Anda di halaman 1dari 130

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI
PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA
PASCA PASUNG

STUDI FENOMENOLOGI

Oleh :

DWI ADINDA MUKHALLADAH


NIM. 131211133004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI
PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA
PASCA PASUNG

STUDI FENOMENOLOGI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


dalam Program Studi Pendidikan Ners
pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Unair

Oleh :

DWI ADINDA MUKHALLADAH


NIM. 131211133004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

ii

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA

PASCA PASUNG. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku pembimbing

utama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Studi Pendidikan Ners.

4. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan

dorongan kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan

Ners.

vi

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang

membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang telah memberikan izin dan

terbuka dalam memberikan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi

ini.

7. Kepala Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember yang telah memberikan

izin untuk melakukan proses pengambilan data.

8. Ibu Sutiyah selaku perawat di Puskesmas Rambipuji yang telah membantu

saya dalam proses pengambilan data ini.

9. Untuk partisipan yang telah bersedia memberikan keterangan/data yang

secara langsung juga terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Ayah dan Ibu tercinta, Ir. Saifuddin Hasjim, MP dan MSCE Susilowati,

SH. Terima kasih atas kasih sayangnya, doa-doanya, semangatnya,

perhatiannya, dan pengorbanan yang telah diberikan untuk aku.

11. Untuk kakak dan adik kandungku yang tersayang, Saiftinanda Wildan

Pratama dan Mutiara Baiq Qatrunnada. Untuk kakak ipar aku, Restian Alif

Junianti. Terima kasih atas semangat dan perhatian yang selalu diberikan

kepadaku. Aku sayang kalian.

12. Seluruh keluarga besarku, Kakek Nenek, Pakdhe Budhe, Om Tante, Mas

Mbak, Adik-Adikku. Terima kasih atas semua semangat, doa, bantuan,

perhatian yang telah diberikan kepadaku.

13. Teman-teman Program Studi Pendidikan Ners Angkatan 2012 Arolas

terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi

ini.

vii

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14. Untuk 3 Dara, Harunatusyarifah dan Elfrida Kusuma Putri. Terima kasih

atas semangat, doa, dan perhatiannya. Tetap semangat.

15. Teman-teman kos MU 121 terima kasih atas dukungan, semangat, doa,

dan yang selalu bisa jadi penghibur.

16. Untuk teman-teman lainnya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu.

Terima kasih atas bantuan dan semangatnya.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi

kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kami sadari

bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap skripsi ini bermanfaat

bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, 1 Agustus 2016

Penulis

viii

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA


PASCA PASUNG

Dwi Adinda Mukhalladah, e-mail : dwiadinda12103@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang : Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari
pemasungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang
pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Masalah
terbesar yang timbul pada keluarga yang memiliki pengalaman merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung antara lain selalu mendampingi klien dalam kegiatan
sehari-hari dan memastikan klien meminum obat. Metode : Penelitian ini
menggunakan studi fenomenologi dengan 6 partisipan yang di wawancara
mendalam. Partisipan adalah anggota keluarga yang merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung yang diperoleh melalui purposive sampling. Hasil : Setelah lepas
pasung, klien gangguan jiwa juga mengalami kemajuan dibandingkan saat
dipasung. Walaupun ada kemajuan, keluarga tetap mengamati perkembangan
fisiknya, memberikan kegiatan kepada ODGJ, dan membawa ke pelayanan
kesehatan. Selain itu, keluarga mengalami hambatan selama merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung dan ada juga yang tidak mengalami hambatan.
Selama merawat klien, keluarga selalu berharap terjadi perubahan status
kesehatan klien dan perubahan kesehatan. Keluarga juga mendukung supaya klien
gangguan jiwa cepat sembuh. Kesimpulan : Pengalaman keluarga merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung yaitu merasa bersyukur karena setelah lepas pasung
keadaan klien semakin membaik. Keluarga juga rutin memeriksakan klien ke
petugas kesehatan. Selain itu, keluarga tidak akan memasung lagi klien gangguan
jiwa tersebut. Saran : Keluarga membutuhkan intervensi untuk memperkuat
mekanisme koping selama menghadapi berbagai masalah dalam merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut dapat direalisasikan melalui
penyediaan jasa konseling dan petugas kesehatan selalu mengkontrol keluarga
serta klien tersebut.

Kata Kunci : pengalaman keluarga ; gangguan jiwa ; pasung

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

FAMILY EXPERIENCE IN TAKING CARE OF CLIENT MENTAL


DISORDERS POST RESTRAINT

Dwi Adinda Mukhalladah, e-mail : dwiadinda12103@gmail.com

Abstract
Introduction : Post restraint is a person who is free from restraint. This study
aims to describe about family experience in taking care of client mental disorders
post restraint. The biggest problem in the family who has experience taking care
of client mental disorders post restraint, among others, always assisting client in
their daily activities and ensuring client are already taking the drugs. Method:
This study used phenomenology design with six partisipan using indepth
interview. The participant of this study was a member family caring for client
mental disorders post restraint. This study employs the purposive sampling
method. Result : After his release restraint , clients of mental disorders has also
increased compared to when the restraint. Despite progress, the family still
observe physical development , provide activities to ODGJ , and bring to
healthcare. Families experiencing barriers for taking care of client mental
disorders post restraint and some are not experiencing barriers. During the care of
the clients , the family hopes a change in the client's health status and health
change. The family also supports so that clients with mental disorders speedy
recovery. Analysis : Family experience in taking care of client mental disorders
post restraint are grateful that after restraint off the client state is getting better.
The family also regularly check the client to the health worker. In addition,
families will no longer restraint clients such mental disorders. Discussion :
Family need an intervention for strengthen coping mechanisms for dealing with
various problems in caring for clients with mental disorders after restraint. These
activities can be realized through the provision of counseling services and health
workers always control the family as well as the client.

Key words : family experience ; mental disorders ; restraint

xi

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PRASYARAT GELAR ................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. ix
ABSTRAK ......................................................................................................... x
ABSTRACT ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 7
1.4 Manfaat ............................................................................................ 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 8
1.5 Keaslian Penulisan ........................................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10


2.1 Gangguan Jiwa .............................................................................. 10
2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa ....................................................... 10
2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa ..................................................... 10
2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa.................................................... 11
2.1.4 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ......................................... 13
2.1.5 Penanganan Gangguan Jiwa.................................................. 14
2.1.6 Alasan Pentingnya Keluarga dalam Perawatan Jiwa ............ 17
2.1.7 Keluarga dengan Gangguan Jiwa Khususnya Pasung .......... 18
2.2 Konsep Keluarga ........................................................................... 19
2.2.1 Pengertian Keluarga ............................................................. 19
2.2.2 Fungsi Keluarga ................................................................... 20
2.2.3 Tugas Kesehatan Keluarga ................................................... 21
2.2.4 Peran Keluarga ..................................................................... 23
2.3 Pasca Pasung .................................................................................. 25
2.3.1 Alasan Utama Pentingnya Keluarga Merawat Klien Pasca
Pasung .................................................................................. 25
2.3.2 Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Pasca Pasung .......... 26

xii

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.3.3 Dampak Kurangnya Peran Keluarga Pada Klien Pasca


Pasung .............................................................................. 27
2.3.4 Penatalaksanaan Klien Pasca Pasung di Rumah .................. 27
2.4 Pengalaman .................................................................................... 28
2.5 Teori Adaptasi Roy ........................................................................ 28
2.6 Kerangka Pikir .............................................................................. 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 36


3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 36
3.2 Social Situation, Sampel, dan Sampling ....................................... 36
3.2.1 Social Situation .................................................................... 36
3.2.2 Sampel .................................................................................. 37
3.2.3 Sampling .............................................................................. 37
3.3 Instrumen Penelitian ...................................................................... 38
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 39
3.5 Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 39
3.6 Kerangka Kerja ............................................................................. 42
3.7 Analisis Data ................................................................................. 43
3.8 Etika Penelitian ............................................................................. 44
3.9 Keabsahan Data ............................................................................. 46

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 48


4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 48
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 48
4.1.2 Karakteristik Partisipan........................................................ 49
4.2 Analisis Tematik ........................................................................... 49
4.3 Pembahasan................................................................................... 58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 66


5.1 Kesimpulan ................................................................................... 66
5.2 Saran ............................................................................................. 67
5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan .................................................. 67
5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan............................... 68
5.2.3 Penelitian.............................................................................. 68

Daftar Pustaka ................................................................................................... 69


Lampiran ........................................................................................................... 72

xiii

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penulisan Penelitian ............................................................ 8


Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan ...................................................................... 49

xiv

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................... 34


Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................. 42
Gambar 4.3 Analisis Tematik Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat
Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung .............................................. 57

xv

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent ........................................................................... 72


Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Bagi Partisipan Wawancara.......................... 74
Lampiran 3 Data Demografi Partisipan ............................................................. 76
Lampiran 4 Pedoman Wawancara ..................................................................... 77
Lampiran 5 Panduan Wawancara ....................................................................... 78
Lampiran 6 Catatan Lapangan ........................................................................... 79
Lampiran 7 Data Demografi Partisipan Penelitian ............................................. 81
Lampiran 8 Analisis Tema .................................................................................. 82
Lampiran 9 Verbatim ......................................................................................... 86

xvi

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam

pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai

antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi, waham), gangguan

persepsi, serta dijumpai daya realitas yang terganggu yang ditandai dengan

perilaku aneh (Ferry & Makhfudli, 2009). Orang Dengan Gangguan Jiwa

(ODGJ) adalah seseorang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,

dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau

perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan

hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia (Undang-Undang

Kesehatan Jiwa, 2014).

Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat

terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung,

dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu sehingga kebebasannya

menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu perlakuan yang merampas

kebebasan dan kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai

dan sekaligus juga mengabaikan martabat mereka sebagai manusia. Di

Indonesia, kata pasung mengacu kepada pengekangan fisik atau pengurungan

terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan gangguan jiwa dan yang

melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Minas & Diatri,

2008). Pemasungan dilakukan oleh masyarakat disebabkan oleh beberapa

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

alasan, yaitu masyarakat dan keluarga takut ODGJ akan bunuh diri dan

mencederai orang lain, ketidakmampuan keluarga merawat ODGJ, dan juga

karena pemerintah tidak memberikan pelayanan kesehatan jiwa dasar pada

ODGJ yang berada di komunitas (Minas & Diatri, 2008).

Pengambilan keputusan tindakan pasung ini sebagian besar dilakukan oleh

keluarga dari klien gangguan jiwa sendiri, karena keberadaan klien gangguan

jiwa sering menimbulkan beban bagi keluarga. Namun ketidaktahuan keluarga

dan masyarakat sekitar atas deteksi dini dan penanganan paska pengobatan di

Rumah Sakit Jiwa menyebabkan penderita tidak tertangani dengan baik.

Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari pemasungan.

Walaupun ODGJ sudah bebas dari pemasungan, beban pada keluarga klien

ODGJ belum selesai. Beban ini akan bertambah dengan adanya stigma dan

diskriminasi bagi seorang yang mengalami gangguan mental dan emosional

oleh masyarakat sekitarnya. Hasil evaluasi dari 9 orang klien yang sudah lepas

dari pemasungan, kemandirian mereka dalam perawatan diri sudah cukup

optimal sehingga intervensi yang diberikan lebih berfokus kepada cara

mempertahankan kepada status kemandirian tersebut (Sari, 2009). Partisipan

sebagai keluarga telah memenuhi kebutuhan perawatan diri ODGJ yang

dipasung sesuai dengan kemampuan dan cara yang diketahui keluarga untuk

merawat (Halida, 2014). Selain itu, masalah yang timbul pada keluarga yang

memiliki pengalaman merawat klien pasca pasung antara lain selalu

mendampingi klien dalam kegiatan sehari-hari, memastikan klien meminum

obat yang sudah diberikan dokter, dan selalu mengajarkan ODGJ untuk bisa

aktif melakukan ADL.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) ada sekitar 450

juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan

mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan

kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta

orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia

adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Prevalensi

gangguan jiwa di Jawa Timur pada gangguan jiwa berat (psikosa/skizofrenia)

sebanyak 0,22 % dan gangguan mental emosional sebesar 6,5 %. Data dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2014 menyebutkan jumlah klien

gangguan jiwa di Kabupaten Jember sebanyak 17.451 orang. Kementerian

Kesehatan memperkirakan jumlah ODGJ yang mengalami pemasungan di

seluruh Indonesia mencapai lebih 18 ribu jiwa. Proporsi keluarga yang

memiliki ODGJ psikosis dan pernah melakukan pemasungan 14,3% atau

sekitar 237 keluarga dari 1.655 keluarga yang memiliki ODGJ yang dipasung

dan terbanyak pada keluarga di pedesaan (18,2%) (Riskesdas, 2013).

Prosentase keluarga yang memiliki ODGJ yang dipasung di Jawa Timur

sebanyak 16,3% (Riskesdas, 2013). Menurut data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Jember, kasus pasung di Kabupaten Jember sampai pada tahun

2016 sebanyak 124 kasus dan pada wilayah kerja Puskesmas Rambipuji ada

10 kasus pasung yang 7 diantaranya ada di Desa Pecoro.

Restraint (pasung) menimbulkan risiko psikologis dan fisik yang besar,

trauma khususnya di antara klien dengan riwayat trauma, dapat menyebabkan

perasaan teror, penghinaan dan ketidakberdayaan (Simpson, et al, 2013).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dampak negatif juga dirasakan pada klien yang di pasung. Klien yang

dipasung lebih dari 20 tahun akan mengalami atropi otot, tidak bisa lagi

berjalan (jika kaki di pasung), dan mengalami cedera hingga klien harus di

terapi jika klien tersebut dilepaskan dari pasung (Puteh, et al., 2011). Stigma

masyarakat merupakan salah satu alasan dari keluarga untuk memutuskan

tindakan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Padahal pemasungan ini sudah merupakan pelanggaran hak-hak asasi dari

orang dengan gangguan jiwa.

Penderita diduga menderita gangguan jiwa yang dipasung lebih banyak

dilakukan oleh keluarga sebagai alternative terakhir untuk penanganan

gangguan jiwa, setelah segala upaya pengobatan medis dilakukan keluarga.

Beban yang ditanggung oleh keluarga yang hidup bersama penderita gangguan

jiwa berat meliputi beberapa faktor, baik secara ekonomi maupun sosial.

Selain itu, beban yang ditangguang keluarga berupa beban subjektif dan

objektif, pengalaman stress seumur hidup, sehingga membuat koping tidak

efektif (Yusuf et al, 2012). Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa

serta motivasi keluarga untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien

gangguan jiwa menjadikan beban keluarga semakin kompleks. Hanya cara

budaya yang diketahui keluarga untuk menanganinya yaitu pemasungan

supaya mencegah penderita gangguan jiwa berat membahayakan diri dan

orang lain. Selain sebagai cara keluarga supaya bisa mengawasi penderita

gangguan jiwa berat dari dekat (di lingkungan rumah keluarga).

Keluarga memiliki beberapa alasan dalam perawatan ODGJ, antara lain

keluarga paling banyak berhubungan dengan ODGJ, keluarga dianggap paling

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mengetahui kondisi anggota keluarga, ODGJ nantinya akan kembali ke

masyarakat khususnya dalam lingkungan keluarga, keluarga merupakan

pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan

mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi ODGJ yang memerlukan terapi yang

cukup lama (Lestari et al, 2014).

Pada awalnya, ODGJ ini dipasung selama bertahun-tahun oleh keluarga.

Akhirnya, oleh perangkat desa dan pemerintah Kabupaten Jember ODGJ di

lepas pasungnya. Setelah terlepas dari pasung, Puskesmas Rambipuji

memberikan pengobatan kepada klien tersebut. Upaya lain Puskesmas

Rambipuji sendiri kepada klien pasca pasung adalah perawat selalu

mengunjungi rumah klien tersebut untuk mengontrol obatnya masih tersedia

atau tidak dan mengontrol klien tersebut apakah rutin meminum obat yang

diberikan. Selain itu, klien pasca pasung sudah bisa diajak berkomunikasi,

sudah mulai berani untuk keluar rumah, dan berkebun bersama keluarga.

Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa serta motivasi keluarga

untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien gangguan jiwa menjadikan

beban keluarga semakin kompleks. Beban ini akan bertambah dengan adanya

stigma dan diskriminasi bagi seorang yang mengalami gangguan mental dan

emosional oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini juga diungkapkan dalam

penelitian sebelumnya, bahwa keluarga klien pasca pasung mengalami beban

emosional dan kelelahan fisik yang menjadi alasan terjadinya pemasungan

ulang (Reknoningsih, 2013). Jadi, kemungkinan berulangnya kasus

pemasungan setelah klien kembali ke keluarganya sangat besar. Terjadinya

kasus pemasungan yang baru apabila keluarga masih punya kecenderungan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

untuk melakukan tindakan pemasungan, termasuk pada klien yang sudah

melakukan pengobatan di rumah sakit.

Upaya pemerintah mengatasi masalah pemasungan dengan mencanangkan

Indonesia Bebas Pasung 2014 sudah cukup baik. Hal ini dilakukan agar orang

yang dipasung bisa bebas, karena kegiatan pasung adalah kegiatan yang

melanggar Hak Asasi Manusia. Cara lain agar ODGJ tidak dipasung lagi,

petugas kesehatan harus memberikan pemahaman kepada keluarga yang

mempunyai ODGJ agar memeriksakan ke petugas kesehatan terdekat. Selain

itu, masyarakat harus menerima dan memberdayakan klien pasca pasung.

Pencegahan pemasungan dapat terlaksana dengan baik jika keluarga dan

masyarakat bekerja sama dengan baik untuk melakukan kegiatan perubahan

perilaku pada ODGJ supaya tidak terjadi pemasungan yang dapat

mengakibatkan kehilangan kebebasan pada ODGJ. Dari fakta diatas dan

karena penelitian tentang pasca pasung belum banyak, maka peneliti

melakukan studi kualitatif tentang bagaimana pengalaman dari keluarga

merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

1.2 Rumusan Masalah

Setelah penjelasan latar belakang penelitian, terdapat rumusan masalah

yang muncul, yaitu bagaimanakah pengalaman keluarga merawat klien

gangguan jiwa pasca pasung?

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengalaman

keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah mengeksplorasi :

1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung

2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga

4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang

ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam

pengembangan ilmu keperawatan jiwa dan dalam proses memberikan asuhan

keperawatan

2. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber dari penelitian lain

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat Praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan meningkatkan kesadaran petugas kesehatan

untuk berperan aktif dalam membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung

dan memberikan asuhan keperawatan pada klien pasca pasung.

2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi keluarga sehingga dapat diambil

solusi yang tepat dalam memberikan perawatan klien gangguan jiwa pasca

pasung.

1.5 Keaslian Penulisan


Tabel 1.1 Keaslian penulisan penelitian
No. Judul/Pengarang Metode Variabel Hasil
1. Pengalaman Keluarga dalam Kualitatif Studi Keluarga, Partisipan sebagai keluarga
Pemenuhan Kebutuhan Fenomenologi ODGJ telah memenuhi kebutuhan
Perawatan Diri Pada Orang perawatan diri ODGJ yang
Dengan Gangguan Jiwa dipasung sesuai dengan
(ODGJ) dengan Pasung di kemampuan dan cara yang
Kecamatan Ambulu diketahui keluarga untuk
Kabupaten Jember (Halida, merawat.
2014)
2. Kecenderungan Atau Sikap Metode Pasung, Sikap Sebagian dari keluarga
Keluarga Penderita Deskriptif Keluarga mempunyai sikap kurang
Gangguan Jiwa Terhadap Penderita mendukung terhadap tindakan
Tindakan Pasung (Studi Kasus Gangguan pasung
Di Rsj Amino Gondho Jiwa
Hutomo Semarang) (Lestari
dkk, 2014)
3. Stigma Dan Penanganan mengumpulkan Stigma, Penderita yang diduga
Penderita Gangguan Jiwa berita-berita, Gangguan menderita gangguan jiwa yang
Berat Yang Dipasung (Lestari hasil-hasil Jiwa, Pasung dipasung lebih banyak
dkk, 2014) penelitian, dan dilakukan oleh keluarga sebagai
kajian terkait alternatif terakhir untuk
dengan stigma penanganan gangguan jiwa,
dan penanganan setelah segala upaya pengobatan
terhadap medis dilakukan keluarga.
penderita Selain itu penderita gangguan
gangguan jiwa jiwa seringkali mendapat stigma
berat dari lingkungan sekitarnya.
Stigma karena menderita
gangguan jiwa melekat pada
penderita sendiri maupun
keluarganya. Stigma
menimbulkan
konsekuensi kesehatan dan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sosial-budaya pada penderita


gangguan jiwa, seperti
penanganan yang tidak
maksimal, dropout
dari pengobatan, pemasungan
dan pemahaman yang berbeda
terkait penderita gangguan jiwa.
4. Studi fenomenologi Kualitatif Studi Pengalaman, keluarga klien paska
pengalaman keluarga dalam Fenomenologi caregiver, pasung mengalami beban
merawat klien paska pasung di pemasungan emosional dan kelelahan fisik
Pekalongan Jawa ulang yang menjadi alasan
Tengah (Reknoningsih, 2013) terjadinya pemasungan ulang.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa

2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada

fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang

menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan

peran sosial.

Menurut American Psychiatric Assosiaton (2000, dalam Varcarolis, 2006)

gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau

perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan

dengan adanya distess dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian

yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa

dimanifestasikan sebagai perubahan perilaku atau psikologis. Gangguan mental

atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya

terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari

perkembangan normal manusia.

2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor (Yosep,

2010) yaitu :

1. Faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis

2. Faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif

3. Faktor sosiobudaya (sosiogenik) atau sosiokultural

10

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa

Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder),

penulis merujuk pada PPDGJ III (Maslim, 2001), yang digolongkan sebagai

berikut:

1. Gangguan mental organik dan simtomatik;

Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara

tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang diakibatkan

oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik di luar

otak (extracerebral).

2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.

Gangguan yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat

psikoaktif (dengan atau tidak menggunakan resep dokter).

3. Gangguan skizofrenia dan gangguan waham.

Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh

penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta

oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Sedangkan

gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan pikirannya tidak benar

dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan

pikiran yang tidak beralasan.

4. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif).

Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana

perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas

yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12

5. Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres.

Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu

kesatuan dari gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis.

6. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor

fisik.

Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan

dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.

7. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung

menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan

cara-cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain.

8. Retardasi mental

Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau

tidak lengkap.

9. Gangguan perkembangan psikologis.

Gangguan yang disebabkan kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang

berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan

berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang

khas.

10. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak.

Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas

berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas atau

suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan (hiperaktifitas) ialah

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut

keadaan yang relatif tenang.

2.1.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai

berikut :

1. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-

perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu

mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

2. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu

bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,

padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya

tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan

yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa

mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya

tidak ada menurut orang lain.

3. Gangguan kemauan : klien memiliki kemauan yang lemah susah membuat

keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi,

merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.

4. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham

kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang

kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih,

menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.

5. Gangguan psikomotor: Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang

berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat,

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam

lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Yosep, 2007).

2.1.5 Penanganan gangguan jiwa

1. Terapi psikofarmaka

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara

selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap

aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang

berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik

dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-

mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.

Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,

antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).

2. Terapi somatic

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan

jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu

bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif

(ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan

pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup

menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik

tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan

bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak

(Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

3. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan

yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan

perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain :

1) Terapi Individual

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan

pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien.

Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk

mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja

dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga

melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual

bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu

klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta

mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2) Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar

terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku

adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti

terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan

berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan

interaksi.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

3) Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang

mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah

membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan

mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor

tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan

berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah

dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah

membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan

kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.

4) Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota

keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah

agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi

jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan

fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua

masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing

anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian

terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang

terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah,

untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan

meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

5) Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam

kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam

terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur.

Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan

interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku Anggapan

dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses

pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari

perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini

adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian

diri dan Terapi aversi atau rileks kondisi.

6) Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak

akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan

ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan,

status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk

mengatasi masalah anak tersebut.

2.1.6 Alasan Pentingnya Keluarga dalam Perawatan Jiwa

Keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan klien dan dianggap

paling banyak tahu kondisi klien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh

pada klien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan

penyembuhan klien. Alasan utama pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa

adalah :

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18

1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan klien,

2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi klien,

3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh

yang kurang sesuai bagi klien,

4. Klien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam

masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga,

5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan

kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi klien,

6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga

pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan.

2.1.7 Keluarga dengan Gangguan Jiwa Khususnya Pasung

Kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia, sebenarnya

lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga

(primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa

berat lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa

berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya

tetapi juga bagian anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan,

penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. ODGJ menjadi malu dan ikut dijauhi

masyarakat, bahkan keluarga juga seringkali dipojokkan sebagai penyebab

gangguan yang dialami ODGJ. Klien gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi

terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu bentuk pelanggaran hak asasi

adalah masih ada praktek pasung yang dilakukan keluarga terhadap anggota

keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Kondisi sosial ekonomi dan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

kegagalan tindakan alternatif pra pasung juga membuat keluarga memutuskan

untuk memasung keluarganya dengan gangguan jiwa.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Di bawah ini merupakan beberapa pendapat tentang pengertian keluarga

1. Duval (1972). Duval menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang

yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang

bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta social individu

yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang regular dan ditandai dengan

adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.

2. Departemen Kesehatan RI (1988). Menurut Departemen Kesehatan RI keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat dibawah satu atap

dalam keadan saling bergantung.

3. Bailon dan Maglaya (1989). Bailon dan Maglaya mengatakan keluarga adalah

dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan,

dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya

dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

4. WHO (1969). Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan

melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan.

5. UU No. 10 tahun 1992 . Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang

terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan

anaknya.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

Pengertian lain , keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang

hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga

(Friedman, 2003). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih yang diikat oleh

hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap keluarga selalu

berinteraksi satu sama lain (Mubarak et al, 2009). Berdasarkan beberapa

pendapat menurut para ahli tentang definisi keluarga, maka dapat disimpulkan

bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama yang

diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, mempunyai peran masing-

masing dan selalu berinterkasi satu sama lain.

2.2.2 Fungsi Keluarga

1 Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara, dan

membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Mubarak, dkk

2009).

2 Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi

keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan

kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga

(Mubarak, dkk 2009).

3 Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-

norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing dan

meneruskan nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah

fungsi yang mengembagkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai

sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi

(Setiawati, 2008).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

4 Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan

keluarga dimana yang akan datang (Mubarak, dkk 2009). Fungsi ekonomi

merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota

keluarga termasuk sandang, pangan dan papan (Setiawati, 2008).

5 Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan

pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan

minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang

akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta mendidik

anak sesuai dengan tingkat perkembanganya (Mubarak, dkk 2009).

2.2.3 Tugas Kesehatan Keluarga

Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan perawatan

atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu

sebagai berikut :

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan.

Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu

mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota

keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara

tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila

menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya,

perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahanya.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan di antara

anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan.

Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah

kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat

meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga

masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar

masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi

anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih

banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi

rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan

kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23

bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota

keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.2.4 Peran Keluarga

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak,dkk. 2009).

Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,

yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam

situasi sosial tertentu (Mubarak,dkk. 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku

spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran

keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu

dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok

dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-

masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman

bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok

sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik

anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok

sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelau psikososial sesuai dengan

perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi

keluarga yaitu peran formal dan peran informal.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

1. Peran Formal

Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah

perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara

merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya

menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran

dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain

sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat

maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal

dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan

peran sosial.

2. Peran Informal kelurga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain :

1) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong,

memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul

orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan

bernilai untuk di dengarkan.

2) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara

para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.

3) Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau

cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.

4) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat

diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

5) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi

kebutuhan, baik material maupun non material anggota keluarganya.

6) Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota

keluarga jika ada yang sakit.

7) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan

memonitori kemunikasi dalam keluarga.

8) Poin keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing

mendapat pengalaman baru.

9) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan

merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat

keakraban dan memerangi kepedihan.

10) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi

hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya.

2.3 Pasca Pasung

2.3.1 Alasan Utama Pentingnya Keluarga Merawat Klien Pasca Pasung

Alasan utama pentingnya keluarga merawat klien pasca pasung adalah :

1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan klien

2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi klien

3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh

yang kurang sesuai bagi klien

4. Klien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam

masyarakat, khususnya dalam lingkungan keluarga

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26

5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan

kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi klien.

6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga

pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan

2.3.2 Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Pasca Pasung

Peran keluarga dalam merawat klien pasca pasung adalah :

1. Mengajarkan klien untuk bersosialisasi dan mengenal dengan dunia luar

2. Mengajarkan klien untuk bisa aktif melakukan ADL

3. Mempercepat proses penyembuhan melalui dinamika kelompok

4. Memperbaiki hubungan interpersonal klien dengan setiap anggota keluarga

5. Menurunkan angka kekambuhan

6. Memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada

penderita

7. Mengawasi kepatuhan penderita dalam minum obat.

8. Bantu penderita untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan

9. Beri kegiatan yang positif untuk mengisi waktu penderita dirumah

10. Jangan biarkan penderita menyendiri, libatkan dalam kegiatan sehari-hari

11. Memberikan pujian jika penderita melakukan hal yang positif

12. Jangan mengkritik penderita jika penderita melakukan kesalahan

13. Menjauhkan penderita dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan

penderita merasa tidak berdaya dan tidak berarti

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

2.3.3 Dampak Kurangnya Peran Keluarga pada Klien Pasca Pasung

Dampak kurangnya peran keluarga pada klien pasca pasung adalah :

1. Memperburuk hubungan intrapersonal klien

2. Memperlambat proses penyembuhan

3. Menaikkan angka kekambuhan

4. Kurang tanggap terhadap gangguan kesehatan jiwa

2.3.4 Penatalaksanaan Klien Pasca Pasung di Rumah

Penatalaksanaan klien pasca pasung di rumah adalah :

1. Memberikan klien tindakan dan kegiatan yang positif. Misal: membantu orang

tua bekerja

2. Memberikan perhatian dan penghargaan terhadap setiap kegiatan positif yang

dilakukan klien.

3. Berbicara dengan baik, tidak membentak, dan tanpa pemaksaan ketika

menyuruh klien.

4. Selalu jujur dengan klien.

5. Mendampingi klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

6. Menganjurkan dan memastikan klien meminum obat yang diberikan dokter

selama di rumah.

7. Mengajak klien untuk kontrol secara rutin

8. Libatkan keluarga dalam aktivitas atau kegiatan sehari-hari dan pengambilan

keputusan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

2.4 Pengalaman

Pengalaman adalah serangkaian peristiwa yang telah dilalui seseorang

dalam menjalankan kehidupannya (Notoatmodjo, 2010). Pengalaman dalam

penelitian ini adalah pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa

pasca pasung.

Pengalaman dapat dipengaruhi beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

Pengalaman dapat dibentuk melalui usia dan jenjang pendidikan. Semakin matang

usia seseorang, semakin tinggi pula pengalamannya. Selain itu, pendidikan juga

menunjang pengalaman, karena semakin tinggi pendidikan akan semakin banyak

ilmu yang diperoleh dan menambah pengalamannya. Selain itu, pengalaman

merupakan salah satu pembentuk pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

2.5 Teori Adaptasi Roy

Menurut Roy terdapat 5 objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu (1)

Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan); (2) Keperawatan; (3)

Konsep sehat; (4) Konsep lingkungan; dan (5) Aplikasi : Tindakan Keperawatan

1) Manusia

Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan adalah

individu, keluarga, kelompok, komunitas, atau social. Masing-masing

diperlakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistik dan terbuka.

a. Input

Sistem adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal individu.

Roy mengidentifikasi input sebagai suatu stimulus. Stimulus merupakan

suatu unit informasi, kejadian, atau energi yang berasal dari lingkungan.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29

Sejalan dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons

sebagai suatu input dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut

bergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu.

Tingkat respons antara individu sangat unik dan bervariasi bergantung

pada pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu,

dan stressor yang diberikan.

b. Proses

1) Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses

kontrol dari individu sebagai suatu sistem adaptasi. Beberapa

mekanisme koping dipengaruhi oleh faktor kemampuan genetik,

misalnya sel darah putih saat melawan bakteri yang masuk dalam

tubuh. Mekanisme lainnya adalah dengan cara dipelajari, misalnya

penggunaan antiseptic untuk mengobati luka. Roy menekankan ilmu

keperawatan yang unik untuk mengontrol mekanisme koping.

Mekanisme tersebut dinamakan regulator dan kognator.

2) Subsistem regulator mempunyai sistem komponen input, proses

internal, dan output. Perantara sistem regulator berupa kimiawi, saraf,

atau endokrin.

3) Proses regulator terjadi ketika stimulus eksternal divisualisasikan dan

ditransfer melalui saraf mata menuju pusat saraf otak dan bagian bawah

pusat saraf otonom.

4) Stimulus terhadap subsistem kognator juga berasal dari faktor internal

dan eksternal. Perilaku output subsistem regulator dapat menjadi

umpan balik terhadap stimulus subsistem kognator.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30

5) Dalam mempertahankan integritas seseorang, kognator dan regulator

bekerja secara bersamaan. Sebagai suatu sistem adaptasi, tingkat

adaptasi seseorang dipengaruhi oleh perkembangan individu dan

penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang

maksimal akan berdampak baik terhadap tingkat adaptasi individu dan

meningkatkan tingkat rangsangan sehingga individu dapat merespons

secara positif.

c. Efektor

Sistem adaptasi proses internal yang terjadi pada individu didefinisikan

Roy sebagai sistem efektor. Empat efektor atau model adaptasi tersebut

meliputi (1) fisiologis ; (2) konsep diri ; (3) fungsi peran ; (4)

ketergantungan (interdepeden).

1. Fisiologis

Efektor secara fisiologis dapat dilihat dari beberapa hal berikut :

(1) Oksigenasi : menggambarkan pola penggunaan oksigen yang

berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi

(2) Nutrisi : menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk

memeperbaiki kondisi dan perkembangan tubuh klien.

(3) Eliminasi : menggambarkan pola eliminasi

(4) Aktivitas dan istirahat : menggambarkan pola aktivitas, latihan,

istirahat, dan tidur.

(5) Integritas kulit : menggambarkan fungsi fisiologis kulit

(6) Rasa : menggambarkan fungsi sensori perseptual yang

berhubungan dengan panca indera.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

31

(7) Cairan dan Elektrolit : menggambarkan pola fisiologis penggunaan

cairan dan elektrolit

(8) Fungsi neurologis : menggambarkan pola control neurologis,

pengaturan, dan intelektual.

(9) Fungsi endokrin : menggambarkan pola control dan pengaturan

termasuk respon stress dan system reproduksi.

2. Konsep Diri (Psikis)

Konsep diri mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan, dan emosi

yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada

kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral etik.

3. Fungsi Peran (Sosial)

Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial

seseorang yang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda

yang dijalankannya.

4. Ketergantungan (Interdependen)

Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia,

kehangatan, cinta, dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui

hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok.

d. Output

Perilaku seseorang berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang

tidak efektif berdampak terhadap respons sakit (maladaptif). Jika klien

masuk pada zona maladaptif maka klien mempunyai masalah keperawatan

(adaptasi).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

32

2) Keperawatan

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan

respons adaptasi yang berhubungan dengan empat model respons adaptasi.

Perubahan internal, eksternal, dan stimulus input bergantung dari kondisi

koping individu. Kondisi koping meggambarkan tingkat adaptasi seseorang.

Tingkat adaptasi ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual.

Stimulus Fokal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap

input yang masuk. Stimulus Kontekstual adalah semua stimulus lain yang

merangsang seseorang baik internal maupun eksternal serta memengaruhi

situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh

individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat seseorang dan timbul

secara relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara

objektif.

Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons

adaptasi pada situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh

perawat dalam memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, atau residual pada

individu. Dengan memanipulasi semua stimulus tersebut, diharapkan individu

akan berada pada zona adaptasi.

3) Konsep Sehat-Sakit

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu kontinum dari meninggal sampai

dengan tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan

suatu keadaan dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara

keseluruhan, yaitu fisik, mental, dan sosial.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradaptasi

terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat

dan sakit sangat relatif dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang

dalam beradaptasi (koping) bergantung pada latar belakang individu tersebut

dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat

pendidikan, pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain.

4) Konsep Lingkungan

Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari

internal dan eksternal, yang memengaruhi dan berakibat terhadap

perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Lingkungan eksternal

dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan

dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah

keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman,

kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis yang berasal

dari dalam tubuh individu. Pemahaman klien yang baik tentang lingkungan

akan membantu perawat meningkatkan adaptasi klien tersebut dalam merubah

dan mengurangi risiko akibat dari lingkungan sekitarnya.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

34

2.6 Kerangka Pikir

INPUT PROSES OUTPUT


STIMULUS MEKANISME HOMEOSTASIS
KOPING
Stimulus Fokal
ODGJ Pasca Pasung

Stimulus Kontekstual
Kemampuan keluarga KOGNATOR ADAPTIF/INEFEKTIF
merawat ODGJ Pasca Cara menghadapi Perilaku Keluarga
Pasung masalah selama Harapan bagi keluarga
Hambatan merawat ODGJ
pasca pasung

Stimulus Residual
Nilai dan norma
keluarga
Stigma di masyarakat

Umpan Balik

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien


Gangguan Jiwa Pasca Pasung

Penelitian dilakukan dengan pendekatan fenomenologi dan akan

mengeksplorasi pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Kerangka piker yang digunakan merupakan modifikasi model adaptasi Roy yang

diterapkan dalam adaptasi sistem keluarga. Kerangka piker penelitian ini

merupakan latar belakang yang menjadi dasar peneliti mengembangkan studi

fenomenologi tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca

pasung.

Roy menjelaskan bahwa manusia merupakan suatu sistem adaptif dan

terdiri dari 3 konsep utama yaitu : input, proses, dan output. Input adalah masukan

yang menimbulkan respon dan terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu stimulus fokal,

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35

kontekstual, residual. Adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

pasca pasung menjadi stimulus fokal. Kemampuan keluarga merawat ODGJ

pasca pasung dan hambatan menjadi stimulus kontekstual. Sementara nilai dan

norma yang dianut keluarga dan stigma di masyarakat merupakan stimulus

residual. Proses mekanisme koping dalam sistem keluarga merupakan kognator

yang diwujudkan dengan berbagai cara yang dilakukan oleh keluarga untuk

mengatasi hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Sementara output adalah perilaku yang ditampilkan keluarga dan harapan

keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Perilaku dan

harapan yang dialami keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca

pasung akan menjadi umpan balik bagi stimulus pada bagian input.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain riset kualitatif, yaitu suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini,

peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan

terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang

alami (Moleong, 2007). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah fenomenologi, yaitu cabang dari filosofi yang menekankan pengalaman

manusia sebagai objek penelitian. Penelitian fenomenologi bertujuan untuk

mencari hakikat atau esensi dari pengalaman. Sasarannya adalah untuk

memahami pengalaman sebagaimana disadari. Peneliti harus mendekati objek

penelitiannya dengan pikiran polos tanpa asumsi, praduga, prasangka, ataupun

konsep (Raco, 2010).

3.2 Social Situation, Sampel, dan Sampling

3.2.1 Social Situation

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh

Spradley dinamakan social situtation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga

elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang

berinteraksi secara sinergis. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan

populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada

36

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37

situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi,

tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan

dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari (Sugiyono, 2009).

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi

sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.

Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi

sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan

teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif,

karena yang semula masih belum jelas. Peneliti akan mengambil 4 partisipan

sebagai sampel penelitian, tetapi bisa lebih dari 4 jika data yang diperoleh belum

jenuh.

Kriteria Inklusi adalah karakteristik subjek yang akan diteliti. Kriteria

inklusi penelitian ini meliputi :

1. Keluarga tinggal bersama ODGJ yang pasca pasung

2. Keluarga bersedia menjadi partisipan dengan menyetujui pernyataan

sebagai partisipan

3. Anggota keluarga yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik

Kriteria Eksklusi penelitian ini meliputi :

1. Anggota keluarga yang tidak bisa diajak berkomunikasi dengan baik

3.2.3 Sampling

Pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling

secara Purposive Sampling. Purposive Sampling disebut juga Judgement

Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Jadi,

dapat dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara

sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

3.3 Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data berupa alat perekam

berupa video kamera atau recorder dan catatan lapangan. Alat perekam berupa

video kamera ini agar dapat membantu peneliti mengingat sesuatu yang

diucapkan partisipan. Sebaiknya, alat perekam ini dijauhkan dari tempat yang

bising. Jika partisipan tidak bersedia menggunakan video kamera, peneliti

merekam wawancara menggunakan recorder. Sedangkan catatan lapangan

digunakan untuk mencatat ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi partisipan

ketika berbicara. Catatan lapangan ini dibuat sepanjang wawancara oleh

peneliti.

Pada proses wawancara tersebut sebelum memulai wawancara

dilakukan pengisian :

1. Kode Klien

Penamaan pada partisipan sebagai objek penelitian dengan

memberikan kode untuk menjamin kerahasiaan. Pengkodean partisipan

berdasarkan pada nomor urutan wawancara partisipan.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

39

2. Tanggal Wawancara

Pencatatan tanggal wawancara dilakukan oleh peneliti untuk

memvalidasi hari dan tanggal pelaksanaan wawancara dilakukan.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara di Desa Pecoro

Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Tahap penelitian berupa

wawancara akan membutuhkan waktu satu minggu yang dimulai awal bulan

Juni 2016 dan pengolahan data awal minggu ketiga bulan Juni 2016.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

Prosedur pengumpulan data dimulai setelah mendapatkan surat keterangan

lulus uji etik dan surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas

Airlangga. Surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

ditujukan kepada Bakesbangpol Kabupaten Jember dengan tembusan untuk Dinas

Kesehatan Kabupaten Jember dan Puskesmas Rambipuji. Surat ijin tersebut juga

melampirkan proposal penelitian.

Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan pendekatan. Pendekatan

yang dilakukan pertama yaitu memberikan penjelasan kepada partisipan tentang

maksud dari penelitian dan peneliti kemudian memberikan Informed Consent

kepada partisipan. Setelah partisipan menandatangani serta menyetujui

pelaksanaan menjadi partisipan peneliti, kemudian menanyakan kepada partisipan

kesediaan waktu partisipan untuk dilakukan wawancara.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

40

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini wawancara dilakukan dengan tiga fase :

a) Fase Orientasi

Fase orientasi dilakukan setelah partisipan menandatangani informed

consent sebagai bukti persetujuan untuk menjadi partisipan kemudian

dilakukan wawancara ditempat yang disetujui oleh partisipan. Selama

wawancara peneliti membuat suasanya senyaman mungkin. Peneliti dan

partisipan saling berhadapan dan berjarak lebih kurang 50 cm. Peneliti

menyiapkan alat tulis dan alat perekam berupa video kamera yang akan

digunakan. Jika partisipan tidak bersedia menggunakan video kamera, peneliti

merekam wawancara dengan recorder. Setelah terjalin kepercayaan antara

partisipan dan peneliti maka peneliti mulai melakukan wawancara mendalam.

b) Fase Kerja

Wawancara dilakukan mendalam dengan mengajukan pertanyaan kepada

partisipan Ceritakan bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien

gangguan jiwa saat dipasung. Pertanyaan tersebut digunakan untuk memulai

proses wawancara agar dapat masuk ke pertanyaan inti sesuai dengan pedoman

wawancara.

Peneliti mengikuti arah jawaban yang diberikan oleh partisipan. Ketika

partisipan tidak mampu memberikan informasi, peneliti mencoba memberikan

ilustrasi yang hampir sama dengan pertanyaan peneliti kemudian

mempersilahkan kembali partisipan untuk menjawab pertanyaan dari peneliti.

Transkrip dilakukan secara kata perkata dan dilihat lagi keakuratan

datanya dengan mendengarkan kembali hasil rekaman wawancara serta

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

41

menggabungkan dengan catatan lapangan dan membaca berulang-ulang hasil

transkrip. Hal ini dilakukan agar hasil transkrip lebih akurat.

c) Fase Terminasi

Proses wawancara akan diterminasi ketika partisipan telah menjawab

semua pertanyaan, peneliti menutup wawancara dengan mengucapkan terima

kasih kepada partisipan atas kesediaan dan partisipasi partisipan dalam

terlaksananya wawancara. Peneliti membuat kontrak kembali untuk pertemuan

selanjutnya dengan partisipan yaitu dengan tujuan untuk melakukan validasi

data.

3. Tahap Terminasi

Tahap terminasi akhir dilakukan peneliti setelah semua partisipan telah

selesai memvalidasi hasil transkrip verbatim dan rekaman wawancara. Peneliti

memastikan hasil transkrip verbatim maupun wawancara sudah sesuai dengan

fakta. Peneliti melakukan terminasi akhir dengan partisipan dan mengucapkan

terima kasih atas partisipasi partisipan telah ikut serta dalam proses penelitian dan

menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

42

3.6 Kerangka Kerja

Social Situation antara lain anggota keluarga, tempat di Desa Pecoro


Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, dan pernah merawat
klien gangguan jiwa pasca pasung

Purposive
Sampel sesuai dengan kriteria inklusi Sampling

Uji Coba Instrumen

Melakukan wawancara intensif dengan partisipan, tempat


wawancara berbeda untuk setiap partisipan

Melakukan validasi verbatim dan transkrip kepada


partisipan

Proses
Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap
pengumpulan data
awal, tahap horizonalization, dan tahap
cluster of meaning)

Menemukan tema
dan sub tema

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat


Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

43

3.7 Analisis Data

Peneliti melakukan analisis data dalam beberapa tahap (Hasbiansyah,

2008) :

1. Tahap Awal : Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang

dialami subjek penelitian. Seluruh rekaman hasil wawancara mendalam

dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan.

2. Tahap Horizonalization : Dari hasil transkripsi, peneliti menginventarisasi

pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada tahap ini,

peneliti harus bersabar untuk menunda penilaian (bracketing) ; artinya

unsur subjektivitasnya jangan mencampuri upaya merinci point-point

penting, sebagai data penelitian, yang diperoleh dari hasil wawancara.

3. Tahap Cluster of Meaning : Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan

pernyataan-pernyataan ke dalam tema atau unit makna, serta menyisihkan

pernyataan yang berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan : (a) Textural

description (deskripsi tekstural) : Peneliti menuliskan apa yang dialami,

yakni deskripsi tentang apa yang dialami individu ; (b) Structural

Description (deskripsi struktural) : Peneliti menuliskan bagaimana

fenomena ini dialami oleh para individu. Peneliti juga mencari makna

yang mungkin berdasarkan refleks peneliti sendiri, berupa opini, penilaian,

perasaan, harapan subjek penelitian tentang fenomena yang dialami.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

44

3.8 Etika Penelitian

Prinsip etik berdasarksn Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan

(PNEPK) tahun 2004 terdiri atas tiga prinsip yaitu menghormati seseorang

(Respect for persons), kemanfaatan (Beneficence), dan Keadilan (Justice).

a. Respect for persons

Berdasarkan prinsip etik partisipan harus diperlakukan sebagai individu

yang memiliki suatu otonomi berupa kebebasan memilih tanpa adanya paksaan

dari siapapun. Peneliti memberi kesempatan dan kebebasan kepada partisipan

sebagai keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung untuk

menentukan apakah bersedia atau tidak untuk menjadi partisipan dalam penelitian

ini. Peneliti akan menghormati dan menghargai keputusan tersebut.

Pada penelitian ini partisipan diberikan penjelasan tentang penelitian dan

diberikan kebebasan untuk bersedia atau tidak bersedia dalam keikutsertaan

penelitian secara sukarela. Data yang terkumpul akan dijamin kerahasiaannya dan

hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila dalam proses penelitian

partisipan menyatakan keberatan maka partisipan dipersilahkan untuk

mengundurkan diri. Untuk memenuhi hak partisipan ini peneliti memberikan

informasi lebih awal (Informed consent) kepada partisipan dengan

menandatanganinya setelah diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian,

prosedur penelitian, keterlibatan partisipan dan hak hak partisipan.

b. Beneficence

Berdasarkan prinsip anonymity peneliti melakukan interview hanya

dengan partisipan (One to one). Pada penelitian ini peneliti memberikan

kebebasan kepada partisipan untuk memilih waktu dan tempat wawancara sesuai

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

45

dengan kesepakatan antara partisipan dan peneliti. Identitas partisipan tidak akan

di sampaikan dan tidak akan dipublikasikan. Peneliti menjaga kerahasiaan

partisipan (Anonimity) selanjutnya setiap partisipan diberi kode partisipan dengan

kode P1, P2, dan seterusnya untuk mencegah diketahuinya informasi yang

diberikan oleh partisipan.

Penerapan confidentiality dilakukan dengan memberikan penjelasan

kepada partisipan bahwa identitas serta alamat partisipan akan dirahasiakan.

Peneliti menjelaskan akan menggunakan video kamera atau jika partisipan tidak

berkenan, peneliti menggunakan recorder untuk merekam semua pembicaraan

selama wawancara sebagai dokumentasi, serta menggunakan catatan lapangan

(field note) untuk mencatat kondisi yang terjadi saat wawancara. Hasil wawancara

akan disimpan dalam bentuk rekaman dan transkrip diberikan kode partisipan

dengan kode P1, P2, dan seterusnya.

c. Justice

Berdasarkan prinsip etik justice, seseorang harus diperlakukan secara adil

dan harus menerima sesuatu yang seharusnya partisipan dapatkan. Perlakuan adil

adalah pemilihan partisipan secara adil dan perlakuannya selama penelitian.

Prinsip etik justice peneliti terapkan dengan memperlakukan partisipan serta

reward yang diberikan secara adil tanpa adanya perbedaan.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

46

3.9 Keabsahan Data

Ada empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data yaitu derajat

kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability), dan kepastian (cofirmability) (Guba dan Lincoln (1994) dalam

Moleong, 2010).

a. Kepercayaan (credibility)

Membawa kembali hasil laporan akhir atau deskripsi deskripsi atau

tema tema spesifik yang telah di analisa kepada partisipan dan meminta

partisipan untuk membaca agar dapat mengetahui keakuratan data.

Selanjutnya tanyakan kepada partisipan apakah ada diantara ungkapan

tersebut yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Jika ada, partisipan

diberikan hak untuk mengubah atau mengurangi kata kunci atau tema yang

sudah diangkat, agar lebih meyakinkan maka partisipan dan peneliti

mendengarkan ulang hasil wawancara yang telah dilakukan.

b. Keteralihan (transferability)

Partisipan diberikan hasil dari transkrip untuk membaca dan

memahami pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca

pasung.

c. Kebergantungan (dependability)

Replikasi studi dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan cara

menyerahkan semua hasil transkrip kegiatan penelitian kepada

pembimbing skripsi dalam bentuk hard copy kemudian secara bersama

menentukan kata kunci, kategori, sub tema, dan tema tema yang sesuai

dengan tujuan dari penelitian sehingga terbentuk sebuah analisa data.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

47

d. Kepastian (cofirmability)

Peneliti meminta kepada dosen pembimbing untuk menganalisis

kembali hasil transkrip wawancara. Hasil peneliti telah memenuhi

confirmability, bersifat netral dan memenuhi objektifitas serta telah

disetujui oleh pembimbing skripsi.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan tentang pengalaman

keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hasil penelitian yang

disajikan meliputi karakteristik partisipan yang terdiri dari 6 partisipan.

Selanjutnya hasil temuan dibahas dalam sub-bab pembahasan.

4.1 Hasil Penelitian

Pada penelitian ini memakai enam partisipan yang terdiri dari P1, P2, P3,

P4, P5, P6. Karakteristik tiap-tiap partisipan akan dijelaskan dibawah ini.

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten

Jember. Pecoro terkenal dengan produksi batu batanya karena sebagian

penduduknya memanfaatkan lahan pertaniannya untuk mebuat batu bata. Selain

itu, banyak juga yang menjadi buruh tani. Desa Pecoro juga masih banyak

pepohonan dan sawah sehingga disini masih terasa sejuk. Beberapa jalan di Desa

Pecoro masih ada yang berbatu dan sebagian lain sudah beraspal.

Kecamatan Rambipuji memiliki 10 pasien gangguan jiwa dan 7

diantaranya ada di Desa Pecoro. ODGJ tersebut dahulu mengalami pemasungan,

tetapi sekarang pasung tersebut sudah dilepas karena adanya bantuan dari pihak

terkait. Sekarang ODGJ pasca pasung rutin melakukan pemeriksaan ke

Puskesmas Rambipuji dan meminum obat. Keadaannya semakin membaik

walaupun belum pulih secara total.

48

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

49

4.1.2 Karakteristik Partisipan

Karakteristik partisipan dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan Inisial Jenis Kelamin Usia Suku Agama

1. P1 Perempuan 50 tahun Madura Islam

2. P2 Perempuan 48 tahun Madura Islam

3. P3 Perempuan 55 tahun Madura Islam

4. P4 Perempuan 60 tahun Madura Islam

5. P5 Perempuan 60 tahun Madura Islam

6. P6 Perempuan 80 tahun Madura Islam

4.2 Analisis Tematik

1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung

Semua partisipan dalam memberikan jawaban tentang pengalaman

merawat klien saat dipasung adalah mengalami beban psikologis . Beban

psikologis yang dirasakan oleh partisipan terbagi menjadi perasaan takut,

khawatir, berat/sulit.

1) Beban Psikologis

Tema : Takut

Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut


marah ke orang-orang (P3)

Kalau ngamuk itu yang takut. (P5)

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

50

2 dari 6 partisipan dalam memberikan jawaban mengenai pengalaman

keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung adalah mengalami

beban psikologis berupa takut.

Tema : Khawatir

Takoken abek mon ajelen (memegang dada)


bayangnah engkok engak se e embong, benyak
anaken oreng elang (takutnya saya kalau jalan
bayangan saya seperti yang di jalan, banyak
anak orang hilang). (P1)

Dedih abek timbang aperrean (jadi dari pada


saya mendapat masalah) (P4)

Selain itu, dari hasil penelitian juga didapatkan 2 dari 6 partisipan

mengalami beban psikologis berupa khawatir.

Tema : Berat/sulit

maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak


mau pulang. Kan saya sendiri disini, kalau
ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak
bisa kerja (P2)

jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan)


mbah, mon ajelen engkok se nyariah repot pas
(kalau jalan aku nyarinya susah) (P6)

Hasil jawaban 2 partisipan lainnya juga mengalami beban psikologis,

sehingga partisipan merasa berat/sulit.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

51

2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

1) Perasaan yang dirasakan

Tema : Bersyukur

Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa


edinah sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal
sebentar pergi ke sawah, dapat rejeki) (tersenyum
melihat ke klien) (P1)

Alhamdulillah ini, aku sabar, gak


ninggal anak (P2)

Ya ada perubahan. Ya Alhamdulillah,


semoga gak lama ya (P3)

Beres setiah lah ndok (sembuh sudah


sekarang nak), e parengeh beres ndok
(diberi kesembuhan nak). Bedeh se
nolong abek riah (ada yang nolong saya
ini) (P4)

Sekarang ya ada kemajuan dari pada


sebelum obatan. (P5)

Ye pon beres (ya sudah sembuh),


Alhamdulillah (P6)

Semua partisipan, memiliki perasaan yang sama ketika klien di lepas

pasung. Perasaan yang dirasakan adalah berupa rasa syukur semenjak klien di

lepas pasung karena ada kemajuan pada klien tersebut.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

52

3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga

Metode merawat merupakan cara-cara yag digunakan oleh keluarga untuk

mencapai tujuan kesehatan keluarga. Berdasarkan pendapat partisipan dapat

diidentifikasi beberapa cara yang dilakukan keluarga antara lain mengamati

perkembangan, variasi kegiatan, membawa ke pelayanan kesehatan.

1) Metode merawat yang digunakan

Tema : Mengamati perkembangan fisik

Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se


tak endik (yang tidak punya). Engak nak
kanak (seperti anak-anak) terus (P1)

Gak bisa keselan (capek). Gak boleh


capek. Tidur wes. (P2)

Kadang kalau liat-liat gitu,


pandangannya masih kosong (P3)

Hasil jawaban yang diberikan 3 dari 6 partisipan mengenai perawatan

klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga adalah

dengan mengamati perkemangan fisik pada klien.

Tema : Variasi Kegiatan

Pengalak sapeh pole bik engkok


(Memelihara sapi lagi sama saya), apa
se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan
nak), timbang e roma dek lakonah
(daripada dirumah tidak ada pekerjaan)
(P4)

Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu


yang penting gak kemana-mana. Ya
jalan-jalan (P5)

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

53

Tapi mon mepolong kajuh (kalau


mengumpulkan kayu) bisa. (P6)

Selain mengamati perkembangan fisik, yang dilakukan 3 dari 6 partisipan

mengenai perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan

keluarga adalah dengan memberikan variasi kegiatan supaya klien tidak hanya

berdiam diri di rumah.

Tema : Membawa ke pelayanan kesehatan

Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit


Kamis. Areh (hari) Selasa gik
mintakagih obet ka (masih dimintakan
obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk
kepala), e berik du beik (dikasih dua
tablet). (P1)

Dulu sempat dirawat di Patrang


setengah bulan (P2)

Ya untung pemerintah masih belas


kasihan sama saya ya ndok, di bawa ke
Soebandi selama 10 hari. (P3)

Sekarang pokok obatnya gak telat


(P4)

dibawa ke rumah sakit Malang.di


sana 1 bulan (P5)

Tapi e syarat agih meloloh (berobat


terus) ke kyai sama dibantu obat (P6)

Semua partisipan memberikan perawatan klien pasca pasung dengan

membawa klien ke petugas kesehatan.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

54

4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Beberapa partisipan merasakan hambatan dan ada juga yang tidak

merasakan hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Hambatan yang dirasakan tidak setiap hari, tetapi saat waktu tertentu saja.

1) Ada hambatan

Tema : Pekerjaan

ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel


nak). Engkok pas tak (saya terus tidak) bisa
kerja sekaleh ndok (sekali nak) (P1)

Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa


bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh
(sudah tua) (P6)

Tema : Pengobatan

Ya cuma minum obat itu kadang gak mau


(P5)

Hasil jawaban 3 dari 6 partisipan, mereka merasakan hambatan selama

merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hambatan yang dirasakan pada

saat tertentu saja.

2) Tema : Tidak ada hambatan

Sekarang bisa ditinggal. Diem sama neneknya


(P2)

Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-sama


kerja, pikirannya tenang (P3)

Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa


sudah bisa sendiri (P4)

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

55

Hasil jawaban 3 dari 6 partisipan, mereka tidak merasakan hambatan

selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang

ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Jika partisipan menghadapi hambatan, partisipan memiliki cara tersendiri

untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tema : Membujuk dan Modifikasi

Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok


tak olle alakoh, dimmah olle pesse, been mon
ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya
tidak boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal
kamu) minta apah (apa), minta bakso, minta sate,
minta camilan, jejen apah (kue apa) (melihat ke klien),
mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja ya).
(P1)

Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh. (P5)

Tema : Pemberdayaan Keluarga

Tapi mon mepolong kajuh (kalau


mengumpulkan kayu) bisa (P6)

Hasil jawaban 3 partisipan yang mengalami hambatan selama merawat

klien gangguan jiwa pasca pasung dengan cara membujuk klien dan

modifikasi. Cara tersebut digunakan saat tertentu saja, ketika masalah itu

timbul.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

56

6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Partisipan juga menaruh harapan pada klien pasca pasung yaitu klien

mengalami perkembangan. Dari hasil penelitian, dapat diidentifikasikan harapan

keluarga yaitu harapan akan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan klien.

1) Perkembangan klien

Tema : Harapan akan status kesehatan klien

Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih


ke asal (Semoga aja bisa mikir dewasa,
tenang, kembali ke semula) (memegang
kepala klien) (P1)

Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti


dulu lagi (P2)

Ya pengen sembuh kayak dulu lagi (P4)

Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu


dah kayak dulu lagi (P5)

Jawaban 4 dari 6 partisipan adalah partisipan berharap akan status

kesehatan klien pasca pasung kembali seperti dulu lagi.

Tema : Perubahan kesehatan klien

Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di


obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan (P3)

Untung setiah e pareng engak (beruntung sekarang


diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng
engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan
beruntung). (P6)

Selain itu, 2 dari 6 partisipan juga selalu berharap terjadi perubahan

kesehatan klien lebih baik lagi selama merawat klien pasca pasung.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

57

Pengalaman keluarga selama Takut


Beban
merawat klien gangguan jiwa saat
Psikologis
dipasung Khawatir

Berat/Sulit

Pengalaman keluarga selama


merawat klien gangguan jiwa Perasaan yang
Dirasakan Besyukur
pasca pasung

Mengamati
Perawatan klien gangguan jiwa
Metode Merawat Perkembangan
pasca pasung yang telah dilakukan
Fisik
keluarga

Variasi Kegiatan

Pengalaman Keluarga Membawa ke


Merawat Klien Gangguan Yankes
Jiwa Pasca Pasung

Tidak Ada
Hambatan Pekerjaan
Hambatan yang dirasakan selama
merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung
Ada Hambatan Pengobatan

Cara penyelesaian masalah yang Membujuk dan


digunakan untuk menghadapi Modifikasi
hambatan yang ditemukan selama
merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung Pemberdayaan
Keluarga

Harapan Status
Harapan keluarga selama merawat Perkembangan Kesehatan
klien gangguan jiwa pasca pasung Klien
Perubahan
Kesehatan

Gambar 4.3 Analisis Tematik Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien


Gangguan Jiwa Pasca Pasung

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

58

4.3 Pembahasan

1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung

Lama klien gangguan jiwa yang dipasung bermacam-macam. Mulai dari

yang beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Keluarga sendiri dalam merawat

klien gangguan jiwa memiliki pengalaman tersendiri. Selama dipasung, klien

BAB dan BAK di tempat pemasungan itu juga. Menurut partisipan jika pasung

tersebut dilepas, klien akan BAB dan BAK disembarang tempat sehingga bisa

mengotori rumah. Selain BAB dan BAK, untuk makan dan minum klien di

tempat yang sama. Selain itu, selama klien dipasung ada keluarga yang merasa

lebih tenang karena bisa ditinggal bekerja. Dalam fikiran beberapa keluarga,

jika tidak dipasung dan klien ditinggal bekerja klien gangguan jiwa akan jalan-

jalan, marah-marah, dan mencelakai orang lain sehingga keluarga tidak tenang.

Selama merawat klien gangguan jiwa yang dipasung, anggota keluarga saling

membantu dalam merawat klien tersebut. Jika keluarga ada yang bekerja, maka

anggota keluarga yang lainnya yang membantu merawat memenuhi kebutuhan

klien seperti makan dan minum. Selain itu, keluarga juga menceritakan

sekalipun klien tersebut dipasung, klien juga bisa menciderai dirinya sendiri.

Contohnya, klien akan memukulkan kepalanya ke tembok.

Pengalaman keluarga yang lainnya dalam merawat klien gangguan jiwa

saat dipasung dirasakan sebagai beban psikologis. Beban psikologis dinyatakan

oleh partisipan dalam bentuk takut, khawatir, berat/sulit. Perasaan takut disini

disebabkan misalnya klien akan marah-marah dan menciderai orang lain yang

ada disekitarnya. Perasaan khawatir juga dirasakan partisipan karena takut

klien jika jalan-jalan dan partisipan takut jika dia mendapat masalah. Perasaan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

59

berat/sulit dirasakan partisipan karena tidak bisa bekerja. Partisipan tidak bisa

bekerja karena selalu memikirkan klien jika ditinggal bekerj oleh partisipan.

Beban yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang

serupa dengan jenis beban yang dialami keluarga dengan anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa menurut WHO (2008). WHO membagi beban

menjadi 2 jenis, yaitu beban subjektif dan objektif. Beban subjektif merupakan

beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga.

Sementara beban objektif salah satu contohnya adalah keterbatasan hubungan

social dan aktifitas kerja.

Penelitian ini menyebutkan keluarga merasakan beban psikologis yang

dinyatakan dalam bentuk takut, khawatir, berat/sulit selama merawat klien

gangguan jiwa saat dipasung. Beban psikologis ini merupakan akumulasi dari

perasaan takut, khawatir, berat/sulit terhadap perilaku klien.

Pernyataan diatas juga diperkuat oleh pendapat Mohr (2006) bahwa beban

subyektif yang dirasakan keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa adalah rasa kehilangan, rasa takut, merasa

bersalah, rasa marah, dan perasaan negatif lainnya.

Menurut pendapat peneliti dalam penelitian ini, beban psikologis

dirasakan semua partisipan, karena sangat kompleksanya masalah yang

dihadapi partisipan dalam merawat klien.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

60

2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Partisipan mengungkapkan sekarang klien sudah bisa bekerja, membantu

memenuhi kebutuhan anggota keluarga, dan membantu partisipan mengerjakan

pekerjaan rumah. Bekerja yang dimaksud adalah klien sudah bisa mendapatkan

penghasilan sehingga bisa membantu memenuhi keperluan keluarga. Klien

juga bisa membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel,

menjaga warung, dan lain-lain. Walaupun keadaan klien membaik, keluarga

juga mengungkapkan terkadang klien juga kambuh. Ketika kambuh, 2 orang

partisipan mengungkapkan bahwa mereka memasung kembali klien dan 4

partisipan lainnya tidak memasung lagi. Alasan partisipan memasung kembali

ketika kambuh karena takut klien akan jalan-jalan dan lari-lari. Jadi, partisipan

memasung klien beberapa hari saja. Ketika sudah baikan, partisipan melepas

pasung tersebut. Sedangkan partisipan lainnya mengungkapkan alasan klien

tidak dipasung lagi karena ketika kambuh klien tidak menciderai orang lain.

Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk memeriksakan klien ke pelayanan

kesehatan dan mengambil obat untuk klien.

Pengalaman keluarga yang lain selama merawat klien gangguan jiwa

pasca pasung adalah keluarga merasakan perasaan bersyukur. Perasaan ini

muncul karena selama pasca pasung, klien mengalami perubahan kearah yang

lebih baik. Partisipan juga mengungkapkan bahwa ini cobaan dari Allah dan

partisipan harus melalui ujian ini dengan penuh kesabaran. Kebersyukuran

berorientasi pada sikap terima kasih atas kehidupan yang dapat menimbulkan

ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan hubungan pribadi yang

lebih memuaskan (Emmons & McCullough, dalam Sulistyarini, 2010).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

61

Bersyukur akan meningktakan efek positif serta meningkatkan sikap optimis

dalam memandang kehidupan. Menurut peneliti, hal ini juga dapat menguatkan

keluarga untuk menanggung beban perawatan. Selain itu, keluarga juga harus

memikirkan hal positif dengan selalu ikhlas dan selalu bersyukur apapun

keadaannya sehingga tidak terjerumus pada perilaku putus asa.

3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan

keluarga

Metode yang digunakan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa

pasca pasung dalam penelitian ini merupakan pilihan berbagai cara yang

digunakan keluarga. Berbagai metode yang ditemukan dalam penelitian ini

tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan dalam melakukan tugas

kesehatan keluarga menurut Friedman (1998), yang terdiri dari 5 tugas pokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan salah satu metode yang digunakan

keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini sejalan

dengan tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal gangguan perkembangan

kesehatan setiap anggota keluarga. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa

keluarga mampu mengidentifikasi adanya gangguan terhadap perkembangan

fisiknya. Menurut peneliti, anggota keluarga seharusnya mengenali perubahan

kesehatan anggota keluarga lainnya sekecil apapun perubahan itu.

Hasil penelitian ini juga menemukan dalam merawat klien gangguan jiwa

pasca pasung perlu adanya variasi kegiatan. Hal ini sesuai dengan makna dari

tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) yang mengatakan keluarga

harus mempertahankan suasana rumah yang sehat. Menurut peneliti, keluarga

harus mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

62

dan perkembangan anggota keluarga serta tetap saling mendukung dalam

berbagai situasi. Kondisi ODGJ pasca pasung yang belum pulih total menjadi

dasar pertimbangan keluarga untuk menyajikan variasi kegiatan dalam bentuk

aktivitas apapun. Aktivitas ini dapat menurunkan kejenuhan dan mengisi waktu

luang ODGJ.

Penelitian ini menemukan beberapa upaya keluarga dalam memberikan

perawatan bagi ODGJ pasca pasung dengan memenuhi aturan perawatan yang

disarankan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Upaya tersebut sesuai

dengan tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) yaitu menggunakan

fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan cara dibawa

ke pelayanan kesehatan supaya mendapatkan tindakan lanjutan dan mencegah

masalah yang lebih parah terjadi. Menurut peneliti, jika ada anggota keluarga

yang sakit anggota keluarga yang lain juga harus membawa ke pelayanan

kesehatan atau berkonsultasi dengan petugas kesehatan supaya masalahnya

dapat diselesaikan.

4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca

pasung

Hambatan adalah hal yang ditemui dan menimbulkan kesulitan bagi

keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Pada penelitian

ini, peneliti menemukan ada partisipan yang mengalami hambatan dan ada juga

yang tidak mengalami hambatan. Keluarga yang tidak mengalami hambatan

mengungkapkan bahwa klien sekarang sudah bisa kerja, sudah bisa mandiri,

dan sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya. Contohnya, klien yang sudah bisa

bekerja dalam hal ini dia bisa mendapat penghasilan dari membuat batu bata

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

63

dan bertani. Sehingga, dari penghasilan tersebut klien bisa membantu

memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, klien juga sudah mandiri dalam hal

makan, minum, mandi, dan mencuci pakaian. Kalau dahulu saat dipasung,

klien masih dibantu keluarga untuk makan, minum, dan mandi. Sekarang klien

gangguan jiwa pasca pasung juga sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya.

Maksud dari itu adalah klien sudah bisa untuk diam dirumah sekalipun ibu

klien pergi keluar rumah untuk bekerja. Jadi, dalam hal ini klien mengalami

kemajuan dibandingkan dahulu.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan keluarga yang mengalami

hambatan dalam hal pekerjaan dan pengobatan. Hambatan dalam hal pekerjaan

yang dialami partisipan adalah ketika klien tidak memperbolehkan partisipan

bekerja dan harus selalu bersama klien. Padahal, partisipan juga harus bekerja

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal lain yang dialami partisipan

adakah hambatan dalam hal pengobatan. Contohnya ketika klien tidak mau

untuk meminum obat. Maka dari itu, keluarga mengungkapkan bahwa ini

hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chafetz dan Barnes (1989) yang

mengungkapkan mengenai penelitian lain dalam membuktikan bahwa

gangguan jiwa yang dialami salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi

anggota keluarga yang lain dalam ranah pekerjaan, waktu luang, kesehatan

anggota keluarga, dan relasi antar anggota keluarga. Menurut peneliti, dalam

keluarga yang menjadi prioritas adalah anggota keluarga yang sedang sakit,

sehingga terkadang membuat anggota keluarga lain yang merawat melupakan

apa yang menjadi kebutuhan mereka.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

64

5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan

yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa cara menghadapi hambatan

adalah dengan cara membujuk klien dan modifikasi dalam meminum obat.

Menurut Marsh et.al (2012) peran keluarga dalam memberikan perawatan pada

anggota yang menderita gangguan jiwa salah satunya adalah pendampingan

dalam pengobatan dan memenuhi kebutuhan harian klien. Hal ini juga sejalan

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bahwa partisipan membujuk

klien untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan klien. Partisipan lainnya

adalah dengan cara pendampingan dalam pengobatan. Partisipan memastikan

klien meminum obatnya dengan cara memodifikasi cara meminum obatnya

dengan dicampurkan ke teh. Hal-hal ini lah yang digunakan keluarga ketika

hambatan itu datang. Hambatan itu datang tidak setiap saat. Selama ini,

keluarga masih bisa mengatasi hambatan yang datang tersebut.

Pemberdayaan keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

menghadapi permasalahan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Salah satu pemberdayaan keluarga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah

pembagian peran. Temuan ini didukung oleh pendapat menurut Marsh et.al

(2012) yang menyatakan peran keluarga dalam menangani anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa salah satunya adalah pusatkan pada kelebihan

dan kekuatan penderita. Jadi, peran yang diberikan pada klien ini adalah peran

yang bisa dilaksanaan oleh klien. Menurut peneliti, dengan adanya pembagian

peran ini, klien akan merasa memiliki keterlibatan dan tanggung jawab dalam

melaksanakan peran tersebut.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

65

6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Penelitian ini mengidentifikasi harapan keluarga selama merawat klien

gangguan jiwa pasca pasung antara lain harapan akan status kesehatan klien

dan perubahan kesehatan klien. Keluarga selalu menaruh harapan bahwa klien

bisa sembuh total seperti dahulu lagi. Keluarga tidak menginginkan apa-apa

selain klien tersebut sembuh seperti dahulu. Ketika klien sudah sembuh,

partisipan juga menginginkan klien bekerja lebih baik lagi.

Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa depan

yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan pendorong dan

motivator pemulihan (Setiadi, 2014). Kesadaran bahwa banyak penderita

gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan hambatan seperti yang

mereka hadapi saat itu akan menjadi pendorong munculnya pemulihan.

Harapan bisa tumbuh dan diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita

yang telah pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Menurut

peneliti, adanya harapan merupakan pendorong proses pemulihan. Partisipan

selalu menaruh harapan pada klien agar kesehatannya pulih seperti dulu lagi.

Selain partisipan, anggota keluarga yang lain dan tenaga kesehatan juga

menaruh harapan yang sama.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Keluarga juga memiliki pengalaman tersendiri ketika merawat klien

gangguan jiwa pasca pasung. Keluarga merasa sangat besyukur sekali dengan

keadaan yang sekarang. Setelah lepas pasung, klien gangguan jiwa juga

mengalami kemajuan dibandingkan saat dipasung.

Keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung sebaiknya

menggunakan metode-metode untuk mencapai tujuan kesehatan keluarga. Metode

merawatnya adalah dengan mengamati perkembangan fisiknya. Selain mengamati

perkembangan fisiknya, keluarga juga memberikan kegiatan kepada klien

gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini dilakukan agar klien tidak hanya berdiam

diri dirumah dan mempunyai kesibukan. Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk

membawa klien berobat ke rumah sakit karena keluarga juga ingin klien gangguan

jiwa itu sembuh.

Dalam hal merawat klien gangguan jiwa pasca pasung, ada keluarga yang

tidak mengalami hambatan dan ada juga keluarga yang mengalami hambatan.

Hambatan tersebut muncul pada saat tertentu saja. Hambatan tersebut muncul

ketika klien gangguan jiwa ingin selalu bersama keluarganya sehingga keluarga

tidak bisa bekerja ketika sikap klien seperti itu. Selain itu, klien tidak mau

meminum obat, sehingga hal ini merupakan hambatan yang dialami keluarga

dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Tetapi hambatan tersebut bisa

dilalui oleh keluarga.

66

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

67

Ketika hambatan itu datang, keluarga memiliki cara tersendiri untuk

melewatinya. Misalnya ketika klien tidak mau ditinggal bekerja oleh keluarganya,

keluarga membujuk klien tersebut. Selain itu, misalnya klien tidak mau minum

obat, keluarga mencari cara lain agar klien mau minum obat tersebut. Meskipun

hambatan datang, keluarga masih bisa menyelesaikannya.

Selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung, keluarga

menyampaikan harapan yang berhubungan dengan perkembangan klien.

Perkembangan klien itu berupa perubahan status kesehatan klien dan perubahan

kesehatan. Perkembangan klien ke arah yang lebih baik memang menjadi harapan

utama keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

Selain itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan juga bahwa keluarga tidak

akan memasung lagi klien gangguan jiwa tersebut. Keluarga juga mendukung

supaya klien gangguan jiwa cepat sembuh. Misalnya dengan cara tidak lupa untuk

memberi obat kepada klien gangguan jiwa dari petugas kesehatan.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan

Pihak rumah sakit atau perawat jiwa, hendaknya melakukan intervensi

untuk memperkuat mekanisme koping keluarga selama menghadapi berbagai

masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut

dapat direalisasikan melalui penyediaan jasa konseling dan petugas kesehatan

selalu mengkontrol keluarga serta klien tersebut.

Pihak pelayanan kesehatan sebaiknya menyusun program untuk

menurunkan stigma di masyarakat guna memperkuat sistem dukungan sosial bagi

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

68

keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal tersebut dapat

diwujudkan melalui penyebaran leaflet dan penyuluhan.

5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Perawat seharusnya dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai pedoman

untuk mengembangkan pendekatan dalam hal mengajarkan keluarga untuk

memilih strategi koping yang tepat serta memberdayakan kondisi psikologis

keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

5.2.3 Penelitian

Peneliti disarankan untuk melanjutkan dan menggali lebih dalam tentang

pemberdayaan keluarga dalam mengelola berbagai beban yang dihadapi sebagai

dampak yang dirasakan dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

melalui penelitian kualitatif. Selain itu, pola koping keluarga untuk menghadapi

berbagai masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dapat digali

lebih jauh melalui penelitian kualitatif.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

69

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2006. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Bappeda Jawa Timur. http://bappeda.jatimprov.go.id/2014/04/02/data-orang-


dipasung-harus-diupdate/ diakses pada tanggal 19 Maret 2016

Efendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Fitryasari, R. 2009. Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Dengan Autism


Di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya. Thesis. Depok :
Universitas Indonesia

Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Takalar : Pustaka


As Salam

Hasbiansyah, O. 2008. Pendekatan Fenomenologi : Pengantar PraktikPenelitian


dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Mediator. Vol 9 (1) Hal. 171-172

Hawari, D. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Idaiani, S & Rafizar. 2015. Faktor yang Paling Dominan terhadap Pemasungan
Orang dengan Gangguan Jiwa di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol 18 (1) hal.15

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


http://www.depkes.go.id/article/print/201410270011/stop-stigma-dan-
diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html diakses
pada tanggal 19 Maret 2016

Lestari, P., Choiriyyah,Z. & Mathafi. 2014. Kecenderungan Atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus Di Rsj
Amino Gondho Hutomo Semarang). Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 2
(1) hal. 16

Lestari, W & Wardhani, Y.F. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan
Jiwa Berat yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 17
(2) hal. 157-166 dan hal. 160

Maramis, W.F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Ed 9. Surabaya : Airlangga


University Press

McCullough, M. E., & Emmons. R. A. (2002). Highlights of research project on


grateful and thankfulness: dimensions and perspectives of gratitude.
Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 1

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

70

Minas, H., & Diatri, H. 2008. Pasung: Physical restraint and confinement of the
mentally ill in the community. International Journal of Mental Health
Systems. Vol 2(1), 1-5. doi: 10.1186/1752-4458-2-8.

Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya Offset

Moleong, L J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya Offset

Mubarak, W.I & Chayatin, N (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar


dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Ngadiran, A. 2010. Pengalaman Keluarga Tentang Beban dan Sumber Dukungan


Keluarga dalam Merawat Klien dengan Halusinasi. Thesis. Depok :
Universitas Indonesia

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


Jakarta : Salemba Medika

Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan


Keunggulannya. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Reknoningsih, W. 2013. Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Dalam


Merawat Pasien Pasca Pasung di Pekalongan Jawa Tengah. Thesis.
Depok : Universitas Keluarga

Sari, H. 2009. Pengaruh Family Psychoeducation terhadap beban dan


kemampuan keluarga dalam merawat klien pasung di Kabupaten Bireun.
Thesis. Depok : Universitas Indonesia

Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Setiadi, G. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa : Pedoman Bagi Penderita,


Keluarga dan Relawan Jiwa. Purworejo : Pusat Pemulihan dan Pelatihan
Gangguan Jiwa

Setiawati. 2008. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan. Jakarta :


TIM.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

71

Sugiyono. 2009 . Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Suharto, B. 2014. Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi Tentang
Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di
Kabupaten Wonogiri). IJMS - Indonsian Journal on Medical Science. Vol
1 (2) hal.2

Tristiana, D. 2014. Psychological Well Being Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Thesis. Surabaya : Universitas
Airlangga

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Ed.Revisi. Cet. Ke-3. Bandung : PT. Refika
Aditama.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


Yusuf, A., Putra S.T., & Probowati, Y. 2012. Peningkatan Coping Keluarga
Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa Melalui Terapi Spiritual Direction,
Obedience, Dan Acceptance (Doa). Jurnal Ners. Vol 7 (2)

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

72

Lampiran 1

INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (Kode) :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Alamat :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :


1. Penelitian yang berjudul Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan
Jiwa Pasca Pasung
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada partisipan
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur Penelitian
Setelah diberikan penjelasan bahwa penelitian ini direkam dengan video kamera,
tetapi jika partisipan tidak bersedia maka peneliti merekam wawancara dengan
recorder. Partisipan juga diberitahu bahwa penelitian ini bukan untuk
dikomersilkan melainkan untuk kepentingan pengembangan keilmuan.
Saya mengerti bahwa penelitian ini akan menghormati hak-hak saya sebagai
partisipan dan saya berhak menghentikan keikutsertaan saya dalam penelitian ini
jika merasa keberatan. Saya mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh
karena itu saya bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek
penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

73

Jember, 2016

Peneliti Saksi Partisipan

(.) (....) (..)

*) Coret salah satu

No. Telp Peneliti : 083847197252

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

74

Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN
BAGI PARTISIPAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca
Pasung
Tujuan
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan
jiwa pasca pasung.
Tujuan Khusus
1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung
2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga
4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang
ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
Perlakuan yang diterapkan pada subyek
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga tidak ada perlakuan
apapun untuk partisipan. Partisipan hanya terlibat dalam wawancara perihal
pengalaman mereka merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Setelah beberapa
hari dari wawancara, peneliti akan menemui partisipan untuk memvalidasi hasil
wawancara. Selain itu, peneliti juga perlu mendokumentasikan dalam beberapa
bentuk foto. Hasil wawancara dan foto akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.
Manfaat
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini dapat berbagi pengalaman ketika
merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.
Bahaya Potensial
Tidak ada bahaya potensial karena partisipan tidak dilakukan intervensi apapun
melainkan hanya wawancara.
Hak untuk undur diri
Keikusertaan partisipan bersifat sukarela dan partisipan berhak untuk
mengundurkan diri kapanpun.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

75

Prosedur Penelitian

Social Situation antara lain anggota keluarga, tempat di Desa Pecoro


Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, dan pernah merawat klien
gangguan jiwa pasca pasung

Purposive
Sampel sesuai dengan kriteria inklusi Sampling

Uji Coba Instrumen

Melakukan wawancara intensif dengan partisipan, tempat wawancara


berbeda untuk setiap partisipan

Melakukan validasi verbatim dan transkrip kepada


partisipan

Proses
Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap awal,
pengumpulan data
tahap horizonalization, dan tahap cluster of
meaning)

Menemukan tema
dan sub tema

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

76

Lampiran 3

Kode Partisipan :

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Petunjuk : Isilah lembar kuesioner berikut ini :

A. Data Partisipan
1. Usia :

2. Jenis Kelamin :

3. Pendidikan Terakhir :

4. Status Pernikahan :

5. Agama :

6. Pekerjaan :

7. Nomor Telepon :

8. Alamat :

B. Data Anggota Keluarga yang Mengalami Pasca Pasung


1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Lama Pasung :

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

77

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA

Judul Skripsi : Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca


Pasung

Waktu wawancara :

Kode partisipan :

Tanggal :

Tempat :

Suasana ketika wawancara :

Saya ingin belajar dan mendapatkan gambaran tentang pengalaman


Bapak/Ibu/Saudara selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

No. Pertanyaan Wawancara


1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung
2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga
4. Hambatan yang dijumpai selama merawat klien gangguan jiwa pasca
pasung
5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan
yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung
6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

78

Lampiran 5

PANDUAN WAWANCARA

Pertanyaan Pembuka

Saya sangat tertarik dengan pengalaman bapak/ibu/saudara tentang pengalaman


merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Mohon bapak/ibu/saudara mau
menjelaskan kepada saya apa saja yang terkait dengan pengalaman tersebut,
termasuk semua perasaan, peristiwa, pendapat, dan pikiran yang
bapak/ibu/saudara alami.

a. Sudah berapa lama ibu/bapak/saudara merawat anggota keluarga


ibu/bapak/saudara yang menderita gangguan jiwa ?
b. Apakah keluarga ibu/bapak/saudara ada yang menderita gangguan jiwa ?
c. Apa alasan ibu/bapak/saudara memasung anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa ?

Pertanyaan untuk memandu wawancara adalah sebagai berikut :

1. Ceritakan bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan


jiwa saat dipasung?
2. Bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung ?
3. Apa saja perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan
keluarga ?
4. Ceritakan hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa
pasca pasung ?
5. Bagaimana cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi
hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca
pasung?
6. Apa harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung ?

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

79

Lampiran 6

CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan :

Kode partisipan :

Tempat dan waktu wawancara :

Lama wawancara :

Posisi partisipan :

Situasi wawancara :

Catatan kejadian :

Gambaran partisipan saat akan wawancara :

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

80

Gambaran partisipan selama wawancara :

Gambaran suasana tempat selama wawancara :

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

81

Lampiran 7

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN PENELITIAN

DATA
P1 P2 P3 P4 P5 P6
PARTISIPAN

USIA 50 tahun 48 tahun 55 tahun 60 tahun 60 tahun 80 tahun


JENIS KELAMIN Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
PENDIDIKAN SD SMA SD SD SD SD
STATUS Menikah Cerai Menikah Cerai Cerai Menikah
AGAMA Islam Islam Islam Islam Islam Islam
PEKERJAAN Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah
Petani Petani
Tangga Tangga Tangga Tangga

DATA KLIEN
PASCA PASUNG

USIA 23 tahun 24 tahun 30 tahun 35 tahun 35 tahun 80 tahun


JENIS KELAMIN Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
LAMA PASUNG 1 tahun 2 tahun 3 bulan 4 tahun 25 tahun 1 bulan

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

82

Lampiran 8

ANALISIS TEMA

TUJUAN Kode Parts


Tema Sub Tema Kata Kunci
KHUSUS 1 2 3 4 5 6
Pengalaman Beban Takut Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orang-
merawat saat Psikologis orang
dipasung
Kalau ngamuk itu yang takut
Khawatir Takoken abek mon ajelen (memegang dada) bayangnah
engkok engak se e embong, benyak anaken oreng elang
(takutnya saya kalau jalan bayangan saya seperti yang di
jalan, banyak anak orang hilang)
Dedih abek timbang aperrean (jadi dari pada saya mendapat
masalah)
Berat/sulit maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang.
Kan saya sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan.
Habis gitu kan gak bisa kerja
jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan) mbah, mon
ajelen engkok se nyariah repot pas (kalau jalan aku nyarinya
susah)

Pengalaman Perasaan yang Bersyukur Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah
merawat pasca Dirasakan sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke
pasung sawah, dapat rejeki) (tersenyum melihat ke klien)
Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

83

Ya ada perubahan. Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya


Beres setiah lah ndok (sembuh sudah sekarang nak), e
parengeh beres ndok (diberi kesembuhan nak). Bedeh se
nolong abek riah (ada yang nolong saya ini)
Sekarang ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan
Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah

Perawatan Klien Metode Mengamati Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik
Merawat Perkembangan (yang tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak)
Fisik terus
Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur wes.
Kadang kalau liat-liat gitu, pandangannya masih kosong
Variasi Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara sapi lagi sama
Kegiatan saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan nak),
timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada
pekerjaan)
Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak
kemana-mana. Ya jalan-jalan
Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak
sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua). Tapi mon
mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa.
Membawa ke Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit Kamis. Areh (hari)
Yankes Selasa gik mintakagih obet ka (masih dimintakan obat ke) Bu
Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik (dikasih dua
tablet).
Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan
Ya untung pemerintah masih belas kasihan sama saya ya

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

84

ndok, di bawa ke Soebandi selama 10 hari.


Sekarang pokok obatnya gak telat
dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1 bulan
Tapi e syarat agih meloloh (berobat terus) ke kyai sama
dibantu obat

Hambatan Tidak ada Sekarang bisa ditinggal. Diem sama neneknya


merawat klien hambatan
Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-sama kerja,
pikirannya tenang
Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa
sendiri
Ada hambatan Pekerjaan ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas
tak (saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak)
Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak
sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua)
Pengobatan Ya cuma minum obat itu kadang gak mau

Cara Membujuk dan Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak
menyelesaikan modifikasi olle alakoh, dimmah olle pesse, been mon ompamanah
hambtan (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak boleh kerja,
darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah (apa),
minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa)
(melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin
kerja ya)
Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh
Pemberdayaan Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

85

Keluarga

Harapan Perkembangan Harapan Status Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal (Semoga
Keluarga Klien Kesehatan aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula)
(memegang kepala klien)
Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi
Ya pengen sembuh kayak dulu lagi
Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi
Perubahan Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di obatin.
Kesehatan Ya Alhamdulillah ada kemajuan
sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng
engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

86

Lampiran 9

Verbatim

P1

Peneliti : Jadi ibu, sudah berapa lama merawat Wafi yang sakit begini?

Partisipan : Ngerawat ?? Insya Allah sekitar (menatap ke atas dengan berfikir) 2


tahun jalan. Sebelum kerasukan kan, disini anu tu, duuh samar-samar
(tangan bergerak). Ini kan sebelum dirawat. Pertama, pertama sakit
apa ? Sakit cetak (sakit kepala)? (tangan partisipan memegang kepala
nya sendiri).

Peneliti : Iya bu.

Partisipan : Sakek cetak (sakit kepala), terus dirawat ke Patrang.

Peneliti : Oooo. Sempat ke Patrang ?

Partisipan : Eeee.. anoh ndok (begini nak) (partisipan memegang telinganya)


benta medureh beih ye ndok, terro benta bahasa (ngomong bahasa
Madura saja nak, pengen bicara bahasa). Pekker mek takok sakek
saraf, kebenyaken sakek cetak (Saya berfikir takut sakit saraf,
kebanyakan sakit kepala) (partisipan memegang kepala), deddih
mintah (jadi minta) Jamkesmas ke Pak Tinggi (tangan menunjuk), lah
teros ka mintah rujuk ka (terus minta rujuk) Rumah Sakit Rambi
(tangan menunjuk) pas ka (terus ke) kecamatan, teros lak sanaagih
(terus dibawa) ke Patrang. Empak kale yeh (empat kali ya) ?
(Menoleh ke klien pasca pasung).

Klien : Empak kaleh (empat kali).

Partisipan : Tak (tidak) berhasil. Dokterah tak bisa anoh (Dokter tidak bisa
menangani) (tangan bergerak), dokterah tak bisa nyangka jek saraf,
jek dek remmah, tak etemmoh (dokter tidak tahu kalau sakit saraf, jadi
bagaimana, tidak tau juga). Mangkanah, ding sedeng mole, tanyah ke
anak ndok (Makanya saya bawa pulang terus tanya ke anaknya)
(partisipan memegang bahu klien). Elluk (sebentar) Fi, engkok
atanyaah setiah, can engkok ye ndok yeh (saya tanya sekarang, kata
saya ya nak ya). Been reh sakek cetak dek remmah rassanah (kamu
ini sakit kepala bagaimana rasanya) ? Iyak eanoh bik dokter tager
empak kaleh, entar ka museum, eanoh ke apa ji lah, apa ji lah
namanah (Ini diperiksa sama dokter sampai empat kali,pergi ke
museum, iya apa itu, apa itu sudah namanya) ? Museum ? (partisipan
menoleh ke klien)

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

87

Klien : Laboratorium.

Peneliti : Laboratorium.

Partisipan : Laboratorium. Sampek tak bisa anoh dokterah (Sampai tidak bisa
memeriksa dokternya). Terus anoh buk, sakeken gulleh nekah sakek
cetak (Terus begini buk, sakitnya saya ini sakit kepala) (memegang
kepala) nekah bedeh se kok nakok, kadong e pentongah cetak genikah
bok (ini ada yang menakut-nakuti, kayak ada yang mau mukul kepala
ini buk) (partisipan memukul kepala sendiri), taker epentong engak se
(sampai dipukul seperti yang) pecah (partisipan tetap memukul kepala
sendiri), tappeh ding econgok cetak paggun bungkol, can (Tapi
setelah dilihat kepala saya masih utuh, kata) Wafi (menunjuk kearah
klien). Teros se kok nakok jih engak appah (Terus yang nakut-nakutin
itu seperti apa)? Gi a yong siyong, pokoken nakoeh (Yaa giginya ada
taringnya, pokoknya menakutkan) (partisipan memegang telinga).
Ben epentongah ben, pentongagih ke anoh (Kamu tak pukul ya, kamu
tak pukul ya) (tangan menggenggam), ekapakah (dibunuh
menggunakan kapak) (partisipan memukul kepala), sakek cetak (sakit
kepala). Ooo.. Ye mon deiyeh ben benni sakek, keng karena gangguan
apah, keng bedeh gangguan dari luar, caen engkok ndok (kalau
begitu tidak sakit, terus mungkin gangguan apa, mungkin juga
gangguan dari luar, itu kata saya nak). Mon deiyeh been mayuh bik
engkok, eanuagiyah ke Kyia,e syaratagih, makanah ongguen (Kalau
begitu ayo kamu sama saya ke kiayi untuk di obati, ternyata beneran).
(Melihat kearah klien) Ye lah mon engak jiah lha terosagih la ndok
terosan ndok, ngalle-ngalle, tak ser ye ngalle (Yaudah kalau begitu
dilanjutkan aja nak terus-terusan nak, pindah-pindah, tidak sembuh
akhirnya pindah). Akhirah, teros nemmoh pole anuan (Terus
menemukan lagi), (tangan sambil menunjuk) pas kejinan can
(kesurupan jin katanya), kerasukan jin pasnan (kemudian). (Melihat
ke klien) ooo jen deddih (tambah menjadi-jadi). Jieh pasnan ndok,
engkok selama bedeh setaonan dari seerawat samar-samar jih
(Begitu nak, saya ada selama setahun merawat dia).

Peneliti : Abit gi ye buk (lama ya bu) ?

Partisipan : Abit (lama). Termasuk reken la du taon sampek e nganoagih (sudah


dua tahunan dibawa ke) Bu Indah. Bu Indah dinnak reh (disini). Can
(kata) Bu Indah, elluk ben engkok e nganuaginah ka (sebentar sama
saya mau dibawa ke) Bu Sutiyah, beddeh jet perawat gebey jiyeh
(memang ada perawat buat itu). Deddih ka (Terus ke) Bu Sutiyah,
sedeng e (waktu di) Bu Sutiyah bik (sama) Bu Sutiyah la e obat

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

88

(diobatin). Mareh e rawat, haselah beres (Setelah dirawat, hasilnya


sembuh). Beres, la tak ngerteh mon anoh, adek perhatian mon e soro
rutin napah ben bulen napah ben mingguh, engkok la tak
ngerasaagih, deddih ambu (Sembuh, sudah tidak mengerti dan tidak
ada perhatian kalau disuruh rutin kontrol setiap bulan atau setiap
minggunya, saya sudah tidak merasakan, jadi berhenti). Berhenti lah
can bahasanah (kata bahasanya).

Klien : Berhenti minum obat.

Partisipan : Mmm berhenti. Teros pon nyaman, teros alakoh (terus sudah enak,
terus kerja) biasa. Tak endik pekkeran dek remmah, rassanah,
romangsah teros beres (tidak punya pikiran macam-macam, rasanya
sudah sembuh total). Ding seddeng komat pole (Saat kambuh lagi)
(partisipan memegang hidung), pas (tepat) Bu Sutiyah bektonah
neliti anonah, pasienah se disah disah (waktu meneliti pasiennya di
desa-desa). Ketepakan, komat pole (kebetulan, kambuh lagi)
(partisipan memegang tangan klien). Anoh gibeh (di bawa) ke rumah
sakit Kamis. Areh (hari) Selasa gik mintakagih obet ka (masih
dimintakan obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik
(dikasih dua tablet). Teros lah bik (terus dengan) dokter Rambi e
obetagih (diobatin).

Klien : Engak se tak endik bereng, engak se e kemoso kebbi (seperti yang
tidak punya teman, seperti musuh semua). (Diam agak lama sambil
menggerakkan mulutnya) engak se kemoso kebbi (seperti musuh
semua). Teman-teman engak se kemoso kebbi ben (seperti musuh
semua sama) saya. Tapi sekarang tinggal, tinggal masih kecil katanya
(klien membenarkan posisi duduknya).

Peneliti : Keluarga dari bapak/ibu ada yang sakit seperti Wafi ?

Partisipan : Insya Allah tidak ada.

Peneliti : Anak keberapa bu ?

Partisipan : Anak ketiga.

Peneliti : Punya adik ?

Partisipan : Punya dua. Adiknya ini laki, adiknya lagi apa roh binik (itu
perempuan) ? Cewek (sambil tersenyum) baru kelas 6, lulusan kelas
6.

Peneliti : Dulu sama ibuk kenapa Wafi kok di pasung? Pas kek cetak, arapah
mak pas e pasung (Waktu sakit kepala, kenapa dipasung) ?

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

89

Partisipan : Tak ngerteh ndok (tidak tahu nak). Kan derih ponduk (kan dari
pondok). Sakeknya derih ponduk (sakitnya dari pondok), dari pondok.
Sebelumah molle ka bungkoh (menatap ke atas), deggik ompamanah
deteng sakek cetak, buk guleh plemanah gelluh sakek cetak, degik
eanoagih ka (Sebelum pulang kerumah, nanti seumpamanya datang
sakit kepala, dia ngomong buk saya mau pulang dulu lagi sakit
kepala, nanti periksa ke) dokter. Eperiksa agih, esontek agih, marreh
berobet belih pole (Diperiksa, disuntik, setelah berobat kembali lagi).
Deggik bereppa bulen pole, deggiken pole, buk sakek cetak guleh
moleah buk (Nanti setelah beberapa bulan lagi, bu sakit kepala saya
pulang lagi bu). Molle deggik eanoagih (pulang nanti diperiksa) ke
dokter pole (lagi), sontek agih (suntik lagi). Eman, can pengara
pelajaran ponduk mik telat (Kasian, takutnya pelajaran pondok telat)
(menoleh ke klien), terlambat, deddih eanoagih pole, belih pole ka
ponduk, paggun (jadi ya begitu, kembali lagi ke pondok, tetap). Pas
ding sedeng la olle petong taon, belih pole mareh telasan ndok, biasa
kan mon telasan mole, kerem du kaleh been bik engkok (Jadi waktu
sudah tujuh tahunan, pulang lagi selesai hari raya nak, biasanya kan
pulang hari raya, jadi selama itu dikirim dua kali sama saya) (menoleh
kearah Wafi), du bulen, nelpon deri ponduk pas molle pas tak abelih
pole (dua bulan, nelfon dari pondok pulang dan tidak kembali lagi)
(menoleh ke klien). Benni pas langsung ndok, benni pas langsung
sakek sakek (Bukan langsung sakit nak, sakitnya secara bertahap). Se
keranah tak sak ngerassaagih (Pokonya saya menyimpan sendiri rasa
ini). (Suami partisipan keluar dari dalam kamar) areh kebidanan
penelitian, sabbenah e ater (anak kebidanan penelitian, dulu di antar)
Bu Sutiyah, anak buah Bu Sutiyah.

Peneliti : Pak (bersalaman dengan bapak).

Bapak : Kasoon (terima kasih).

Peneliti : Gulleh se kasoon (saya yang berterima kasih) pak.

Partisipan : Mander e parengeh sukses ndok (Semoga diberikan kesuksesan


nak).

Peneliti : Amin.

Partisipan : Usahana been kan padeh anoh, mander mogeh lanjot lah (usahanya
kamu kan sama, semoga sukses kedepannya). Sedeng engak engkok
reh reng tak endik, endik anak engak riah e rawat ben dokter, e berrik
obet ben mingguh, mon melleh bereppah ndok, kan benyak
(Sedangkan saya ini orang gak punya, punya anak kayak ini dirawat

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

90

sama dokter, dikasih obat setiap minggu, kalau beli berapa nak, kan
banyak). Engkok lha (saya sudah) Alhamdulillah di bantu, kan
termasuk pemerintah yeh (ya), tapi mon tak (kalau tidak) ikhlas bu
dokter masak pas e anoh (tidak mungkin diperiksa) tiap Kamis, can
meddurenah kasarah eladenih (kalau kata orang Madura istilahnya
dirawat). Can (kata) Bu Sutiyah rik berriken (kemarn itu), Bek (mbak)
minta tolong. Enggi anapah (iya kenapa). Embiyan jek sampe busen
ngeromat (kamu jangan sampai bosan merawat) Wafi, kantoh gi
(kesini ya) tiap Kamis. Mak tager bussenah (Tidak bosan) bu, depak
kantoh tak biaya napah, pon eparengeh obet, can guleh mik tak endik
pesse, mon gulle tak busen, bunten (sampai disini tidak ada biaya,
sudah dikasih obat, kata saya tidak punya uang, kalau saya tidak
bosan, tidak). Gulleh (saya) terima kasih sangat (tersenyum). Depak
ka esah elayanin, Wafi e romat, e sontek (sampai sana dilayani, Wafi
dirawat, disuntik).

Klien : Pola gulleh tak nginomah obet, mangkanah terro beres paggun
nginom obet (sebenarnya saya tidak mau minum obat, makanya saya
ingin sembuh minum obat).

Partisipan : Mmm terro beresah, terro belih asal (ingin sembuh, ingin kembali
semula).

Peneliti : Jek busen nginom obet (jangan bosan minum obat).

Klien : Gulleh nginom obet, kadeng (saya minum obat, kadang) (sambil
memegang tenggorokan) nekah (ini) panas.

Partisipan : Mon nginom obet (kalau minum obat) panas (tersenyum).

Klien : (Memegang tenggorokan) gerungan cekak (tenggorokan susah untuk


menelan).

Partisipan : e jatah bik (jatah) pak dokter sabben gik (dulu masih) pertama ke
rumah sakit, e jatah du taon (dijatah dua tahun). Rutin selama du taon
(dua tahun).

Peneliti : nekah berepah taon se nginom obet (ini berapa tahun yang minum
obat) ?

Partisipan : Tak deppak setengah taon ngara, mulai bulen napah, empak bulen
mik bedeh (tidak sampai setengah tahun mungkin, mulai bulan apa,
mungkin empat bulan ada) (sambil melihat Wafi). Mander mugeh e
parengeh (Semoga saja dikasih) barokah Allah (tersenyum).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

91

Klien : Terapi obet (obat). Obet sekejek, e enom cekak ka gurungan (Obat
sebentar diminum terasa susah ditelan di tenggorokan) (memegang
tenggorokan). Saya itu kalau kumat (kambuh) anu, semua teman-
teman itu e kemoso (dimusuhi), jadi saya di begini saya (memegang
pergelangan tangan), sokoh (kaki) ini (menunjuk kaki) di pengkot
(ikat).

Peneliti : Siapa yang mengkot (mengikat)?

Klien : Dipengkot (diikat).

Partisipan : Se mengkot sapah (yang mengikat siapa) ?

Peneliti : Se mengkot sapah (yang mengikat siapa) ?

Klien : Pengkot ben (diikat oleh) kakak e pengkot (diikat) (membenarkan


duduknya).

Peneliti : Tangan sama kaki?

Klien : Iya. Sabbenah (dulu) itu (melihat ke ibu nya).

Partisipan : Nyamanah kakaken sapah (nama kakaknya siapa) (melihat ke


klien)?

Klien : Kan embiyan seng oning gulleh e pengkot e kamar (kan ibu yang tahu
kalau saya diikat di dalam kamar) (melihat ke ibu nya).

Peneliti : Siapa bu?

Partisipan : Hehehe anu (tersenyum), kakak sepupu.

Peneliti : Kenapa bu kok di pengkot (ikat) dulu bu ?

Partisipan : Anoh pas ajelen ndok. Kan ajelen meloloh deiyeh, deddih pekkernah
engkok( Waktu itu pas jalan nak. Kan jalan-jalan terus, jadi pikiran
saya).

Klien : Keluar kedalam. Keluar rumah, ke dalam, ke dalam pole (lagi) rumah.

Partisipan : Takoken abek mon ajelen (memegang dada) bayangnah engkok


engak se e embong, benyak anaken oreng elang (takutnya saya kalau
jalan bayangan saya seperti yang di jalan, banyak anak orang hilang).
Reh gik ajelen, jelen, mon teppak engkok se tak ajegeh, kan gik tak
taoh bereng berse, engkok tak bisa, tak mampu mon kedirik (Ini
masih jalan, jalan, kalau saya kebetulan tidak jaga, kan belum tahu
barang bersih, saya tidak bisa, tidak mampu kalau sendiri).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

92

Klien : Toman mareh nginom obet pas nyelem ke songai (pernah setelah
minum obat terus mandi di sungai). Nyelem ke songai (mandi di
sungai) yang a gili (mengalir). Nyelem (mandi) ke songai (sungai).
Nyelem (mandi) saya lah, nyelem tok (mandi saja). Ben mare (setiap
selesai) shubuh.

Peneliti : Kenapa kok gitu?

Klien : Ya anu itu. Eeeeee

Partisipan : Katanya orang tambeknah muang (menyembuhkan) penyakit.

Klien : Iya habis shubuh. Habis shalat Shubuh, buang penyakit. Sekarang
diselameten meloloh (diselamatin terus). Diselameten nganggui kok
ajem (diselamatin menggunakan daging ayam) (tersenyum), nasi,
slameten (selamatin). Malle, malle, malle napah buk (Untuk apa,
untuk apa, untuk apa bu) (melihat ke ibunya) ?

Partisipan : Malle beres (supaya sembuh). Malle pekkeran (supaya pikiran)


tenang, malle lekas (supaya cepat) sadar. Pola mik olle (siapa tahu
mendapat) Ridho-Nya (Melihat ke anaknya).

Klien : Enggih malle beres buk (iya supaya sembuh bu).

Partisipan : Setiah soro benyak macah apah (sekarang disuruh banyak membaca
apa) (melihat ke klien) ?

Klien : Astaghfirullahaladzim (melihat ke atas)

Partisipan : Mon terro aobeah ngocak apah (kalau ingin ganti mengucapkan apa)
?

Klien : Lailahaillallah.

Partisipan : Kodduh benyak macah (harus banyak membaca) (melihat ke


anaknya).

Klien : Ya Allah Ya Rasulullah.

Peneliti : Dulu dipengkotnya (diikat) dimana bu?

Partisipan : Dirumah sini.

Peneliti : Lama bu?

Partisipan : Dulu 15 hari, 2 minggu. Pas yang kumat (kambuh) lagi, ada paling 5
hari.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

93

Peneliti : Kalau kumat (kambuh) diapakan bu?

Partisipan : Ya dipengkot (diikat), paling 5 hari, gak seterusnya.

Peneliti : Ya ibu ya yang ngeladeni (ngerawat) dulu kalau masih dipengkot?

Partisipan : Iya. Sappah ndok (melihat ke anaknya), mon setiah gellem lah (kalau
sekarang mau sudah). Tapi mon sek dulu, ye e kroyok (tapi kalau dulu
ya bersama-sama) (tersenyum). Jek ariyah dulu, pas ngamok ke
abeken dibik (ini dulu kalau marah ke dirinya sendiri) (memukul-
mukul kepalanya). Mon tanang e pengkot (kalau tangan diikat), gader
gader (kepala ibu bergerak ke samping kanan, kiri, dan depan).

Peneliti : Ke tembok bu?

Partisipan : Emmm Kan sajen (tambah) bahaya. Sampek saraf pecah ngono
yok opo ndase jare (sampai saraf pecah begitu bagaimana kepalanya
nanti) (melihat ke kepala anaknya), cetakah belle, kan jen payah
(kepala pecah, kan tambah parah). Mon tak e pengkot mangmang
pekker ntar ka mbong embong la, tak taoh bedeh motor, bedeh sepor
(Kalau tidak diikat khawatir nanti ke jalan, tidak tahu ada kendaraan,
ada kereta). Can pekker ye e pengkot (saya piker ya diikat).
Mangkanah ngocak ndok, duuuh..gulleh pojur bu e pengkot, mon tak
deiyeh gulleh ajelen meloloh (Mangkanya bilang nak, duhhh..saya
beruntung bu diikat, kalau tidak begini saya jalan terus). Jek lakoh
eajek can ndok, bedeh ngajek can (Diajak terus nak, ada yang
mengajak) terus-terusan. Dedih ajelen adek lessonah (jadi jalan tidak
ada capeknya). Tak begi keluar bik engkok, ajelen (tidak boleh keluar
sama saya, jalan) (tangan menunjuk ke belakang lalu ke depan)
sampek gili pelonah (sampai mengalir keringatnya). Soro ambu tak
gelem ambu, tak lesoh can (menggeleng-gelengkan kepala), paggun
eajek ajelen terusan, bedeh se ngajek (Saya suruh berhenti tidak mau
berhenti, tidak lelah katanya, tetap diajak jalan terus, ada yang
mengajak.). Kan pekker dibik la tak nguasai (kan pikirannya sendiri
sudah tidak mampu). Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal
(Semoga aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula)
(memegang kepala klien). Se billeh mareh telas, pas ngocak norokah
cacak alakoh (Waktu setelah hari raya, terus bicara ikut kakak kerja).
Iye lah norok mon cacak endik gerepen (Iya sudah ikut kalau kakak
sudah punya kerja). Pas alakoh (terus kerja) ke Mangli, laok (selatan)
pasar sampai 3 bulan. Mareh alakoh (setelah kerja) ke Mangli
(memegang hidung), pas gerep (terus membangun) Musholla (tangan
menunjuk). Mangkanah dari jiyeh, pas abek ji lah anoh pole,
dekremmah deiyeh, beni pas langsung kontan (Makanya dari situ,

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

94

bagaimana ini, bukannya langsung kelihatan sakit). Enilai jih lah


(dinilai itu) aneh. Can oreng se taoh, sengak komat pole (katanya
orang yang tahu, awas kambuh lagi). Engkok la sossa kadek ndok
(saya sudah kepikiran dulu). Alhamdulillah sarakan se sabben (parah
yang dulu). Cuman mon setiah (memegang tangan klien) abit se
sadarah, se pas biasaah pole (Namun kalau sekarang lama sadarnya,
waktu sadar lagi). Can (kata) Bu sutiyah pe sabber (yang sabar). Tak
sabber dek remmah mon (tidak sabar bagaimana kalau) Allah se a
pareng (yang memberi), kan lah endik (sudah punya) bagian
(tersenyum), Ye paggun sabber (ya tetap sabar), paggun (tetap)
nerima. Usaha e tambek dekemah, e tambek dekemah (diobatin
kemana-mana, diobatin kemana-mana). Akhirnya Allah kebbi se
meberesseh (semua yang menyembuhkan). Ngeromat (ngerawat) anak
deiyeh mon engkok la (begini buat saya sudah) ibadah (tatapan manat
ke bawah).

Peneliti : Ada kesulitan bu selama merawat Wafi?

Partisipan : ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas tak
(saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak). Apa pole (lagi)
Wafi e pengkot (diikat). Maseh tak e pengkot, tak e begi bik riyah,
(Meskipun tidak diikat, saya tidak dibolehin,)(menunjuk kearah
Wafi), tak e begi alakoh (tidak dibolehin kerja) . Ye lah apa bedenah
(ya sudah apa adanya) (tersenyum dan membenarkan posisi
duduknya). Mon (kalau) Wafi lah nyaman (sudah enakan), engkok
alakoh e soro oreng (saya kerja disuruh orang), ke sabbe engkok
lakonah (ke sawah saya kerjanya).

Klien : Pengen di barengin meloloh (terus). Pengen di temani (menoleh ke


ibu) sama ibu, sama bapak, sama kakak, sama adik. Pengen hiburan.
Pengen refleksi.

Peneliti : Refreshing.

Klien : Refreshing (tersenyum melihat ke ibu).

Partisipan : Jilenah (lidahnya) kaku reh (ini), polanah obet can (gara-gara obat
katanya) Bu Sutiyah. Ye deiyeh riyah lah, seneng mon kapolong (ya
begitulah, senang kalau bersama) terus. Keng engkok reh ngocak
deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak olle alakoh, dimmah olle pesse,
been mon ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak
boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah
(apa), minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa)
(melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

95

ya). Tak (tidak) usah (menggelengkan kepala), tak (tidak) usah


(tersenyum melihat ke klien).

Bapak : Tak begi alakoh karepah (tidak boleh kerja keinginannya). E


penengnengah reng tuah (disuruh diam saja orang tua). Jek
manungsah (ya manusia) ya ikhtiar, usaha.

Partisipan : Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah sekejek


entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke sawah, dapat
rejeki) (tersenyum melihat ke klien).

Peneliti : Kalau ibu ke sawah, Wafi sama siapa?

Partisipan : Sama adik cewek. Ngalem (manja) ke adik cewek.

Peneliti : Kesehariannya kegiatan Wafi apa bu?

Klien : Minum obat.

Partisipan : Ya minum obat, ngakan, tedung (makan, tidur), jalan-jalan semmak


(dekat) bisa, tapi curiga, pekker takok kelopaen (piker takut lupa).
Mon (kalau) tarawih ye e langger (ya di musholla), tadarus, mole
(pulang). Dek remmah ye ndok, kan rekenah tak loppah (Bagaimana
ya nak, kan ibaratnya tidak lupa). Keng (Tapi) Alhamdulillah
bektonah sembayang, pokok e peengak (waktunya sholat, pokok di
ingatkan), langsung mandi. Ngerti ke najis, ngerti suci. Tak loppah
(tidak lupa). Se keloppaen riah engak dewasanah, mon can engkok
reh (yang lupa itu tentang kedewasaannya, kalau kata saya) tak
dewasa. Mon e tanyak abeken bedeh se sakek (Kalau ditanya
badannya ada yang sakit), adek se e pesakek can (tidak ada yang sakit
katanya), abek (badan) sehat, pikiran kan termasuk sehat mon engak
(kalau ingat) suci najis, halal haram engak ariyah (seperti ini). Terlalu
nastiti riyah ndok (memegang tangan klien), molle lambek gik tak
sakek (hati-hati ini nak, dari dulu sebelum sakit) (memegang telinga).
Mungkin kepinternah (kepintaran) makhluk halus, molle bileh sampek
billeh engkok paggun masokah (dari dulu sampai kapanpun saya tetap
masuk), kan deiyeh ndok can rassah (begini nak firasatnya). Mander
mugeh ben (semoga oleh) Allah riah belih ke asal (ini kembali ke
asal). Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik (yang
tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak) terus. Degik mon
abeen (nanti kalau dia) kesenengan, acak kencak ndok engak nak
kanak (bertingkah seperti anak anak) (tertawa). Can (kata) pak dokter
terapi obet (obat), mayuh (ayo), kan jet (memang) usaha yeh (ya)
(menggaruk tangannya). Tapi mon engkok la deiyeh (tapi kalau saya

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

96

begini), Ya Allah engkok reh soro (saya ini disuruh) nerima ujian dari
Allah, dek iye lah (gini sudah) (memegang dada). Deddih engkok (jadi
aku) ngerasa endik dusah ka (aku dosa ke) Allah. Deddih e pesaber
meloloh bik engkok (jadi saya sabar terus menerus).

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

97

P2

Peneliti : Jadi Venti sudah sakit berapa lama bu?

Partisipan : 8 tahun. Pokok dari 2008 sudah sakit, tapi saya ikat tahun berapa ya
(melirik ke atas) , duh wes lupa saya.

Peneliti : Berarti yang di ikat ada 8 tahun juga bu ?

Partisipan : Endak (pindah tempat duduk). 3 tahunan.

Peneliti : Itu tidak pernah dilepas ?

Partisipan : Ooo dilepas. Tidak di taleni (ikat) terus, ya duduk-duduk, kalau


kumat (kambuh) ya di taleni (ikat).

Peneliti : Kalau pas kumat (kambuh) itu gimana bu?

Partisipan : Ya ngelamun, terus seperti apa itu ya, gerakan taaass (tangan
mengepal sambil digerakkan ke kanan). Duduk disebelah saya
langsung creeett (tangan mengepal digerakkan ke kanan). Katanya
kalau yang mukul bukan aku, ada yang nyuruh namanya Bukhori.

Peneliti : Itu awalnya bagaimana bu ? Venti ngerasanya bagaimana di


badannya?

Partisipan : Waktu SMP kecelakaan, habis itu gagar otak ringan. Sama saya tidak
di CT Scan. Habis gitu sekolah lagi sampai lulus. Terus keluhannya
dulu itu, seperti badannya 2 waktu SMA, masuk SMA itu. Badan saya
seperti bukan saya, yang separo (sebagian) bukan saya. Saya gak anu,
hah apa gitu, koyok seng gak percoyo (seperti yang tidak percaya).
Terus mau kelas 2 seperti anak kesurupan. Terus itu dah. Seperti ada
bisikan, pocong-pocong. Bapak ibu ditebak.

Peneliti : Dimana itu bu pertama kalinya?

Partisipan : Di sekolah. Tapi sempat pulang sendiri masih. Pulang kesini diantar
sama temannya. Roboh katanya. Anaknya memang pendiem. Sempat
saya bawa kemana-mana. Ya namanya ingin sembuh anak ya. Habis
gitu diem gak ada perubahan, disuruh bawa ke dokter saraf. Dibawa
ke dokter saraf sama saya, berapa kali itu. Kan tau sendiri kalau
dokter saraf obatnya mahal. Berobat terus habis gitu gak ada hasilnya.
Tambah lari-lari gitu. Sempat dibawa ke ustadz, sempat sekolah lagi,
kambuh lagi. Anaknya minta sekolah, kambuh lagi. Kambuh lagi,
maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang. Kan saya
sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

98

bisa kerja, terpaksa saya iket. Jadi kalau saya sudah datang, minta
dilepasin ya dilepasin. Banyak wes, pergi ke orang pinter itu
berulang-ulang (tersenyum).

Peneliti : Dulu yang periksa ke dokter saraf itu apa bu katanya sakitnya?

Partisipan : Ndak ada. Dikasih obat. Kenapa kok tidur terus, gitu cuma anaknya
itu. Gak capek tidur terus, ya terus disuntik itu. Terus habis gitu
sempat sekolah lagi, sekolah lagi sempat saya lunasin semua naik ke
kelas 2, kambuh lagi. Ngamuk-ngamuk, kadang seperti bayi, jerit,
ngelamun lagi, lari gitu. Kata dokter itu memang benar, gak malu.
Jalan-jalan pergi ke rumah orang, moro-moro (tiba-tiba) masuk ke
kamarnya, kan gak enak sendiri, terpaksa ya diikat. Kalau udah marah
ya diikat, kalau dilepas lari.

Peneliti : Berapa hari kalau diikat bu?

Partisipan : Ya tergantung dek. 2 hari, sempat gak dilepasin itu berapa bulan.
Wong listrik itu dilepasin (menunjuk kearah stop kontak). Sempat
berapa bulan ya, 3 bulan yang diikat terus. Kata saya seperti bayi, ya
kasian kan.

Peneliti : Saudara ibu ada yang sakit seperti Venti?

Partisipan : endak ada ndok, endak ada. Mungkin ini ya wes kecelakaan itu tadi,
gampang puyeng (pusing) mikirin (memegang kepala). Anaknya
pandai, lulus sekolah itu nilainya jelek, tapi lulus. Mikir dia. Orang
saya pintar nilaine apik-apik (bagus-bagus), iki mak cik eleke (ini kok
jelek sekali). Kembar ini ndok, ini yang perempuan, sana yang laki-
laki (menunjuk ke samping), nilainya tinggi. Orang dulu saya yang
tinggi, mas Vendy kecil, seperti apa itu ya kejar-kejaran. Itu dah. Pas
di pasung ada dari balai desa, pak kades kesini semua dah. Sama saya
dikirain ada masalah apa ya, kaget. Apa masalah PNPM, soalnya dulu
saya megang uang PNPM garap (bangun) jalan ini (menunjuk ke
jalan). Ada masalah ta, takut. Makanya ke anak saya ini. Sempat gak
mau saya dulu di bawa ke Rumah sakit. Soalnya apa, takut ada biaya
nya, apa yang mau saya bayar gitu dek. Hutang wes akeh (sudah
banyak). Terus bapaknya gak ada, mikir lagi bapaknya lagi. Kan
sekarang sudah lepas sama saya, sudah sama orang lain. Saya gak
mikirin suami saya, biar anak saya sembuh. Alhamdulillah anak saya.
Soalnya buat apa mikirin, bapaknya gak mikirin anaknya, kan gitu.
Ya sekarang saya sendiri sama Venti. Cuma numpang ke ibuk, kan
Alhamdulillah masih punya rumah.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

99

Peneliti : Masih sering kambuh bu?

Partisipan : Endak, Alhamdulillah. Tarawih ya tarawih. Tadarus juga. Kalau


sholat memang anaknya patuh. Tapi kalau sudah tidur, Shubuhnya
bolong (ketawa).

Peneliti : Pas diikat, ibu ngeladeninnya (ngerawat) ya di kasur ?

Partisipan : Iya (menganggukkan kepala).

Peneliti : Kalau ke kamar mandi bu ?

Partisipan : Kadang ya pipis disitu. Ya wes kayak bayi gitu wes, kasian kan.
Orang anaknya bersihan. Sempat di lepas sama saya, ya pipis pipis
disini, kan kotor semua kan, terus kalau ada tamu itu, terpaksa ya
diikat. Soale kalau sudah pipis di kasur itu, terus dah duduk gini.
Berak ya berak di tempat tidur. Ya persis bayi itu dah. Kadang kalau
sudah disuapin makan, kadang-kadang di gigit (memegang jarinya),
jerit-jerit dah.

Peneliti : Sekarang kalau sudah dilepas gimana bu?

Partisipan : Ya sudah sendiri. Tapi kadang kalau malam, matanya lihat ke atas
itu, mikir katanya, mikir sendiri gitu. Ya namanya anak kan pengen
apa, pengen apa. Sempat ingin sepeda motor, sudah dibelikan, tapi
dibawa sama ayahnya. Sekarang saya bilang, buat apa beli sepeda
motor, nanti kan punya sendiri, sabar masih. Aku dapat dari mana
uang. Ya saya gak menjelekkan suami saya, gak bisa mikir saya. Ya
Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak. Ibu bapak saya juga
sabar.

Peneliti : Ada kesulitan/hambatan selama merawat Venti?

Partisipan : Ya nek merawatnya endak. Cuma gak bisa keluar. Kan saya kalau
ada rapat jadi kader, itu gak bisa. Mau kerja gak bisa. Sekarang bisa
ditinggal. Diem sama neneknya. Dulu gak bisa, ibu saya gak sanggup,
gak bisa itu merawat, jadi ya saya.

Peneliti : Dulu yang ngiket siapa bu?

Partisipan : Ya aku sama kain itu.

Peneliti : Ngapain bu kesehariannya Venti?

Partisipan : Ya di warung kadang-kadang, bantu-bantu. Kalau sore nyapu. Kalau


di dapur gak bisa. Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur
wes.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

100

Peneliti : Apa harapan ibu buat Venti kedepan ?

Partisipan : Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi. Biar bisa bantu ibu.
Meskipun gak kerja kemana rah, ya bantu ibu di warung. Sampek
saya jualan pulsa untuk anak saya, ya gak bisa. Sebenernya bisa, tapi
anaknya itu takut.

Peneliti : Jadi obatan sudah berapa lama bu?

Partisipan : Dari 2011. Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan pas ada
orang datang dari desa. Mendingan pas dirawat. Ya bermacam-
macam, apa itu, bermacam-macam, ganti-ganti itu. Kadang ke kamar
mandi itu gak sadar, wira-wiri itu, pipis terus-terusan. Kadang saya
mikir kalau gak ada saya gimana. Anaknya pendiam, sampai saya
bilang gak usah mikir macam-macam, ben sehat, sehat itu mahal.
Kadang saya mikir, kalau saya sakit siapa yang nganu obat, kalau ibu
kan gak bisa, ya saya yang berangkat.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

101

P3

Peneliti : Berapa lama Pak Mursidi sakit seperti ini bu ?

Partisipan : Ya3 tahunan (memegang hidung).

Peneliti : Ada yang sakit seperti Pak Mursidi dari keluarga ibu/bapak ?

Partisipan : Ndak ada, ndak ada.

Peneliti : Kenapa dulu bu kok diikat ?

Partisipan : Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orang-orang.
Dulu ada dari (melihat ke atas), dari Dinas, Dinas Kesehatan ada
pertolongan lah ya. Dulu keponakan saya ada yang lapor ke
wartawan, gak tahu saya. Terus langsung masuk TV itu. Ya itu gak
apa-apa ya, yang penting anak saya sembuh ya. Ya untung pemerintah
masih belas kasihan sama saya ya ndok, di bawa ke Soebandi selama
10 hari. Ya gak bayar, tak mampu aku bayar. Kalau yang ngambil
obatnya ya bukan saya, saya gak punya tumpakan (kendaraan) itu,
gak punya apa-apa. Ya orang sini, pak kampung itu yang ngambil,
biar saya sudah yang ambil tiap bulannya.

Peneliti : Berapa lama dulu bu diikat ?

Partisipan : Enggak lama, 3 bulanan. Gak diikat terus, kadang dilepas.

Peneliti : Sekarang masih kambuh apa tidak bu ?

Partisipan : Ya enggak. Kata Bu Sutiyah itu suruh nyari kesibukan, jangan


dirumah terus, biar pikiran enak, ya ikut bapak itu.

Peneliti : Pertamanya dulu itu bagaimana bu ? bagaimana ngeluhnya ?

Partisipan : Dulu itu kan teman-teman nya semua kan punya sepeda motor
semua. Terus istrinya bilang, gak gaul, teman-temannya punya sepeda
semua. Itu pas kepikiran, pas cerai, pas ngamuk (marah),
pandangannya ya bingung. Terus saya bawa ke bindereh 2 hari, terus
pulang. Terus saya bawa ke kyai 4 bulan. Saya bingung ndok tiap
harinya, ya saya mau makan, saya mau kerja, bingung tiap hari,
bingung. Ya pas itu saya pasung. Terus dulu dari Dinas Kesehatan
datang, lagsung dibawa. Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya
mau di obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan.

Peneliti : Dulu diikat sama apa bu ?

Partisipan : Anu.. Apa.. Apa.. Randu, Randu. Kayu Kapuk itu lho.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

102

Peneliti : Dulu ngerasanya bagaimana bu ?

Partisipan : Ya itu dulu mikir. Mikir terus. Ya saya gak punya, mau bagaimana
lagi keadaannya gak punya ndok. Mau hutang, apa yang mau dibuat
hutang. Di kejar-kejar sama bank. Dulu ibu saya masih sakit ya, ya
saya ngerawat 2. Ibu saya gak kelihatan. Saya nangis ndok kalau
sudah kepayahan ndok.

Peneliti : Dulu pas dipasung siapa yang ngeladeni ?

Partisipan : Ya saya ndok, terusan. Mau siapa ndok. Saya kan gak punya saudara.
Gak mau sama yang lainnya. Kalau bukan saya siapa ndok. Bapak ya
kerja. Dulu adiknya ya masih sekolah. Jam segini kan wes gak ada
orang. Dikasih ujian ini (tertawa). Kalau gak telaten, mau gimana lagi
ndok, ya gak apa-apa. Kata pak kyai itu gak apa-apa dikasih ujian
yang penting sabar.

Peneliti : Ada kesulitan tidak bu selama merawat Pak Mursidi ?

Partisipan : Ya kesulitannya itu kalau tidak dipasung itu, kalau saya kerja itu,
seperti apa ya, takutnya. Wongan orang sudah pikirannya gak ada.
Saya kerja di sawah ya gak tenang, kepikiran. Mau tenang gimana,
keadaan kayak gitu. Kalau dipasung itu ya tenang. Saya kerja
mondar-mandir itu gimana rasanya ya. Sekarang kalau ada anak jerit-
jerit, duh jantung saya masih deg-degan. Kepikiran itu ndok.

Peneliti : Dulu waktu dipasung bisa ditinggal bu ?

Partisipan : Ya bisa ndok saya kerja, saya ngarit. Kan bentar. Kalau sudah ya
pulang. Kan sama bapaknya. Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-
sama kerja, pikirannya tenang. Saya orang gak punya ndok, mana mau
makan ndok, ya kerja. Kepikiran tiap hari ndok, apa yang mau buat
beli beras. Apa lagi dulu ndok, duuuhh.. kepikiran sembarang-
sembarang. Mana dulu anak saya masih sekolah, ya cari hutangan.
Kalau sekarang enakan, yang satunya baru kawin, yang satunya sudah
enak. Tapi tiap harinya obatnya itu gak telat-telat. Ya ada perubahan.
Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya. Ya ditelateni, sabar, kalau
gak sabar ya pusing juga ndok. Kata Bu Sutiyah, biar kerja Bu Mur
biar tenang. Ya buat kerja buat bata, dari pada dirumah terus.
Untungnya orang-orang sabar, gak ngambil hati itu, dulu jendelanya
Bu Haji ini (nunjuk ke arah depan) di lempar pakai batu sampai
pecah, saya kasih uang tidak mau. Kata Bu Haji, sudah gak usah, itu
tidak sengaja. Ya Alhamdulillah, gak mau orangnya saya kasih. Kalau
ngamok, wedi ndok wedi. Bu haji ya meneng. Kalau ada Mursidi ya

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

103

tutup lawang ndok masio sedino, yo sedino. Anake, mantune diilokno


sembarang. Ngamok ndok, ngamok. Haduh kalau dulu ndok takut,
takut ndok (mengagkat bahu). Kadang lupa minum obat.

Peneliti : Setelah dilepas, pernah dipasung lagi tidak bu ?

Partisipan : Tidak pernah ndok. Ya cuma 3 bulan itu terus dibawa itu ndok.
Sekarang kalau kambuh ya tidak saya pasung lagi, pokoknya obatnya
gak telat. Kalau kambuh kayak kyai itu ndok, pake surban, ngaji,
adzan, sembarang ndok.

Peneliti : Apa harapan ibu buat Pak Mursidi ?

Partisipan : Hah harapan ndok ? Biar bojoan ndok (tertawa). Kalau bojoan
ndak boleh ikut ini. Biar disini sama saya, gak ada temennya ndok, ya
nemeni saya. Kemarin tanya ndok, arapah mak atanyah engkok se e
pasung pasung. Anoh, ajiah gun minta wawancara, ajiah kan lulusan
kuliah. Tanya kemarin ndok. Kadang kalau liat-liat gitu,
pandangannya masih kosong. Tapi sekarang bantuin, sudah bisa bantu
ngarit kalau gak punya rebbe (rumput). Ya Alhamdulillah.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

104

P4

Peneliti : Abit (lama) mbah Pak Yasin se sakek (yang sakit) ?

Partisipan : Se e pager empak taon (yang dipasung empat tahun).

Peneliti : Empak taon tak taoh e (empat tahun tidak pernah di) buka mbah?

Partisipan : Tak e (tidak di) buka sekaleh (sekali). Iyeh e (iya di) buka mak
nyareh nokol (nanti mukul). Mon se stress parak setaon (Kalau yang
stress hamper satu tahun). Syaratagih kaesak-kaesak syaratagih (Di
cari-carrikan kesana kemari) (tangan menunjuk kea rah samping
kanan dan kiri). Tager depak ke Medureh guleh (Sampai ke madura
saya), se nyareh kyai gebey (yang mencari kyai untuk) Yasin. Taker
depak (sampai) pucuk gunung (tangan menunjuk ke atas). Terro
bereseh (ingin sembuh). Can setong kejinan (kata satunya kerasukan
jin). Can setong (kata satunya) keanuan. Mbik guleh syaratagih jet
(Oleh saya memang di obatkan alternative). Depak ka Medureh
sebulen (sampai di Madura satu bulan). Benni nik sekunik abien
guleh ndok (Tidak sedikit habisnya saya nak). Mon melliah sapeh
benyak ndok (kalau dibuat beli sapi banyak nak). Ariah se gering dek
riyah re ndok lantaran sapeh (ini yang sakit begini nak gara-gara
sapi). Sapenah tak gering (sapinya tidak sakit), ngandung (hamil),
ngandung parak abuduk (hamil sampai hamper beranak), pas robbu
(terus jatuh), pas mateh (terus meninggal). Jieh lantarnah (itu gara-
garanya). Pas sakek deiyeh (terus sakit seperti ini), pas deddih ke
stressah (terus jadi stress). Pas mareh deiyeh lakoh pas ndok (Setelah
it uterus kerja nak), jek nyaman pas abek jih (badan itu sudah
enakan), jek bedeh olenah hasil se engkok syaratagih (ada hasilnya
aku yang mengobati alternative), lakoh pole olle embik (kerja lagi
dapat kambing). E long polong ndok (dikumpul-kumpulkan nak), asal
embik jiah duweken (awalnya kambing itu dua), e long polong tager
abuduk dedih lema beles (dikumpulin sampai beranak lima belas), pas
mateh gun duwek (terus meninggal dua), setong (satu), bennareh
(setiap hari). Pas jiah terus pas ndok (it uterus nak), tak (tidak) bisa.
Bedeh oreng lebet pas e antem (ada orang lewat terus dipukul), oreng
lebet e antem (orang lewat dipukul) (tangan menggenggam
digerakkan ke arah depan). Dedih abek timbang aperrean (jadi dari
pada saya mendapat masalah), deddih e pager ndok (jadi dipasung
nak). Abek pas (saya terus) minta tolong ke tetangga, majuh engkok
(ayo saya) minta tolong pageragih (pasungkan), ye pas e pager ndok
(ya terus dipasung nak), meleagih (dibelikan) rantai bik engkok ndok
(sama saya nak), e (di) rantai roh sokonah meloloh selajeh se (itu

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

105

kakinya saja sebelah di) kanan (memegang kakinya). Sakek setaon


(sakit setahun), e pager empak taon (dipasung empat tahun), dedih
kebbi lima taon (jadi semua lima tahun).

Peneliti : Keluarganah (keluarganya) mbah bedeh se sakek engak (ada yang


sakit seperti) Pak Yasin ?

Partisipan : Bedeh (ada). Setong e (satu di) Gambirono e pager pancet (dipasung
tetap) sampai setiah (sekarang).

Peneliti : Pak Yasin mon komat dek remmah (kalau kambuh bagaimana) mbah
?

Partisipan : Ye nokol ndok (ya memukul nak). Ding tanyakagih (saat ditanya),
mak moro-moro nokol been apa salanah engkok (tiba tiba kok mukul
kamu apa salah saya). Jek engkok bedeh nyoro (saya ada yang
nyuruh), deiyeh can (begitu katanya) (tersenyum). Lha abit tak taoh
komat (sudah lama tidak pernah kambuh), la ngarek setiah (sudah
nyari rumput sekarang). Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara
sapi lagi sama saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan
nak), timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada
pekerjaan). Alakoh bangunan adek oreng ngajek (Bekerja kuli
bangunan tidak ada orang mengajak), padeh takok (semua takut).
Dedih pe ngalak sapeh bik engkok (jadi merawat sapi sama saya).

Peneliti : Bileh gik e (dulu waktu di) rantai sapah (siapa) mbah se ngeladenih
(yang ngerawat) ?

Partisipan : Ye engkok nduk (ya saya nak). Ye kebbi sekeluargana engkok se


ngerumat (ya semua keluarga saya yang ngerawat). Engkok ke sabe
(saya ke sawah), ye bik (ya bersama) nenek ruah (itu). Kadeng
emaken riah (kadang ibunya ini) (menunjuk ke cucunya). Mon
ngakan ye ngalakagih (kalau makan ya diambilkan), engkok lapar
ngakanah (aku lapar mau makan). Tak (tidak) mandi, mon e pager
dek remmah mandiah (kalau dipasung bagaimana mandinya). Mon
akemi (kalau BAK), ye akemi ejiah lah (ya BAK disitu sudah). Mon
setiah lah kedibik (kalau sekarang sudah sendiri), ka songai (ke
sungai), ngaji. Beres setiah lah ndok (sembuh sudah sekarang nak), e
parengeh beres ndok (diberi kesembuhan nak). Bedeh se nolong abek
riah (ada yang nolong saya ini).

Peneliti : Ada hambatan ta atau kesulitan selama merawat Pak Yasin setelah
gak dipasung gini ?

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

106

Partisipan : Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa sendiri.
Sekarang pokok obatnya gak telat ya gak kumat, gak marah-marah
lagi. Ya pengen sembuh kayak dulu lagi.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

107

P5

Peneliti : Sudah berapa lama yang dipasung ?

Partisipan : Ya 25 tahun itu dah gak pernah di lepas-lepas.

Peneliti : Berarti mulai stress nya berapa lama ?

Partisipan : Ya 25 tahun itu dah langsung dipasung, orang marah-marah mbak.

Peneliti : Kalau di keluarga ada yang sakit seperti Pak Toli ?

Partisipan : Nggak ada.

Peneliti : Dulu pertamanya bagaimana sakitnya sampai dipasung ?

Partisipan : Kerja mbak dari Banyuwangi pas marah-marah. Ajuelen e (jualan di)
Banyuwangi. Dulu ada orang yang suka, tapi dia pas gak mau. Terus
pulangnya itu kayak gitu, ngamok-ngamok. Terus dibawa ke kyai
sampek mana-mana, katanya diguna-guna sama yang suka. Terus
diiket, kadang diluar rumah, kadang di dalam rumah, pindah-pindah.

Peneliti : Sekarang masih suka kambuh bu ?

Partisipan : Ya kambuh kadang-kadang.

Peneliti : Kalau kambuh diapakan ya?

Partisipan : Ya dibiarin, pokoknya gak ngamuk mbak. Cuma bicara sendiri-


sendiri mbak. Kalau ngamuk itu yang takut. Tapi gak sampai diikat
lagi, tak biarin. Itu mungkin stress itu mungkin. Kan itu cita-citanya
tinggi kan itu. Sekolah sambil kerja sendiri itu dulu, prestasinya bagus
itu dulu.

Peneliti : Dulu yang masung siapa ?

Partisipan : Ya keluarga sendiri. Kalau gak dipasung ya ngamok-ngamok. Dulu


kan gak ada dokter yang nangani kayak gini, kan 25 tahun yang lalu.
Kalau ada bantuan kayak gini ya tak bawa ke dokter. Kan gak tahu.
Yang ngerawat dulu ya bareng-bareng sama saudara-saudara.

Peneliti : Dulu dipasungnya pakai apa ?

Partisipan : Ya dipasung pakai rantai di kakinya, tapi salah satu.

Peneliti : Kesehariannya Pak Toli ngapain bu ?

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

108

Partisipan : Ya wes gitu. Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak
kemana-mana. Ya jalan-jalan. Ya biarin yang penting gak ngamuk itu
dah.

Peneliti : Setelah dibuka pasungnya ada kesulitan dalam merawat ?

Partisipan : Ya cuma minum obat itu kadang gak mau.

Peneliti : Terus diapakan ?

Partisipan : Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh.

Peneliti : Apa harapannya bu buat Pak Toli ?

Partisipan : Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi. Sekarang
ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan.

Peneliti : Dulu pertama yang lepas pasung gimana itu ?

Partisipan : Ya dari pihak desa sama dinas buat bujukin, kan pertama gak mau di
lepas, karena takut. Terus dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1
bulan, terus dirujuk di Pasuruan 2 bulan. Terus boleh pulang. Itu kan
gak bisa jalan, gara-gara pasungnya. Sekarang sudah bisa. Ya ada
bantuan dari pemerintah.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

109

P6

Peneliti : Jadi yang sakit gini mbah sudah berapa lama ?

Partisipan : Ya ada kalau 2 tahun mbak. Kalau udah banyak pikiran ya kumat
(kambuh).

Peneliti : Dari keluarga ada yang sakit seperti mbah ?

Partisipan : Enggak ada ni enggak ada.

Peneliti : Dulu alasannya kenapa kok terus diikat ?

Partisipan : Ya pikiran benyak geluh pas mumet (terlalu banyak terus pusing),
pas mumet dedih (terus pusing jadi) pikiran ngamok (marah). Ngamok
(marah) ke orang lain. Jelen tok pas (jalan terus). Mon kumat abe obe
(kalau kambuh berubah-ubah). Pas e pengkot tak depak sebulen (terus
diikat tidak sampai 1 bulan). Tapi e syarat agih meloloh (berobat
terus) ke kyai sama dibantu obat. Setiah tak taoh kumat (sekarang
tidak pernah kambuh). Can guleh (kata saya), iyeh been jek lah beres
(iya kamu kan sudah sembuh), ben entar (kamu pergi) masjid, entar
(pergi) tarawih, genikah guleh ndok (gitu saya nak), la (sudah) biasa.
Degik mon la peker posak (nanti kalau sudah banyak pikiran),
sebereng (sembarang), ngaji tak ambu sekaleh (tidak berhenti sama
sekali).

Peneliti : Bileh sapa se ngeladenih (dulu siapa yang ngerawat) ?

Partisipan : Guleh meloloh (saya terus). Kan sakek engak (kan sakit seperti)
saraf, e pindah bik guleh (dipindah sama saya), kadang e lencak (kursi
bambu) tapi sokonah e pengkot takok kumat pole (kakinya diikat takut
kambuh). Nyari guleh meloloh (saya terus), mon la lesoh e ocak adek
guleh ndok (kalau sudah capek dibilang tidak ada saya nak), jek
embiyan lakoh gigir (kamu sukanya marah), pas ngocak bileh guleh
se gigir (terus bilang kapan saya yang marah). Mon e pengkot ngakan
ye mintah (kalau diikat makan ya minta), ngakanah engkok (mau
makan aku). Mon setiah bereng anak se ngeladeni (kalau sekarang
bersama anak yang ngerawat).

Peneliti : E pengkot ngangguy napah (diikat menggunakan apa) mbah ?

Partisipan : Di gembok. Se mengkot benyak (yang mengikat banyak). Can


kompoi (kata cucu), jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan)
mbah, mon ajelen engkok se nyariah repot pas (kalau jalan aku
nyarinya susah), cobak been nengneng tak ajelen deemah (coba
kamu diam tidak jalan kemana-mana), engkok (aku) kan nyari ding

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

110

embiyan tak mole (kalau kamu tidak pulang), pas engkok tak dedih se
alakoah (terus saya tidak jadi yang mau kerja). Nak kanak genikah
pon (anak-anak begini ini sudah). Bileh e sambih (dulu dibawa) ke
kyai, anapah jek paken (kenapa bapaknya) tak kesurupan. Pas kebeh
(terus dibawa) ke kyai laok (selatan) pasar, kesurupan jin. Ding komat
e kebeh (pas kambuh dibawa) ke kyai, enten tak (tidak) kesurupan,
dinah lah beres (biar sudah sembuh). Mangkanah beres (ternyata
sembuh), e berik beres bik (diberi kesembuhan oleh) Allah. Terus
mangken genikah tak taoh kumat (sampai sekarang ini tidak pernah
kambuh). Yeh tak taoh e pengkot pole (ya tidak pernah diikat lagi).
Been reh sakek cetak apah been riah (kamu ini sakit kepala apa
kamu ini).

Penenliti : Tak taoh kumat (tidak pernah kambuh) mbah ?

Partisipan : Enten tak taoh (tidak pernah). Mon kumat pas pinter ocak (kalau
kambuh pintar bicara). Dedih pas ngocak (jadi waktu bicara), jek
pekker ruah (jangan dipikirkan itu). Untung setiah e pareng engak
(beruntung sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e
pareng engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung).
Engkok ben been lah padeh tuah (aku sama kamu sudah sama-sama
tua), majuh abejeng (ayo sholat), jek lobeng (jangan lubang), mon
setiah apasah (kalau sekarang puasa), tarawih. Keng (tapi) bapak tak
bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh
(sudah tua). Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu)
bisa. Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah.

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ... DWI ADINDA M

Anda mungkin juga menyukai