Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

1. Macam Macam Teknik Pemerahan Sapi Perah dengan Cara Manual

Pemerahan pada umumnya masih tradisional atau manual yaitu masih


menggunakan tangan dan jari-jari tangan manusia, sedangkan pemerahan secara
mekanik masih jarang dijumpai, hal ini karena masih rendahnya pemilikan sapi
perah yaitu antara 2-5 ekor per peternak. Begitu pula dalam penggunaan peralatan
masih secara tradisional. Pemerahan dengan tangan ini menghendaki suatu
pekerjaan yang teliti dan halus, sebab kalau dilakukan dengan kasar akan buruk
pengaruhnya terhadap banyaknya susu yang dihasilkan. Metode pemerahan
dengan tangan terdiri dari tiga metode yaitu metode full hand ( seluruh jari ),
knevelen dan strippen. Metode ini biasanya dilakukan berdasarkan bentuk
ambing. Pemerahan dengan menggunakan seluruh jari biasanya dilakukan pada
sapi yang mempunyai ambing dan puting yang panjang dan besar. Pemerahan
dilakukan dengan cara puting dipegang antara ibu jari dengan jari telunjuk pada
pangkal puting menekan dan meremas pada bagian atas, sedangkan ketiga jari
yang lain menekan dan meremas bagian tubuh puting secara berurutan, hingga air
susu memancar dan dilakukan sampai air susu dalam ambing habis (Suheri,
2012).

1.1 Whole hand ( tangan penuh )


Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan menjadi
panjang olehnya. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga
dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting
dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas
puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari
manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan
memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, sekluruh jari dikendorkan agar
rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali - kali.
Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu tidak akan
memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan.
Sedapat mungkin semua pemerahan dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik
ini dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara
ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi
(Syarief dan Harianto, 2011).

1.2 Stripping ( perah jepit )


Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari
pangkal puting ke bawah sambil memijat. Dengan demikian air susu tertekan
ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil menyodok
ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam cistern (rongga susu). Pijatan
dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini dilakukan hanya untuk
pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar
dikerjakan dengan cara lain (Syarief dan Harianto, 2011).

1.3 Knevelen ( perah pijit )


Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan
membengkokan ibu jari, cara ini sering dilakukan jika pemerah merasa lelah..
Lama-kelamaan bungkul ibu jari menebal lunak dan tidak menyakiti
puting. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting
pendek (Syarief dan Harianto, 2011).

2. Penyakit Radang Ambing ( Mastitis )


Susu merupakan salah satu produk peternakan yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak oleh masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang lengkap
menjadi alasan tingginya kebutuhan dan permintaan masyarakat akan susu.
Tingginya kebutuhan dan permintaan susu di Indonesia masih berbanding
terbalik dengan rendahnya pemenuhan susu baik secara kuantitas maupun
kualitas. Tingkat pemenuhan susu secara kuantitas masih sangat rendah
terbukti dengan tingkat produksi dalam negeri pada tahun 2009 sebesar 827,2
ton/tahun dan memerlukan impor sebesar 173.305,30 ton/tahun (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Kualitas susu dari peternak
sapi perah lokal secara umum juga masih di bawah standar dimana hal
tersebut berdampak pada rendahnya harga jual ditingkat koperasi maupun
industri pengolahan susu (Usmiati dan Abubakar, 2009).
Salah satu penyebab rendahnya produksi dan kualitas susu sapi perah dari
aspek kesehatan adalah adanya penyakit mastitis. Faktor utama penyebab
radang ambing atau mastitis adalah streptococcus cocci danStaphylococcus
cocci. Penularan bakteri ini adalah masuk melalui putting dan kemudian
berkembang biak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena putting yang
habis di perah terbuka, kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah
yang terkontaminasi bakteri (AAK, 1994).
Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme
ke dalam kelenjar melalui lubang puting (sphincter puting). Sphincter puting
berfungsi untuk menahan infeksi kuman. Pada dasarnya, kelenjar mammae
sudah dilengkapi perangkat pertahanan, sehingga air susu tetap steril.
Perangkat pertahanan yang dimiliki oleh kelenjar mammae, antara lain :
perangkat pertahanan mekanis, seluler dan perangkat pertahanan yang tidak
tersifat (non spesifik). Berbagai jenis bakteri yang telah diketahui sebagai
agen penyebab penyakit mastitis, antara lain : Streptococcus agalactiae, Str.
Disgalactiae, Str. Uberis, Str.zooepidemicus, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas
aeroginosa (Akoso, 1996).
Disamping faktor faktor mikroorganisme yang meliputi berbagai jenis,
jumlah. faktor ternak dan lingkungannya juga menentukan mudah tidaknya
terjadi radang ambing dalam suatu peternakan. Faktor predisposisi radang
ambing dilihat dari segi ternak, meliputi : bentuk ambing, misalnya ambing
yang sangat menggantung, atau ambing dengan lubang puting terlalu lebar.
Factor umur juga akan mempengaruhi mudah tidaknya seekor sapi terkena
radang ambing atau mastitis. Semakin tua umur sapi, apalagi induk dengan
produksi air susu tinggi, semakin melar spincter pada putingnya, karena
spincter berfungsi dalam menahan infeksi kuman, maka kemungkinan
terinfeksi pada sapi tua juga semakin besar (Subronto, 2003).
Faktor lingkungan dan pengelolaan ternak yang banyak mempengaruhi
terjadinya mastitis, meliputi pakan, perkandangan, banyaknya sapi dalam satu
kandang, sanitasi kandang, dan cara pemerahan susu. Pakan yang
mengandung estrogen, misalnya bangsaclover, dan jagung ataupun konsentrat
yang berjamur, telah terbukti memudahkan terjadinya radang. Kandang yang
berukuran sempit menyebabkan sapi-sapi didalamnya berdesakan, apabila ada
salah satu yang menderita, maka penularan ke sapi lain akan mudah. Lantai
kandang yang licin yang menyebabkan sapi malas bangun ataupun lantai yang
kemiringannya kurang, hingga menyebabkan air mudah tergenang juga akan
mempermudah kemungkinan kontak antara bakteri dan ambing sehat
(Subronto, 2003).

