Anda di halaman 1dari 105

PENGGUNAAN BIOKOMPOS DALAM

BIOREMEDIASI LAHAN TERCEMAR LIMBAH


LUMPUR MINYAK BUMI

AHMAD SAEPUL MUJAB

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H

1
PENGGUNAAN BIOKOMPOS DALAM BIOREMEDIASI
LAHAN TERCEMAR LIMBAH LUMPUR MINYAK BUMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

AHMAD SAEPUL MUJAB


106096003221

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

2
3
4
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Agustus 2011

AHMAD SAEPUL MUJAB


106096003221

5
ABSTRAK

AHMAD SAEPUL MUJAB, Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi


Lahan Tercemar Lumpur Minyak Bumi. Di bimbing oleh BAROKAH
ALIYANTA dan LA ODE SUMARLIN.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas biokompos, rumput gajah


dan kelompok mikroba yang efektif dalam bioremediasi lahan tercemar minyak
bumi yang dilakukan dalam skala laboratorium, dan bahan tambahan yang
digunakan urea sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini dilakukan
berdasarkan rasio C/N yaitu 15, 10, dan 5. Parameter uji yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi optimal yang dicapai pada remediasi terdiri atas pH, kadar air,
kadar abu, dan kemampuan ikat air/water holding capacity (WHC). Hasilnya
menunjukan degradasi TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) sebesar 91,15%
dengan komposisi medium (100 g berat kering lumpur minyak bumi, 100 g berat
kering biokompos, 9 g urea, rasio C/N = 5) menggunakan perlakuan dari
kombinasi rumput gajah, mikroorganisme, urea dan biokompos selama 35 hari.
Faktor lingkungan yang menghasilkan kondisi optimal ini dicapai pada remediasi
diperoleh melalui kondisi awal pH 8,25; kadar air 49,97%; WHC 101,64%; dan
kadar abu 63,76% dan kondisi akhir pH 6,25; kadar air 55,04%; kadar abu
73,39%; dan WHC 124,11%. Penambahan kompos dan urea dapat meningkatkan
efisiensi degradasi TPH dan diperoleh hubungan positif antara jumlah
penambahan kompos dan urea terhadap tingkat degradasi TPH.

Kata kunci : biokompos, bioremediasi, degradasi, WHC, TPH

6
ABSTRACT

AHMAD SAEPUL MUJAB, Utilization Compost For Bioremediating of


Petroleum Sludge Polluted Soil. In Guiding by BAROKAH ALIYANTA and LA
ODE SUMARLIN.

This research was conducted to determine the effectiveness of biocompost and


elephant grass of rehabilitating oil polluted land using landfarming methods, in
combination with the addition of urea as sources of nitrogen. This research was
conducted based on the 15, 10, and 5 of C/N ratios, respectively. Test parameters
needed to knowing the optimal condition in remediation were pH, water content,
ash content, and water holding capacity (WHC). Results show the Total
Petroleum Hydrocarbon (TPH) was degraded until 91,15% for 35 days. Under
treatment of elephant grass, urea, biocompost combination within composition
medium of (100 g dry mass soil polluted hydrocarbon, 100 g dry mass
biocompost, 9 g fertilizer, and C/N ratio : 5) using combined treatment of elephant
grass, microorganisme, fertilizer, and biocompost after 35 days. The
environmental factor yielding this optimal remediation reached was obtained
through initial condition of pH 8,25; water content 49,97%; WHC 101,64%; ash
content 63,76% and final condition of pH 6,25; water content 55,04%; ash content
73,39%; and WHC 124,11%, respectively. The addition of compost and urea has
increased the efficiency of TPH degradation and obtained positive relationship
between addition amounts of compost and urea to the level of TPH degradation.

Key words: biocompost, bioremediation, degradation, WHC, TPH

7
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Limbah

Lumpur Minyak Bumi. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga, sahabat-

sahabatnya dan mudah-mudahan termasuk pula kita selaku umatnya. Amin.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih

gelar Strata 1 (S1) di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyelesaian skripsi ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan

dan dorongan semangat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada berbagai pihak yaitu :

1. Drs. Barokah Aliyanta, M.Eng selaku Pembimbing I yang telah

membimbing dan memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

2. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

3. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

ix
5. Laboratorium Kebumian dan Lingkungan BATAN PATIR pasar jumat

yang telah memberikan fasilitas selama terlaksananya penelitian.

6. Anna Muawanah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, Program

Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif HIdayatullah,

Jakarta.

7. Nana Mulyana, S.T, Dadang Sudrajat, S.Si, Dra. Tri Retno Diah Larasati,

M.Si, Mas Arif, dan Pak Wardi yang selalu membantu selama

terlaksananya penelitian.

8. Kedua orang tua dan adik-adik yakni Bapak Abdurrahim, Ibu Siti Fatimah,

Siti Nurlaela, dan Zaenal Mufid yang telah memberikan bantuan kepada

penulis baik materi maupun immateri.

9. Teman-teman Program studi kimia angkatan 2006 dan para sahabat

khususnya bayu, wulan, ulum, dan qosim yang selalu mendukung dan

memberi semangat kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis

harapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan

mahasiswa Kimia UIN pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2011

Penulis

x
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi


DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.4 Hipotesis .................................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1 Biokompos ............................................................................................... 6
2.1.1 Karakteristik Biokompos ................................................................ 6
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Biokompos ........................................... 7
2.1.3 Kompos .......................................................................................... 11
2.2 Minyak Bumi ........................................................................................... 13
2.2.1 Komponen Hidrokarbon ................................................................. 14
2.2.2 Komponen Non-hidrokarbon .......................................................... 15
2.2.3 Karakteristik Fisika Minyak Bumi .................................................. 16
2.3 Lumpur Minyak Bumi .............................................................................. 18
2.4 Mikrooganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi........................ 18
2.5 Biodegradasi Lumpur Minyak Bumi ........................................................ 20
2.6 Bioremediasi ............................................................................................ 25
2.7 Bioremediasi Landfarming .................................................................... 28
2.8 Remediasi Dengan Tanaman .................................................................... 29
2.8.1 Mekanisme Kerja Tanaman ............................................................ 30
2.8.2 Interaksi Tanaman dan Mikroorganisme Pada Proses Remediasi
Tanah Yang Tercemar ..................................................................... 31

xi
2.8.3 Persyaratan Tanaman Untuk Fitoremediasi ..................................... 33
2.9 Rumput Gajah .......................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 36
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 36
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 36
3.2.1 Alat ................................................................................................ 36
3.2.1 Bahan ............................................................................................. 36
3.3 Cara Kerja ................................................................................................ 36
3.3.1 Pembuatan Media Dalam Pot .......................................................... 37
3.5.1 Perlakuan ....................................................................................... 38
3.5.2 pH .................................................................................................. 40
3.5.3 Kadar Air ....................................................................................... 41
3.5.4 Kadar Abu ...................................................................................... 41
3.5.5 Kemampuan Ikat Air ...................................................................... 41
3.5.6 Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) .............................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 44
4.1 pH ............................................................................................................ 44
4.2 Kadar Air ................................................................................................. 46
4.3 Kemampuan Ikat Air ................................................................................ 49
4.4 Kadar Abu................................................................................................ 53
4.5 Persen degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) dan Biomassa
Rumput Gajah .......................................................................................... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 64
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 64
5.2 Saran ........................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 66
LAMPIRAN .................................................................................................. 72

xii
DAFTAR TABEL

Hal
Table 2.1 : Distribusi produk turunan minyak bumi berdasarkan jumlah atom
karbon penyusunnya dan titik didihnya (0C) .................................. 17

Table 3.1 : Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian .................................. 40

Tabel 4.1 : Hasil analisa total petroleum hidrokarbon ..................................... 55

Tabel 4.2 : Biomassa rumput gajah ................................................................ 55

xiii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 : Biokompos ............................................................................... 6

Gambar 2.2 : Lumpur Minyak Bumi .............................................................. 18

Gambar 2.3 : Mekanisme dari interaksi tanaman dan mikroba untuk


remediasi polutan minyak............ 31

Gambar 2.4 : Rumput Gajah... 33

Gambar 3.1 : Media Uji Pot................................................................................. 37

Gambar 3.2 : Diagram Alir Penelitian. 43

Gambar 4.1 : Hasil analisa pH ........................................................................ 44

Gambar 4.2 : Oksidasi n-alkana Melalui Jalur Sub Terminal ........................... 45

Gambar 4.3 : Hasil analisa kadar air ................................................................ 47

Gambar 4.4 : Hasil analisa water holding capacity (WHC) ............................. 49

Gambar 4.5 : Oksidasi n-alkana melalui Jalur Terminal: a. Monooksigenase;


b. Alkoholdehidrogenase; c. Aldehid dehidrogenase. 51

Gambar 4.6 : Hasil analisa kadar abu .............................................................. 53

Gambar 4.7 : Hasil ekstraksi TPH awal dan akhir perlakuan ........................... 57

Gambar 4.8 : Reaksi degradasi senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik ........ 60

Gambar 4.9 : Perlakuan A1, A2, C1, dan C2 pada hari ke-35 .......................... 62

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Data Hasil Pengukuran Awal dan Akhir Perlakuan ...................... 72

Lampiran 2 Uji Annova pH ............................................................................ 73

Lampiran 3 Uji Annova kadar air ................................................................... 75

Lampiran 4 Uji Annova kadar abu ................................................................. 79

Lampiran 5 Uji Annova Water Holding Capacity (WHC) .............................. 81

Lampiran 6 Uji Annova TPH ......................................................................... 85

Lampiran 7 Uji Fisik Rumput Gajah .............................................................. 87

Lampiran 8 Tempat Pembuangan Akhir Lumpur Minyak Bumi di Pertambangan


tradisoonal Cepu Jawa Timur ..................................................... 88

Lampiran 9 Penamaan Rumput Gajah Pada Media Pot ................................... 89

Lampiran 10 Perlakuan Dimedia Pot Pada Hari Ke-35 ................................... 90

Lampiran 11 Gambar Hasil Ekstraksi TPH ..................................................... 91

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah minyak bumi dapat terjadi di semua lini aktivitas perminyakan

mulai dari eksplorasi sampai ke proses pengilangan dan berpotensi menghasilkan

limbah berupa lumpur minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu kontaminan minyak

bumi yang sulit diurai adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut

mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan,

atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun. Akibatnya,

ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Karwati, 2009).

Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi

senyawa-senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan

kimiawi. Namun, sering kali beban pencemaran di lingkungan lebih besar

dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara

alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur

tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran tersebut

(Nugroho, 2006).

Selain itu, Atlas (1981) dalam Nugroho (2006) juga menjelaskan bahwa

banyak senyawa-senyawa organik yang terbentuk di alam dapat didegradasi oleh

mikroorganisme bila kondisi lingkungan menunjang proses degradasi, sehingga

pencemaran lingkungan oleh polutan-polutan organik tersebut dapat dengan

sendirinya dipulihkan. Namun pada beberapa lokasi terdapat senyawa organik

1
alami yang resisten terhadap biodegradasi sehingga senyawa tersebut akan

terakumulasi di dalam tanah.

Penanggulangan pencemaran minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia

dan biologi. Penanggulangan secara fisik umumnya digunakan pada langkah awal

penanganan, terutama apabila minyak belum tersebar ke mana-mana. Namun cara

fisika memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutan dan pengadaan

energi guna membakar materi yang tercemar. Penanggulangan secara kimia dapat

dilakukan dengan bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi

minyak, sehingga minyak tersebut dapat terdispersi. Terutama ketika zat

pencemar tersebut dalam konsentrasi tinggi. Namun cara ini memiliki kelemahan,

yaitu mahal pengoprasiannya karena memakan biaya yang cukup besar dan

metode kimia memerlukan teknologi dan peralatan canggih untuk menarik

kembali bahan kimia dari lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif

yang lain. Mengingat dampak pencemaran minyak bumi baik dalam konsentrasi

rendah maupun tinggi cukup serius, maka manusia terus berusaha mencari

teknologi yang paling mudah, murah dan tidak menimbulkan dampak lanjutan

(Nugroho, 2006).

Salah satu alternatif penanggulangan lingkungan tercemar minyak adalah

dengan teknik bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang ramah lingkungan, efektif

dan ekonomis dengan memanfaatkan aktivitas mikroba seperti bakteri. Melalui

teknnologi ini diharapkan dapat mereduksi minyak buangan yang ada dan

mendapatkan produk samping dari aktivitas tersebut (Udiharto et al.,1995).

Bioremediasi merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah

kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau

2
enzim mikroba (Gunalan, 1996). Kelemahan dengan cara biologi atau

bioremediasi ini dalam faktor-faktor lingkungan yang harus mendukung, seperti

pH, kadar air, oksigen, temperature, komposisi kimia minyak bumi, konsentrasi

hidrokarbon, nutrisi, salinitas, tekanan, dan mikroorganisme.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Tang., et al (2010) tentang

bioremediasi pada tanah yang tercemar minyak menggunakan kombinasi tanaman

ryegrass dan kelompok mikroba yang efektif dilakukan dengan pot experiment.

Hasilnya menunjukkan degradasi sebesar 58% menggunakan perlakuan dari

kombinasi tanaman dan mikroorganisme setelah 162 hari dengan meningkatkan

nilai degradasi total hidrokarbon minyak (THM/TPH) sebesar 17% dibandingkan

kontrol.

Pada penelitian ini diharapkan hasil degradasi Total Petroleum

Hidrokarbon (TPH) lebih besar dari pada penelitian diatas. Penelitian ini akan

dikaji proses bioremediasi limbah lumpur minyak bumi dengan biokompos

menggunakan teknik landfarming pada skala laboratorium. Teknik landfarming

adalah teknik bioremediasi ex situ yang memanfaatkan tanah sebagai media dan

menanami tanaman. Salah satu tanaman yang digunakan adalah rumput gajah.

Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumacher) adalah tanaman yang dapat

tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Rumput gajah membutuhkan minimal

atau tanpa tambahan nutrisi. Tanaman ini mampu beradaptasi terhadap polutan

dengan konsentrasi tinggi dan dapat juga memperbaiki kondisi tanah yang rusak

akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain

relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008 dalam

Ambriyanto, 2010).

3
Selama penelitian dilakukan pengamatan pada pengaruh faktor-faktor

lingkungan seperti pH, kemampuan ikat air, kadar air, kadar abu, TPH (Total

Petroleum Hidrokarbon), dan biomassa rumput gajah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah bioremediasi lumpur minyak bumi dengan biokompos dapat

efektif dengan teknik landfarming.

2. Bagaimana pengaruh kombinasi rasio C/N medium, urea, dan inokulum

terhadap parameter fisiko-kimia seperti pH, kemampuan ikat air, kadar air,

dan kadar abu.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam peneltian ini yaitu:

1. Mempelajari kemampuan biokompos dalam menurunkan kadar TPH

(Total Petroleum Hidrokarbon) tanah yang tercemar minyak bumi.

2. Mendapatkan faktor-faktor lingkungan yang optimal, yaitu pH,

kemampuan ikat air, kadar air, kadar abu, serta TPH dengan teknik

landfarming.

1.4 Hipotesis

Penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

1. Faktor lingkungan seperti pH, kemampuan ikat air, kadar air, kadar abu,

serta TPH mempengaruhi keberhasilan teknik landfarming.

4
2. Kultur campuran hasil isolasi bertahap dari sludge minyak bumi dan kultur

indigen mampu mendegradasi sludge minyak bumi.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang manfaat dari biokompos dengan teknik

bioremediasi yang ramah lingkungan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biokompos

Pupuk organik (biokompos) adalah pupuk yang berasal dari kotoran

hewan, bahan tanaman dan limbah. Umumnya pupuk organik mengandung hara

makro N, P, dan K rendah, tapi mengandung hara mikro Ca, Mg, Zn, Cu, B, Mo

dan Si dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Pupuk organik juga berperan untuk mengurangi terjadinya erosi, pergerakan

permukaan tanah dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah serta

memperbaiki pengaturan dakhil (internal drainage) (Sutanto, 1997).

Gambar 2.1 Biokompos

2.1.1 Karakteristik Pupuk Organik (biokompos)

1. Kandungan hara rendah. Dengan kandungan hara yang rendah berarti

biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakan nisbi lebih mahal.

2. Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan organik

diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk dialihrupakan dari bentuk

ikatan kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman

menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat

6
diserap oleh tanaman. Kebanyakan unsur di dalam tanah biasanya terbawa

dalam bentuk unsur tersedia dari hasil perombakan bahan organik.

3. Menyediakan hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang berasal

dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan

hara yang diperlukan tanaman.

