LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Bayi.N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 bulan
Alamat : Kp Baru, Cakung Barat, Jakarta
Suku : Jawa
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 6 Februari 2017
II. Anamnesis
Diambil secara alloanamnesa tanggal 6 Februari 2017, Jam 12.30 WIB
Keluhan Utama
Terdapat bercak merah pada kedua pipi
Keluhan Tambahan
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ibu
pasien mengatakan bahwa awalnya terdapat bercak merah pada
pipi kanan dan kiri, selama perawatan di bangsal bedah anak
RSPAD Gatot Soebroto bercak merah pada pipi kanan dan kiri
lama kelamaan makin meluas hingga ke daerah kepala serta
bahu pasien. Bercak menonjol pada permukaan kulit (tidak
rata), Menurut ibu pasien, pasien sering mencoba menggaruk di
daerah pipi serta kepala pasien. Karena pasien sering
menggaruk kulit di bagian wajah serta kepala, kulit pada bagian
tersebut menjadi luka dan kemudian mengering menjadi
lempeng keropeng. Ibu pasien mengatakan, pada wajah,
khususnya pipi kiri, terdapat bercak-bercak kemerahan yang
bergabung menjadi satu dan ditutupi sisik halus. Pada pipi
kanan, bercak kemerahan ditutupi sisik halus serta tidak begitu
kemerahan. Ibu pasien mengaku bahwa ini merupakan kejadian
yang pertama kali bagi pasien. Ibu pasien menyangkal adanya
1
demam, serta alergi bedak pada pasien. Pasien terlihat aktif,
dan tidak ada kesulitan dalam minum ASI.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami Morbus
Hischprung dan sudah menjalani operasi kolostomi
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Ayah menderita asma dan alergi terhadap antibiotik
(amoxicillin), antipiretik (paracetamol, ibuprofen) serta daging
ikan diakui, namun tidak ada yang mengalami hal serupa
dengan pasien
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah diberikan salep Apolar
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Normotia
Mulut : Bibir tidak sianosis dan tidak ada lesi sekitar bibir
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Cor : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar. Terpasang kolostomi bag.
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 3
2
IV. Status Dermatologikus
Lokasi : Kedua pipi, dahi, kepala, dan bahu
Gambar :
Gambar 3. Bahu
Efloresensi :
Gambar :
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6. Kepala
4
Kulit kering, terdapat bercak eritematosa ukuran miliar sampai plakat
berbatas tegas, dijumpai papula, disertai erosi, terdapat skuama kasar
serta krusta pada kepala
V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
5
VI. Resume
Bayi N laki-laki berusia 2 bulan dengan keluhan bercak merah pada
kedua pipi, kepala dan pundak sejak 1 bulan SMRS. Pasien sudah
diberikan salep Apolar untuk mengatasi keluhannya namun belum
membaik dan belum pernah merasakan hal yang serupa. Terdapat
riwayat asma, alergi antibiotik (amoxicililin), alergi antipiretik
(paracetamol, dan ibuprofen) pada ayah pasien. Status generalis dalam
batas normal. Status dermatologikus pada kedua pipi dan bahu
didapatkan efloresensi kulit kering, terdapat bercak eritematosa
ukuran miliar sampai lentikular berbatas tegas, dijumpai papula, dan
terdapat skuama halus dan pada kepala dijumpai kulit kering, terdapat
bercak eritematosa ukuran miliar sampai plakat berbatas tegas,
dijumpai papula, disertai erosi, terdapat skuama kasar serta krusta.
IX. Tatalaksana
Non Medikamentosa
o Edukasi pasien mengenai penyakitnya
o Edukasi untuk menghindari bahan-bahan yang dicurigai
menimbulkan gatal
o Edukasi untuk menggunakan sabun untuk kulit sensitive
o Kontrol kembali jika tidak ada perbaikan
Medikamentosa
o Topikal
Cinolon N cream 10g 2x/hari
Neomycin sulphate 5 mg
Fluocinolone acetonide 0,25mg
Atopiclair cream 40 ml, 1x/hari
X. Anjuran Pemeriksaan
Cek Darah Perifer
Uji Kulit , Uji IgE total PRIST
6
XI. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
BAB II
DERMATITIS ATOPIK
2.1. DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
penderita atau keluarganya.
Dermatitis atopik disebut juga penyakit multifaktorial, termasuk di
antaranya faktor genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.1,3,4
2.2 EPIDEMIOLOGI
7
Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus
meningkat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara
industri, angka kejadian dermatitis atopik yang tinggi.2
Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-
awal dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik
dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan
85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Lebih dari 50% anak yang terpengaruh dalam
2 tahun pertama kehidupan tidak memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka
menjadi peka selama terjadi dermatitis atopik.4 Sampai dengan 70% dari anak-
anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat
dimulai pada orang dewasa (yang disebut dermatitis atopik onset lambat).,3
2.3 ETIOLOGI
Penyebab pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor
keturunan,interaksi antara kerusakan fungsi barier kulit, kelainan
imunitas,lingkungan dan alergen.diduga sebagai penyebab DA.1,3,4,5
8
Dermatitis atopik sangat berkaitan erat dengan atopi, yaitu istilah yang
menunjukkan suatu kecenderungan individu dan atau familial untuk tersensitisasi
dan memproduksi antibodi IgE sebagai respons terhadap pajanan alergen yang
biasanya berupa protein dan menyebabkan timbulnya gejala alergik tipikal. Faktor
herediter pada individu diyakini penyebab terjadinya kecenderungan atopik pada
bayi dan anak. Riwayat keluarga dengan penyakit alergi sangat berguna sebagai
penanda dini penyakit atopi. Bayi dan anak dengan riwayat keluarga alergi lebih
mudah mengalami peningkatan kadar IgE dan memperlihatkan manifestasi klinis
alergi jika terpajan dengan alergen pada usia dini.1,9 Banyak penelitian
epidemiologi telah membuktikan bahwa faktor genetik mempunyai peranan dalam
menimbulkan penyakit atopi. Anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit atopi, kemungkinan besar akan menderita penyakit atopi di
kemudian hari.1,9 Bila salah satu orang tua mempunyai riwayat penyakit atopi,
maka kemungkinan anaknya menjadi atopi juga adalah 19,8%. Bila atopi
mengenai kedua orang tua, maka frekuensi kemungkinan anaknya menderita atopi
menjadi 42,9%., dan 72,2% menjadi atopi bila kedua orang tua mempunyai
riwayat atopi yang sama, serta 85% menjadi atopi jika baik kedua orang tua
maupun saudara kandung mempunyai riwayat atopi.2
9
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Kekeringan kulit
pada dermatitis atopik ditandai dengan kulit yang retak dan berfisura. Kulit
terlihat kering, kasar, kusam, dan bila dioles pelembab akan segera kering kembali
2
. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans
epidermal water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum
meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang
gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan
ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme
dan bahan iritan/alergen lain (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih,
pengawet) untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya. 4
Genetika Sistem kekebalan bawaan kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di
dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang
melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. 1.4
Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan,
autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan
kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap
IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL
epidermis. 1.4
Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan
mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan
akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi
hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan
histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil. 1.4
Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor
FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya
dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer
(sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit,
akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan
perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin
IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-
10
13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian
sel TH1 ikut berpartisipasi. 1.4
Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan
perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type
hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil. 1.4
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI
yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan
oleh sel basofil.Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin
pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan
kulit DA. 4
Sel epitel pada kulit dan adalah garis pertahanan pertama dari sistem
kekebalan tubuh bawaan. Mereka dilengkapi dengan berbagai struktur
penginderaan, yang meliputi toll like receptors (TLRs), C-jenis lektin, nukleotida-
binding oligomerisasi domain-like receptors, dan peptidoglikan - protein.yang
berfungsi mengikat bakteri, jamur,virus dan struktur mikroba lain.3
11
Situs awal kepekaan 3
Pada pasien dengan dermatitis atopik onset awal, IgE yang dimediasi oleh
sensitisasi sering terjadi beberapa minggu atau bulan setelah lesi muncul, memberi
kesan bahwa kulit dalah tempat sensitisasi. Pada penelitian terhadap binatang,
dilakukan ulang tantangan epidermis yang dengan kadar albumin berlebih yang
menginduksi IgE spesifik terhadap kadar albumin berlebih, alergi respirasi, dan
lesi eczema pada kulit yang diteliti. Proses yang sama mungkin terjadi pada
manusia.