3. Pengaruh Radang Ambing (Mastitis) terhadap Produksi Susu


Mastitis merupakan penyakit yang sering terjadi pada sapi perah dan
menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternakan sapi perah
di seluruh dunia (Bannerman and Wall, 2005). Kerugian ekonomi yang
diakibatkan oleh mastitis, terutama mastitis subklinis, meliputi penurunan
produksi dan mutu susu, peningkatan biaya perawatan dan pengobatan,
pengafkiran ternak lebih awal serta pembelian sapi perah baru (Subronto,
2003).
Fenomena kejadian Penyakit mastitis subklinis layaknya seperti
gunung es, hanya sedikit data yang diketahui (mastitis klinis) dan sisanya
tidak dapat diketahui (mastitis subklinis). Hal itu sangat berbahaya,
bayangkan saja jika penyakit mastitis subklinis tersebut tidak bisa dipantau
terutama di peternakan rakyat maka berapa liter susu yang terbuang karena
tidak bisa tertampung koperasi dengan alasan mengandung jumlah bakteri
yang banyak. Parahnya yang tidak terdeteksi inilah yang diyakini jumlahnya
sangat besar. Sungguh memprihatinkan jika sebagian besar peternak kita
sapinya menderita mastitis subklinis, karena itu berarti peluang susu yang
dihasilkan peternak sapi perah kita untuk memasuki pasar nasional ataupun
internasional akan tertutup. Untuk mengatasi hal tersebut maka cara satu-
satunya adalah dengan mencegah atau mengobati mastitis subklinis tersebut.
Maka atas dasar itulah perlu penanganan yang tepat terhadap kasus mastitis
subklinis. Kerugian ekonomi secara umum yang diakibatkan mastitis
subklinis meliputi penurunan produksi antara 10-40% dan penurunan kualitas
susu. Kerugian ekonomi dapat dilakukan dengan pengendalian mastitis secara
tepat dan efisien (Arimbi, 2005).
Mastitis subklinis menjadi masalah yang sangat serius bagi para
peternak, karena sapi tidak menunjukkan gejala sakit tetapi produksi susu
dapat turun dan kualitas susu menjadi berkurang karena
adanya kuman tersebut (Salasia et al., 2005).
Mastitis sangat merugikan karena mengakibatkan; Produksi susu
menjadi turun 25-30% atau berhenti sama sekali, Kualitas susu menjadi turun
sehingga tidak dapat dijual atau tidak dapat dikonsumsi, Biaya perawatan
menjadi meningkat, dan Ternak perah diafkir lebih awal (Hidayat, 2008).
Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktorlingkungan. Faktor
lingkungan yang berpengaruh diantaranya adalah penyakit dan makanan.
Permasalahan yang sering menimpa peternak sapi perah adalah penyakit
mastitis, dimana 60 - 90 % sapi perah di Indonesia terserang mastitis.
Penyakitini sangat merugikan karena berdampak pada penurunan produksi
susu, penurunan kualitas dan kehadirannya sering kali tidak disadari oleh
peternak sehingga peternak baru menyadari kondisi ternaknya setelah
penyakit ini parah (Nurdin, 2006). Penyakit radang ambing (mastitis) masih
merupakan masalah utama dalam peternakan sapi perah, dimana
menyebabkan kerugian yang cukup besar sehubungan dengan menurunnya
produksi susu, kualitas susu dan biaya penangananya (Abrar, 2003).

Pengaruh penyakit mastitis terhadap komponen dan pH susu bovine dapat


dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Mastitis terhadap Komponen dan PH Susu Bovine


Komponen Susu Normal Susu Mastitis
Lemak (%) 3,45 3,2
Laktosa (%) 4,85 4,4
Casein (mg/ml) 27,9 22,5
Whey Protein (mg/ml) 8,2 13,1
Na (mg/100 ml) 57 104,6
K (mg/100 ml) 172,5 157,3
Cl (mg/100 ml) 80 130 >250
Ca (mg/100 ml) 136 49
PH 6,65 6,9 7.0
(Eniza, 2004)
Pada table 4. terlihat bahwa susu mastitis kandungan lemak, laktosa dan
casein menurun dan kandungan whey protein meningkat. Kandungan mineral
Natrium dan Chlorida terlihat meningkat sedangkan Kalium dan Kalsium menurun
(Eniza, 2004).