2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Pupuk Organik (Biokompos)

a. Keuntungan

Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan

kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air, dan

meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pupuk organik juga dapat

meningkatkan ketersediaan unsur mikro misalnya melalui kelat unsur

mikro dengan bahan organik. Selain itu pupuk organik tidak menimbulkan

polusi lingkungan (Atmojo, 2003).

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk

agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel

tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik

penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan

organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang

diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur

gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar,

dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk

diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal

ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk

komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982). Pada tanah pasiran

7
bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir

tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur

dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi

sedang atau kasar (Scholes et al., 1994). Bahkan bahan organik dapat

mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk

struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga

kuat.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah

terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang

menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi

oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro,

pori meso dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai pori

kapiler, pori meso dikenal sebagai pori drainase lambat, dan pori makro

merupakan pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori

makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung

pori mikro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air

dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata

air yang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir),

akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori

makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air

(Stevenson, 1982). Hasil penelitian menunjukkan, penambahan bahan

humat 1 % pada latosol mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia

dari 6,07 % menjadi 8,24 % volume (Herudjito, 1999).

8
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di

samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar

air dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan

kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah

untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi

tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang.

Penambahan bahan organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air

pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran

menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan

air meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk

pertumbuhan tanaman (Scholes et al., 1994). Terbukti penambahan pupuk

kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang air sebesar

4,73% (dari 69,8% menjadi 73,1%) (Tejasuwarno, 1999). Pada tanah

berlempung dengan penambahan bahan organik akan meningkatkan

infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya

pori mikro.

Peran bahan organik yang lain, yang mempunyai arti penting

terutama pada lahan kering berlereng, adalah dampaknya terhadap

penurunan laju erosi tanah. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari

perbaikan struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah,

sehingga menyebabkan ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan

meningkat. Di samping itu, dengan meningkatnya kapasitas infiltrasi air

akan berdampak pada aliran permukaan dapat diperkecil. sehingga erosi

dapat berkurang (Stevenson, 1982).

9
Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara

lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH

tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan

organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan

kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan organik memberikan kontribusi

yang nyata terhadap KPK tanah, sekitar 20-70% kapasitas pertukaran

tanah pada umumnya bersumber dari koloid humus (contoh: Molisol),

sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah

(Stevenson, 1982).

Kapasitas pertukaran kation (KPK) menunjukkan kemampuan

tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation

tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation

penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses

dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah,

sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung,

namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik,

mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus

sebagian besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH)

(Brady, 1990). Penambahan jerami sejumlah 10 t/ha pada Ultisol mampu

meningkatkan 15,18% KPK tanah dari 17,44 menjadi 20,0 cmol (+) /kg

(Cahyani, 1996).

Penambahan bahan organik dapat mempengaruhi nilai pH tanah.

Hal ini dapat meningkatkan atau menurunkan pH tanah tergantung tingkat

kematangan bahan organik yang ditambahkan dan jenis tanah.

10
Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau

bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan

menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi

akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH

tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan

kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah,

karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al

membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis

lagi. Penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol,

ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu

menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 2001; Cahyani., 1996; dan Dewi,

1996 dalam Atmojo, 2003). Peningkatan pH tanah juga akan terjadi

apabila bahan organik yang ditambahkan telah terdekomposisi lanjut

(matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi akan

melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa.

b. Kerugian

Karena kandungan hara rendah, maka jumlah pupuk organik yang

dibutuhkan besar. Hal ini menyulitkan transportasi dan pemberian,

sehingga kurang ekonomis. Mudah terurai habis di daerah tropis. Pupuk

organik dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit akar tanaman.

2.1.3 Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai

11
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau

anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).

a. Sumber Bahan Dasar Kompos

Beberapa bahan yang dapat dikomposkan, antar lain:

1. Limbah ternak dan manusia,

2. Limbah pertanaman,

3. Pupuk hijau,

4. Sampah kota atau pemukiman,

5. Limbah agro-industri, dan

6. Limbah hasil laut.

b. Proses Pengomposan

Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam

sumber. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulose 15-60%,

hemiselulose 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-40%, bahan mineral 3-5%, selain

itu juga tedapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea,

garam ammonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol,

minyak dan lilin. Komponen organik mengalami dekomposisi di bawah kondisi

mesofilik dan termofilik. Pengomposan dengan metode timbunan di permukaan

tanah, lubang galian menghasilkan bahan yang terhumifikasi berwarna gelap

setelah 3-4 bulan dan merupakan sumber bahan organik untuk pertanian

berkelanjutan.

c. Proses Mikrobiologis

Konversi biologi bahan organik dilaksanakan oleh bermacam-macam

kelompok mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi, aktinomisetes, dan

12
protozoa. Organisme tersebut mewakili jenis flora dan fauna tanah (Biddle and

Gray, 1985).

d. Metode Pengomposan

Banyak metode pengomposan yang telah dikembangkan dan dipraktekkan

di Indonesia, di antaranya adalah metode Indore, metode Heap, metode

Bangalore, metode Berkeley, metode Vemikompos, metode Jepang, metode

Windrow, metode Sederhana, dan Praktis.

Dalam penelitian ini menggunakan biokompos jenis vermikompos.

Vermikompos adalah proses yang melibatkan oksidasi dan stabilisasi dari limbah

organik yang dirombak oleh cacing tanah dan mikroorganisme (Dominguez,

2004), dengan demikian mengubah limbah menjadi suatu perubahan tanah yang

berharga disebut kascing. Teknik ini telah banyak digunakan untuk banyak proses

yang berbeda jenis residu, termasuk limbah industri dan bahan organik (Edwards

and Arancon, 2004).

2.2 Minyak Bumi

Minyak bumi adalah suatu campuran yang sangat kompleks yang terutama

terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa-senyawa organik di

mana setiap molekulnya hanya mempunyai unsur karbon dan hidrogen saja.

Disamping itu dalam minyak bumi juga terdapat unsur-unsur belerang, nitrogen,

oksigen, dan logam-logam khususnya vanadium, nikel, besi dan tembaga, yang

terdapat dalam jumlah yang relatif sedikit yang terikat sebagai senyawa-senyawa

organik. Air dan garam hampir selalu ada dalam minyak bumi dalam keadaaan

terdispersi (Hardjono, 2000).

13
Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan

organik (sel-sel dan jaringan hewan atau tumbuhan laut) yang tertimbun selama

berjuta tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan atau pun di daerah lepas

pantai. Minyak bumi sebagian besar terdiri atas komponen hidrokarbon.

Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada

sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika

komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak

mengandung minyak bumi yang hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di

Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat

rendah (Hadi, 2003).

2.2.1 Komponen Hidrokarbon

Minyak bumi sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon. Secara garis

besar, senyawa hidrokarbon minyak bumi yang didegradasi oleh mikroorgannisme

dapat digolongkan atas tiga kelompok, yaitu hidrokarbon parafin, naftena dan

aromatik (Udiharto, 1999).

1. Senyawa parafin atau alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh terdiri

dari normal parafin berupa rantai karbon panjang dan lurus, serta isoparafin

berupa rantai karbon bercabang. Isoparafin banyak didominasi oleh yang

bercabang satu sedangkan normal parafin banyak terdapat dalam fraksi

ringan. Alkana mempunyai rumus C nH2n+2 dan tidak memiliki ikatan rangkap

antar karbon penyusunnya. Senyawa ini merupakan fraksi terbesar dalam

minyak bumi. Senyawa hidrokarbon monoolefin (alkena) mempunyai rumus

umum CnH2n dan merupakan senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh dengan

ikatan rangkap dua. Monoolefin dianggap tidak ada dalam minyak mentah,

14
tetapi sedikit banyak terbentuk dalam distilasi minyak mentah dan banyak

terbentuk dalam proses rengkahan, sehingga bensin rengkahan mengandung

banyak senyawa monoolefin (Hardjono, 2000). Selanjutnya senyawa

hidrokarbon diolefin (alkuna) mempunyai rumus umum CnH2n-2 dan

merupakan senyawa tidak jenuh dengan dua buah ikatan rangkap dua. Seperti

halnya monoolefin, senyawa ini tidak terdapat dalam minyak mentah tetapi

terbentuk dalam proses rengkahan (Hardjono, 2000).

2. Naftena dicirikan oleh adanya struktur cincin tertutup yang sederhana dari

atom karbon penyusunnya, dengan rumus umum CnH2n dan tidak mempunyai

ikatan rangkap antar atom karbon. Senyawa ini tidak larut dalam air dan

merupakan fraksi kedua terbesar dalam minyak bumi.

3. Aromatik, dicirikan oleh adanya cincin yang mengandung enam atom karbon.

Benzen adalah senyawa aromatik yang paling sederhana dan pada umumnya

senyawa aromatik dibentuk dari senyawa benzen.

2.2.2 Komponen Non-hidrokarbon

Selain senyawa hidrokarbon, di dalam minyak bumi juga terkandung

sejumlah kecil senyawa non-hidrokarbon. Senyawa ini terdiri atas senyawa

organik non-hidrokarbon yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan logam.

Komponen non-hidrokarbon dalam minyak bumi (Atlas, 1992) adalah :

1. Sulfur

Merupakan komponen non-hidrokarbon terbesar dalam minyak bumi. Sulfur

terdapat dalam bentuk senyawa sulfida, merkapta dan tiofena.

15
2. Oksigen

Dalam minyak bumi terdapat senyawa oksigen dalam konsentrasi rendah.

Senyawa ini dapat berbentuk asam naftenik, fenol dan asam lemak.

3. Nitrogen

Pada umumnya nitrogen sangat sedikit dalam minyak bumi. Senyawa yang

mengandung nitrogen antara lain piridin, kuinolin, iso-kuinolin, pirol, indol

dan karbazol.

4. Logam

Senyawa logam dalam minyak bumi antara lain berupa garam inorganik dan

senyawa kompleks logam organik. Garam inorganik dapat berupa natrium

klorida, kalium klorida, magnesium klorida, kalsium klorida, natrium sulfat,

kalium sulfat, magnesium sulfat dan kalsium sulfat. Senyawa komplek logam

organik dalam minyak bumi mengandung salah satu dari logam berikut, yaitu

vanadil (Vo), nikel (Ni), besi (Fe), dan kobal (Co). Konsentrasi senyawa ini

dalam minyak bumi sangat kecil.

2.2.3 Karakteristik Fisika Minyak Bumi

Minyak bumi terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase-fase tersebut

berubah dari satu fase ke fase lainnya akibat perubahan suhu dan tekanan.

Beberapa jenis minyak bumi yang berwujud padat pada keadaan suhu tertentu

dapat berubah menjadi cair akibat dari sedikit perubahan suhu. Pemanasan lebih

lanjut hingga titik didih dapat menjadi uap dan gas. Distribusi bertahap produk

turunan minyak bumi berdasarkan jumlah atom karbon (C) penyusun dan titik

didih produknya dapat dilihat pada tabel 2.1 (Spleight, 1980).

16
Tabel 2.1 Distribusi produk turunan minyak bumi berdasarkan jumlah atom
karbon penyusunnya dan titik didihnya (0C) (Spleight, 1980).

Jenis fraksi Jumlah atom C Titik didih


Gas hidrokarbon C1- C4 s.d 38
Bensin C5- C10 38-177
Kerosin C11- C13 177- 232
Solar C14- C17 232-304
Pelumas ringan C18- C25 304-399
Pelumas berat C26- C35 399-510
Residu C36- C60 >510

Bentuk fisik minyak bumi di alam sangat beragam, antara lain ada yang

kasar, padat, rapuh, semi padat agak kental, cairan yang kental, ringan hingga

yang menguap serta gas-gas yang terkondensasi. Demikian pula apabila minyak

bumi ini tumpah di permukaan, baik di perairan maupun tanah akan membentuk

fasa-fasa seperti itu, yang sulit dibersihkan, dan berakibat terjadi pencemaran di

lingkungan (Uren, 1956).

Sifat-sifat fisik minyak bumi juga ditentukan oleh komposisi kimianya.

Karakteristik lain yang perlu diketahui adalah viskositas, densitas, dan tegangan

permukaan serta kelarutan dalam air. Viskositas adalah suatu parameter yang

digunakan khusus untuk fluida. Jika nilai viskositas rendah maka fluida semakin

mudah mengalir. Nilai viskositas minyak bumi tergantung pada kandungan fraksi

ringan dan suhu sekelilingnya dan nilai ini berkaitan dengan nilai densitas.

Apabila viskositas tinggi maka densitas rendah. Densitas adalah kerapatan dengan

satuan berat zat tiap satu satuan volume dan dinyatakan dengan satuan 0 API

(American Petroleum Institute). Sebagian besar minyak bumi memiliki densitas

lebih rendah dari air. Jika nilai 0 API kurang dari 10, maka densitas minyak bumi

lebih tinggi dari air. Jenis minyak bumi tersebut tidak akan mengapung lama di

sistem akuatik (Spleight, 1980).

17
2.3 Lumpur Minyak Bumi

Lumpur minyak bumi merupakan sisa produksi yang ditampung di

penampungan akhir. Lumpur minyak bumi yang dipakai untuk sampel ini berasal

dari pertambangan tradisional di Cepu.

Gambar 2.2 Lumpur minyak bumi

Industri minyak mempuyai nilai strategis dan merupakan tulang punggung

pembangunan sehingga industri minyak perlu dikelola secara baik dan efisien

sehingga diperoleh manfaat semaksimal mungkin namun demikian di samping

manfaat positif tersebut ada dampak negatifnya. Lumpur minyak bumi dari Cepu ini

merupakan salah satu dampak negatifnya karena limbah yang dihasilkan dari

pertambangan tradisional di Cepu merupakan B3 (bahan berbahaya beracun) sisa

suatu usaha atau kegiatan sebagai hasil pencampuran bahan kimia pada saat

pengolahan tetapi sifatnya beracun, mudah terbakar, reaktif, dan korosif serta

konsentrasinya dapat mencemarkan lingkungan hidup yang mengakibatkan

membahayakan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya baik secara langsung

maupun tidak langsung.

2.4 Mikrooganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi

Mikroorganisme hidrokarbonoklastik mampu mendegradasi senyawa

hidrokarbon dengan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber karbon dan

18
energi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorganisme ini mampu

menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi

hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya.

Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan

mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO 2), bakteri

pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak,

gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan

permeabilitas batuan reservoir formasi klastik dan karbonat apabila bakteri ini

menguraikan minyak bumi.

Keberhasilan biodegradasi minyak bumi tergantung kepada keaktifan

mikroba dan kualitas serta kondisi lingkungannya. Mikroba yang sesuai adalah

bakteri atau kapang yang mempunyai kemampuan fisiologi dan metabolik untuk

mendegradasi pencemar. Dalam beberapa hal, pada lingkungan yang akan

dilakukan bioproses sudah terdapat mikroba. Namun untuk mendapatkan

bioproses yang lebih baik masih perlu ditambahkan mikroba dari luar yang lebih

sesuai sehingga yang aktif dalam bioproses adalah kultur campuran (Noegroho,

1999).

Mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak bumi dapat digunakan untuk

penanganan limbah minyak bumi dan untuk bioremediasi tumpahan minyak

disuatu tempat. Beragam Kelompok bakteri dan jamur memiliki kemampuan

sebagai mikroorganisme hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi

hidrokarbon minyak bumi. Bakteri dan jamur pendegradasi hidrokarbon

terdistribusi secara luas di laut, perairan tawar, dan tanah sebagai tempat hidupnya

(Sugoro, 2002)

19
Dilaporkan Pikoli et al. (2000) dari hasil penelitian mereka bahwa isolat

bakteri yang dapat mendegradasi minyak bumi diantaranya berasal dari genus

Bacillus dan Pseudomonas. Sama halnya dengan hasil penelitian Tribuwono

(2008), didapat beberapa jenis bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu Bacillus

coagulans, Pseudomonas pseudoalcaligens, Bacillus laterosporus, dan Bacillus

firmus. Adapun dari hasil penelitian Purwasena (2006), diperoleh isolat bakteri

Flavimonas oryzihabitans, Amphibacillus xylanus, bacillus polymyxa, Bacillus

macerans, dan Clostridium butyricum.

2.5 Biodegradasi Lumpur Minyak Bumi

Tingkat degradasi minyak bumi fraksi berat lebih kecil dibandingkan

dengan minyak bumi fraksi ringan dikarenakan adanya perbedaan suseptibilitas

dalam degradasi masing-masing komponen hidrokarbon minyak bumi pada kedua

jenis minyak bumi tersebut. Kemampuan populasi campuran mikroba dalam

menggunakan minyak bumi (campuran hidrokarbon) sebagai karbon tunggal juga

tidak hanya bergantung pada fraksi-fraksi tidak jenuh tapi juga pada fraksi

asfalitik (Atlas, 1992).

Laju bioremidiasi tumpahan hidrokabon minyak bumi sangat ditentukan

oleh kondisi lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

biodegradasi minyak bumi adalah :

1. Kadar Air

Kandungan air sangat penting untuk aktivitas metabolik dari mikoba pada

limbah minyak bumi karena mikroba akan hidup aktif di interfase antara

minyak dan air (Udiharto, 1996). Kelembaban berkisar antara 50-80%

20
kapasitas penyangga air merupakan kelembaban ideal untuk berlangsungnya

aktivitas mikroba (Santosa, 1999). Sedangkan menurut Dibble dan Bartha

(1979) kelembapan optimum untuk biodegradasi minyak di lingkungan tanah

adalah 30-90% kapasitas penyangga air. Kelembaban yang lebih rendah

menyebabkan tanah menjadi kering sedangkan jika terlalu tinggi akan

mengganggu penyediaan oksigen.

2. Kadar Oksigen

Proses biodegradasi yang terjadi pada senyawa hidrokarbon membutuhkan

akseptor elektron seperti oksigen, nitrat, dan sulfat karena proses dasar dari

biodegradasi adalah oksigen, namun oksigen merupakan unsur yang sangat

penting (Cooney, 1984). Kekurangan oksigen menyebabkan degradasi

menurun tajam. Degradasi akan terjadi pada laju tertinggi jika aerasi

dimaksimalkan (Santosa, 1999). Secara ideal 1 g oksigen digunakan untuk

mendegradasi 3,5 gram minyak (Floodgate, 1997). Hasil penelitian Noegroho

(1999) menunjukkan bahwa pemberian aerasi 15 liter/menit dapat

menurunkan kandungan fenol dan amoniak (senyawa yang terdapat dalam

limbah minyak) masing-masing 82% dan 66,9%.

3. Temperatur

Kemampuan mikroba dalam biodegradasi minyak bumi ditentukan juga

oleh temperatur lingkungan (Atlas, 1975). Disebutkan oleh Skladany and

Metting (1993) bahwa suhu mempengaruhi reaksi biokimia. Degradasi

minyak bumi berlangsung dalam kisaran suhu yang luas, tetapi tidak selalu

menjadi faktor utama yang membatasi biodegradasi, asalkan faktor lingkungan

lain cukup baik (Atlas, 1981). Suhu optimum untuk mendapatkan laju

21
biodegradasi yang tinggi antara 30-40oC (Huddleston and Creswell, 1976).

Zobell (1969) mengemukakan bahwa laju biodegradasi lebih tinggi terjadi

pada suhu 25oC dari pada 5oC . Hasil penelitian Atlas (1981), senyawa

hidrokarbon alisiklik dapat didegradasi oleh mikroba pada suhu 10 oC dan

20oC. Berdasarkan suhu lingkungan mikroba dapat dikelompokkan menjadi 3

(Udiharto, 1996), yaitu :

a. Psikrofilik memerlukan suhu optimum antara 5-15oC

b. Mesofilik memerlukan suhu optimum antara 25-40oC

c. Thermofilik memerlukan suhu optimum antara 45-60oC.

Sedangkan keperluan bioremediasi kebanyakkan digunakan mikroba mesofilik

sedangkan kelompok lain dapat digunakan pada kondisi khusus seperti

Corynebacterium yang diisolasi dari tanah antartika yang tercemar minyak

dapat aktif mendegradasi pada suhu 1oC. Bacillus strearotthermophillus dapat

tumbuh dan berkembang biak dalam medium thermofil (55 oC) dengan

minyak mentah sebagai sumber karbon (Udiharto, 1992).

4. Komposisi Kimia Minyak Bumi

Minyak bumi terdiri dari campuran senyawa-senyawa yang beragam dan

umumnya berupa hidrokarbon. Masing-masing senyawa penyusun minyak

bumi tersebut memiliki tingkat biodegradasi berbeda. Adapun urutan

degradasi yang terjadi adalah n-alkana, isoalkana dan alkil benzene, alkana

bercabang, sikloalkana, dan yang terakhir dari kelompok polisiklik (Sublette,

1993 dalam Sugoro, 2002).

22
5. Konsentrasi Hidrokarbon

Konsentrasi minyak bumi mempengaruhi kelarutan minyak bumi yang

akan mempengaruhi tingkat biodegradasi. Konsentrasi minyak bumi yang

sangat rendah menyebabkan kelarutan dalam air lebih tinggi sehingga mudah

digunakan oleh mikroba. Sebaliknya apabila konsentrasi minyak bumi

terdapat dalam jumlah yang besar hingga melebihi batas kelarutannya, maka

proses degradasi akan dipengaruhi oleh kondisi fisik minyak bumi, antara lain

luas permukaan hidrokarbon yang tersedia untuk kolonisasi mikroba (Atlas

dan Bartha, 1992 dalam Sugoro, 2002). Konsentrasi minyak bumi yang terlalu

tinggi dapat mengakibatkan kematian mikroba yang berperan dalam proses

biodegradasi karena sifat toksiknya. Dengan demikian diperlukan suatu

konsentrasi optimum sehingga laju biodegradasi tinggi (Atlas, 1992).

6. Nutrisi

Minyak bumi merupakan sumber karbon dan energi yang sesuai untuk

pertumbuhan mikroba, tetapi memiliki defisiensi unsur nitrogen dan fosfor,

sehingga ketersediaan nitrogen dan fosfor ini akan menjadi faktor pembatas

degradasi hidrokarbon oleh mikroba. Penyesuaian terhadap perbandingan

karbon, nitrogen, dan fosfor dibuat dengan penambahan nitrogen dan fosfor

dalam bentuk pupuk. Nitrogen dan fosfor dalam bentuk garam-garam

anorganik efektif meningkatkan biodegradasi dalam sistem tertutup tetapi

cenderung untuk hilang dalam simulasi percobaan lapangan (Leahy dan

Colwell, 1990 dalam Sugoro, 2002).

23
7. Salinitas

Kebanyakan bakteri hidrokarbonoklastik pendegradasi minyak bumi hanya

mampu tumbuh dalam kondisi salinitas yang rendah. Salinitas yang lebih

besar dari 5% seringkali memberikan efek yang menghambat pertumbuhan.

Terdapat korelasi yang positif antara konsentrasi salilnitas yang tinggi dengan

korelasi suhu yang tinggi (Sublette, 1993 dalam Sugoro, 2002).

8. Tekanan

Tekanan dapat menghambat beberapa reaksi kimia yang melibatkan

perubahan volume, misalnya produksi atau penggunaan gas. Selain itu tekanan

juga mempengaruhi morfologi sel. Efek dari tekanan ini baru akan menjadi

faktor pembatas pada kondisi suhu dan pH yang tidak optimal (Sublette, 1993

dalam Sugoro, 2002).

9. Mikroorganisme

Dalam proses degradasi minyak bumi, jenis dan jumlah mikroorganisme

mempengaruhi proses biodegradasi. Interaksi antar populasi bakteri akan

mempercepat terjadinya proses biodegradasi minyak bumi. Setiap bakteri

memiliki jalur metabolisme berbeda-beda.

Bentuk konsorsium dalam kultur campuran mempercepat proses

biodegradasi secara sempurna. Dalam penelitiannya Udiharto (1992)

menyatakan bahwa menggunakan kultur campuran isolat bakteri untuk

mendegradasi minyak bumi yang mencemari laut memiliki biodegradabilitas

tinggi lebih baik dibandingkan kultur murni. Pada umumnya, bakteri hanya

melakukan satu atau dua tahapan dari suatu jalur metabolisme dan bila bakteri

berupa kultur campuran maka tahapan yang biasa dilakukan dari jalur

24
metabolisme akan lebih panjang dan lebih menguntungkan bila terjadi

konsorsium yang bersifat sinergisme (Sugoro, 2002).

2.6 Bioremediasi

Bioremediasi merupakan suatu proses yang penting bagi rehabilitasi


lingkungan yang tercemar minyak bumi ataupun produk-produknya, dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan pencemar tersebut
menjadi bentuk yang lebih sederhana, tidak berbahaya dan memberikan nilai
tambah bagi lingkungan (Leahy and Rita, 1990).
Menurut Gritter, et al (1991) dari segi biaya dan kelestarian lingkungan,

bioremediasi lebih murah dan berwawasan lingkungan dibandingkan dengan

metode pemulihan lingkungan baik secara fisika maupun kimiawi. Bioremediasi

dilakukan dengan cara memotong rantai hidrokarbon tersebut menjadi lebih

pendek dengan melibatkan berbagai enzim. Sistem enzim-enzim tersebut dikode

oleh kromosom atau plasmid, tergantung pada jenis bakterinya (Harayama, 1995).

Pada proses bioremediasi ada beberapa persyaratan supaya bioremediasi

dapat berjalan dengan sukses, adapun kriteria menurut Steven and Marc, 1996

adalah:

a. Adanya populasi mikroba, yaitu mikroba yang dapat mendegradasi

polutan.

b. Terdapatnya sumber energi dan sumber karbon yang bisa digunakan

sebagai sumber energi dengan melepaskan elektron selama transformasi

dan juga digunakan oleh sel mikroba tersebut.

c. Adanya elektron akseptor, elektron lepas dikarenakan adanya transformasi

karbon.

25
d. Adanya nutrisi, Pertumbuhan bakteri memerlukan nutrisi antara lain:

nitrogen, phospor, kalsium, potasium, magnesium, besi dan lain-lain.

e. Kondisi lingkungan yang mendukung seperti temperatur, pH, salinitas,

tekanan, konsentrasi polutan dan kehadiran inhibitor.

Berdasarkan agen dan proses biologis serta pelaksanaan rekayasa,

bioremediasi dapat dibagi menjadi lima kelompok (Gossalam, 1999) yaitu:

a. In situ Bioremediasi

In situ bioremediasi juga disebut interistik bioremediasi atau natural

attenuation, secara prinsip merupakan rancangan yang mengandalkan

kemampuan mikroorganisma indigen dalam merombak polutan untuk

melenyapkan polutan dari lingkungan.

b. Ex situ Bioremediasi

Ex situ bioremediasi merupakan pemindahan polutan dalam suatu tempat

untuk diberikan suatu perlakukan (above ground treatment).

c. Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan perlakuan biologis dengan menggunakan

mikroorganisme perombak pemulih lingkungan yang tercemar. Ada

beberapa situasi yang mensyaratkan penggunaan mikroorganisma selektif

tersebut seperti:

1) Mikroorganisme indigen hanya mampu merombak polutan dengan

kecepatan sangat rendah.

2) Mikroorganisme indigen perombak polutan pada lingkungan bersangkutan

jumlahnya tidak banyak.

26
3) Lingkungan telah tercemar berat sehingga perlu dilakukan pemulihan

populasi mikroorganisme.

4) Bila kecepatan perombakan polutan menjadi faktor tertentu.

5) Jika waktu dan biaya yang tersedia untuk melakukan bioremediasi hanya

sedikit.

d. Surfactan-aided Bioremediation

Surfactan-aided Bioremediation, umumnya digunakan untuk pendegradasi

polutan yang melekat pada partikel tanah ( tanah, pasir atau sendimen).

e. Fitoremediasi

Penggunaan tanaman atau pohon untuk pemulihan tanah atau badan

perairan yang telah tercemar. Tanaman bisa berperan aktif maupun pasif

dalam proses penyisihan polutan.

Metode dan prinsip proses bioremediasi adalah biodegradasi yang

dilakukan secara aerob, oksigen dalam konsentrasi rendah akan mempengaruhi

proses tersebut (Eweis et al.,1998). Pentingnya aerasi untuk memenuhi

kekurangan oksigen berkaitan dengan kurang efektifnya kerja enzim oksigenase

dalam penguraian fraksi aromatik. Selain oksigen, rendahnya kandungan nutrisi

dalam medium akan membatasi pertumbuhan mikroorganisme untuk

mendegradasi.

Dalam bioremediasi penggunaan mikroorganisme indigenous (indigen)

saja masih belum maksimum sehingga diperlukan inokulasi mikroorganisme

eksogenous (eksogen) yang merupakan kultur campuran (konsorsium) beberapa

jenis bakteri atau jamur yang potensial dalam mendegradasi pencemar tersebut

(Udiharto and Sudaryono, 1999).

27
Mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri yang memiliki

kemampuan untuk mendegradasi minyak bumi. Mikroorganisme yang memiliki

kemampuan tersebut, dikenal sebagai mikroorganisme hidrokarbonoklastik, yaitu

mikrooganisme yang mampu memanfaatkan minyak bumi sebagai sumber karbon

untuk pertumbuhannya. Bakteri sering digunakan dalam proses bioremediasi

karena memilki kemampuan adaptasi dan reproduksi yang tinggi. Bakteri ini

dapat diperoleh dengan cara mengisolasi bakteri secara langsung dari limbah

minyak bumi, karena kemungkinan besar memiliki kemampuan mendegradasi

minyak bumi (Atlas, 1992).

2.7 Bioremediasi LandFarming

Penerapan bioremediasi hidrokarbon umumnya dibatasi oleh faktor

lingkungan dan kemampuan adaptasi mikroba. Bioremediasi yang efektif adalah

proses yang menyebabkan perubahan hidrokarbon menjadi produk non toksik,

seperti air dan karbondioksida. Dua pendekatan umum yang biasa digunakan

untuk bioremediasi pencemar adalah modifikasi lingkungan seperti penambahan

pupuk dan penambahan pendegradasi hidrokarbon dengan bibit (Atlas, 1992).

Salah satu teknik penerapan bioremediasi adalah menggunakan teknik

landfarming. Cara ini merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan

di permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara

in-situ maupun ex-situ. Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah

lama digunakan, dan banyak digunakan karena tekniknya sederhana.

Faktor-faktor yang membatasi pelaksanaan dan keefektifan proses

landfarming adalah:

a. Tempat yang dibutuhkan cukup luas.

28
b. Kondisi yang menguntungkan proses biodegradasi limbah tidak dapat

dikontrol secara baik.

c. Kontaminan anorganik yang tidak bisa didegradasi.

d. Kemungkinan yang dihasilkannya sejumlah besar partikulat selama proses.

e. Kehadiran ion logam yang mungkin bersifat toksik untuk mikroorganisme

dan mungkin terlepas dari tanah terkontaminasi ke lapisan dasar atau air

tanah.

Keefektifan perlakuan landfarming dengan kontaminan minyak bumi telah

dibuktikan secara eksperimen yang terkontrol di laboratorium maupun dilapangan.

Dalam skala laboratorium, percobaan dilakukan oleh Takenaka (1999) dalam

Sugoro (2002) dengan kadar minyak diesel dalam tanah 1,5% (15 g/kg). Secara

periodik dilakukan penggemburan dan penambahan garam mineral. Kadar minyak

berkurang secara bertahap dan abu minyak menghilang setelah 3 atau 4 bulan.

Setelah 6 bulan, tidak ditemukan lapisan minyak terbentuk saat tanah

dicampurkan ke dalam air.

2.8 Remediasi Dengan Tanaman

Tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan substansi toksik

dengan cara biokimia dan fisiologisnya serta menahan substansi non nutritif

organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan pencemar tersebut akan

dimetabolisme atau diimobilisasi melalui sejumlah proses termasuk reaksi

oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis (Khan et al., 2000).

Beberapa bahan kimia dimineralisasi oleh tanaman dengan bantuan air dan

CO2. Tanaman mengeluarkan sekret melalui eksudat akar sebesar 10 20% dari

29
hasil fotosintesis melalui eksudat akar. Hal ini dapat membantu proses

pertumbuhan dan metabolisme mikroba maupun fungi yang hidup disekitar

rizosfer. Beberapa senyawa organik yang dikeluarkan melalui eksudat akar

(misalnya phenolik, asam organik, alkohol, protein ) dapat menjadi sumber karbon

dan nitrogen sebagai sumber pertumbuhan mikroba yang dapat membantu proses

degradasi senyawa organik. Sekret berupa senyawa organik dapat membantu

pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas mikroba rhizosfer ( Salt et al., 1998 ).

2.8.1 Mekanisme Kerja Tanaman

Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu:

fitoekstraksi, fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan

interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi polutan (Kelly, 1997).

Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman dari air atau tanah dan

kemudian diakumulasi/disimpan didalam tanaman (daun atau batang), tanaman

seperti itu disebut dengan hiperakumulator. Setelah polutan terakumulasi,

tanaman bisa dipanen dan tanaman tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus

musnahkan dengan insinerator kemudian dilandfiling. Fitovolatilisasi merupakan

proses penyerapan polutan oleh tanaman dan polutan tersebut dirubah menjadi

bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman. Polutan yang di

dilepaskan oleh tanaman ke udara bisa sama seperti bentuk senyawa awal polutan,

bisa juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal.

Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman dan

kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme didalam tanaman.

Metabolisme polutan didalam tanaman melibatkan enzim antara lain nitrodictase,

laccase, dehalogenase dan nitrilase. Fitostabilisasi merupakan proses yang

30
dilakukan oleh tanaman untuk mentransformasi polutan didalam tanah menjadi

senyawa yang non toksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut

kedalam tubuh tanaman. Hasil transformasi dari polutan tersebut tetap berada

didalam tanah. Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi

biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya adalah badan

perairan.

2.8.2 Interaksi Tanaman dan Mikroorganisme Pada Proses Remediasi


Tanah Yang Tercemar.

Tanaman dapat berperan langsung atau tidak langsung dalam proses

remediasi lingkungan yang tercemar. Tanaman yang tumbuh dilokasi yang

tercemar belum tentu berperan secara aktif dalam penyisihan kontaminan,

biasanya tanaman tersebut berperan secara tidak langsung. Yang berperan aktif

dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme tanah sedangkan tanaman

bersifat mendorong percepatan remediasi lokasi yang tercemar tersebut.

Tanaman

Reaksi sinergis
Menyediakan
hara dan kondisi Degradasi
Hidrokarbon Meningkatkan
kehidupan Polutan
kesuburan dan
minyak bumi
mengurangi racun
Pencemaran

Mikroorganisme

Gambar 2.3 Mekanisme interaksi tanaman dan mikroba untuk remediasi polutan
minyak (Tang, 2010)

Ada beberapa penelitian mengenai peranan positif tanaman dalam proses

remediasi seperti yang dilakukan Anderson et al dalam Erickson et al., 1999 :

beberapa tanaman tidak secara aktif berperan dalam remediasi tanah tetapi

31
tanaman berfungsi sebagai faktor pendorong dan fasilitator membantu

mikroorganisme tanah dalam meningkatkan efesiensi biodegradasi polutan.

Peranan tanaman dalam proses mempercepat remediasi pada lokasi yang tercemar

bisa dalam berbagai cara antara lain:

1) Solar driven-pump-and-treat-system

Tanaman mengalami transpirasi, proses ini adalah penyerapan air dan air

tersebut diuapkan ke udara melewati stomata pada daun. Proses transpirasi ini

mengunakan matahari sebagai sistem yang membantu transpirasi. Pada saat

transpirasi terjadi akar tanaman menghisap zat cair dan larutan yang berada

disekitar akar tertarik kedaerah rhizospher sehingga kontaminan lebih

terkonsentrasi didaerah rhizospher dan mempermudah bakteri untuk

mengambilnya sebagai sumber nutrisi. Proses penarikan polutan kedaerah

rhizosfer dengan bantuan sinar matahari disebut dengan Solar driven-pump-and-

treat-system.

2) Biofilter

Tanaman dapat mengadsorpsi dan mendegradasi kontaminan yang berada di

udara, air dan daerah buffer. Proses adsorpsi tersebut bersifat menyaring/filter

untuk kontaminan.

3) Transfer oksigen dan menurunkan water table

Tanaman dengan sistem perakarannya dapat berfungsi sebagai oksigen

transfer bagi mikroorganisme dan dapat menurunkan water table sehingga difusi

gas dapat terjadi. Fungsi ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila

kontaminannya bersifat readly degraded.

32
4) Penghasil sumber karbon dan energi

Senyawa polutan biasanya bersifat tidak terlarut pada air sehingga

mikroorganisme belum dapat mendegradasi polutan, mikroorganisme memerlukan

nutrisi alternatif sebelum dapat menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan

energi. Dari beberapa hasil penelitian tanaman dapat berperan sebagai penghasil

sumber karbon dan energi alternatif yaitu dengan cara mengeluarkan eksudat atau

metabolisme oleh akar tanaman. Eksudat tersebut dapat digunakan oleh

mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon dan energi alternatif sebelum

mikroorganisme tersebut menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan

energi.

5) Rhizofiltrasi

Tanaman menyerap polutan yang terkandung didalam air melalui perakaran

tanaman.

2.8.3 Persyaratan Tanaman Untuk Fitoremediasi

Tidak semua tanaman dapat digunakan dalam remediasi, dikarenakan tidak

semua tanaman dapat melakukan metabolisme, volatilisasi dan akumulasi polutan

dengan mekanisme yang sama. Menurut Youngman (1999) untuk menentukan

tanaman yang dapat digunakan pada penelitian fitoremediasi dipilih tanaman yang

mempunyai sifat:

1) Cepat tumbuh.

2) Mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang

singkat.

3) Mampu meremediasi lebih dari satu polutan.

4) Toleransi yang tinggi terhadap polutan.

33
2.9 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumacher)

Nama umum
Indonesia: Rumput gajah, rumput lembing
Inggris: Cane grass, elephant grass, napier grass
Cina: Xiang cao
Jepang: Napaa agurasu
Klasifikasinya:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Commelinidae
Ordo: Poales
Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus: Pennisetum
Spesies: Pennisetum purpureum Schumacher

Gambar 2.4 Rumput Gajah

Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumacher), juga dikenal sebagai

rumput Napier, yaitu asli daerah tropis Afrika, tetapi telah berkembang di banyak

negara tropis lain di seluruh dunia (Frank Sauers and Sons, 1992 dalam Aroeira et

al, 1999). Menurut Boonman (1997) dalam Nyambati et al (2011) bahwa napier

grass (Pennisetum Purpureum Schum) adalah makanan ternak yang paling populer

34
digunakan oleh petani susu di sistem ini karena potensi hasil tinggi dan tahan

terhadap kekeringan, sehingga cocok sebagai pakan ternak potong dibandingkan

dengan rumput tropis lainnya. Hal ini terutama cocok untuk iklim pesisir dengan

curah hujan tahunan lebih dari 1000 mm, telah tumbuh dengan baik dalam kondisi

sub tropis. Rumput gajah adalah rumput seperti pohon tebu yang tebal, batang

yang kuat yang dapat mencapai ketinggian 4,5 m. Periode pertumbuhan utama di

musim panas, saat suhu dan kelembaban yang tinggi (Frank Sauers and Sons,

1992 dalam Aroeira et al, 1999).

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yakni dari bulan Januari sampai

April 2011. Preparasi sampel dan analisis parameter fisik dan kimia serta uji

kuantitatif limbah lumpur minyak bumi dilakukan di Laboratorium Kebumian dan

Lingkungan, PATIR BATAN pasar jumat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Oven listrik, tanur, cawan petri, desikator, neraca analitik, pot plastik, pH

indikator, ketas saring, Erlenmeyer dan peralatan gelas lainnya.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu

vermikompos steril, n-heksan, rumput gajah, limbah lumpur minyak bumi yang

didapatkan dari pertambangan tradisional Cepu Jawa Timur.

3.3 Cara Kerja

Penelitian yang dilakukan adalah uji biodegradasi hidrokarbon minyak

bumi dengan media uji pot menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan

perlakuan dilakukan berdasarkan perbedaan rasio C/N yaitu 15 dengan simbol A,

10 dengan simbol B, dan 5 dengan simbol C. Penambahan inokulum dan tanpa

penambahan inokulum, masing-masing dengan 4 ulangan.

36
3.3.1 Pembuatan Media Dalam Pot

a. Tanpa Inokulan

Sebanyak 100 g berat kering lumpur minyak bumi dicampurkan dengan

urea sesuai rasio C/N yang digunakan, kemudian dicampur dengan 100 g berat

kering kompos serta diaduk sampai rata. Dan sisihkan kompos yang belum

dicampur untuk poting. Selanjutnya dimasukan dalam pot.

b. Dengan Inokulan

Sebanyak 100 g berat kering kompos tambah inokulan sebesar 5 g yang

dinamakan biokompos. Kemudian disisihkan sebagian untuk poting, lalu

dicampurkan dengan lumpur minyak bumi yang sebelumnya sudah ditambahkan

urea sesuai rasio C/N yang digunakan, diaduk hingga merata, selanjutnya

dimasukan dalam pot. Cara memasukan media dalam pot seperti gambar berikut:

Biokompos

Lumpur minyak bumi +


Biokompos

Gambar 3.1 Media Uji Pot

37
3.3.2 Perlakuan

Pada penelitian ini, perlakuan berdasarkan perbedaan rasio C/N. Rasio

C/N dibuat 3 variasi yakni 5, 10, dan 15 berdasarkan identifikasi di Laboratorium

Tanah (Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian).

Bahan yang digunakan dalam perlakuan terdiri dari sludge minyak bumi, urea,

dan kompos. Pemakaian urea sebagai sumber N dilakukan berdasarkan kebutuhan

unsur hara yang terdapat didalam tanah, variasi pemberian urea pada tahap

perlakuan didasarkan pada perbandingan rasio C/N. Tempat untuk menyimpan

media terbuat dari pot plastik berdiameter 15cm dengan jumlah medium yang

dimasukkan sebanyak 200 g berat kering. Pencuplikan dilakukan pada awal

pembuatan media dan akhir perlakuan, satu minggu sekali pengecekan

pertumbuhan rumput gajah, dan warna daun.

Perlakuan yang dilakukan ada yang diberi inokulan dan tanpa inokulan

selama 35 hari. Kemudian sampel dikode dengan huruf A, B, dan C. Setiap

sampel A, B, dan C dilakukan pengulangan empat kali, sampel A tanpa inokulan

dikode dengan A11, A12, A13, dan 14, dengan inokulan dikode dengan A21,

A22, A23, dan A24. Pada sampel B tanpa inokulan dikode dengan B11, B12,

B13, dan B14, untuk dengan inokulan dikode dengan B21, B22, B23, dan B24.

Sedangkan untuk sampel C tanpa inokulan dikode dengan C11, C12, C13, dan

C14, dan sampel dengan inokulan dikode dengan C21, C22, C23, dan C24.

Semua sampel dianalisis pada awal dan akhir perlakuan. Sebelum sampel

dimasukkan ke dalam media pot, dianalisis terlebih dahulu secara duplo yaitu pH,

WHC, kadar air, kadar abu, dan degradasi TPH. Kemudian pada akhir perlakuan

yaitu hari ke-35, pengujian sampel dari keempat pengulangan diambil dua yang

38
terbaik dengan parameter pH, WHC, kadar air, kadar abu, dan degradasi TPH.

Hasil pengukuran pH, WHC, kadar air, kadar abu, TPH, dan biomassa rumput

gajah dapat.

Pemberian inokulum dan tanpa inokulum dalam tahap perlakuan ini adalah

untuk melihat potensi penambahan mikroba hasil isolasi. Perlakuan tanpa

penambahan inokulum dimaksudkan untuk mengetahui potensi mikroba tanah dan

lumpur yang secara alami sudah ada dan teradaptasi.

Kompos yang digunakan sebagai penambah nutrisi yang tersedia serta

sebagai bulking agent. Tujuan pemberian kompos adalah untuk meningkatkan

nutrisi tersedia bagi bakteri untuk metabolisme dan untuk meningkatkan

kegemburan tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi.

Selama perlakuan dilakukan pengukuran berbagai parameter yaitu : analisa

kimia fisik yang dilakukan pada awal perlakuan dan akhir perlakuan sampel,

diantaranya pengukuran pH, kadar abu/ash content, total petroleum hidrokarbon

(TPH), kemampuan ikat air/water holding capacity, dan kadar air.

39
Tabel 3.1 Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian

Komposisi
Kode Lumpur minyak bumi Biokompos
Urea (g) Inokulum C/N
(g) (g)
A11 200 - - - 15
A12 200 - - - 15
A13 200 - - - 15
A14 200 - - - 15
A21 200 - - + 15
A22 200 - - + 15
A23 200 - - + 15
A24 200 - - + 15
B11 100 100 2 - 10
B12 100 100 2 - 10
B13 100 100 2 - 10
B14 100 100 2 - 10
B21 100 100 2 + 10
B22 100 100 2 + 10
B23 100 100 2 + 10
B24 100 100 2 + 10
C11 100 100 9 - 5
C12 100 100 9 - 5
C13 100 100 9 - 5
C14 100 100 9 - 5
C21 100 100 9 + 5
C22 100 100 9 + 5
C23 100 100 9 + 5
C24 100 100 9 + 5
Keterangan : - (tanpa inokulan, tanpa urea, dan tanpa kompos) dan + (ditambah inokulan)
Catatan : walaupun tanpa inokulan, perlakuan tersebut mengandung bakteri
pendegradasi minyak bumi yang dapat terinduksi pertumbuhannya dengan
mengoptimasikan kondisi lingkungannya, dalam hal ini medium bagi
pertumbuhan.

3.3.3 pH

Timbang 5 g sampel A, B, dan C, kemudian ditambah aquades 25 ml

dengan perbandingan 1:5. Dikocok dengan mesin kocok selama 30 menit,

didiamkan selama 10 menit, lalu diukur dengan kertas lakmus (SEAMEO

BIOTROP, 2011).

40
3.3.4 Kadar Air / Kadar Kelembaban

Cawan dioven selama 1 jam, lalu dikeringanginkan dalam desikator

selama 30 menit. Diambil 5 gram masing-masing sampel A, B, dan C,

dimasukkan ke dalam cawan lalu ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam oven

dengan suhu 65-105C selama 24-72 jam. Setelah sampel kering dengan berat

yang tetap, kemudian ditimbang. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan

(Natural Resources Conservation Service, 2000):

berat sampel basah berat sampel kering


% Kadar air = 100% .........(1)
berat sampe basah

3.3.5 Kadar Abu / Ash Content


Sampel dan kompos A, B, dan C yang sudah diketahui kadar airnya, lalu

diabukan dalam tanur pada suhu 650C selama 12 jam. Dihitung kadar abu dari

media kering berdasarkan persamaan (Zyomuya, 2005):

berat abu
% Kadar abu = berat 100% ................................................ (2)
kering

3.3.6 Kemampuan Ikat Air/ Water Holding Capacity (WHC)

Sampel basah yang sudah diketahui terlebih dulu kadar airnya dianggap

sebagai berat awal (W0) dan kemudian ditempatkan dalam beker. Kemudian

sampel direndam dengan aquades selama 1-2 hari dan disaring menggunakan

kertas whatman, sampel jenuh dianggap sebagai berat jenuh (W s), kadar air

sebagai MC, jumlah air yang tertahan oleh sampel dihitung sebagai WHC

menurut persamaan (Ahn et al., 2009):

0 + 0
= ................................................ (3)
1 0

41
3.3.7 Total Petroleum Hidrokarbon (TPH)

10 g sampel ditambah 50 ml n-heksana dalam Erlenmeyer 250 ml.

Kemudian dishaker sampai terlihat minyaknya keluar dari sampel, lalu ditransfer

kedalam beaker glas yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian di uapkan dalam

oven pada suhu 70 0C, Minyak yang diperoleh lalu ditimbang untuk mengetahui

jumlah minyak yang terkandung dalam contoh sampel setelah ekstraktannya habis

menguap (Ijah & Upke 1992 dalam Ijah et al. 2008). Tingkat degradasi diukur

dengan rumus sebagai berikut:


0 35
% = 0
100% .. (4)

TPH0 = TPH hari ke-0 (g)

TPHn = TPH hari ke-35(g)

42
Mulai

inokulan mikroba
pendegradasi minyak
(M1, M2. M3) Pembuatan media uji pot:
Pengamatan media H-0:
VC/(VC+TTM)= 0 dan 25%;
pH, AC, WHC, TPH, dan
Inokulan = M0, M1, M2, dan M3
MC
(8x4 pot)

Pengamatan pertumbuhan rumput


Penanaman rumput gajah gajah 7, 14, 21, 28, dan 35 HST:
(35 hari) tinggi dan foto

Panen biomassa rumput


gajah 35 HST

Media H-35 Biomassa tanaman rumput


gajah 35 HST

Pengamatan media H-35: Pengamatan performa


pH, AC, WHC, TPH, dan pertumbuhan rumput gajah :
MC Bobot basah/bobot kering

Data

Pengolahan data dan evaluasi akhir

Pembuatan laporan skripsi

SELESAI

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 pH

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada keadaan awal pH masih

berkisaran 7,25-8,25 (Gambar 4.1). Hal ini sesuai dengan pH optimum karena

menurut Nghia (2007) pH optimum untuk biodegradasi berada kisaran antara 6

dan 8. Namun setelah diberi perlakuan, pH mengalami perubahan penurunan nilai

pH yang menunjukan bahwa mikroorganisme beraktivitas. Kebanyakan bakteri

tumbuh pada pH netral atau sedikit alkali. pH berpengaruh pada fungsi seluler

mikroorganisme, transport membran, dan keseimbangan reaksi (Cookson, 1990

dalam Sugoro, 2002).

9 8.25 8.25
8 7.25 7.5 7.25
7.5 7.5
7
7 6.5 6.5 6.5
6.25
6
5
pH

4 awal
3
akhir
2
1
0
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Perlakuan

Gambar 4.1 Hasil analisa pH

Berdasarkan hasil analisis, pada umumnya semua perlakuan mengalami

penurunan nilai pH. Penurunan nilai pH tersebut diduga disebabkan oleh aktivitas

konsorsium bakteri yang membentuk metabolit-metabolit asam. Biodegradasi

44
alkana yang terdapat dalam minyak bumi akan membentuk alkohol dan

selanjutnya menjadi asam lemak. Asam lemak hasil degradasi alkana akan

dioksidasi lebih lanjut membentuk asam asetat dan asam propionat (Gambar 4.2),

sehingga dapat menurunkan nilai pH medium (Rosenberg, E., Legmann,R.,

Kushmaro, A., Taube, R., dan Ron, E.Z. 1992 dalam Nugroho, 2006).

H+ H+
O O O OH
O2 + 2H+
R CH2 CH2 CH3 -H2O R CH2 CH2 CH3 R CH2 C CH3

O OH
+
O2 + 2H+ -2H
R CH2 C CH3 R CH2 CH CH3

-H2O metilketon alkohol sekunder


2-keton
O
+H2O
R CH2 O C CH3 R CH2 OH + R COOH Siklus Krebs
asetilester alkohol promer asam asetat
-2H+

-H2O
R CHO R COOH
aldehid -2H+

Siklus Krebs

Gambar 4.2 Oksidasi n-alkana melalui jalur sub terminal (Atlas and Bartha, 1992
dalam Nugroho, 2009).

Selain oksidasi terminal, mikroba juga dapat mengoksidasi hidrokarbon

alifatik melalui oksidasi subterminal (Gambar 4.2). Pada jalur ini molekul oksigen

dimasukan ke dalam rantai karbon membentuk alkohol sekunder yamg

selanjutnya dioksidasi menjadi keton dan akhirnya ester. Kemudian ikatan ester

45
dipecah membentuk alkohol primer dan asam lemak. Selanjutnya alkohol

dioksidasi melalui aldehid membentuk asam lemak dan kedua fragmen asam

lemak akan dimetabolisme lebih lanjut melalui -oksidasi (Atlas and Bartha, 1992

dalam Nugroho, 2009).

Hasil tersebut dipertegas dengan uji anova yang menunjukan bahwa rata-

rata pH diantara keenam perlakuan awal tidak memberikan beda nyata (P 0,05),

namun pada akhir perlakuan dari keenam perlakuan menunjukan berbeda nyata (P

0,05). Dengan demikian, maka pemberian biokompos pada proses degradasi

memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai pH keenam perlakuan (Lampiran

2).

Pada sampel A1, pH mengalami kenaikan yaitu pH awal sebesar 7,25 dan

pH akhir 7,5. Karena beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk melakukan

upaya homeostatis terhadap keasaman lingkungan sebatas masih dalam toleransi

adaptasinya. Caranya dengan melakukan pertukaran kation K+ dari dalam sel dan

menukarnya dengan H+ yang banyak terdapat di lingkungannya. Akibatnya

keasaman lingkungan dapat dikurangi (Chator dan Somerville, 1978 dalam

Nugroho, 2006). Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Tang et al

(2010) bahwa secara umum, perlakuan dengan mikroorganisme dan tanaman

dapat menurunkan pH tanah.

4.2 Kadar Air

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil analisa kadar air

sebagai berikut:

46
60.00 55.04
51.86 53.12 53.25
49.84 49.97
48.82
50.00 46.14

40.00

Kadar Air (%)


29.05
30.18
28.29
30.00 27.45

awal
20.00
akhir
10.00

0.00
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Perlakuan

Gambar 4.3 Hasil analisa kadar air

Kandungan air sangat penting untuk aktivitas metabolik dari mikoba pada

limbah minyak bumi karena mikroba akan hidup aktif di interfase antara minyak

dan air (Udiharto, 1996). Kelembaban berkisar antara 50-80% kapasitas

penyangga air merupakan kelembaban ideal untuk berlangsungnya aktivitas

mikroba (Santosa, 1999).

Melihat data hasil analisis kadar air, sampel A1, A2, B1, B2, C1, C2

mengalami kenaikan. Sampel yang mengalami kenaikanpun berbeda antara

sampel yang hanya ditambah inokulan saja, biokompos (kompos + inokulan) dan

sampel dengan kompos tanpa inokulan. Begitu juga perbedaan pada komposisi

urea yang ditambahkan (Lampiran 1). Hasil uji anova menunjukan bahwa

pemberian biokompos memberikan pengaruh terhadap % kadar air (Lampiran 3).

Pada sampel B1 dan C1 mengalami kenaikan kadar air karena sampel

tersebut ditambahkan kompos pada perlakuannya. Penambahan bahan organik

(kompos) dapat meningkatan porositas tanah. Kondisi ini juga akan berpengaruh

pada tingkat aerasi tanah dan status kadar air dalam tanah. Mikroba yang sudah

47
ada dalam kompos dapat memanfaatkan minyak sebagai sumber energi, sehingga

molekul-molekul minyak yang melekat pada pori-pori tanah terlepas dan terisi

dengan air. Sedangkan perbedaan kadar air antara sampel B1 dan C1 dengan B2

dan C2 (Lampiran 3) yaitu sampel B2 dan C2 menggunakan kompos + inokulan,

sehingga kadar air dari sampel B2 dan C2 lebih besar daripada sampel B1 dan C1.

Hal ini disebabkan adanya inokulan yang ditambahkan dari hasil isolasi terpilih.

Penambahan hasil isolate terpilih ini menyebabkan mikroba lebih cepat

mendegradasi minyak, karena adaptasi yang baik. Akibatnya pertumbuhan rumput

gajah pun mengalami kenaikan yang diperlihatkan dengan makin panjangnya

daun (Lampiran 7).

Sampel A1 dan A2 merupakan kontrol, namun A2 memiliki perbedaan

kadar air yang lebih besar dari A1 yaitu A2 sebesar 30,18% dan A1 sebesar

29,05%. Hal ini disebabkan sampel A2 ditambah inokulan sedangkan sampel A1

tidak. Inokulan tersebut dapat mendegradasi minyak lebih cepat, dan molekul

airpun dapat terjerap dalam pori-pori tanah.

Lampiran 7 menunjukan hasil pertumbuhan selama perlakuan. Pada

minggu pertama pertumbuhan rumput gajah secara baik untuk semua perlakuan.

Namun setelah minggu ke-5 pertumbuhan rumput gajah ada yang mengalami

penurunan, bahkan ada tanaman yang mati yaitu perlakuan A1, A2, C1, dan C2.

Pertumbuhan pada tanah yang tercemar minyak mentah dalam sampel A1, A2,

C1, dan C2 mengakibatkan pengurangan kadar air tanah. Kondisi ini

menyebabkan pertumbuhan rumput gajah mengalami penurunan pada akhir

perlakuan (Lampiran 7). Tanah yang tercemar minyak mentah menyebabkan

permeabilitas rendah dan infiltrasi rendah dari air ke dalam tanah (Hutchinson et

48
al., 2001;. Andrade et al., 2004 dalam Njoku et al., 2009). Akibatnya akumulasi

air terhadap permukaan tanah dan kekeringan buatan di lapisan bawah permukaan

tanah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi akar untuk menyerap air dan

nutrisi yang ada di lapisan bawah permukaan tanah.

Pertumbuhan akar tanaman ke dalam tanah membantu menciptakan pori-

pori di dalam tanah, sehingga meningkatkan penetrasi air dan infiltrasi di tanah

yang tercemar dengan minyak mentah. Hal ini dapat membantu menghilangkan

genangan air tanah yang tercemar minyak mentah dan dapat mengakibatkan

peningkatan aerasi tanah. Aerasi meningkat dapat mengakibatkan peningkatan

aktivitas mikroba aerobik di dalam tanah dan ini dapat menyebabkan

meningkatnya degradasi dari minyak (Njoku et al, 2009).

4.3 Kemampuan Ikat Air/Water Holding Capacity (WHC)

Kemampuan ikat air didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk

menyerap dan menahan air. Hasil analisis WHC sampel dapat dilihat dari gambar

berikut.

140.00
124.11
115.00 118.35
120.00
109.04
100.90 101.64
97.05
100.00 88.44
WHC (%)

80.00
60.00 awal
41.47 43.90
40.32 38.85
40.00 akhir
20.00
0.00
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Perlakuan

Gambar 4.4 Hasil analisa water holding capacity (WHC)

49
Berdasarkan gambar 4.4 nilai WHC akhir secara berurutan pada sampel

A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 adalah 41,47%, 43,90%, 109,04%, 115%, 118,35%,

dan 124,11%. Perbedaan nilai WHC tersebut sangat dipengaruhi oleh penambahan

biokompos dan urea.

Secara umum pemberian biokompos memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap % WHC. Hal ini karena biokompos mengandung

mikroorganisme pendegradasi minyak bumi. Pada sampel A1 mengalami

kenaikan lebih kecil dibandingkan dengan A2. Hal ini disebabkan sampel A1

merupakan kontrol yang hanya ditanami dengan rumput gajah dan tanpa inokulan.

Rumput gajah dan mikroba indigen tidak mampu mendegradasi senyawa organik

secara cepat yang terdapat dalam tanah. Minyak bumi menyelimuti tanah dan

masuk ke dalam pori-pori tanah sehingga air tidak dapat terjerap oleh tanah

karena air bersifat polar sedangkan minyak bersifat nonpolar. Adanya perbedaan

sifat ini menyebabkan air tidak akan terjerap oleh tanah yang sudah dipenuhi

dengan minyak.

Sampel A2 mengalami kenaikan nilai WHC, karena pada sampel A2

ditambah inokulan mikroba pendegradasi minyak bumi. Keberadaan mikroba ini

dapat mendegradasi minyak dalam tanah, karena minyak tersebut dapat

difungsikan sebagai sumber energi mikroba. Bahan utama minyak bumi adalah

hidrokarbon alifatik dan aromatik, yaitu senyawa-senyawa organik di mana setiap

molekulnya hanya mempunyai unsur karbon dan hidrogen saja.

Biodegradasi hidrokarbon alifatik biasanya terjadi pada kondisi aerob.

Tahap awal degradasi hidrokarbon secara aerob adalah memasukkan molekul

oksigen ke dalam hidrokarbon oleh enzim oksigenase (Nugroho, 2009). Menurut

50
R.M. Atlas, and R. Bartha (1992) dalam Nugroho (2009) Jalur degradasi alkana

yang paling umum adalah oksidasi rantai terminal (Gambar 4.5). Alkana

dioksidasi menjadi alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak (Cookson, 1995

dalam Nugroho, 2009).

Jalur metabolisme asam lemak selanjutnya dapat melalui jalur lipid

seluler, -oksidasi, dan -oksidasi. Melalui jalur -oksidasi asam lemak akan

diubah menjadi asetil ko-A dan masuk ke dalam siklus TCA, diubah menjadi CO2

dan energi. Bila melalui jalur -oksidasi asam lemak akan diubah langsung

menjadi CO2 dan turunan lemak (Buchler and Schindler, 1984 dalam Nugroho,

2009). Akibat hasil degradasi ini maka pori-pori tanah yang tadinya terisi penuh

dengan minyak menjadi hilang dan bisa terisi dengan air yang dapat terjerap oleh

tanah.
H3C CH2 CH3
n
O2, 2H+

H3C CH2 CH2OH


n
a
O

H3C CH2 CHO H3C CH2 CH2 O C CH2 CH3


n n n

H3C CH2 COOH


n

H2COC CH2 COOH


n

-hidroksilasi
-
HOOC CH2
n COOH -oksidasi

Gambar 4.5 Oksidasi n-alkana melalui Jalur Terminal: a. Monooksigenase; b.


Alkoholdehidrogenase; c. Aldehid dehidrogenase (Cookson, 1995
dalam Nugroho, 2009).

51
Sampel B1, B2, C1, dan C2 mengalami kenaikan nilai WHC, ini karena

sampel tersebut menggunakan kompos dan biokompos sebagai bahan organik.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah terhadap

peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan

bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air

(Stevenson, 1982). Menurut Mashur, 2001, vermikompos mempunyai

kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena struktur vermikompos

yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga

mampu mempertahankan kelembaban.

Terdapat perbedaan hasil kenaikan nilai WHC antara sampel B1, C1 dan

B2, C2 (Lampiran 5) yaitu karena sampel B1, C1 tanpa inokulan, sedangkan

sampel B2, C2 menggunakan inokulan dan perbedaan komposisi urea, sehingga

antara mikroba inokulan dengan mikroba yang sudah ada divermikompos sinergis,

dan banyaknya unsur N dalam tanah, akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk

metabolismenya, sehingga untuk mendegradasi polutan minyakpun lebih cepat.

Kenaikan nilai WHC pada perlakuan menandakan terjadinya kemampuan

dalam mengikat uap air. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa ikatan antara

vermikompos dan limbah lumpur minyak bumi dalam sampel mulai digantikan

oleh air. Pergantian ini mengindikasikan terjadinya degradasi limbah lumpur

menjadi senyawa-senyawa lain. Disamping itu menunjukkan pula bahwa dalam

proses fermentasi mikroba terjadi degradasi limbah lumpur minyak bumi.

52
4.4 Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik,

kadar abu suatu bahan tergantung bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji et

al., 1996). Data gambar 4.6, menunjukan terjadi perubahan kadar abu yang nyata

antara keadaan sebelum dan setelah fermentasi degradatif dari limbah lumpur

minyak bumi (Lampiran 1). Hasil statistik anova menunjukan bahwa kadar abu di

antara keenam perlakuan berbeda nyata (P 0,05) (Lampiran 4), ini menunjukan

bahwa pemberian biokompos memberikan pengaruh yang signifikan berupa

peningkatan kadar abu di akhir perlakuan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti yang

ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

100.00
89.22 86.36
90.00 84.32 84.73
80.00 74.31 73.89 73.39
70.48
70.00 65.16 67.63
Kadar Abu (%)

63.57 63.76
60.00
50.00
40.00 awal
30.00 akhir
20.00
10.00
0.00
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Perlakuan

Gambar 4.6 Hasil analisa kadar abu

Secara keseluruhan keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan C2)

mengalami kenaikan kadar abu. Hal tersebut disebabkan bahan yang terkandung

dalam perlakuan terjadi proses mineralisasi. Proses mineralisasi ini diakibatkan

oleh metabolisme dari tanaman dan mikrobanya, dengan cara memanfaatkan

53
polutan yang terkandung dalam media. Mineral tersebut terdapat dalam bentuk

garam organik, garam anorganik, atau sebagai bentuk senyawa kompleks yang

bersifat organis (Muljohardjo, 1988).

Tanaman melepaskan eskudat di rizosfer kemungkinan untuk kebutuhan

sebagai sumber karbon untuk mikroba (Bowen and Rovira, 1991 dalam Nwoko,

2010). Eskudat yang dikeluarkan berupa gula, pati, dan asam-asam organik yang

dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber karbon. Akibatnya, mikroba

rizosfer dapat meningkatkan kesehatan tanaman dengan menstimulasi

pertumbuhan akar melalui produksi pengatur pertumbuhan tanaman,

meningkatkan penyerapan mineral dan air (Nwoko, 2010). Tanaman merangsang

seluruh proses dengan terlebih dahulu, melepaskan senyawa karbon untuk

memfasilitasi populasi mikroba yang lebih tinggi disekitar daerah akar. Kedua,

tanaman melepaskan senyawa yang dari akar khusus yang dapat menyebabkan

gen mikroba yang terlibat dalam degradasi atau bertindak sebagai co-metabolit

untuk memfasilitasi degradasi mikroba (Olson et al., 2003. Leigh et al., 2002

dalam Nwoko, 2010).

4.5 Persen Degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) dan Biomassa


Rumput Gajah.

Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) terdiri dari campuran beragam dari

hidrokarbon yang terjadi di lokasi petrokimia dan area penyimpanan, lubang

pembuangan limbah, penyulingan dan tempat tumpahan minyak. Sampai saat ini

belum ada metode baku/standar untuk menghitung nilai TPH, walaupun beberapa

metode telah biasa dilakukan.

54
Berdasarkan hasil analisa, maka didapatkan hasil seperti yang ditunjukan dalam

tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil analisa total petroleum hidrokarbon


Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) % Degradasi
No Sampel
H-0 H-35 TPH
1 A1 0.0694 0.0552 20.48
2 A2 0.0618 0.0448 27.55
3 B1 0.0199 0.0071 64.38
4 B2 0.0205 0.0036 82.44
5 C1 0.0277 0.0147 47.03
6 C2 0.0294 0.0026 91.15

Tabel 4.2 Biomassa Rumput Gajah


Perlakuan Bobot daun (g)
A1 2,12 0,481
A2 1.93 0,997
B1 36,43 2,448
B2 12,82 13,346*
C1 39,02 55,177*
C2 2,16 1,250
Keterangan : (*) rumput gajah ada yang mengalami kematian.

Metode yang dilakukan pada analisa ini didasarkan pada perbedaan bobot

kering kontrol dan sampel yang diekstrak dengan n-heksan. Selisih perbedaan

bobot kering tersebut disimpulkan sebagai total senyawa hidrokarbon yang

terdapat dalam sampel. Berdasarkan hasil analisa TPH diatas, penurunan TPH

terbesar terjadi pada sampel C2 (100 g berat kering lumpur minyak bumi, 100 g

berat kering biokompos + inokulan, 9 g urea, rasio C/N = 5) dengan nilai

penurunan 91.15% diikuti oleh sampel B2 (100 g berat kering lumpur minyak

bumi, 100 g berat kering biokompos + inokulan, 2 g urea, rasio C/N = 10) dengan

82.44% kemudian sampel B1 (100 g berat kering lumpur minyak bumi, 100 g

berat kering biokompos, 2 g urea, rasio C/N = 10), C1 (100 g berat kering lumpur

minyak bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 g urea, rasio C/N = 5), A2 (200 g

55
berat kering + inokulan, rasio C/N = 15), dan A1 (200 g berat kering, rasio C/N =

15) yang masing-masing nilai penurunannya 64.38%, 47.03%, 27.55%, dan

20.48%. Dari data tersebut terdapat perbedaan persen degradasi TPH pada setiap

parameter. Pada sampel C2 (dengan inokulan) lebih besar dibandingkan dengan

sampel C1 (tanpa inokulan), disebabkan adanya inokulan degradasi TPH lebih

cepat. Karena mikroba diinokulan lebih terbiasa pada media minyak bumi. Begitu

pula pada sampel B2 (dengan inokulan) lebih besar dari pada B1 (tanpa inokulan)

dan sampel A2 (dengan inokulan) lebih besar dari pada A1 (tanpa inokulan).

Adapun hasil degradasi sampel yang berbeda pada sampel C2 dengan B2

disebabkan perbedaan perlakuan pada komposisi urea, yang mana C2 komposisi

ureanya lebih besar dari pada B2. Komposisi urea yang lebih besar dapat

mempercepat proses metabolisme mikroorganisme, sehingga proses degradasi

lebih cepat.

Urea merupakan sumber nitrogen yang murah dan mudah tersedia bagi

mikroba. Nitrogen merupakan suatu keharusan bagi biosintesis asam amino dan

basa purin serta pirimidin, yang merupakan unit pembangun protein dan asam

nukleat bernitrogen (Lehninger,1994). Urea yang dimasukkan ke dalam tanah

akan mengalami proses amonifikasi sebagai berikut:

CO(NH2)2 + H2O urease 2 NH3 + CO2

Dalam keadaan asam dan netral amonia berada sebagai ion amonium. Ion

amonium dapat diasimilasi tanaman dan mikroba, selanjutnya diubah menjadi

asam amino atau senyawa N lain. Di dalam sel, ammonia direaksikan oleh

glutamat atau glutamin sintase atau mengalami proses aminasi langsung dengan

asam-ketokarboksilat sehingga berubah menjadi asam amino (Sumarsih, 2003).

56
Selanjutnya asam amino membentuk ikatan-ikatan peptida dengan asam amino

yang lain membentuk protein. Protein ini dibutuhkan untuk perkembangbiakan

mikroba, dengan banyaknya urea yang ditambahkan proses perkembangbiakan

semakin cepat, dan proses degradasipun lebih cepat.

Gambar 4.7 Hasil ekstraksi TPH awal dan akhir perlakuan

Gambar 4.7 menunjukan bahwa sampel awal perlakuan terlihat warna

larutannya lebih keruh dibandingkan dengan akhir perlakuan, hal ini disebabkan

pada akhir perlakuan sudah terjadi proses degradasi minyak bumi. Sedangkan

pada sampel dengan inokulan warna larutannya lebih jernih dibandingkan dengan

sampel tanpa inukalan. Karena dengan inokulan proses degradasinya lebih banyak

dan cepat, sehingga warna larutannya lebih jernih.

Secara statistik Anova pemberian biokompos dan rumput gajah

memberikan pengaruh signifikan % degradasi minyak bumi (Lampiran 6). Hal ini

karena kedua aktivitas mikroba dan pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh

57
penambahan pupuk, penambahan pupuk merupakan faktor penting dalam

mempengaruhi efisiensi proses bioremediasi. Tabel 4.1 menunjukkan tingkat

degradasi TPH dengan tingkat penambahan urea yang berbeda. Hubungan positif

antara tingkat degradasi TPH dan tingkat penambahan pupuk urea menunjukkan

efektif dalam meningkatkan proses rhizoremediasi TPH. Di sisi lain menunjukan

perubahan berat biomassa dengan penambahan urea dengan jumlah yang berbeda

dan penambahan inokulan. Berdasarkan aplikasi urea 2 g, biomassa rumput gajah

meningkat dengan penambahan urea yaitu 36,43 2,448 g seperti terlihat pada

perlakuan B1(tanpa inokulan). Dengan aplikasi yang sama dan penambahan

inokulan, biomassa rumput gajah menurun dengan penambahan urea yaitu 12,82

13,346 g pada perlakuan B2. Namun, berat biomassa yang rendah ditemukan

dengan tingkat aplikasi urea yang lebih tinggi 9 g, dengan nilai biomassa sebesar

2,16 1,250 g yaitu perlakuan C2 (dengan inokulan). Sedangkan dengan

perlakuan yang sama perlakuan C1 (tanpa inokulan) mengalami peningkatan nilai

biomassa sebesar 39,02 55,177 g.

Sedangkan perbedaan nilai biomassa pada perlakuan yang ditambahkan

inokulan dan tanpa inokulan. Pada perlakuan B2 dan C2 yang ditambahkan

inokulan mengalami penurunan nilai biomassa sebesar 12,82 13,346 g dan 2,16

1,250 g. Pada perlakuan B1 dan C1 mengalami kenaikan nilai biomassa sebesar

36,43 2,448 g dan 39,02 55,177 g. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan

yang ditambahkan inokulan, terjadi kompetisi antara inokulan dengan rumput

gajah dalam mengambil unsur-unsur hara yang terdapat pada media untuk

kebutuhan metabolisme. Sehingga pertumbuhan rumput gajah menjadi terhambat

dan bahkan mengalami kematian. Sedangkan perlakuan tanpa inokulan dengan

58
adanya pemberian kompos dan urea saja sudah cukup untuk kebutuhan

metabolisme mikroorganisme dan rumput gajah, sehingga pertumbuhan

biomassanya tidak terganggu.

Penambahan inokulan degradasi minyak lebih cepat, tapi hasil degradasi

diantaranya senyawa fenol yang merupakan zat toksik untuk pertumbuhan

tanaman. Karena senyawa fenol memiliki beberapa sifat diantaranya mudah larut

dalam air, senyawa fenol yang terlarut berpengaruh terhadap proses perakaran,

tergantung pada konsentrasinya. Proses penyerapan senyawa fenol terhadap akar

sama halnya terjadi pada perkecambahan. Menurut Salisbury and Ross (1992);

Colton and Einhellig (1980) dalam Tambaru, E dan Santosa (1999) Konsentrasi

senyawa fenol dalam air yang tinggi dapat menaikan potensial osmotik, sehingga

dapat menghambat difusi air dan O2 ke dalam kecambah. Jika air yang dibutuhkan

tidak terpenuhi, maka hal ini dapat menghambat sintesis hormon IAA, GA, dan

sitokini, sehingga perkecambahan dan pertumbuhan kecambah terhambat

(Santosa, 1990; Rice, 1984 dalam Tambaru, E dan Santosa, 1999 ). Berkurangnya

difusi air ke dalam biji juga mempengaruhi transport O 2, sehingga menghambat

proses respirasi dan ATP yang dihasilkan terbatas. ATP sangat dibutuhkan untuk

perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Salisbury dan Ross, 1992 dalam

Tambaru, E dan Santosa, 1999).

Menurut Salt et al (1998), Beberapa bahan kimia dimineralisasi oleh

tanaman dengan bantuan air dan CO2. Tanaman mengeluarkan sekret melalui

eksudat akar sebesar 10 20% dari hasil fotosintesis melalui eksudat akar. Hal ini

dapat membantu proses pertumbuhan dan metabolisme mikroba maupun fungi

yang hidup disekitar rizosfer. Beberapa senyawa organik yang dikeluarkan

59
melalui eksudat akar (misalnya fenolik, asam organik, alkohol, protein ) dapat

menjadi sumber karbon dan nitrogen sebagai sumber pertumbuhan mikroba yang

dapat membantu proses degradasi senyawa organik. Sekret berupa senyawa

organik dapat membantu pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas mikroba

rizosfer. Adapun reaksi pembentukan senyawa fenolik dari hasil degradasi adalah

sebagai berikut (Gambar 4.8 ).

OH O-Glukosida
an
e n y usun atik
P i m
-enz O-Glukuronida
H non
R O-Sulfat
O
Fenol
H O-Silosida
H
R 2O
aren oksida Ep H
hid oksid
ro l a
gen 0

as e OH
asi
ksi P 45

O2
OH
mo okrom
ur

R H
jam

noo
Sit

trans-Dihidrodiol

H2O2 Ligninase
PAH Kuinon PAH Pemecahan cincin
COOH
ur
Di

J al t o COOH
ok

Or
s ig
Ba O 2

H +
en

NADH + H
kt

R
as
er

NAD+
i
i

OH OH Cis, Cis-asam mukonat


OH Dehidrogenase OH
R H R
Katekol CHO
J al
cis-Dihidrodiol Me ur COOH
ta

OH
R
2-Hidroksimukonat
semialdehid

Gambar 4.8 Reaksi degradasi senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH)


(Cerniglia, 1992)

60
Terdapat tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum

yaitu (Wulandari et al., 2010):

1. Interasksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air, umumnya

rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga

tidak dapat mendukung.

2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon

yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini,

perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba

melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel

dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transport aktif.

Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membrane sel

bakteri.

3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau

tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan

partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat

teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan

oleh bakteri ke dalam medium.

Menurut Mc Cutcheon dan Schnoor (2003); Nwoko et al (2007) dalan

Nwoko (2010) tanaman dapat meningkatkan biodegradasi polutan organik oleh

mikroba dalam rizosfer tanaman (fitostimulasi atau rizodegradasi). Tanaman juga

dapat menurunkan polutan organik secara langsung melalui kegiatan enzimatik

mereka sendiri yang disebut fitodegradasi (Nwoko et al., 2007 dalam Nwoko

2010). Menurut Terry et al (1995) dalam Nwoko (2010) juga bahwa beberapa

61
polutan juga dapat tertinggal ditanaman dalam bentuk yang mudah menguap

(fitostabilisasi).

Remediasi mikroba dapat meningkatkan nilai degradasi TPH lebih efektif

dengan peningkatan sebesar 91,15% pada perlakuan C2 dibandingkan dengan

blanko (A1 dan A2 masing-masing sebesar 20,48%, dan 27,55 %). Tabel 4

menunjukan fitoremediasi biomassa yang dihasilkan berturut-turut pada sampel

A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 adalah 2,12 0,481 g; 1.93 0,997 g; 36,43 2,448

g; 12,82 13,346 g; 39,02 55,177 g; dan 2,16 1,250 g.

Pada tanaman yang sensitif terhadap pencemaran minyak. Pertumbuhan

tanaman dapat sangat menurun dalam tanah dengan kandungan TPH yang tinggi

(Peng et al., 2009 dalam Tang, et al., 2010). Hal ini terlihat pada perlakuan A1,

A2, C1, dan C2. Bahwa pada akhir perlakuan pertumbuhan rumput gajah

mengalami penurunan pertumbuhannya (Gambar 4.9).

Gambar 4.9 Perlakuan A1, A2, C1, dan C2 pada hari ke-35

62
Faktor lain yang mempengaruhi proses rizoremediasi mencakup inokulasi,

penambahan nutrisi, kadar organik tanah, kedalaman tanah dan kadar garam dan

sebagainya (Mishra et al., 2001;. Margesin et al., 2003;. Lin and Mendelssohn,

1998; Hutchinson et al., 2001; Keller et al., 2008 dalam Tang, et al., 2010).

63
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian multi fungsi biokompos dalam rehabilitasi

lahan tercemar limbah lumpur minyak bumi dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penambahan kompos dan urea dapat meningkatkan efisiensi degradasi TPH

dan diperoleh hubungan positif antara jumlah penambahan kompos dan urea

terhadap tingkat degradasi TPH.

2. Komposisi medium terbaik dalam mendegradasi TPH adalah perlakuan C2

(100 g berat kering lumpur minyak bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 g

urea, rasio C/N = 5) dengan tingkat degradasi 91,15%,.

3. Faktor lingkungan yang menghasilkan kondisi optimal ini dicapai pada

remediasi diperoleh melalui kondisi awal pH 8,25; kadar air 49,97%; WHC

101,64%; dan kadar abu 63,76% dan kondisi akhir pH 6,25; kadar air 55,04%;

kadar abu 73,39%; dan WHC 124,11%.

64
5.2 Saran

Pada penelitian ini masih diperlukan penelitian lanjutan, yaitu:

1. Perlu adanya justifikasi fenol hasil degradasi TPH yang telah hilang sebelum

proses fitoremediasi. Sehingga ketika aplikasi fitoremediasi dengan tanaman

tidak mudah mengalami kematian dan proses degradasi polutan minyak lebih

optimal.

2. Perlu pengujian lanjutan secara kuantitatif terhadap pengaruh penambahan

biokompos, urea, inokulan pada rasio C/N yang sama.

65
DAFTAR PUSTAKA

Ahn. H.K. T.j.Sauer. T.L. Richard. and T.D.Glanville. 2009. Determination of


Thermal Properties of Composting Bulking Materials. Bioresourece
Technology 100 (2009): 3974-3981.

Ambriyanto. K.S, 2010. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Aerob Pendegradasi


Selulosa Dari Serasah Daun Rumput Gajah (pennisetum purpureum
schaum). Skripsi. ITS. Surabaya.

Aroeira. L.J.M, F.C.F. Lopesa, F. Deresza, R.S. Vernequea, M.S. Dayrella, L.L.de
Matosa, H. Maldonado-Vasquezb, A. Vittorib. 1999. Pasture availability
and dry matter intake of lactating crossbred cows grazing elephant grass
(Pennisetum purpureum, Schum). Animal Feed Science and Technology 78
(1999) 313-324.
Atlas, R.M. 1992. Petroleum Microbiology, In: Encyclopedia of Microbiology,
vol. 3. Academic press, Inc.

Atlas, R.M. 1975. Effects of temperature and crude oil composition on petroleum
biodegradation.App. Environ. Microbiol. 30(3):396-403.
Atmojo. S. W. 2003. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co.,
New York.

Biddle, stone, A.J., and K.R. Gray, 1985. composting. In: Comprehensive
Biotechnology. Vol. 4. C. W. robinson and J.A. howel (eds.) pergamon
press, oxford, U.K.

Cahyani, V.R. 1996. Pengaruh Inokulasi Mikorisa Vesikular-Arbuskular Dan


perimbangan Takaran Kapur Dengan Bahan Organik Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Ultisol Kentrong, Tesis.
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Cerniglia, C.E. 1992. Biodegradation of Polycycluc Aromatic Hydrocarbons, In:


Biodegradation journal, vol 3. Kluwer Academic Pub. Netherlands. p 351-
368.

Cooney, J.J.1984. The fate of petroleum pollutan in fresh water ecosystem,pp.


400-433.In Atlas, R.M. Petroleum Microbyologi. Macmillan Publishing.
New York.

Crawford. J.H. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology


Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed).
p. 68-77.

66
Dibble, J.T. and R.Bartha.1979. Effect of inveromental parameter on the
biodegradation of soil sludge. App. Environ. Microbial. 37(4):7
Domnguez, J. 2004. State of The Art and New Perspect Composting Research. p.
401425. In C.A. Edwards worm ecology. 2nd ed. CRC Press, Boca
Raton, FL.

Edwards, C.A., and N.Q. Arancon. 2004. The Use of Earthworms in The
Breakdown of Organic Wastes to Produce Vermicompost and Animal Feed
Protein. p. 345380. In C.A. Edwards (ed.) Earthworm ecology. 2nd ed.
CRC Press, Boca Raton, FL.

Erickson L.E, M.K. Banks, L.C.Davis, A.P.Schwab, N. Muralidharan, and K.


Reilley. 1999. Using Vegetation To Enhance In Situ Bioremediation.
Diakses dari http ://www .engg.ksu.edu /HSRC /phytorem
/vegenhance.html.
Eweis, J.B., S.J. Ergas., D.P.Y. Chang & E.D. Schroeder. 1998. Bioremediation
Principles. Singapore. WCB McGraw-Hill.
Floodgate, G.D. 1979. Nutrient limitation. 107-118. In A.W.Bourquin and P.H.
Pritchard,Proceeding of Workshop, Microbial Degradtion of Pollutan in
Marine Environmental. Enviromental Research Laboratory, Gulf
Breeze,Fla.
Garcia, C., J. L. Moreno, T. Hernandez and F. Costa. 1995. Effect Composting
Sewage Sludges Contaminated With Heavy Metals. J. Bioresource
Technology, 53:13-19.
Gossalam. 1999. Kemampuan Degradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Oleh Isolat
Bakteri Dari Lingkungan Hutan Mangrove. Thesis Magister ITB.Bandung.

Gritter, R.J., J.M. Bobbin and A.E. Schwarting. Penerjemah Kosasih admawinata.
Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung, 1991. p.13.

Gunalan. 1996. Penerapan Bioremediasi pada Pengelohan Limbah dan Pemulihan


LingkunganTercemar Hidrokarbon Petroleum. Majalah Sriwijaya. UNSRI.
Vol 32, No 1.

Hadi, S N. 2003. Degradasi Minyak Bumi via Tangan Mikroorganisme. Artikel:


http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=64.

Harayama, S.K. 1995. Biodegradation of Crude Oil. Program and Abstracts in the
First Asia-Pasific Marine Biotechnology Conference. Shimizu, Shizuoka,
Japan.

Hardjono. A. 2000. Teknologi Minyak Bumi. Edisi pertama. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

67
Herudjito, D. 1999 Pengaruh Bahan Humat dari Air Gambut Terhadap Sifst-Sifst
Tanah Latosol (Oxic Dystropepts). Konggres Nasional VII. HITI.
Bandung.

Huddelston, R.L. and L.W. Creswell.1976. Enviromental and nutritional


constrain of microbial hydracarbon utilization in the soil, In Proceedings
of 1975 Enginering Foundation Conference:The Role of Microorganisme
in The Recovery of oil,pp.71-72.Washington.

Ijah U.J.J. Safiyanu, H & Abioye, O. P. 2008. Comparative Study Of


Biodegradation Of Crude Oil In Soil Amended With Chicken Dropings
and NPK Fertilizer. Science World Journal Vol 3 (No2).

Islam, M.Z., D.I. Sharif and M.A. Hossain. 2008, A Comparative Study of
Azotobacter spp. From Different Soil Samples, J.Soil.Nature 2(3):16-19.

Karwati. 2009. Degradasi Hidrokarbon Pada Tanah Tercemari Minyak Bumi


Dengan Isolat A10 Dan D8. Skripsi. IPB. Bogor.

Kelly.E.B. 1997. Ground Water Polution: Phytoremediation. Diakses dari http:


www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/phyto/phyto
/html.

Khan, A.G., C. Kuek., Chaudrhry., C.S. Khoo & W.J. Hayes. 2000. Role of Plant,
Mycorrhizae and Phytochelator in Heavy Metal Contaminated Land
Remediation. Chemosphere 41:197 207.

Leahy, J.G and R.C. Rita. 1990. Microbiology Degradation of Hydrocarbon


Environmental Microbiology Review. Vol. 54

Lehninger, A.L. 1994. Dasar-dasar Biokimia, alih bahasa oleh Maggy


Thenawidjaja. Erlangga. Jakarta.

Mashur. 2001. Vermikompos (kompos cacing tanah) Pupuk Organik Berkualitas


dan Ramah Lingkungan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian (IPPTP) Mataram Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Mataram.

Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. U.I. Press. Jakarta.

Natural Resources Conservation Service (NRCS), 2000, Chapter 2 Composting,


National Enginereing Handbook, Part 637 Environmental Engineering,
Natural Resources Conservation Service United States Department of
Agriculture, Pages 29-35

Nghia. N. K. 2007. Degradation of Aged Creosote and Diesel Contaminated Soils


by Phytoremediation or Biostimulation (nutrients). MASTER THESIS in
Soil Science, 20 credits. Sveriges lantbruksuniversitet.

68
Njoku, K.L., Akinola, M.O. and Oboh, B.O. 2009. Phytoremediation Of Crude
Oil Contaminated Soil: The Effect Of Growth Of Glycine max On The
Physico-Chemistry and Crude Oil Contents Of Soil. Nature and Science
2009;7(10).

Nugroho, A. 2009. Produksi Gas Hasil Biodegradasi Minyak Bumi: Kajian Awal
Aplikasinya dalam Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Makara,
Sains. Vol 13. No.2. 111-116.

Nugroho, A. 2006. Biodegradasi Sludge Minyak Bumi Dalam Skala


Mikrokosmos. Makara Teknologi. 10 (2): 82-89.

Noegroho, H. 1999. Pengaruh Aerasi Pada Bioproses Limbah Kilang Minyak.


Lembaran Publikasi Lemigas. Jakarta.

Nwoko. Chris O. 2010. Trends in phytoremediation of toxic elemental and


organic pollutants. African Journal of Biotechnology. Vol. 9 (37), pp. 6010-
6016.

Nyambati, E. M, Charles M. Lusweti, Francis N. Muyekho and Joseph G.


Mureithi. 2011. Up-scaling napier grass (Pennisetum purpureum Schum.)
production using Tumbukiza method in smallholder farming systems in
Northwestern Kenya. Journal of Agricultural Extension and Rural
Development Vol. 3(1), pp. 1-7, January 2011.

Pikoli, M.R., A. Pingkan, dan I. A. Dea. 2000. Isolasi bertahap dan identifikasi
isolat Bakteri termofilik Pendegradasi Minyak Bumi dari sumur bangko.
Proseding Institut Teknologi Bandung: 1-10.

Purwasena, I.A. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Hidrokarbonoklastik dari


Reservoar Minyak Bumi Kalimantan yang Berpotensi Bagi Penerapan
Teknologi MEOR (Microbila Enhanced Oil Recovery). Tesis: Abstrak.
Program studi Biologi, Institut Teknologi Bandung. 15 hlm.

Salt, D.E., R.D. Smith and I. Raskin. 1998. Annual Review Plant Physiology and
Plant Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501
662.

Santosa.D.A. 1999. Bahan kuliah Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas


Pertanian. Institute Pertanian Bogor.

Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A. Sanchez, JSI., Ingram and R. Dudal. 1994.
Soil Fertility Research in Response to Demand for Sustainability. In The
biological Managemant of Tropical Soil Fertility (Eds Woomer, Pl. and
Swift, MJ.) John Wiley & Sons. New York.

SEAMEO BIOTROP. 2011. Services Laboratory Pengukuran pH Tanah. Diakses


dari http:www.biotrop.org.

69
Spleight, J.G. 1980. Handbook of Petroleum Analysis. John Wiley & Sons. New
York.

Skladany,G.J.and F.B. Metting. 1993. Bioremedition of contamined soil,pp. 483-


513.In Metting, F.B. Soil Microbial Ecology (Applications Agriculture and
Environmental Management). Marcel Dekker,New York.

Steven, B and Marc, K. 1996. In situ Bioremediation Of Petroleum Aromatic


Hydrocarbon. Ground Water Polution. Diakses akses dari http:
www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/group1/ind/
ex /html.

Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons, Newyork

Sudarmadji, S, Bambang, H dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makan dan


Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sugoro, I. 2002. Bioremediasi Sludge Limbah Minyak Bumi Lahan Tercemar


Dengan Teknik Land Farming Dalam Skala Laboratorium. Tesis
Megister. ITB: Bandung.

Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah. Mikrobiologi Dasar. UPN. Yogyakarta.

Sutanto, R. 1997. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Tambaru. E. S. 1999. Pengaruh Hasil Dekomposisi Seresah Mahoni (Swietenia


macrophylla King) Terhadap Perkecambahan Biji, Infeksi Mikoriza
Vesikular-Arbuskular dan Pertumbuhan Bibit Akasia ( Acacia Mangium
Willd). Tesis. UGM. Jogjakarta.

Tang. J, R. Wang, X. Niu, M. Wang, and Q. Zhou. 2010. Characterization on the


rhizoremediation of petroleum contaminated soil as affected by different
influencing factors. Biogeosciences Discuss., 7, 46654688.

Tang, J. Xiaowei, N. Qing, S. Rugang Wang. 2010. Bioremediation of Petroleum


Polluted Soil by Combination of Ryegrass with Effective Microorganisms.
Journal of Environmental Technology and Engineering, 3(2):80-86.

Tejasuwarno. 1999. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Hasil Wortel dan Sifat
Fisik Tanah. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.

Tribuwono, B.R. 2008. Kinetika Biodegradasi Limbah Minyak Bumi


Menggunakan Reaktor Batch Biosluury. Tesis. Jakarta, Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan
Universitas Trisakti.

70
Udiharto, M., dan Sudaryono. 1999. Bioremediasi Terhadap Tanah Tercemar
Minyak Bumi Parafinik dan Aspak. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pengelolaan Limbah dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan-
BPPT, Jakarta. 121-132.

Udiharto, M. 1999. Penanganan Minyak Buangan Secara Bioteknologi. Makalah


Seminar Sehari Minyak Dan Gas Bumi. LEMIGAS. Jakarta.

Udiharto, M. 1996. Bioremediasi minyak bumi. Prosiding Pelatihan dan


Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Kerja
sama LIPI,BPPT, dan Hans seidel Foundation (HSF)

Udiharto, M., S. A. Rahayu, A. Haris dan Zulkifliani. 1995. Peran bakteri dalam
degradasi minyak dan pemanfaatannya dalam penanggulangan minyak
bumi buangan.Proceedings Diskusi Ilmiah VIII PPTMGB.Lemigas,
Jakarta.

Udiharto, M. 1992. Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Crude Oil. Diskusi


Ilmiah VII hasil Penelitian LEMIGAS. Jakarta.

Uren, L.C. 1956. Petroleum Production Enginering Production. 4th ed. New
York.

Wulandari, A. Arif, W. Khusnul. Nevy, Y.P. Rena, T.H. Sofiyah, K.B. Sri, L.D.
2010. Tugas Terstruktur Bkateriologi. Bioremediasi Minyak Bumi Oleh
Bakteri pseudomonas sp. Kementrian Pendidikan Nasional. Univ. Jendral
Sudirman. Purwokerto.

Youngman, L. 1999. Physiological respon Of Switchgrass (Panicum Virgatum L)


to Organic And Inorganic Amened Heavy-Metal Contaminated Chat
Tailings. Phytoremediation of Soil and Water Contaminants, American
Chemical society Symposium. Washington, D.C.

Zobell,C.E.1969. Microbial modification of crude oil in the sea.pp.317-326.In


Proceeding of Conference on prevention and Control of soil
Spill.American Petroleum Institute,Washington,D,C.

Zyomuya, F., F.J. Larney, C.K. Nichol, A.F. Olson, J.J. Miller, and P.R. Demare.
2005. Chemical and Physical Changes Following Co-Composting of Beef
Cattle Feedlot Manure with Phosphogypsum. J. Environ. Qual. 34:2317-
2318.

71
Lampiran 1. Data Hasil Pengukuran Awal dan Akhir Perlakuan

Awal Perlakuan
Parameter A1 A2 B1 B2 C1 C2
A11 A12 A21 A22 B11 B12 B21 B22 C11 C12 C21 C22
pH 7.5 7 7.5 7 8 7 8 7 8.5 8 8.5 8
Kadar air 30.61 25.97 30.05 24.85 49.95 47.70 50.04 49.63 50.34 41.94 50.20 49.74
Kadar abu 81.12 87.51 82.69 86.77 61.76 68.55 62.27 64.86 62.02 73.24 62.58 64.93
WHC 44.84 35.81 43.82 33.88 101.49 92.61 101.82 99.97 103.29 73.58 102.61 100.68
TPH 0.071 0.068 0.062 0.062 0.027 0.013 0.029 0.012 0.033 0.022 0.035 0.024

Akhir Perlakuan
Parameter A1 A2 B1 B2 C1 C2
A11 A12 A21 A22 B11 B12 B21 B22 C11 C12 C21 C22
pH 7.5 7.5 7 7 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6
Kadar air 29.18 28.92 32.19 28.17 51.89 51.82 55.11 51.13 47.82 58.68 56.88 53.21
Kadar abu 89.03 89.42 86.21 86.52 73.67 74.95 71.36 76.41 70.89 70.08 71.01 75.77
115.0
WHC 41.61 41.33 48.17 39.64 109.08 109.01 124.11 105.89 93.12 143.58 133.20
2
TPH 0.064 0.046 0.037 0.053 0.010 0.004 0.002 0.005 0.018 0.011 0.003 0.002

Keterangan:
WHC : water holding capacity/ kemampuan ikat air
TPH : Total Petroleum Hidrokarbon

72
Lampiran 2 Uji Anova pH

Jumlah Derajat Kuadrat F signifikasi


kuadrat bebas tengah
pH awal Diantara kelompok 2.167 5 0.433 1.733 0.261
Bagian kelompok 1.500 6 0.250
Total 3.667 11
pH akhir Diantara kelompok 3.104 5 0.621 29.800 0.000
Bagian kelompok 0.125 6 0.021
Total 3.229 11
Untuk pH awal:

Ho : Rata-rata pH awal pada keenam perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang

nyata

H1 : Rata-rata pH awal pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan yang

nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,261 > 0,05, maka Ho diterima

atau rata-rata kadar pH awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

Untuk pH akhir:

Ho : Rata-rata pH akhir pada keenam perlakuan tidak menunjukan perbedaan

yang nyata

H1 : Rata-rata pH akhir pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan yang

nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar pH diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan C2)

menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

73
Hasil Uji Duncan pH Akhir

0.05
Perlakuan N
1 2
C2 2 6.2500 b
B1 2 6.5000 b
B2 2 6.5000 b
C1 2 6.5000 b
A1 2 7.5000 a
A2 2 7.5000 a

Sig. 0.150 1.000


a dan b
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

74
Lampiran 3 Uji Anova Kadar Air

Jumlah Derajat Kuadrat F signifikasi


kuadrat bebas tengah
KA awal Diantara kelompok 1175.850 5 235.170 22.654 0.001
Bagian kelompok 62.286 6 10.381
Total
1238.136 11
KA akhir Diantara kelompok 1509.766 5 301.953 22.164 0.001
Bagian kelompok 81.741 6 13.623
Total
1591.507 11
Untuk kadar air awal :

Ho : Rata-rata kadar air awal pada keenam perlakuan tidak menunjukan perbedaan

yang nyata

H1 : Rata-rata kadar air awal pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan yang

nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk kadar air akhir :

Ho : Rata-rata kadar air akhir pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata

H1 : Rata-rata kadar air akhir pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

75
Hasil Uji Duncan Kadar Air Awal

0.05
Perlakuan N
1 2
A2 2 27.4500 b

A1 2 28.2900 b

C1 2 46.1400 a

B1 2 48.8250 a

B2 2 49.8350 a

C2 2 49.9700 a

Sig. 0.803 0.298

Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji Duncan Kadar Air Akhir

0.05
Perlakuan N
1 2
A1 2 29.0500 b

A2 2 30.1800 b

B1 2 51.8550 a

B2 2 53.1200 a

C1 2 53.2500 a

C2 2 55.0450 a

Sig. 0.770 0.438

Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji LSD Kadar Air Awal

(I) data (J) data Beda nilai Std. Error Sig. Selang kepercayaan 95%

76
tengah (I-J) Batas bawah Batas atas
A1 A2 -1.13000 3.69100 .770 -10.1616 7.9016
*
B1 -22.80500 3.69100 .001 -31.8366 -13.7734
*
B2 -24.07000 3.69100 .001 -33.1016 -15.0384
*
C1 -24.20000 3.69100 .001 -33.2316 -15.1684
*
C2 -25.99500 3.69100 .000 -35.0266 -16.9634
A2 A1 1.13000 3.69100 .770 -7.9016 10.1616
*
B1 -21.67500 3.69100 .001 -30.7066 -12.6434
*
B2 -22.94000 3.69100 .001 -31.9716 -13.9084
*
C1 -23.07000 3.69100 .001 -32.1016 -14.0384
*
C2 -24.86500 3.69100 .001 -33.8966 -15.8334
*
B1 A1 22.80500 3.69100 .001 13.7734 31.8366
*
A2 21.67500 3.69100 .001 12.6434 30.7066
B2 -1.26500 3.69100 .743 -10.2966 7.7666
C1 -1.39500 3.69100 .718 -10.4266 7.6366
C2 -3.19000 3.69100 .421 -12.2216 5.8416
*
B2 A1 24.07000 3.69100 .001 15.0384 33.1016
*
A2 22.94000 3.69100 .001 13.9084 31.9716
B1 1.26500 3.69100 .743 -7.7666 10.2966
C1 -.13000 3.69100 .973 -9.1616 8.9016
C2 -1.92500 3.69100 .621 -10.9566 7.1066
*
C1 A1 24.20000 3.69100 .001 15.1684 33.2316
A2 23.07000* 3.69100 .001 14.0384 32.1016
B1 1.39500 3.69100 .718 -7.6366 10.4266
B2 .13000 3.69100 .973 -8.9016 9.1616
C2 -1.79500 3.69100 .644 -10.8266 7.2366
*
C2 A1 25.99500 3.69100 .000 16.9634 35.0266
*
A2 24.86500 3.69100 .001 15.8334 33.8966
B1 3.19000 3.69100 .421 -5.8416 12.2216
B2 1.92500 3.69100 .621 -7.1066 10.9566
C1 1.79500 3.69100 .644 -7.2366 10.8266

Hasil Uji LSD Kadar Air Akhir


Beda nilai Selang kepercayaan 95%
(I) data (J) data tengah (I-J) Std. Error Sig. Batas bawah Batas atas
A1 A2 1.47500 9.78532 .885 -22.4688 25.4188
*
B1 -56.72500 9.78532 .001 -80.6688 -32.7812

77
B2 -60.57000* 9.78532 .001 -84.5138 -36.6262
*
C1 -48.11000 9.78532 .003 -72.0538 -24.1662
*
C2 -61.32000 9.78532 .001 -85.2638 -37.3762
A2 A1 -1.47500 9.78532 .885 -25.4188 22.4688
*
B1 -58.20000 9.78532 .001 -82.1438 -34.2562
*
B2 -62.04500 9.78532 .001 -85.9888 -38.1012
*
C1 -49.58500 9.78532 .002 -73.5288 -25.6412
C2 -62.79500* 9.78532 .001 -86.7388 -38.8512
*
B1 A1 56.72500 9.78532 .001 32.7812 80.6688
*
A2 58.20000 9.78532 .001 34.2562 82.1438
B2 -3.84500 9.78532 .708 -27.7888 20.0988
C1 8.61500 9.78532 .413 -15.3288 32.5588
C2 -4.59500 9.78532 .655 -28.5388 19.3488
*
B2 A1 60.57000 9.78532 .001 36.6262 84.5138
*
A2 62.04500 9.78532 .001 38.1012 85.9888
B1 3.84500 9.78532 .708 -20.0988 27.7888
C1 12.46000 9.78532 .250 -11.4838 36.4038
C2 -.75000 9.78532 .941 -24.6938 23.1938
*
C1 A1 48.11000 9.78532 .003 24.1662 72.0538
*
A2 49.58500 9.78532 .002 25.6412 73.5288
B1 -8.61500 9.78532 .413 -32.5588 15.3288
B2 -12.46000 9.78532 .250 -36.4038 11.4838
C2 -13.21000 9.78532 .226 -37.1538 10.7338
*
C2 A1 61.32000 9.78532 .001 37.3762 85.2638
A2 62.79500* 9.78532 .001 38.8512 86.7388
B1 4.59500 9.78532 .655 -19.3488 28.5388
B2 .75000 9.78532 .941 -23.1938 24.6938
C1 13.21000 9.78532 .226 -10.7338 37.1538

78
Lampiran 4. Uji Anova Kadar Abu

Jumlah Derajat Kuadrat F signifikasi


kuadrat bebas tengah
KA awal Diantara kelompok 1034.877 5 206.975 10.276 0.007
Bagian kelompok 120.851 6 20.142
Total
1155.728 11
KA akhir Diantara kelompok 608.462 5 121.692 28.801 0.000
Bagian kelompok 25.351 6 4.225
Total
633.814 11
Untuk kadar abu awal :

Ho : Rata-rata kadar abu awal pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar abu awal pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,007 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk kadar air akhir :

Ho : Rata-rata kadar abu akhir pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar abu akhir pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

79
Hasil Uji Duncan Kadar Abu Awal

0.05
Perlakuan N
1 2
B2 2 63.5650 b

C2 2 63.7550 b

B1 2 65.1550 b

C1 2 67.6300 b

A1 2 84.3150 a

A2 2 84.7300 a

Sig. 0.418 0.929

Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji Duncan Kadar Abu Akhir

0.05
Perlakuan N
1 2
C1 2 70.4850 b

C2 2 73.3900 b

B2 2 73.8850 b

B1 2 74.3100 b

A2 2 86.3650 a

A1 2 89.2250 a

Sig. 0.127 0.214

Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

80
Lampiran 5. Uji Anova Water Holding Capacity (WHC)

Jumlah Derajat Kuadrat F signifikasi


kuadrat bebas tengah
WHC awal Diantara kelompok 9014.160 5 1802.832 18.828 0.001
Bagian kelompok 574.515 6 95.753
Total
9588.676 11
WHC akhir Diantara kelompok 14822.628 5 2964.526 10.841 0.006
Bagian kelompok 1640.768 6 273.461
Total
16463.397 11
Untuk kadar WHC awal :

Ho : Rata-rata kadar WHC awal pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar WHC awal pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk kadar WHC akhir :

Ho : Rata-rata kadar WHC akhir pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar WHC akhir pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,006 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

81
Hasil Uji Duncan Water Holding Capacity (WHC) Awal

0.05
Perlakuan N
1 2
A2 2 38.8500 b

A1 2 40.3250 b

C1 2 88.4350 a

B1 2 97.0500 a

B2 2 100.8950 a

C2 2 101.6450 a
Sig. 0.885 0.244

Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji Duncan Water Holding Capacity (WHC) Akhir

0.05
Perlakuan N
1 2
A1 2 41.4700 b

A2 2 43.9050 b
B1 2 109.0450 a
B2 2 115.0000 a
C1 2 118.3500 a
C2 2 124.1100 a
Sig. 0.888 0.416
Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji LSD Water Holding Capacity (WHC) Awal


Selang kepercayaan 95%
Beda nilai
(I) data (J) data tengah (I-J) Std. Error Sig. Batas bawah Batas atas

82
A1 A2 -2.43500 16.53667 .888 -42.8988 38.0288
*
B1 -67.57500 16.53667 .006 -108.0388 -27.1112
*
B2 -73.53000 16.53667 .004 -113.9938 -33.0662
*
C1 -76.88000 16.53667 .004 -117.3438 -36.4162
*
C2 -82.64000 16.53667 .002 -123.1038 -42.1762
A2 A1 2.43500 16.53667 .888 -38.0288 42.8988
*
B1 -65.14000 16.53667 .008 -105.6038 -24.6762
*
B2 -71.09500 16.53667 .005 -111.5588 -30.6312
*
C1 -74.44500 16.53667 .004 -114.9088 -33.9812
*
C2 -80.20500 16.53667 .003 -120.6688 -39.7412
*
B1 A1 67.57500 16.53667 .006 27.1112 108.0388
A2 65.14000* 16.53667 .008 24.6762 105.6038
B2 -5.95500 16.53667 .731 -46.4188 34.5088
C1 -9.30500 16.53667 .594 -49.7688 31.1588
C2 -15.06500 16.53667 .397 -55.5288 25.3988
*
B2 A1 73.53000 16.53667 .004 33.0662 113.9938
*
A2 71.09500 16.53667 .005 30.6312 111.5588
B1 5.95500 16.53667 .731 -34.5088 46.4188
C1 -3.35000 16.53667 .846 -43.8138 37.1138
C2 -9.11000 16.53667 .602 -49.5738 31.3538
C1 A1 76.88000* 16.53667 .004 36.4162 117.3438
A2 74.44500* 16.53667 .004 33.9812 114.9088
B1 9.30500 16.53667 .594 -31.1588 49.7688
B2 3.35000 16.53667 .846 -37.1138 43.8138
C2 -5.76000 16.53667 .739 -46.2238 34.7038
*
C2 A1 82.64000 16.53667 .002 42.1762 123.1038
*
A2 80.20500 16.53667 .003 39.7412 120.6688
B1 15.06500 16.53667 .397 -25.3988 55.5288
B2 9.11000 16.53667 .602 -31.3538 49.5738
C1 5.76000 16.53667 .739 -34.7038 46.2238

Hasil Uji LSD Water Holding Capacity (WHC) Akhir


Selang kepercayaan 95%
Beda nilai
(I) data (J) data tengah (I-J) Std. Error Sig. Batas bawah Batas atas
A1 A2 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235
B1 -.25000 .50000 .635 -1.4735 .9735
B2 -.25000 .50000 .635 -1.4735 .9735

83
C1 -1.00000 .50000 .092 -2.2235 .2235
C2 -1.00000 .50000 .092 -2.2235 .2235
A2 A1 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235
B1 -.25000 .50000 .635 -1.4735 .9735
B2 -.25000 .50000 .635 -1.4735 .9735
C1 -1.00000 .50000 .092 -2.2235 .2235
C2 -1.00000 .50000 .092 -2.2235 .2235
B1 A1 .25000 .50000 .635 -.9735 1.4735
A2 .25000 .50000 .635 -.9735 1.4735
B2 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235
C1 -.75000 .50000 .184 -1.9735 .4735
C2 -.75000 .50000 .184 -1.9735 .4735
B2 A1 .25000 .50000 .635 -.9735 1.4735
A2 .25000 .50000 .635 -.9735 1.4735
B1 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235
C1 -.75000 .50000 .184 -1.9735 .4735
C2 -.75000 .50000 .184 -1.9735 .4735
C1 A1 1.00000 .50000 .092 -.2235 2.2235
A2 1.00000 .50000 .092 -.2235 2.2235
B1 .75000 .50000 .184 -.4735 1.9735
B2 .75000 .50000 .184 -.4735 1.9735
C2 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235
C2 A1 1.00000 .50000 .092 -.2235 2.2235
A2 1.00000 .50000 .092 -.2235 2.2235
B1 .75000 .50000 .184 -.4735 1.9735
B2 .75000 .50000 .184 -.4735 1.9735
C1 .00000 .50000 1.000 -1.2235 1.2235

84
Lampiran 6. Uji Anova TPH

Jumlah Derajat Kuadrat F signifikasi


kuadrat bebas tengah
TPH awal Diantara kelompok 0.005 5 0.001 15.527 0.002
Bagian kelompok 0.000 6 0.000
Total
0.005 11
TPH akhir Diantara kelompok 0.005 5 0.001 18.620 0.001
Bagian kelompok 0.000 6 0.000
Total
0.006 11
Untuk kadar TPH awal :

Ho : Rata-rata kadar TPH awal pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar TPH awal pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,002 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

Untuk kadar TPH akhir :

Ho : Rata-rata kadar TPH akhir pada keenam perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata.

H1 : Rata-rata kadar TPH akhir pada keenam perlakuan menunjukan perbedaan

yang nyata.

Pada tabel tampak nilai probabilitas (sig) 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak

atau rata-rata kadar air awal diantara keenam perlakuan (A1, A2, B1, B2, C1, dan

C2) menunjukan perbedaan yang nyata (uji selanjutnya).

85
Hasil Uji Duncan TPH Awal

0.05
Perlakuan N
1 2
B1 2 0.02000 b
B2 2 0.02050 b
C1 2 0.02750 b
C2 2 0.02950 b
A2 2 0.06200 a
A1 2 0.06950 a
Sig. 0.290 0.375
a dan b
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

Hasil Uji Duncan TPH Akhir

0.05
Perlakuan N
1 2
C2 2 0.00250 b

B2 2 0.00350 b
B1 2 0.00700 b
C1 2 0.01450 b
A2 2 0.04500 a
A1 2 0.05500 a
Sig. 0.178 0.231
Keterangan : huruf kecil yang sama (a dan b) menunjukan tidak beda nyata ( 0,05)

86
Lampiran 7. Uji Fisik Rumput Gajah
Hari/ Perlakuan Panjang daun (cm) Warna daun
A11 15.5 Hijau
A12 15.8 Hijau
A21 14.2 Hijau
A22 2.1 Hijau
B11 5 Hijau
B12 15 Hijau
H0
B21 12.6 Hijau
B22 14.5 Hijau
C11 3.5 Hijau
C12 10.5 Hijau
C21 9.6 Hijau
C22 14 Hijau
A11 20 Hijau
A12 17.8 Hijau dan ujung daun kuning kecoklatan
A21 20.3 Hijau dan ujung daun kuning kecoklatan
A22 8.3 Hijau dan ujung daun kuning kecoklatan
B11 10.5 Hijau
B12 24.3 Hijau dan ujung daun kecoklatan
H7
B21 13.3 Hijau dan ujung daun kecoklatan
B22 19.1 Hijau dan ujung daun kuning
C11 10.5 Hijau
C12 11.1 Hijau dan ujung daun coklat
C21 24.1 Hijau dan ujung daun kecoklatan
C22 18.3 Hijau dan ujung daun kuning kecoklatan
A11 23.4 Hijau
A12 - -
A21 - -
A22 18.3 Hijau
B11 19.2 Hijau
B12 36.2 Hijau
H14
B21 41.4 Hijau
B22 28.6 Hijau
C11 - -
C12 - -
C21 - -
C22 - -
A11 27.6 Hijau dan ujung daun coklat
A12 - -
A21 - -
A22 21.4 Hijau dan ujung dan coklat
B11 23.6 Hijau
H21 B12 56.3 Hijau
B21 60.4 Hijau
B22 32.4 Hijau
C11 - -
C12 - -
C21 - -
C22 - -
A11 -
A12 -
A21 -
A22 -
B11 26.3 Hijau dan ujung daun merah menguning
H28 B12 61.4 Hijau dan ujung daun merah menguning
B21 72.2 Hijau dan ujung daun merah menguning
B22 41.1 Hijau dan ujung daun merah menguning
C11 - -
C12 - -
C21 - -
C22 - -
A11 - -
A12 - -
A21 - -
A22 - -
B11 - -
B12 63.4 Hijau muda
H35
B21 84.5 Hijau muda
B22 44.2 Hijau muda
C11 - -
C12 - -
C21 - -
C22 - -

87
Lampiran 8. Tempat pembuangan akhir lumpur minyak bumi di pertambangan
tradisional Cepu Jawa Timur

88
Lampiran 9. Penamaan rumput gajah pada media pot

Perlakuan A1, A2, A3, dan A4 Perlakuan A5, A6, A7, dan A8
+ inokulan

Perlakuan B1, B2, B3, dan B4 Perlakuan B5, B6, B7, dan B8
+ inokulan

Perlakuan C1, C2, C3, dan C4 Perlakuan C5, C6, C7, dan C8
+ inokulan

89
Lampiran 10. Perlakuan dimedia pot pada hari ke-35

Perlakuan A1, A2, A3, dan A4 Perlakuan A5, A6, A7, dan A8
+ inokulan

Perlakuan B1, B2, B3, dan B4 Perlakuan B5, B6, B7, dan B8
+ inokulan

Perlakuan C1, C2, C3, dan C4 Perlakuan C5, C6, C7, dan C8
+ inokulan

90
Lampiran 11. Gambar hasil ekstraksi TPH

1. Sampel awal perlakuan

Hasil ekstraksi TPH sebelum di uapkan Hasil ekstraksi TPH setelah di uapkan

2. Sampel akhir perlakuan

Hasil ekstraksi TPH sebelum di uapkan Hasil ekstraksi TPH sebelum di uapkan
(tanpa inokulan) (dengan inokulan)

Hasil ekstraksi TPH setelah di uapkan Hasil ekstraksi TPH setelah di uapkan
(tanpa inokulan) (dengan inokulan)

91

Anda mungkin juga menyukai