Disfungsi barier epidermis adalah prasyarat terjadinya penetrasi serbuk
alergen dengan berat molekul tinggi, debu yang diproduksi tungau rumah,
microba, dan makanan. Molekul molekul tersebut dalam bentuk serbuk, dan
beberapa alergen makanan membawa sel dendritik untuk meningkatkan polarisasi
Th2. Ada banyak T cell pada kulit (106 T cell memori / cm2 dari area tubuh),
hampir 2 kali lipat jumlah T cell di sirkulasi. Terlebih lagi, keratinosit pada kulit
atopik menyebabkan tingginya level interleukin-7-like thymic stromal
lymphopoietin yang memerintah sel dendritik untuk meningkatkan polarisasi Th2.
Dengan menginduksi produksi dalam jumlah besar sitokin seperti GM-
CSF atau kemokin, radang kulit yang luas dapat mempengaruhi kekebalan adaptif,
54 mengubah fenotip beredar monosit, dan meningkatkan produksi prostaglandin
E258 di dermatitis atopik.Semua faktor ini memberikan sinyal yang kuat
diperlukan untuk berbasis kulit Th2 polarisasi, dan untuk alasan ini, kulit
bertindak sebagai titik masuk untuk sensitisasi atopik dan mungkin bahkan
memberikan sinyal yang diperlukan untuk sensitisasi alergis di paru-paru atau
usus. Pengembangan sensitisasi dan dermatitis atopik dalam sumsum tulang
penerima setelah engraftment hematopoietic stem cells dari donor59 atopik
menyediakan dukungan untuk peran sistem hematopoietic sebagai faktor selain
untuk disfungsi epidermal-penghalang ditentukan secara genetis dalam dermatitis
atopik.
Penyakit Biphasic T-CellMediated 3
Alergi-spesifik sel-sel CD4 dan CD8 T dapat terisolasi dari lesi kulit pasien
dengan dermatitis atopik. Peradangan dalam dermatitis atopik adalah biphasic,
tahap Th2 awal mendahului tahap kronis dalam sel-sel Th0 yang (sel yang berbagi
12
beberapa kegiatan sel-sel Th1 dan Th2) dan Th1 sel dominan, Sitokin Th2
interleukin-4, interleukin-5 dan interleukin-13 mendominasi dalam lesi fase akut,
dan dalam lesi kronis ada peningkatan interferon , interleukin-12, interleukin-5
dan GM-CSF72; perubahan ini merupakan karakteristik dari dominasi Th1 dan
Th0. Sel-sel Th0 dapat membedakan ke sel Th1 atau Th2, tergantung pada
lingkungan sitokin dominan. Ekspresi peningkatan interferon- mRNA oleh sel
Th1 mengikuti puncak ekspresi interleukin-12, yang bertepatan dengan
munculnya peradangan sel dendritik epidermal di kulit. Kulit tampak normal pada
pasien dengan dermatitis atopik pelabuhan menyusup ringan, sangat menyarankan
kehadiran sisa peradangan antara flares.
Perekrutan sel T ke dalam kulit diikuti oleh jaringan kompleks mediator yang
berkontribusi terhadap peradangan kronis. Hemostatik kemokin dan peradangan
diproduksi oleh sel-sel kulit yang terlibat dalam proses sel inflamasi.74,75
Keratinosit dalam lesi kulit mengungkapkan tingkat tinggi penatikan kemo, 76-78
dan diturunkan keratinocyte timat jaringan stroma lymphopoietin menginduksi sel
dendritik untuk menghasilkan Timus Th2-cellattracting dan diatur aktivasi
chemokine, TARC/CCL17. Dengan cara ini, mereka dapat memperkuat dan
mempertahankan respons alergi dan generasi interferon-producing t sitotoksik,
seperti yang disarankan oleh in vitro studi. interferon diproduksi oleh sel-sel
Th1 telah terlibat dalam apoptosis keratinocytes disebabkan oleh kematian sel
reseptor.
Peran regulasi sel T di dermatitis atopik juga diperiksa. Tingkat tinggi ekspresi
dari rantai alpha reseptor interleukin-2 (CD25) dan faktor transkripsi FOXP3
merupakan karakteristik dari sel-sel ini. Ada di berkerut kolam beredar regulasi
sel T di dermatitis atopik, tetapi lesi kulit tanpa dari fungsional peraturan sel T.
kompleksitas kompartemen sel Tregulatory tidak belum sepenuhnya dipahami,
dan peran regulasi sel T dalam peraturan penyakit kronis radang kulit sukar
dipahami.
Mekanisme Pruritus
Gejala yang paling penting dalam dermatitis atopik adalah pruritus yang menetap,
yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Kurangnya efek antihistamin dapat
memperberat peran histamin dalam menyebabkan dermatitis atopik terkait
13
pruritus. Neuropeptida, protease, kinins, dan sitokin menyebabkan gatal-gatal.
Interleukin-31 merupakan sitokin yang diproduksi oleh sel T yang meningkatkan
kelangsungan hidup sel hematopoietik dan merangsang produksi sitokin inflamasi
oleh sel epitel. Hal ini sangat pruritogenik, dan interleukin-31 serta receptor
diekspresikan dalam kulit yang mengalami lesi . Selain itu, interleukin-31 dapat
distimulasi oleh paparan exotoxins staphylococcal dalam penelitian in vitro.
Temuan ini dapat membuktikan bahwa interleukin-31 sebagai faktor utama dalam
timbulnya pruritus pada dermatitis atopik
14
berkesinambungan dari peradangan kulit dan kolonisasi S. aureus. Strategi ini
telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah flare.Bila diterapkan pada awal
masa kanak-kanak, bisa berpotensi membantu mengurangi sensitisasi kemudian
antigen lingkungan dan autoallergens.3
15
merangkak, lesi ditemukan di lutut, hal ini berhubungan dengan area kulit yang
kontak dengan tanah pada bayi yang baru belajar merangkak. Anak biasanya
mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat
mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan sering menangis. Pada
umumnya lesi dermatitis atopik infantile polimorfik dan eksudatif, banyak
eksudasi, erosi, krusta dan kadang-kadang disertai dengan infeksi sekunder atau
pioderma. Lesi dapat meluas generalisata bahkan dapat menyebabkan eritroderma
walaupun jarang. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Sebagian besar
penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi
berlanjut menjadi bentuk anak.1,2,4
2. Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun) 1,2,4
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantile atau timbul sendiri (denovo).
Sejalan dengan pertumbuhan bayi menjadi anak-anak, pola distribusi lesi kulit
mengalami perubahan. Maifestasi dermatitis subakut dan cenderung kronis. Lesi
lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi,dan sedikit
skuama. Tempat predileksi terutama di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan sangat jarang di daerah wajah.
Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi,
ekskoriasi yang disebut scratch mark, likenifikasi, mungkin juga mengalami
infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang
menyebabkan gatal, sehingga terjadi linngkaran setan siklus gatal-garuk.
Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Kulit tangan biasanya kering,kasar,
garis palmar lebih dalam dan nyata serta mengalami luka (fisura). Bibir terlihat
kering, bersisik, sudut bibir terlihat terbelah (kheilitis), bagian sudut lobus telinga
sering mengalami fisura.lesi dermatitis atopik pada anak juga dapat ditemukan di
paha dan bokong. Penderita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing juga
bulu ayam, burung dan sejenisnya. Dermatitis atopik berat yang melebihi 50%
permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.
3. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun) 1,2,4
Bentuk lesi kulit pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit pada
dase akhir anak-anak. Lesi dapat berupa plak paular-eritematosa dan berskuama,
atau plak likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di
16
lipat siku, lipat lutut dan samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada dermatitis
atopik dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, serinng mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering,
pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling
parah di lipatan; mengalami likenifiakasi. Lesi kering, agak menimbu, papul datar
dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan
sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi Distribusi lesi biasanya simetris. Lesi sangat gatal, terutama pada
malam hari. Orang dewasa serimg mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila
mengalami stress.mungkin karena stress dapat menurunkan ambang rangsang
gatal. Rasa gatal timbul pada saat latihan fisik karena penderita atopik sulit
mengeluarkan keringat. Umumnya dermatitis atopik remaja dan dewasa
berlangsung lama, kemudian cenderung menurun atau membaik (sembuh) setelah
usia 30 tahun. Kulit penderita dermatitis atopik yang telah sembuh mudah gatal
dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen. Penderita atopik
beresiko tinggi menderita dermatitis tangan variasi Manifestasi klinis AD sesuai
dengan usia.
2.6 DIAGNOSIS.1,2,4.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Rajka, 1977
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria
minor.
17
Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : 1,2,4
18
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut :
1. Riwayatan terkena lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi
anak usia dibawah 10 tahun)
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak dibawah 4
tahun)
3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir
4. Adanya dermatitis yang tampak dilipatan (atau dermatitis pada
pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun)
5. Awitan dibawah usia 2 tahun ( tidak digunakan bila dibawah 4 tahun)
19
placebo contolled food challenges (DPCFC) yang dianggap sebagai baku
emas untuk diagnosis alergi makanan.
Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans
Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme
respon imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap
allergen luar dan peran IgE di kulit.
Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada
keadaan yang kronis.
Faktor imunogenik HLA
Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai
factor predisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat
multifactor. Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut
berperan pada timbulnya dermatitis atopik.
20
stigmata atopi, eosinofilia,peninggian kadar IgE, tes asetilkolin negatif maupun
dermografisme putih.
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.
2.9 Tatalaksana
Prinsip perawatan kulit
prinsip utama dari manajemen DA adalah perawatan kulit yang tepat setiap
hari. Pembersih yang direkomendasikan yang mengandung moisturizer ,sementara
sabun yang beraroma harus dihindari karena dapat mengiritasi kulit. Setelah
mandi, kulit pasien harus dikeringkan dengan handuk (sehingga tetap sedikit
basah), dengan pelembab dan emolien (misalnya, petroleum jelly, Eucerin,
minyak mineral, minyak bayi) dan harus diterapkan secara berkala untuk
membantu mencegah hilangnya kelembaban dan kulit yang kering. 2
Pengobatan topikal1,2,3,4,5,6
Hidrasi kulit
Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan
iritan dan allergen. Segera setelah mandi, daerah kulit yang meradang diberi anti-
inflamasi topikal, sedangkan kulit yang lainnya diberi pelembab. Pelembab yang
diberikan misalnya krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan
hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam
laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bila
dermatitisnya masih aktif .
Penggunaan emolien/ pelembab yang adekuat secara teratur sangat penting
untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas sawar kulit,
walaupun tidak ada keluhan maupun lesi dermatitis atopik. Bermacam emolien
dapat dicoba sehingga mendapatkan yang paling cocok sesuai pilihan, usia dan
keadaan kelaianan kulit. Bentuk salep dan krim memberikan fungsi sawar lebih
baik daripada lotion. Bila terlalu berminyak, misalnya salep dapat menyebabkan
kulit menjadi panas dan dapat timbul folikulitis. Emolien dalam bentuk krim lebih
21
dapat diterima, tetapi krim dan lotion dapat menyebabkan iritasi karena sering
mengandung bahan pengawet, pelarut, dan pewangi. Lotion yang mengandung air
dapat lebih mengeringkan karena efek penguapan. Jenis emolien dapat
disesuaikan dengan berbagai waktu atau kegiatan pasien. Lama kerja emolien
maksium 6 jam. Penting untuk mengoleskan kembali emolien beberapa kali
terutama setelah dicuci dan di daerah kulit terbuka.
Topikal kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah lini pertama untuk Pengobatan DA. Agen ini
efektif mengendalikan kekambuhan DA melalui proses anti-inflamasi,
antiproliferatif, dan imunosupresif. Kortikosteroid topikal diterapkan pada, daerah
yang merah dan meradang pada kulit sebelum penggunaan pasien menggunakan
emollients. Beberapa pasien secara tidak sengaja membalik urutan,yang secara
signifikan mengurangi manfaat korticosteroid. Terdapat data percobaan klinis
topical terbatas untuk membantu dalam memilih kortikosteroid.Penggunaan salep
umumnya lebih dipilih daripada krim karena mereka memberikan cakupan yang
lebih seragam dan penetrasi yang lebih baik.Juga,merupakan penanganan paling
ampuh yang diperlukan untuk mengontrol DA (terutama di daerah-daerah sensitif
seperti wajah, leher pangkal paha, dan ketiak) harus dimanfaatkan dan, bila
memungkinkan, terapi harus dihentikan untuk jangka pendek untuk mengurangi
risiko dari efek samping lokal dan sistemik .
Potensi kortikosteroid topikal sebaiknya dipilih yang paling ringan namun
efektif untuk keadaan lesi kulit, berdasarkan lokasi dan keparahan lesi serta usia
pasien. Pada bayi digunakan salep steroid berpotensi rendah.Pada anak dan
dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, kecuali pada daerah muka
digunakan steroid potensi lebih rendah seperti hidrokortison 1% atau setara asetat
karena kulitnya lebih tipis dan vaskularisasi lebih banyak sehingga lebih mudah
penetrasi dan penyerapan sistemik.. Kortikosteroid potensi rendah juga dipakai di
daerah genitalia dan intertriginosa , jangan digunakan yang berpotensi kuat. Pada
telapak tangan dan kaki dapat digunakan potensi lebih kuat karena kulitnya tebal.
Efek samping yang umum lokal penggunaan jangka panjang kortikosteroid
topikal termasuk striae (stretch mark), petechiae (kecil merah / ungu bintik-
bintik), kulit telangiectasia (kecil, pembuluh darah melebar di permukaan kulit),
22
menipis, atrofi dan jerawat, namun, efek ini jarang terjadi dengan pengobatan
kortikosteroid potensi rendah atau sedang,potensi efek samping Systemic dengan
penggunaan kortikosteroid topikal jarang terjadi, tetapi mungkin termasuk
hambatan pertumbuhan pada anak-anak, kepadatan tulang berkurang dan
hipotalamus-pituitaryadrenal. Bukti juga menunjukkan bahwa kortikosteroid
topikal mungkin bermanfaat untuk profilaksis keparahan DA. Studi telah
menemukan bahwa, setelah AD stabil, penambahan dua kali seminggu flutikason
(0,05% krim atau salep 0,005%) untuk pemeliharaan pengobatan dengan emolien
secara signifikan mengurangi risiko kambuh dua bidang pediatrik dan dewasa.
Sebuah studi baru-baru ini juga menemukan bahwa dua kali seminggu
metilprednisolon (0.1% cream) ditambah emolien secara signifikan mengurangi
risiko kekambuhan dan meningkatkan status perbaikan pasien secara keseluruhan.
3,5,6
Antihistamin 5,6
pengobatan dermatitis atopik dengan anti-histamin topikal tidak
dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan
bahwa aplikasi krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat
mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai
pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
Imunomodulator topikal 4,6
agen imunosupresan yang juga telah terbukti efektif untuk pengobatan
DA. Dua obat tersebut adalah pimekrolimus (Elidel) dan tacrolimus (Protopic).
Tacrolimus. Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat
ini umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan rasa gatal pada minggu
pertama pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak
menyebabkan atropi kulit. Pimecrolimus Pemakaian pimecrolimus 1,0 %
mereduksi gejala sebesar 35 %.
pengobatan pasien dengan kesehatan yang baik yang sudah berumur 2
tahun atau lebih dengan DA derajat sedang sampai berat. Mengingat biaya yang
sangat tinggi dari agen-agen ini dan fakta bahwa keamanan jangka panjang
mereka tidak sepenuhnya diketahui, mereka umumnya dicadangkan untuk pasien
dengan penyakit persisten dan / atau kekambuhan sering yang akan memerlukan
23
perawatan kortikosteroid topikal terus menerus, atau pada pasien yang sensitifitas
kulit nya sangat terpengaruh (misalnya, di sekitar, wajah leher mata, dan alat
kelamin) di mana penyerapan sistemik dan risiko atrofi kulit dengan
kortikosteroid topikal menjadi perhatian khusus. Efek samping yang paling umum
lokal TCIs adalah kulit terbakar dan iritasi. Meskipun hubungan sebab akibat
belum ditetapkan, kasus yang jarang terjadi seperti lymphoma dan keganasan juga
telah dilaporkan pada pasien menggunakan pengobatan ini. Penggunaan jangka
panjang harus dihindari dan pasien menggunakan agen ini harus diberi konseling
tentang perlindungan terhadap paparan sinar matahari yang tepat. 2
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid Sistemik.
Kortikosteroid sistemik umumnya dicadangkan untuk pengobatan akut DA
yang parah dan kambuh kambuhan. Namun, penggunaan jangka panjang steroid
oral berhubungan dengan efek samping yang tidak diketahui dan efek samping
yang berpotensi serius, karena itu, penggunaan jangka panjang harus dihindari.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa kekambuhan DA umum terjadi setelah
penghentian terapi kortikosteroid oral. 2
Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita
dll. Antihistamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada
penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat
diberi doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti
depresan dan blokade reseptor histamin H1 dan H2. 4
Pengobatan infeksi kulit 4
Seperti disebutkan sebelumnya, kulit pasien dengan DA sering sangat
diperparah dengan S. aureus. Untuk menghindari perkembangan resistensi bakteri,
terapi jangka pendek antibiotik topikal dan / atau sistemik sangat dibutuhkan.
Oleh karena itu dianjurkan ketika terjadi infeksi bakteri sekunder digunakan
antibiotik sistemik yang sesuai dan diindikasikan untuk infeksi sekunder yang
luas, Anti infeksi Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S.aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin,
24
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 5 x 800
mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari
Interferon
IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel TH1. Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis
karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin
sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral selama 6 minggu ,
diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh
kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa
terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi
2.10 KOMPLIKASI.1,2,4
Infeksi sekunder akibat bakteri
Merupakan komplikasi yang paling sering pada dermatitis atopik.
Biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Strptococci B-hemolytic, studi lain
mengungkapkan Staphylococcus merupakan 93% penyebab infeksi sekunder pada
lesi dermatitis atopik. Infeksi tersebut menyebabkan timbulnya folikulitis atau
impetigo. Pioderma yang berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya
ditemukan lesi eritema dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan
jerawat kecil pada ujungnya.
Infeksi jamur kulit
Adanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban dan maserasi
mempengaruhi timbulnya kepekaan terhadap infeksi jamur. Faktor individu dan
lingkungan sehari-hari juga berperanan penting pada timbulnya komplikasi ini,
seperti kaus kaki serta olahragawan.. Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap
meningkat pada kulit pasien dermatitis atopik
Infeksi virus
Kutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih sering
pada dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat menimbulkan lesi
25
yang menyebar luas. Erupsi Varicelliform Kaposis adalah komplikasi lain
dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes simpleks dan vaccinia. Kelainan
dikenal sebagai Eksim herpetikum atau eksim vaksinatum. Perkembangan erupsi
vesicular yang meningkat pada orang yang atopik dapat menungkatkan
kemungkinan terjadinya erupsi Kaposis variceliform.
Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik. Keadaan tersebut dapat terjadi
akibat adanya efek withdrawl pemakaian kortikosteroid sistemik pada kasus
dermatitis atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat mengancam hidup pasien
bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis, hipotermi dan hipoalbuminemia.
2.11. PROGNOSIS
Penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi, sebagian ( 40 %)
sembuh spontan,sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Sulit
meramalkannya karena adanya peran multifaktorial.
BAB III
PEMBAHASAN
26
Bayi N, berusia 2 bulan dari ruang perawatan bedah anak dikonsulkan ke
bagian SMF Kulit dan Kelamin dengan keluhan bercak merah pada kedua pipi,
kepala dan pundak sejak 1 bulan SMRS. Pada awalnya bercak merah muncul pada
pipi kanan dan kiri seiring waktu bercak ini semakin terlihat jelas dan meluas
hingga ke kepala dan bahu. Ibu pasien mengatakan pasien sudah diberikan salep
Apolar namun belum membaik dan belum pernah merasakan hal yang serupa.
27
cenderung kering tidak berminyak, lokasi terjadi pada kedua pipi, kepala dan
pundak pada pasien ini masuk kategori bayi. Dari anamnesis diatas dan
pemeriksaan fisik juga didapatkan 4 kriteria mayor dan 3 kriteria minor menurut
hanifin dan rajka . Berdasarkan hal dan kriteria tersebut, diagnosis sudah bisa
ditegakan dan mengarah ke dermatitis atopik.
Dermatitis atopik adalah suatu penyakit kronik yang residif. Distribusi dan
bentuk lesi berbeda menurut usia, tetapi rasa gatal adalah gejala utama yang selalu
dikeluhkan pada pasien DA. Berbagai faktor turut berperan pada patogenesis
dermatitis atopik, antara lain faktor genetik yang terkait dengan kelainan intrinsik
sawar kulit, kelainan imunologik dan faktor lingkungan. Pada kasus ini,
terdapatnya riwayat alergi pada orang tua, terutama dermatitis atopik yang akan
berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat keparahan atopik pada fase anak.
Dermatitis atopik ditandai dengan kulit kering, hal ini terkait dengan
mekanisme kompleks kerusakan sawar kulit. Hilangnya seramid dikulit, yang
berfungsi sebagai molekul pengikat air diruang ekstraselular stratum korneum,
dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Kekeringan kulit
mengakibatkan ambang rangsang kulit relative rendah dan menimbulkan sensasi
untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan dan memudahkan
mikroorganisme dan bahan iritan melalui kulit.
Suhu kamar sebaiknya sejuk dan lembab karena suhu panas dapat
meningkatkan kekeringan kulit dan merangsang gatal. Pakaian sebaiknya tidak
tebal Yang terpenting adalah, bagaimana cara mengidentifikasi dan mengeliminasi
faktor pencetusnya. Dan faktor pencetus kadang berbeda pada setiap pasien. Pada
kasus ini, kemungkinan pencetus yang berperan adalah faktor genetik, dimana
ayah pasien terdapat alergi makanan, antibiotik dan antipiretik. Selanjutnya bila
diyakini bahwa makanan tertentu menyebabkan dermatitis atopik, makanan yang
dicurigai ersebut dapat dihindari. Eliminasi makanan pada anak harus berhati hati
karena dapat menyebabkan malnutrisi sehingga sebaiknya diberi makanan
pengganti.
BAB IV
KESIMPULAN
28
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis dan
residif yang bersifat kronis, residif sebagai respon terhadap pengaruh factor
eksogen dan atau endogen dan keluhan gatal, sering berhubungan dengan individu
atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris, biasanya terjadi pada
individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu tersebut.
Dermatitis atopik dapat terjadi pada segala usia tetapi sering mulai timbul
pada usia balita. Berdasarkan usia kejadian dermatitis atopi dibagi dalam 3
stadium yaitu tipe infantil (2 bulan - 2 tahun), tipe anak-anak ( 3 -10 tahun) dan
tipe dewasa (13-30 tahun) 1,3
DAFTAR PUSTAKA
29
Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009; 138-
147.
30