Menurut Effendi dkk. (2005), Penyakit mastitis tidak dapat diberantas tetapi
dapat diturunkan angka kejadiannya dengan manajemen yang baik pada peternakan
sapi perah. Mastitis menyebabkan kerugian ekonomi pada petani dengan beberapa
jalan; hasil susu yang menurun, kualitas susu menjadi jelek atau terkontaminasi
dengan antibiotika yang mengakibatkan produknya tidak dapat dijual, adanya biaya
pengobatan, tingginya angka pengafkiran dan kadang-kadang mengakibatkan
kematian. Susu yang diproses dalam home industri juga merugi disebabkan oleh
masalah kandungan antibiotika dalam susu yang dapat menurunkan kandungan
kimiawi susu dan kualitas susu dari sapi perah penderita mastitis.
ALAT, BAHAN. DAN METODE

Alat dan Bahan :

- Air hangat
- Handuk kering
- Air sabun
- Ember
- Hand lotion

Metode :

1. Sebelum melakukan pemerahan susu sapi, ada beberapa hal yang harus
disiapkan oleh peternak, diantaranya :

Mencuci/membersihkan ambing sapi dengan air hangat

kandang sapi sudah dibersihkan

Pastikan peralatan yang akan digunakan berada dalam keadaan steril

2. Mengikat sapi ke tiang


3. Membersihkan puting susu sapi yang akan diperah dengan air sabun yang
hangat. Air sabun yang hangat dapat menstimulasi keluarnya susu sapi.
4. Menempatkan ember di bawah ambing. Lebih baik lagi, menahannya di
antara kaki. Hal ini membutuhkan latihan, tetapi bisa dilakukan, mudah dan
nyaman. Posisi ini akan menurunkan kemungkinan sapi menendang melalui
ember.
5. Duduk atau jongkok dalam posisi yang akan memungkinkan untuk menjauh
dengan cepat jika sapi menjadi tidak kooperatif. Duduk bersila di tanah,
misalnya, bukan merupakan posisi yang baik atau aman
6. Mengoleskan hand lotion ke tangan untuk meminimalkan gesekan kasar
7. Menggunakan masing-masing empat jari tangan untuk memerah. Bisa
memerah puting susu sapi secara diagonal, misalkan puting kiri depan dan
kanan belakang
AAK. 1994. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta : Kanisius.

Akoso,T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta : Kanisus.

Arimbi, drh., M.Kes.,; Koestanti E. S., drh., M.Kes, 2005. Aplikasi Daun Sambiloto

Sebagai Bahan Aktif Dipping Dalam Program Kontrol Mastitis Pada Sapi
Perah. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya. http://www.lppm.unair.ac.id/search.view.php?
id=705&c=2.

Bannerman, D. D. and R. J. Wall. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of

Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in Dairy Cows. Information Systems


for Biotechnology News Report. Virginia Tech University. USA. 1 - 4.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rencana Strategis

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014.


Kementerian Pertanian. Republik Indonesia.

Eniza S, 2004. Dasar Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi
Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza2.pdf.

Efendi H.M., DTAPH. ; drh., Kuntaman M.S., dr., Dr. ; Soelih A.T.E, Dr., drh., 2005.

Isolasi Dan Identifikasi Gen Pemyandi Protein A Sebagai Factor Virulensi


Dari Staphlococcus aureus Pada Kasus Mastitis Sapi Perah. Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Airlangga,
Surabaya. http://www.lppm.unair.ac.id/search.view.php?id=727&c=2.

Hidayat A., drh., 2008. Buku Petunjuk Praktis untuk Peternak Sapi Perah tentang,

Manajemen Kesehatan Pemerahan, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat.

Nurdin E. dan Mihrani, 2006. Pengaruh Pemberian Bunga Matahari Dan Bioplus

Terhadap Produksi Susu Dan Efisiensi Ransum Sapi Perah Freis Holland
Penderita Mastitis. Jurnal Agrisistem Vol 2 No 2, Dosen Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang.

Salasia O.I.S., Wibowo H.M., Khusnan, 2005. Karakterisasi Fenotipe Isolat

Staphylococcus aureus Dari Sampel Susu Sapi Perah Mastitis Subklinis.


Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Jurnal Sain
Veteriner. Vol. 23 No. 2, Yogyakarta.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Suheri, G. Teknik Pemerahan dan Penanganan Susu Sapi Perah. Balai Penelitian

Ternak,.Bogor. http://balitnak.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_phocadownload&view=category&id=71:3&download=1323:3&
Itemid=1. Diakses 7 Maret 2017 pukul 17.26 WIB

Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah.

Jakarta : Agromedia Pustaka.

Usmiati, S. dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor : Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai