Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Kusta atau lepra, morbus hansen merupakan penyakit yang disebabkan

oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai

afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian

dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Kuman ini menular kepada

manusia melalui kontak langsung dengan penderita dan melalui perrnapasan.1

Di indonesia jumlah kasus kusta baru pada tahun 2013 merupakan yang

terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka prevalensi

kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 100.000 penduduk. Hampir seluruh

provinsi dibagian timur indonesia merupakan daerah dengan beban kusta

tertinggi, jumlah kasus baru kusta di papua tahun 2013 berjumlah 89 kasus.

Dalam semua populasi yang diteliti, penyakit lepromatosa lebih sering terjadi

pada pria dibandingkan pada wanita dengan rasio 2: 1.2,1

Masa tunas bakteri ini sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,

umumnya beberapa tahun , rata-rata 3-5 tahun. Setelah 5 tahun tanda-tanda

seorang menderita penyakit kusta mulai muncul antara lain, kulit mengalami

bercak putih, merah,rasa kesemutan bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan

kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf,

anggota gerak dan mata.3

1
Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama atau

cardinal (cardinal signs), yaitu Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa, penebalan

saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf, adanya basil tahan asam (BTA)

dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear). Sebagian besar pasien lepra

didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis.4

Pada tahun 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan

multi drug therapy (MDT) untuk tipe PB maupun MB. Tujuan pengobatanya

adalah untuk memutuskan mata rantai penularan, mencegah nresistensi obat,

memperpendek masa pengobatan, meningkatkan keteraturan berobat, serta

mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacatbyang sudah ada

sebelum pengobatan.4

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

1. Nama : Tn. Antoni Fake

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Umur : 63 tahun

4. Berat Badan : 55 kg

5. Alamat : Bonggo ( Jl. Percetakan)

6. Pekerjaan : Swasta

7. Suku : Jayapura

8. Agama : Kristen Protestan

9. Pendidikan : SMA

10. Tanggal pemeriksaan : 11 Januari 2016

11. No. DM : 41 66 80

2.2. Anamnesis

2.2.1. Keluhan Utama

Kulit mati rasa

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dating dengan keluhan kulit mati rasa sejak 2 tahun lalu, awalnya

gatal, digaruk dan meluas, gatal saat berkeringat, nyeri (-),

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

3
Pasien pernah berobat ke Puskesmas Bonggo dan disarankan ke RSUD

Dok II karena di Puskesmas Bonggo tidak tersedia obat.

Riwayat alergi (-)

2.2.4. Riwayat Keluarga

Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit seperti yang

dialami pasien.

2.3. Pemeriksaan Fisik

2.3.1. Status Generalis

1. Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda Vital : dalam batas normal

4. Kepala dan Leher

Kepala : Simetris, tidak ada kelainan, tampak kulit kepala

baik.
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-).
Telinga : Deformitas (-), Sekret (-), Lesi kecil (-)
Hidung : Deformitas (-), Sekret (-), Lesi kecil (-), Perdarahan

(-)
Mulut : Candidiasis Oral (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), Peningkatan

Vena Jugularis (-), Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)

5. Thoraks

Paru
Inspeksi : Simetris. Ikut gerak napas
Palpasi : Vocal fremitus (D=S)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

4
Auskultasi : Rhonki/Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi Jantung I - II Reguler

6. Abdomen

Inspeksi : Supel, datar


Auskultasi : Bising Usus Normal
Palpasi : NyeriTekan (-),
Hepar / lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

7. Ekstremitas
Akral teraba hangat, Edema (-) Ulkus (-)

2.3.2. Status Dermatologis

Regio : Brachii sinistra, patella dekstra


Eflorosensi : makula hipopigmentasi

2.4. Diagnosa Kerja

Susp. MH tipe PB/MB

2.5. Diagnosis Banding

- Pitiriasis Versikolor

- Dermatofitosis

- Pitiriasis rosea

- Pitiriasis alba

2.6. Penatalaksanaan

5
Sistemik :

Topikal :

2.7. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Fungtionam : ad bonam

Qou ad Sanationam : ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama atau

cardinal (cardinal signs), yaitu Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa, penebalan

saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf, adanya basil tahan asam (BTA)

dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear). Sebagian besar pasien lepra

didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis. Berdasarkan anamnesis pada pasien

diketahui bahwah pasien merasa mati rasa pada daerah makula hipopigmentasi

pada regio brachii sinistra dan regio patella dektra, kemudian dilakukan

pemeriksaan sensitifitas rasa raba pada tubuh dengan menggunakan kapas dan

jarum dan hasilya pada daerah makula hipopigmentasi tidak merasakan usapan

dari kapas dan tusukan dari jarum (anastesi). sebaliknya pada daerah yang tidak

hipopigmentasi menunjukan hasil berlawanan. Kemudian dilakukan pemeruksaan

pembesaran saraf dan didapatkan tidak ada pembesaran namun saat ditekan saraf

ulnaris, poplitea dan tibialis posterior pasien merasa kesakitan. Dari anamnesa dan

6
pemeriksaan fisik didapati 2 tanda cardinal yaitu kulit yang mati rasa dan

gangguan fungsi saraf. Sedangkan pemeriksaan BTA sedang menunggu hasil

pemeriksaan.1,4
Pemeriksaan dermatologis tampak makula hipopigmentasi, permukaan

kering, skuama halus, distribusi tidak simetris,hilangnya sensasi yang jelas. Hal

ini sesuai dengan gambarna klinis kusta PB yaitu makula datar, lesi 1-5,

hipopigmentasi atau eritema, distribusi tidak simetris, hilangnya sensasi yang

jelas. Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk menegaskan gambaran

klinis yang ditemukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pengecatan gram

dan kultur. Pemeriksaan BTA sedang menunggu hasil.1


Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi Terapi :
a. Pada pasien PB:
1. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan

petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @ 300mg (600mg) dan 1 tablet

dapson/DDS 100 mg.


2. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet dapson/DDS 100

mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.


3. Pasien minum obat selama 6-9 bulan ( 6 blister).
4. Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, dan DDS 50 mg.
b. Terapi pada Pasien MB:
1. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan

petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @ 300mg (600mg), 3 tablet

lampren (klofazimin) @ 100mg (300mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.


2. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan

1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.


3. Pasien minum obat selama 12-18 bulan ( 12 blister).
4. Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, lampren 150 mg dan DDS

50 mg untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis harian untuk lampren 50

mg diselang 1 hari.1,4

7
Prognosa kusta yaitu: Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun

dubia ad malam pada fungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi,

demikian pula untuk kejadian berulangnya.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta :

FKUI. 2007

2. Infodatin.kusta.depkes.2015

3. Wolff. K, Goldsmith. L.A, Katz. S.I, Gilchrest. B.A, Paller. A.S, Leffel.

D.J. Fitzpatricks, The Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, fifth edition. E-book : The McGraw-Hill Companies. 2007.

4. Peraturan menteri kesehatan nomor 5 tahun 2014. Panduan praktik

klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.depkes.

2014

8
9

Anda mungkin juga menyukai