habis
gitu diem gak ada perubahan, disuruh bawa ke dokter saraf. Dibawa
ke dokter saraf sama saya, berapa kali itu. Kan tau sendiri kalau
dokter saraf obatnya mahal. Berobat terus habis gitu gak ada hasilnya.
Tambah lari-lari gitu. Sempat dibawa ke ustadz, sempat sekolah lagi,
kambuh lagi. Anaknya minta sekolah, kambuh lagi. Kambuh lagi,
maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang. Kan saya
sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak
98
bisa kerja, terpaksa saya iket. Jadi kalau saya sudah datang, minta
dilepasin ya dilepasin. Banyak wes, pergi ke orang pinter itu
berulang-ulang (tersenyum).
Peneliti : Dulu yang periksa ke dokter saraf itu apa bu katanya sakitnya?
Partisipan : Ndak ada. Dikasih obat. Kenapa kok tidur terus, gitu cuma anaknya
itu. Gak capek tidur terus, ya terus disuntik itu. Terus habis gitu
sempat sekolah lagi, sekolah lagi sempat saya lunasin semua naik ke
kelas 2, kambuh lagi. Ngamuk-ngamuk, kadang seperti bayi, jerit,
ngelamun lagi, lari gitu. Kata dokter itu memang benar, gak malu.
Jalan-jalan pergi ke rumah orang, moro-moro (tiba-tiba) masuk ke
kamarnya, kan gak enak sendiri, terpaksa ya diikat. Kalau udah marah
ya diikat, kalau dilepas lari.
Partisipan : Ya tergantung dek. 2 hari, sempat gak dilepasin itu berapa bulan.
Wong listrik itu dilepasin (menunjuk kearah stop kontak). Sempat
berapa bulan ya, 3 bulan yang diikat terus. Kata saya seperti bayi, ya
kasian kan.
Partisipan : endak ada ndok, endak ada. Mungkin ini ya wes kecelakaan itu tadi,
gampang puyeng (pusing) mikirin (memegang kepala). Anaknya
pandai, lulus sekolah itu nilainya jelek, tapi lulus. Mikir dia. Orang
saya pintar nilaine apik-apik (bagus-bagus), iki mak cik eleke (ini kok
jelek sekali). Kembar ini ndok, ini yang perempuan, sana yang laki-
laki (menunjuk ke samping), nilainya tinggi. Orang dulu saya yang
tinggi, mas Vendy kecil, seperti apa itu ya kejar-kejaran. Itu dah. Pas
di pasung ada dari balai desa, pak kades kesini semua dah. Sama saya
dikirain ada masalah apa ya, kaget. Apa masalah PNPM, soalnya dulu
saya megang uang PNPM garap (bangun) jalan ini (menunjuk ke
jalan). Ada masalah ta, takut. Makanya ke anak saya ini. Sempat gak
mau saya dulu di bawa ke Rumah sakit. Soalnya apa, takut ada biaya
nya, apa yang mau saya bayar gitu dek. Hutang wes akeh (sudah
banyak). Terus bapaknya gak ada, mikir lagi bapaknya lagi. Kan
sekarang sudah lepas sama saya, sudah sama orang lain. Saya gak
mikirin suami saya, biar anak saya sembuh. Alhamdulillah anak saya.
Soalnya buat apa mikirin, bapaknya gak mikirin anaknya, kan gitu.
Ya sekarang saya sendiri sama Venti. Cuma numpang ke ibuk, kan
Alhamdulillah masih punya rumah.
99
Partisipan : Kadang ya pipis disitu. Ya wes kayak bayi gitu wes, kasian kan.
Orang anaknya bersihan. Sempat di lepas sama saya, ya pipis pipis
disini, kan kotor semua kan, terus kalau ada tamu itu, terpaksa ya
diikat. Soale kalau sudah pipis di kasur itu, terus dah duduk gini.
Berak ya berak di tempat tidur. Ya persis bayi itu dah. Kadang kalau
sudah disuapin makan, kadang-kadang di gigit (memegang jarinya),
jerit-jerit dah.
Partisipan : Ya sudah sendiri. Tapi kadang kalau malam, matanya lihat ke atas
itu, mikir katanya, mikir sendiri gitu. Ya namanya anak kan pengen
apa, pengen apa. Sempat ingin sepeda motor, sudah dibelikan, tapi
dibawa sama ayahnya. Sekarang saya bilang, buat apa beli sepeda
motor, nanti kan punya sendiri, sabar masih. Aku dapat dari mana
uang. Ya saya gak menjelekkan suami saya, gak bisa mikir saya. Ya
Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak. Ibu bapak saya juga
sabar.
Partisipan : Ya nek merawatnya endak. Cuma gak bisa keluar. Kan saya kalau
ada rapat jadi kader, itu gak bisa. Mau kerja gak bisa. Sekarang bisa
ditinggal. Diem sama neneknya. Dulu gak bisa, ibu saya gak sanggup,
gak bisa itu merawat, jadi ya saya.
100
Partisipan : Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi. Biar bisa bantu ibu.
Meskipun gak kerja kemana rah, ya bantu ibu di warung. Sampek
saya jualan pulsa untuk anak saya, ya gak bisa. Sebenernya bisa, tapi
anaknya itu takut.
Partisipan : Dari 2011. Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan pas ada
orang datang dari desa. Mendingan pas dirawat. Ya bermacam-
macam, apa itu, bermacam-macam, ganti-ganti itu. Kadang ke kamar
mandi itu gak sadar, wira-wiri itu, pipis terus-terusan. Kadang saya
mikir kalau gak ada saya gimana. Anaknya pendiam, sampai saya
bilang gak usah mikir macam-macam, ben sehat, sehat itu mahal.
Kadang saya mikir, kalau saya sakit siapa yang nganu obat, kalau ibu
kan gak bisa, ya saya yang berangkat.
101
P3
Peneliti : Ada yang sakit seperti Pak Mursidi dari keluarga ibu/bapak ?
Partisipan : Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orang-orang.
Dulu ada dari (melihat ke atas), dari Dinas, Dinas Kesehatan ada
pertolongan lah ya. Dulu keponakan saya ada yang lapor ke
wartawan, gak tahu saya. Terus langsung masuk TV itu. Ya itu gak
apa-apa ya, yang penting anak saya sembuh ya. Ya untung pemerintah
masih belas kasihan sama saya ya ndok, di bawa ke Soebandi selama
10 hari. Ya gak bayar, tak mampu aku bayar. Kalau yang ngambil
obatnya ya bukan saya, saya gak punya tumpakan (kendaraan) itu,
gak punya apa-apa. Ya orang sini, pak kampung itu yang ngambil,
biar saya sudah yang ambil tiap bulannya.
Partisipan : Dulu itu kan teman-teman nya semua kan punya sepeda motor
semua. Terus istrinya bilang, gak gaul, teman-temannya punya sepeda
semua. Itu pas kepikiran, pas cerai, pas ngamuk (marah),
pandangannya ya bingung. Terus saya bawa ke bindereh 2 hari, terus
pulang. Terus saya bawa ke kyai 4 bulan. Saya bingung ndok tiap
harinya, ya saya mau makan, saya mau kerja, bingung tiap hari,
bingung. Ya pas itu saya pasung. Terus dulu dari Dinas Kesehatan
datang, lagsung dibawa. Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya
mau di obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan.
Partisipan : Anu.. Apa.. Apa.. Randu, Randu. Kayu Kapuk itu lho.
102
Partisipan : Ya itu dulu mikir. Mikir terus. Ya saya gak punya, mau bagaimana
lagi keadaannya gak punya ndok. Mau hutang, apa yang mau dibuat
hutang. Di kejar-kejar sama bank. Dulu ibu saya masih sakit ya, ya
saya ngerawat 2. Ibu saya gak kelihatan. Saya nangis ndok kalau
sudah kepayahan ndok.
Partisipan : Ya saya ndok, terusan. Mau siapa ndok. Saya kan gak punya saudara.
Gak mau sama yang lainnya. Kalau bukan saya siapa ndok. Bapak ya
kerja. Dulu adiknya ya masih sekolah. Jam segini kan wes gak ada
orang. Dikasih ujian ini (tertawa). Kalau gak telaten, mau gimana lagi
ndok, ya gak apa-apa. Kata pak kyai itu gak apa-apa dikasih ujian
yang penting sabar.
Partisipan : Ya kesulitannya itu kalau tidak dipasung itu, kalau saya kerja itu,
seperti apa ya, takutnya. Wongan orang sudah pikirannya gak ada.
Saya kerja di sawah ya gak tenang, kepikiran. Mau tenang gimana,
keadaan kayak gitu. Kalau dipasung itu ya tenang. Saya kerja
mondar-mandir itu gimana rasanya ya. Sekarang kalau ada anak jerit-
jerit, duh jantung saya masih deg-degan. Kepikiran itu ndok.
Partisipan : Ya bisa ndok saya kerja, saya ngarit. Kan bentar. Kalau sudah ya
pulang. Kan sama bapaknya. Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-
sama kerja, pikirannya tenang. Saya orang gak punya ndok, mana mau
makan ndok, ya kerja. Kepikiran tiap hari ndok, apa yang mau buat
beli beras. Apa lagi dulu ndok, duuuhh.. kepikiran sembarang-
sembarang. Mana dulu anak saya masih sekolah, ya cari hutangan.
Kalau sekarang enakan, yang satunya baru kawin, yang satunya sudah
enak. Tapi tiap harinya obatnya itu gak telat-telat. Ya ada perubahan.
Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya. Ya ditelateni, sabar, kalau
gak sabar ya pusing juga ndok. Kata Bu Sutiyah, biar kerja Bu Mur
biar tenang. Ya buat kerja buat bata, dari pada dirumah terus.
Untungnya orang-orang sabar, gak ngambil hati itu, dulu jendelanya
Bu Haji ini (nunjuk ke arah depan) di lempar pakai batu sampai
pecah, saya kasih uang tidak mau. Kata Bu Haji, sudah gak usah, itu
tidak sengaja. Ya Alhamdulillah, gak mau orangnya saya kasih. Kalau
ngamok, wedi ndok wedi. Bu haji ya meneng. Kalau ada Mursidi ya
103
Partisipan : Tidak pernah ndok. Ya cuma 3 bulan itu terus dibawa itu ndok.
Sekarang kalau kambuh ya tidak saya pasung lagi, pokoknya obatnya
gak telat. Kalau kambuh kayak kyai itu ndok, pake surban, ngaji,
adzan, sembarang ndok.
Partisipan : Hah harapan ndok ? Biar bojoan ndok (tertawa). Kalau bojoan
ndak boleh ikut ini. Biar disini sama saya, gak ada temennya ndok, ya
nemeni saya. Kemarin tanya ndok, arapah mak atanyah engkok se e
pasung pasung. Anoh, ajiah gun minta wawancara, ajiah kan lulusan
kuliah. Tanya kemarin ndok. Kadang kalau liat-liat gitu,
pandangannya masih kosong. Tapi sekarang bantuin, sudah bisa bantu
ngarit kalau gak punya rebbe (rumput). Ya Alhamdulillah.
104
P4
Peneliti : Empak taon tak taoh e (empat tahun tidak pernah di) buka mbah?
Partisipan : Tak e (tidak di) buka sekaleh (sekali). Iyeh e (iya di) buka mak
nyareh nokol (nanti mukul). Mon se stress parak setaon (Kalau yang
stress hamper satu tahun). Syaratagih kaesak-kaesak syaratagih (Di
cari-carrikan kesana kemari) (tangan menunjuk kea rah samping
kanan dan kiri). Tager depak ke Medureh guleh (Sampai ke madura
saya), se nyareh kyai gebey (yang mencari kyai untuk) Yasin. Taker
depak (sampai) pucuk gunung (tangan menunjuk ke atas). Terro
bereseh (ingin sembuh). Can setong kejinan (kata satunya kerasukan
jin). Can setong (kata satunya) keanuan. Mbik guleh syaratagih jet
(Oleh saya memang di obatkan alternative). Depak ka Medureh
sebulen (sampai di Madura satu bulan). Benni nik sekunik abien
guleh ndok (Tidak sedikit habisnya saya nak). Mon melliah sapeh
benyak ndok (kalau dibuat beli sapi banyak nak). Ariah se gering dek
riyah re ndok lantaran sapeh (ini yang sakit begini nak gara-gara
sapi). Sapenah tak gering (sapinya tidak sakit), ngandung (hamil),
ngandung parak abuduk (hamil sampai hamper beranak), pas robbu
(terus jatuh), pas mateh (terus meninggal). Jieh lantarnah (itu gara-
garanya). Pas sakek deiyeh (terus sakit seperti ini), pas deddih ke
stressah (terus jadi stress). Pas mareh deiyeh lakoh pas ndok (Setelah
it uterus kerja nak), jek nyaman pas abek jih (badan itu sudah
enakan), jek bedeh olenah hasil se engkok syaratagih (ada hasilnya
aku yang mengobati alternative), lakoh pole olle embik (kerja lagi
dapat kambing). E long polong ndok (dikumpul-kumpulkan nak), asal
embik jiah duweken (awalnya kambing itu dua), e long polong tager
abuduk dedih lema beles (dikumpulin sampai beranak lima belas), pas
mateh gun duwek (terus meninggal dua), setong (satu), bennareh
(setiap hari). Pas jiah terus pas ndok (it uterus nak), tak (tidak) bisa.
Bedeh oreng lebet pas e antem (ada orang lewat terus dipukul), oreng
lebet e antem (orang lewat dipukul) (tangan menggenggam
digerakkan ke arah depan). Dedih abek timbang aperrean (jadi dari
pada saya mendapat masalah), deddih e pager ndok (jadi dipasung
nak). Abek pas (saya terus) minta tolong ke tetangga, majuh engkok
(ayo saya) minta tolong pageragih (pasungkan), ye pas e pager ndok
(ya terus dipasung nak), meleagih (dibelikan) rantai bik engkok ndok
(sama saya nak), e (di) rantai roh sokonah meloloh selajeh se (itu
105
Partisipan : Bedeh (ada). Setong e (satu di) Gambirono e pager pancet (dipasung
tetap) sampai setiah (sekarang).
Peneliti : Pak Yasin mon komat dek remmah (kalau kambuh bagaimana) mbah
?
Partisipan : Ye nokol ndok (ya memukul nak). Ding tanyakagih (saat ditanya),
mak moro-moro nokol been apa salanah engkok (tiba tiba kok mukul
kamu apa salah saya). Jek engkok bedeh nyoro (saya ada yang
nyuruh), deiyeh can (begitu katanya) (tersenyum). Lha abit tak taoh
komat (sudah lama tidak pernah kambuh), la ngarek setiah (sudah
nyari rumput sekarang). Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara
sapi lagi sama saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan
nak), timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada
pekerjaan). Alakoh bangunan adek oreng ngajek (Bekerja kuli
bangunan tidak ada orang mengajak), padeh takok (semua takut).
Dedih pe ngalak sapeh bik engkok (jadi merawat sapi sama saya).
Peneliti : Bileh gik e (dulu waktu di) rantai sapah (siapa) mbah se ngeladenih
(yang ngerawat) ?
Peneliti : Ada hambatan ta atau kesulitan selama merawat Pak Yasin setelah
gak dipasung gini ?
106
Partisipan : Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa sendiri.
Sekarang pokok obatnya gak telat ya gak kumat, gak marah-marah
lagi. Ya pengen sembuh kayak dulu lagi.
107
P5
Partisipan : Kerja mbak dari Banyuwangi pas marah-marah. Ajuelen e (jualan di)
Banyuwangi. Dulu ada orang yang suka, tapi dia pas gak mau. Terus
pulangnya itu kayak gitu, ngamok-ngamok. Terus dibawa ke kyai
sampek mana-mana, katanya diguna-guna sama yang suka. Terus
diiket, kadang diluar rumah, kadang di dalam rumah, pindah-pindah.
108
Partisipan : Ya wes gitu. Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak
kemana-mana. Ya jalan-jalan. Ya biarin yang penting gak ngamuk itu
dah.
Partisipan : Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi. Sekarang
ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan.
Partisipan : Ya dari pihak desa sama dinas buat bujukin, kan pertama gak mau di
lepas, karena takut. Terus dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1
bulan, terus dirujuk di Pasuruan 2 bulan. Terus boleh pulang. Itu kan
gak bisa jalan, gara-gara pasungnya. Sekarang sudah bisa. Ya ada
bantuan dari pemerintah.
109
P6
Partisipan : Ya ada kalau 2 tahun mbak. Kalau udah banyak pikiran ya kumat
(kambuh).
Partisipan : Ya pikiran benyak geluh pas mumet (terlalu banyak terus pusing),
pas mumet dedih (terus pusing jadi) pikiran ngamok (marah). Ngamok
(marah) ke orang lain. Jelen tok pas (jalan terus). Mon kumat abe obe
(kalau kambuh berubah-ubah). Pas e pengkot tak depak sebulen (terus
diikat tidak sampai 1 bulan). Tapi e syarat agih meloloh (berobat
terus) ke kyai sama dibantu obat. Setiah tak taoh kumat (sekarang
tidak pernah kambuh). Can guleh (kata saya), iyeh been jek lah beres
(iya kamu kan sudah sembuh), ben entar (kamu pergi) masjid, entar
(pergi) tarawih, genikah guleh ndok (gitu saya nak), la (sudah) biasa.
Degik mon la peker posak (nanti kalau sudah banyak pikiran),
sebereng (sembarang), ngaji tak ambu sekaleh (tidak berhenti sama
sekali).
Partisipan : Guleh meloloh (saya terus). Kan sakek engak (kan sakit seperti)
saraf, e pindah bik guleh (dipindah sama saya), kadang e lencak (kursi
bambu) tapi sokonah e pengkot takok kumat pole (kakinya diikat takut
kambuh). Nyari guleh meloloh (saya terus), mon la lesoh e ocak adek
guleh ndok (kalau sudah capek dibilang tidak ada saya nak), jek
embiyan lakoh gigir (kamu sukanya marah), pas ngocak bileh guleh
se gigir (terus bilang kapan saya yang marah). Mon e pengkot ngakan
ye mintah (kalau diikat makan ya minta), ngakanah engkok (mau
makan aku). Mon setiah bereng anak se ngeladeni (kalau sekarang
bersama anak yang ngerawat).
110
embiyan tak mole (kalau kamu tidak pulang), pas engkok tak dedih se
alakoah (terus saya tidak jadi yang mau kerja). Nak kanak genikah
pon (anak-anak begini ini sudah). Bileh e sambih (dulu dibawa) ke
kyai, anapah jek paken (kenapa bapaknya) tak kesurupan. Pas kebeh
(terus dibawa) ke kyai laok (selatan) pasar, kesurupan jin. Ding komat
e kebeh (pas kambuh dibawa) ke kyai, enten tak (tidak) kesurupan,
dinah lah beres (biar sudah sembuh). Mangkanah beres (ternyata
sembuh), e berik beres bik (diberi kesembuhan oleh) Allah. Terus
mangken genikah tak taoh kumat (sampai sekarang ini tidak pernah
kambuh). Yeh tak taoh e pengkot pole (ya tidak pernah diikat lagi).
Been reh sakek cetak apah been riah (kamu ini sakit kepala apa
kamu ini).
Partisipan : Enten tak taoh (tidak pernah). Mon kumat pas pinter ocak (kalau
kambuh pintar bicara). Dedih pas ngocak (jadi waktu bicara), jek
pekker ruah (jangan dipikirkan itu). Untung setiah e pareng engak
(beruntung sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e
pareng engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung).
Engkok ben been lah padeh tuah (aku sama kamu sudah sama-sama
tua), majuh abejeng (ayo sholat), jek lobeng (jangan lubang), mon
setiah apasah (kalau sekarang puasa), tarawih. Keng (tapi) bapak tak
bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh
(sudah tua). Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu)
bisa. Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah.