PELAYANAN
ANESTESIOLOGI INDONESIA
IDSAI
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan
Reanimasi Indonesia
2008
PENYUSUN
Ketua:
Ketua Sub Bidang Standard Pelayanan
Anestesiologi PP IDSAI dr. Richard
Lolong, SpAn KIC
Anggota:
dr. Sun Sunatrio, SpAn
KIC dr. Bambang Tutuko,
SpAn KIC dr. Arif HM
Marsaban, SpAn dr. Andi
Wahyuningsih, SpAn dr.
Samsul Hadi, SpAn KAKV
dr. Kohar Harisantoso,
SpAn dr. Pryambodho,
SpAn
KONTRIBUTOR:
Prof. dr. A. Husni Tanra, PhD, SpAn KIC
Prof. dr. Darto Satoto, SpAn
dr. Susilo Chandra,
SpAn dr. Eddy
Harijanto, SpAn KIC dr.
Syafri K. Arif, SpAn KIC
BAB I. Pendahuluan 1
BAB II. Ketentuan Umum Standard, Pedoman
dan Petunjuk
Praktek Anestesiologi 3
Standard Praktek 3
Pedoman Praktek 3
Petunjuk Praktek 3
iii
3. Pedoman Pemeriksaan, Pemeliharaan
dan
1
Pembersihan Rutin Peralatan 9
2
BAB V. Pedoman Praktek 1
1 2
. Pedoman Pemeriksaan Pra-Anestesia 1
2
a. Pemeriksaan Laboratori 1
2
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya 1
2 2
. Pedoman Anestesia Rawat Jalan 2
3 2
. Pedoman Anestesia Regional 4
4 Pedoman Analgesia Regional Dalam 2
. Obstetrik 5
5 Pedoman Anestesia/Analgesia di Luar
. Kamar
2
Operasi 6
2
a) Unit persalinan 7
2
b) Unit Operasi Gigi 8
2
c) Unit Pencitraan dan Endoskopi 8
6 Pedoman Transfusi Darah dan 2
. Komponennya 8
7 Pedoman Pelayanan Critical Care oleh 3
. SpAn 0
8
. Pedoman Pengelolaan Akhir Kehidupan:
3
Withdrawing/Withholding Life Supports 2
9 3
. Pedoman Imbal Jasa Tindakan Anestesia 7
3
BAB VI. Petunjuk Praktek 9
1. Petunjuk Praktek Tim Pengelola 3
Anestesia 9
2. Petunjuk Praktek Dokumentasi
Pengelolaan
4
Anestesia 0
3. Petunjuk Praktek Pelayanan
Penanggulangan
4
Nyeri Akut 1
4. Petunjuk Praktek Pencegahan Neuropati
Perifer
4
Perioperatif 5
5. Protokol Puasa, Infusi dan Pengosongan 4
Lambung 7
Pedoman Etik Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Reanimasi
4
Indonesia 9
Penjelasan Pedoman Etik Dokter Spesialis
Anestesiologi dan
5
Reanimasi Indonesia 5
iv
LAMPIRAN
1. Klasifikasi Status Fisis ASA 59
2. Contoh Borang Pra Anestesia yang diisi oleh
pasien 60
3. Contoh Borang Pra Anestesia yang diisi oleh
dokter 62
6
4. Contoh Informed Consent Anestesia 4
Contoh Borang Pemeriksaan alat dan obat
5. anestesia 69
7
6. Contoh Rekam Medis Anestesia 1
Contoh Kriteria Pemulihan Pasca 7
7. Anestesia 3
Contoh Kriteria Pemulangan Pasien 7
8. Rawat Jalan 4
7
DAFTAR PUSTAKA 6
v
KATA PENGANTAR
KETUA UMUM PB IDI
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Ketua
Umum,
vi
i
KATA PENGANTAR
KETUA UMUM PP IDSAI
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh,
Ix
BAB I
Pendahuluan
2
BAB II
Ketentuan Umum Standard,
Pedoman dan Petunjuk
Praktek Anestesiologi
Standard Praktek
Standard praktek adalah ketentuan-ketentuan atau persyaratan
minimum untuk pelayanan anestesiologi dan reanimasi. Standard-
standard ini berkembang melalui berbagai proses berdasarkan
konsensus yang diterima secara luas dan pertimbangan bukti
ilmiah. Standard-standard ini dapat disesuaikan pada keadaan-
keadaan yang tidak lazim, misalnya kedaruratan yang ekstrim,
ketidaktersediaan peralatan, dll.
Pedoman Praktek
Pedoman Praktek adalah rekomendasi yang dikembangkan secara
sistematis untuk pengelolaan pasien yang menggambarkan strategi
tatalaksana dasar atau serangkaian strategi tatalaksana dasar.
Pedoman ini dimaksudkan untuk mendorong pengelolaan pasien yang
berkualitas tetapi tidak menjamin hasil akhir spesifik pasien.
Pedoman-pedoman ini didukung oleh analisis kepustakaan terkini,
forum ilmiah terbuka, data kelayakan klinis dan survei konsensus.
Pedoman-pedoman ini bukan dimaksudkan sebagai standard atau
persyaratan absolut. Pedoman dapat dianut, dimodifikasi atau ditolak
sesuai dengan kebutuhan dan keterbatasan klinis. Karena sumber
daya anestesia dapat bervariasi, SpAn bertanggung jawab untuk
melakukan interpretasi dan membuat pedoman sesuai dengan
tempat kerjanya.
Petunjuk Praktek
Petunjuk praktek adalah sebuah kumpulan dan analisis
pendapat para ahli, data klinis yang ada, komentar-komentar
forum terbuka, dan hasil konsensus survei. Petunjuk praktek
disusun secara sistematis yang bertujuan untuk membantu
pengambilan keputusan dalam wilayah penatalaksanaan dimana
tidak terdapat penjelasan ilmiah yang memadai. Petunjuk praktek
tidak ditujukan sebagai standard, pedoman (guidelines) atau SOP.
Petunjuk ini dapat dianut, dimodifikasikan atau ditolak menurut
kebutuhan dan keterbatasan klinis. Petunjuk praktek sebaiknya
diubah secara periodik sesuai dengan perkembangan
pengetahuan medis, teknologi, dan praktek.
3
BAB III
Standard Pelayanan
Anestesia
Standard I
Pelayanan anestesia adalah bagian vital dari pelayanan
kesehatan dasar yang memerlukan tenaga/personil yang
kompeten. Tindakan anestesia adalah tindakan medis dan
dilakukan oleh tenaga medis yang telah mendapat
pendidikan/ pelatihan yang legal.
5
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
6
BAB III Standard Pelayanan Anestesia
Standard I
Seorang SpAn bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra-anestesia,
membuat rencana pengelolaan anestesia dan memberi
informasi kepada pasien atau keluarga tentang rencana
tindakan anestesia tersebut.
Standard II
Sebelum mulai tindakan anestesia dilakukan
pemeriksaan kelengkapan mesin anestesia, alat
anestesia, alat pemantauan, ketersediaan/ kecukupan
oksigen, obat-obat yang akan digunakan, alat
resusitasi dan dipastikan semuanya berfungsi dengan
baik. SpAn yang bertanggung jawab melakukan
verifikasi, memastikan prosedur keamanan telah
dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
1. Ketersediaan oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat
dan aman menjadi tanggung jawab manajemen rumah
sakit.
2. Pemeriksaan dan memastikan semua alat berfungsi dengan
baik sebelum digunakan terhadap pasien menjadi
tanggungjawab pengelola anestesia.
Standard II
Selama pemberian anestesia, harus secara kontinual
dibuat evaluasi
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi
jaringan pasien.
1. Oksigenasi
Pemantauan oksigenasi jaringan dilakukan secara
kontinual
Tujuan: Untuk memastikan kadar oksigen yang adekuat
dalam darah selama pemberian anestesia.
Metode:
Pengamatan visual dengan menilai warna dan
diperlukan pencahayaan serta paparan pasien yang
adekuat.
Penilaian oksigenasi darah dilakukan dengan: metode
kuantitatif seperti oksimetri pulsa.
Ketersediaan oksigen medik menjadi tanggungjawab
manajemen Rumah Sakit. Bila oksigen yang dipakai
menggunakan mesin anestesia, maka mesin anestesia
harus dilengkapi anti hypoxic device.
2. Ventilasi
Pemantauan jalan napas dan ventilasi dilakukan secara
kontinual Tujuan: Untuk memastikan jalan napas dan
ventilasi pasien yang adekuat selama pemberian
anestesia.
Metode:
1) Tanda-tanda klinis kualitatif kecukupan ventilasi
yang bermanfaat antara lain pengembangan dada,
pengamatan gerak kantung pernapasan (bag) dan
auskultasi bunyi napas.
2) Bila dipasang pipa trakeal atau sungkup laringeal,
posisinya yang tepat harus dicek melalui penilaian
klinis Bila ventilasi dikendalikan dengan ventilasi
mekanis, maka secara kontinyu
9
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
3.Sirkulasi
Pemantauan fungsi peredaran darah dilakukan secara
kontinual Tujuan: Untuk memastikan kecukupan fungsi
peredaran darah pasien selama anestesia.
Metode:
1) Evaluasi kontinual terhadap laju jantung dan irama
jantung dilakukan paling tidak dengan salah satu
dari yang berikut ini: palpasi nadi, auskultasi bunyi
jantung, pletismografi atau oksimetri pulsa,
2) Pasien yang menjalani anestesia di kamar operasi
sebaiknya dipaparkan gambaran EKG secara
kontinyu sejak awal anestesia hingga siap
meninggalkan kamar operasi
3) Pasien yang menjalani anestesia harus dilakukan
pemeriksaan dan evaluasi tekanan darah arterial
dan laju jantung paling tidak setiap lima menit.
4) Perfusi jaringan dipantau secara kontinual dengan
oksimetri pulsa
4. Suhu tubuh
Tujuan: Untuk membantu mempertahankan suhu tubuh
yang tepat selama anestesia.
Metode: Setiap pasien yang mendapat anestesia akan
dipantau suhunya bila diharapkan, diperkirakan atau
diduga terjadi perubahan suhu tubuh yang bermakna
secara klinis.
Setiap perubahan dan perkembangan kondisi pasien
selama pemantauan anestesia dan waktunya dicatat
dalam Laporan tindakan Anestesia. SpAn yang
bertanggung jawab melakukan verifikasi dan dicatat
dalam rekam medis pasien.
Standard I
Semua pasien yang menjalani anestesia umum,
anestesia regional atau MAC
harus menjalani tata laksana pasca-anestesia yang
tepat.
1. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus
dipindahkan ke RUANG PULIH (Unit Rawat Pasca-
anestesia /PACU) atau ekuivalennya kecuali atas
perintah khusus dokter spesialis anestesiologi yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan pasien
tersebut.
2.Aspek-aspek medis pengelolaan di Ruang Pulih diatur oleh
kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditinjau dan
disetujui oleh Departemen/ Instalasi/ Unit/ SMF
Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit.
3. Fasilitas, sarana dan peralatan Ruang Pulih harus
memenuhi persyaratan yang berlaku .
Standard II
Pemindahan pasien ke Ruang Pulih harus didampingi
oleh seorang anggota
tim pengelola (tenaga) anestesia yang memahami
kondisi pasien.
Minimal diperlukan tiga orang untuk membantu pemindahan
dari dan ke atas meja operasi. Tenaga anestesia bertanggung
jawab terhadap jalan napas, kepala dan leher pasien. Selama
pemindahan pasien harus dipantau/ dinilai secara kontinual
dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
Standard III
Setelah tiba di Ruang Pulih dilakukan serah terima
pasien kepada perawat Ruang Pulih. Pasien harus
dinilai kembali oleh anggota tim pengelola anestesia
yang mendampingi pasien bersama-sama dengan
perawat Ruang Pulih disertai laporan verbal kepada
perawat Ruang Pulih yang bertugas tersebut.
1. Kondisi pasien setelah tiba di Ruang Pulih harus dicatat.
2.Informasi yang berkenaan dengan kondisi pra-bedah dan
jalannya pembedahan/anestesia harus disampaikan
kepada perawat Ruang Pulih yang bertugas.
3.Anggota tim pengelola anestesia harus tetap berada di
dalam Ruang Pulih sampai perawat Ruang Pulih yang
bertugas menerima pengalihan tanggung jawab.
11
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Standard IV
Kondisi pasien di Ruang Pulih harus dinilai secara
kontinual.
1. Pemantauan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan
suhu dilakukan dengan metode yang sesuai dengan
kondisi medis pasien. Selama pemulihan penilaian
oksigenasi kuantitatif seperti oksimetri pulsa hendaknya
digunakan.
2.Dibuat laporan tertulis yang akurat tentang
pemantauan/ perkembangan kondisi selama di Ruang
Pulih. Dianjurkan penggunaan sistem skor penilaian
pasca anestesia yang tepat pada saat pasien masuk di
Ruang Pulih, secara berkala dengan interval yang sesuai
selama di Ruang Pulih dan pada saat keluar dari Ruang
Pulih.
3. Supervisi medis umum dan koordinasi pengelolaan
pasien di Ruang Pulih merupakan tanggung jawab
dokter spesialis anestesiologi. Bila tidak ada dokter
SpAn, yang bertanggung jawab di Ruang Pulih adalah
dokter umum atau operator.
4.Harus ada suatu kebijaksanaan untuk memastikan
tersedianya seorang dokter yang mampu menangani
komplikasi dan melakukan resusitasi jantung-paru bagi
pasien di Ruang Pulih.
Standard V
Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab atas
pengeluaran pasien dari Ruang Pulih.
Bila tidak ada SpAn, dokter umum atau operator
bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari
Ruang Pulih
Standard I
Kegiatan, perubahan-perubahan dan kejadian yang terkait
dengan persiapan dan pelaksanaan pengelolaan pasien
selama pra-anestesia, pemantauan durante anestesia dan
pasca anestesia di Ruang Pulih dicatat secara kronologis
dalam catatan anestesia yang disertakan dalam rekam
medis pasien.
Standard II
Catatan anestesia diverifikasi dan ditandatangani oleh
dokter anestesiologi yang melakukan tindakan
anestesia dan bertanggungjawab atas semua yang
dicatat tersebut.
13
BAB IV
Pedoman Sarana dan Sumber
Gas Medis
a. Mesin Anestesia
Untuk setiap kamar operasi, minimal harus ada satu unit
mesin anestesia yang dapat digunakan untuk pemberian
oksigen dan juga gas anestetik lainnya yang lazim digunakan.
Peralatan esensial dalam mesin anestesia mencakup:
1) Vaporizer yang terkalibrasi baik atau sistem lainnya
yang dirancang untuk pemberian obat-obat anestesi
inhalasi secara akurat.
2) Sistem pernafasan dengan berbagai ukuran yang
memadai untuk memastikan sterilitas gas anestetik
yang diberikan kepada setiap pasien.(*)
3) Sistem pernafasan untuk pediatrik jika diperlukan.
Alat pengaman yang mutlak harus ada pada setiap mesin
anestesia mencakup:
I) Sistem pengaman gas medis yang dapat mencegah
kekeliruan
15
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
sambungan gas
2) Katup pembebas tekanan yang berlebihan (high
pressure relief valve)
3) Alat anti-hipoksia (anti-hypoxic device) untuk
penggunaan N2O.
5. Obat-obat Anestetik
1) Selain obat-obatan yang umumnya digunakan dalam
anestesia, harus tersedia pula obat-obatan untuk
menanggulangi komplikasi yang mungkin terjadi,
seperti:
17
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
1. Anafilaksis
2. Aritmia jantung
3. Henti jantung
4. Udema paru
5. Hipotensi
6. Hipertensi
7. Bronkospasme
8. Depresi nafas
9.Hipoglikem
ia
10.Hiperglike
mia
11. Disfungsi adrenal
12.Peningkatan tekanan
14.Koagulopati
15.Hipertermia maligna (dantrolene)(*)
19
BAB V
Pedoman Praktek
Anak (0-18
Pemeriksaan tahun)
Rekomendasi Penjelasan
Pemeriksaan darah tepi lengkap
Darah tepi YA rutin (Hb,
Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit)
dilakukan pada anak usia < 5tahun,
sedangkan untuk anak usia > 5tahun
dilakukan atas indikasi, yaitu pada
pasien
yang diduga menderita anemia,
pasien
dengan penyakit jantung, ginjal,
saluran
nafas atau infeksi, serta tergantung
jenis dan
derajat prosedur operasi.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan
Kimia darah TIDAK bila
terdapat risiko kelainan ginjal, hati,
endokrin, terapi perioperatif, dan
pemakaian
obat alternatif
Pemeriksaan hemostasis dilakukan
Hemostasis YA pada
pasien dengan riwayat atau kondisi
klinis
mengarah pada kelainan koagulasi,
akan
menjalani operasi yang dapat
menimbulkan
gangguan koagulasi (seperti
cardiopulmonary by-pass), ketika
dibutuhkan
hemostasis yang adekuat (seperti
tonsilektomi), dan kemungkinan
perdarahan
pascabedah (seperti operasi saraf)
21
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Anak (0-18
Pemeriksaan tahun)
Rekomendasi Penjelasan
Pemeriksaan urin rutin dilakukan
Urinalisis TIDAK pada
operasi yang melibatkan manipulasi
saluran
kemih dan pasien dengan gejala
infeksi
saluran kemih
Foto toraks TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
EKG TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
Fungsi paru TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
22
BAB V Pedoman Praktek
2) Trombosit
1. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada
pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit
<50.000/uL, atau <100.000/uL jika disertai perdarahan
mikrovaskular difus.
2. Transfusi trombosit pada kasus DHF dan DIC merujuk
pada pedoman penatalaksanaan masing-masing
3.Transfusi trombosit profilaksis dilakukan bila hitung
trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan menjalani
operasi atau prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif. Yang dimaksud transfusi darah masif
adalah penggantian jumlah darah yang hilang lebih
banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24
jam (kira-kira 70mL/kg pada dewasa dan 80-90mL/kg
pada anak/bayi).
4.Transfusi trombosit dapat diberikan pada pasien dengan
kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan
29
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
4) Kriopresipitat
Transfusi kriopresipitat dilakukan bila:
1) untuk profilaksis pada pasien dengan defisiensi
fibrinogen yang akan menjalani prosedur invasif dan
terapi pada pasien yang mengalami perdarahan
2) pasien dengan hemofilia A dan penyakit von
Willebrand yang mengalami perdarahan atau yang tidak
responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau
akan menjalani operasi
7.Pedoman Pelayanan Critical Care oleh SpAn
9. Prinsip dasar
Tanggungjawab dokter spesialis anestesiologi meliputi
pelayanan pasien sakit kritis, administrasi (di ICU),
pendidikan dan penelitian.
Pelayanan tersebut dapat menyeluruh, atau pelayanan
bersama dengan spesialis lain atau hanya konsultasi saja.
1. Penyakit kritis sangat kompleks sehingga perlu
koordinasi yang baik dalam penanganannya.
Seorang dokter anestesiologi atau dokter lain
diperlukan untuk menjadi koordinator yang
bertanggungjawab secara keseluruhan mengenai
semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan
pasien, keluarga dan dokter lain.
2. Seorang dokter yang terlatih dalam penanganan
pasien kritis harus senantiasa siap untuk mengatasi
setiap perubahan yang timbul
30
BAB V Pedoman Praktek
IV. Penelitian
Kemajuan dalam penanganan pasien kritis berarti
penurunan angka kematian dan kesakitan. Dokter spesialis
anestesiologi intensivist berkewajiban untuk senantiasa
berpartisipasi aktif dalam upaya evaluasi dan penelitian
untuk kenyamanan, keamanan, keselamatan dan
kesembuhan pasien sakit kritis.
22. Etika
Dokter spesialis anestesiologi intensivist berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien
dan keluarganya dalam pertimbangan dan pengambilan
keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir
kehidupan
VI. Administrasi
Dokter spesialis anestesiologi intensivist mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif,
membuat kebijakan administratif, kriteria pasien masuk
dan keluar, menentukan standar prosedur operasional dan
pengembangan pelayanan intensif.
dihentikan.
Keputusan untuk menghentikan tindakan terapetik/paliatif
setidaknya dikonsultasikan dengan 3 (tiga) orang dokter yang
berkompeten, salah satunya SpAn atau intensivist, sedangkan
2 dokter lainnya sesuai kasus. Ketiga dokter tersebut ditunjuk
oleh Komite Medis RS yang bersangkutan.
dipenuhi.
Khusus untuk pasien yang belum memenuhi syarat untuk
penghentian bantuan hidup, keluarga pasien dapat
meminta untuk dilakukan penghentian bantuan hidup
karena sebab apa pun. Permintaan tersebut harus
dilakukan tertulis diatas formulir bermaterai cukup,
dicantumkan dalam catatan medis, dan harus dipenuhi
setelah terlebih dahulu dijelaskan risiko akibat
penghentian bantuan hidup.
Penjelasan tindakan penghentian/penundaan bantuan
hidup kepada keluarga pasien dilakukan oleh dokter
bersama-sama dengan petugas yang ditunjuk oleh Komite
Medis RS.
39
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
3) Pasca-anestesia
1) Evaluasi pasien pada saat masuk dan keluar dari Ruang
Pulih
2) Catatan tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
secara kronologis.
3) Semua jenis dan dosis obat yang diberikan.
4)Jenis dan jumlah cairan intravena yang diberikan,
termasuk darah dan produk darah.
5)Peristiwa tidak lazim yang mencakup komplikasi pasca-
anestesia atau pasca-tindakan.
6)Intervensi tindakan medis yang dilakukan
Edukasi Pasien:
Perilaku dan kepercayaan pasien dapat mengubah persepsi nyeri
dan kebutuhan analgesic, karena itu pendidikan pada pasien dan
yang merawatnya (carer) dapat secara positif mempengaruhi
hasil akhir dari penanggulangan nyeri akut. Demikian pula
sebaliknya, pelayanan yang baik (carer) dapat meningkatkan
kepuasan penderita walaupun level nyerinya (VAS-nya) masih
relatif tinggi (kepuasaan dan level nyeri tidak berbanding lurus)
1. Diskusi dan bacaan tentang analgesia, peranannya dalam
pemulihan dan rehabilitasi, dan ketersediaan pilihan
lainnya (farmakologik dan non-farmakologik), merupakan
komponen esensial dari konsultasi penanggulangan nyeri
akut.
2. Ketersediaan bahan bacaan yang tepat akan menambah
pengertian dan ekspektasi (harapan) dari pasien dan yang
merawatnya (carers) terhadap ketersediaan terapi
farmakologik dan non-farmakologik.
Terapi Farmakologik :
Obat-obatan yang dapat dipakai termasuk opioid, anti inflamasi
non-steroid dan anestetik lokal, juga obat tambahan seperti
antidepresan, antikonvulsan dan stabilisator membran.
Agar mendapat efek terapetik terbaik dan efek samping minimal,
beberapa obat analgetik memerlukan titrasi dan indivualisasi
dosis secara cermat. Untuk pemakaian opioid, perlu dosis awal
yang tepat (pada orang dewasa berdasarkan berat badan), dosis
interval yang sesuai dengan jalur pemberian dan pemantauan
reguler terhadap skor nyeri dan sedasi, laju napas dan efek
samping yang terjadi.
Analgesia multimodal ( pemakaian beberapa analgetik dari
golongan yang berbeda) meningkatkan efektifitas
penangggulangan nyeri akut.
Pemberian obat dapat secara oral, subkutan, intramuskular,
intravena, epidural, intratekal, inhalasi, rektal, transdermal atau
transmukosal.
Terapi non-farmakologik :
1. Terapi non-farmakologik harus dianggap sebagai tambahan
dari terapi farmakologik.
2. Terapi kognitif/perilaku (misalnya relaksasi dan pengalihan
perhatian) meningkatkan toleransi terhadap nyeri, tetapi
memerlukan latihan sebelum dirawat (misalnya pada kelas
antenatal).
3. Terapi fisik (misalnya pijat, pemanasan, akupunktur dan
transcutaneous electrical nerve stimulation) dapat bermanfaat
sebagai analgesia tambahan.
44
BAB VI Petunjuk Praktek
Cedera Mata
1. Bila tekanan pada mata melebihi tekanan vena maka pembuluh
darah vena akan kolaps sedang aliran arteri masih ada sehingga
bisa terjadi perdarahan arterial.
2. Bila tekanan pada mata melebihi tekanan arterial maka aliran
arterial bisa
menurun secara drastis menyebabkan iskemia pada retina.
3 Pemakaian bantalan kepala tapal kuda bisa memberi risiko
penekanan mata seperti di atas karena selama prosedur kepala
bisa bergeser.
4. Abrasi kornea bisa dicegah dengan memplester mata sedang
salep mata belum terbukti berpengaruh terhadap abrasi kornea
tersebut.
Perlengkapan
1. Manset tekanan darah automatis: penggunaan yang tepat
manset tekanan darah pada lengan (misal diletakkan di atas
fosa antekubiti) tidak mengubah risiko neuropati ekstremitas
atas.
2. Penahan bahu: penggunaan penahan bahu pada posisi kepala
lebih rendah dapat meningkatkan risiko neuropati perioperatif.
Susu/Makanan
Umur Padat Air Jernih
48
PEDOMAN ETIK
DOKTER SPESIALIS
ANESTESIOLOGI DAN
REANIMASI INDONESIA
MUKADIMAH
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap SpAn hendaknya menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran
Indonesia
Pasal 2
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa tindakan
anestesia dan reanimasi berisiko tinggi dan dapat
mengancam nyawa, oleh karena itu harus dilakukan dengan
upaya sungguh-sungguh, tepat dan cermat.
49
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Pasal 3
Setiap SpAn tidak akan mengupayakan pengakhiran
kehidupan manusia ataupun memperpanjang proses
kematian pada pasien-pasien yang akan meninggal
alamiah.
Pasal 4
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa dalam
melaksanakan profesinya perlu bekerja sama dengan
profesi medis, keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 5
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa untuk
mewujudkan profesinya yang optimal diperlukan keadaan
diri sehat jasmani dan rohani.
Pasal 6
Setiap SpAn hendaknya menyadari bahwa untuk
mewujudkan profesinya diperlukan kompetensi tinggi
dengan kebebasan teknis medis, disertai dengan rasa
tanggungjawab, integritas moral luhur, rasa kasih sayang
dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7
Setiap SpAn hendaknya mengawasi dan mencegah obat-
obat yang digunakan selama melakukan pelayanan
anestesiologi dan reanimasi untuk tidak disalahgunakan
oleh siapapun.
Pasal 8
Setiap SpAn wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk
kepentingan terbaik pasien. Dalam hal ia tidak mampu dan
atau menghadapi komplikasi berat, ia wajib minta bantuan
atau merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
kompetensi dalam hal tersebut.
50
Pedoman Etik Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia
Pasal 9
Setiap SpAn hendaknya memberikan informasi memadai
yang benar kepada pasien dan atau keluarganya berkaitan
dengan tindakan anestesia dan reanimasi pada pasien
tersebut.
Pasal 10
Setiap SpAn hendaknya memberikan kesempatan kepada
pasien dan atau keluarga terdekat untuk memberikan
persetujuan atau penolakan terhadap tindakan pelayanan
anestesia dan reanimasi yang akan dilakukan.
Pasal 11
Setiap SpAn hendaknya berupaya secara optimal dalam
melakukan pelayanan anestesia dan reanimasi sesuai
standard profesi dan atau menurut kaidah kedokteran yang
telah teruji secara ilmiah kebenarannya.
Pasal 12
Setiap SpAn hendaknya melakukan penilaian dan
pertimbangan profesi yang matang berdasarkan keadaan
pasien, permintaan pasien dan atau keluarganya dan atau
pertimbangan ahli lainnya dalam menentukan pasien tidak
perlu mendapat resusitasi.
Pasal 13
Setiap SpAn wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
Pasal 14
Setiap SpAn wajib melindungi pasien yang memperoleh
tindakan anestesia dan reanimasi dari perbuatan yang tidak
bersusila atau menyinggung martabat manusia.
51
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Pasal 15
Setiap SpAn yang bekerja dalam satu tim dengan profesi
medis lainnya hendaknya menghormati kebebasan,
kewajiban dan hak profesi masing-masing yang mandiri.
Pasal 16
Setiap SpAn hendaknya memberikan nasehat dan
bimbingan kepada sejawat lainnya yang kompetensinya
kurang memadai.
Pasal 17
Setiap SpAn yang mengetahui adanya penyimpangan
pelayanan, atau melakukan penipuan dan pengelabuan
dalam berprofesi hendaknya melaporkannya kepada
perhimpunan profesi.
Pasal 18
Setiap SpAn hendaknya menghormati dan tenggang rasa
dalam menjalin hubungan profesi dengan SpAn lainnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap SpAn tidak boleh mengambil alih pasien dari teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan
prosedur yang etis.
Pasal 20
Setiap SpAn wajib memberikan sebagian honorariumnya
yang wajar kepada keluarga sesama SpAn yang
digantikannya karena SpAn tersebut meninggal dunia, sakit,
cacat tidak dapat bekerja, pada saat melaksanakan tugas
negara, masyarakat atau profesi.
Pasal 21
Setiap SpAn tidak dibenarkan untuk mengambil keuntungan
finansial dari sejawat lainnya dalam melakukan profesinya.
52
Pedoman Etik Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia
Pasal 22
Setiap SpAn yang bekerja dalam satu kelompok SpAn
hendaknya menaati kewajiban dan haknya yang telah
disepakati bersama-sama secara wajar dengan penuh itikad
baik.
Pasal 23
Setiap SpAn hendaknya memelihara kesehatan jasmani dan
rohaninya, supaya dapat bekerja atau menjalankan
profesinya dengan baik.
Pasal 24
Setiap SpAn hendaknya senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
/ kesehatan.
Pasal 25
Setiap SpAn harus membatasi diri dalam pelayanan anestesia
dan reanimasi agar tetap dapat menjaga kualitas pelayanan
profesi yang baik dan aman.
Pasal 26
Setiap SpAn hendaknya berpartisipasi dalam komunitas
profesinya.
Pasal 27
Setiap SpAn hendaknya berpartisipasi dalam kemajuan
komunitas dan perbaikan kesehatan masyarakat.
Pasal 28
Setiap SpAn hendaknya berupaya memajukan ilmu
pengetahuan, pendidikan dan teknologi dan etika
kedokteran.
53
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Pasal 29
Setiap SpAn hendaknya berupaya berpartisipasi
memelihara dan mengembangkan perhimpunan profesi
kedokteran, khususnya di bidang anestesiologi dan
reanimasi.
Pasal 30
Setiap SpAn yang melaksanakan pendidikan anestesiologi
hendaknya berupaya sungguh-sungguh untuk
menghasilkan peserta didik yang kompetensi,
profesionalitas, dan perilaku etikanya baik.
Pasal 31
Setiap SpAn yang melaksanakan pendidikan bertanggung
jawab secara moral terhadap pelayanan anestesia dan
reanimasi yang dilakukan oleh peserta didiknya.
54
PENJELASAN PEDOMAN ETIK
DOKTER SPESIALIS
ANESTESIOLOGI DAN
REANIMASI INDONESIA
Pasal 1
Sumpah dokter di Indonesia telah diakui dalam PP No. 26 Tahun
1960. Lafal ini terus disempurnakan sesuai dengan dinamika
perkembangan internal dan eksternal profesi kedokteran baik
dalam lingkup nasional maupun internasional. Penyempurnaan
sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia dilakukan
pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II, tahun1981,
pada Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika Kedokteran
(MKEK) dan Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A),
tahun 1993, dan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik
Kedokteran III, tahun 2001.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
1. Dilarang turut serta dan atau melakukan eutanasia.
2. Dilarang turut serta dan atau melakukan penyiksaan dan
ekseskusi mati.
3. Dilarang turut serta dan atau melakukan abortus provokatus
kriminalis.
D Dilarang memperpanjang kehidupan pada kasus-kasus terminal
yang sudah sampai pada kesia-siaan medis (medical futility).
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas
55
Pasal 7
Setiap SpAn hendaknya mengendalikan diri, mencegah dan
mengawasi penyalahgunaan obat-obatan terutama narkotik, obat
penenang dan zat adiktif oleh diri sendiri maupun orang lain.
Pasal 8
Dokter yang mempunyai kompetensi dalam hal tersebut adalah
dokter yang mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu
menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan informasi adalah keterangan yang benar
yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan, tujuannya,
keuntungan dan kerugiannya serta kemungkinan risiko dan
komplikasinya.
Pasal 10
Sesuai dengan permenkes No. 290 tahun 2008 tentang
persetujuan tindakan kedokteran, tetapi ada perkecualian yaitu
untuk menghentikan ventilator pada pasien yang sudah sampai
kesia-siaan medis tidak perlu persetujuan keluarga.
Pasal 11
Standard profesi adalah standard profesi yang disusun oleh
organisasi profesi dan disahkan oleh Departemen Kesehatan.
Yang dimaksud dengan teruji secara ilmiah adalah yang telah
dilakukan penelitian dengan metodologi penelitian kedokteran
yang benar dan telah diterima oleh masyarakat kedokteran.
Pasal 12
Pasien yang tidak perlu mendapat pertolongan resusitasi adalah
(tetapi tidak terbatas pada) pasien yang telah mati batang otak,
hidup vegetatif dan stadium terminal penyakit yang sudah tidak
dapat disembuhkan lagi berdasarkan pertimbangan medis atau
permintaan pasien / keluarga terdekat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
56
Pasal 15
Setiap anggota tim mempunyai tugas dan kewajiban profesi
masing-masing dan sadar akan batas-batas kewenangan dan
tanggung jawabnya.
Pasal 16
Demi kepentingan keselamatan pasien dan martabat profesi,
maka sejawat dengan kompetensi kurang memadai perlu diberi
nasehat dan pembinaan, baik secara langsung maupun melalui
perhimpunan profesi.
Sedangkan terhadap sejawat yang menyimpang atau melakukan
penipuan dalam berprofesi perlu diberi nasehat baik secara
langsung maupun melalui perhimpunan profesi.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Seorang SpAn yang sudah terdaftar di suatu RS / tempat praktek
lain harus mendapat kesempatan melakukan praktek profesinya
di RS / tempat itu. Seorang SpAn tidak boleh mengambil alih
pasien tanpa izin yang bersangkutan.
Pasal 20
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas
57
Pasal 25
Dalam melakukan pelayanan anestesia hendaknya memenuhi
standard pelayanan profesi yang berlaku di wilayahnya, mengukur
kemampuan diri sendiri dan memperhatikan kebutuhan
kesejahteraan SpAn lainnya.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Setiap SpAn hendaknya berpartisipasi dalam program
departemen kesehatan, IDI, IDSAI dan organisasi profesi lainnya.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
58
LAMPIRAN
59
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Formulir pra-
anestesia
Nama: _________________________ Tanggal: __________________
SOSIAL
Umur: ____ Jenis kelamin: L q P q Menikah: Yq Tq
Pekerjaan:
__________
KEBIASAAN
Merokok: Yq Tq Sebanyak:
_______
Kopi/Teh/Cola: Yq Tq Sebanyak: _______
Alkohol: Yq Tq Sebanyak: _______
Olahraga rutin: Yq Tq Sebanyak: _______
PENGOBATAN: Sebutkan dosis atau jumlah pil
per hari
Obat resep Obat bebas (Vitamin; Herbal)
______________________________ ______________________________
______________________________ ______________________________
______________________________ ______________________________
bawah ini?
Jelaskan penyakit keluarga apa bila dijawab Ya:
__________________________
__________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT PASIEN: Apakah pasien pernah menderita penyakit
di bawah ini?
61
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Keterangan:
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
PEMERIKSAAN FISIK
62
Lampiran 3. Contoh Borang Pra Anestesia Yang Diisi Oleh Dokter
Hb/Ht: Leukosit :
_____________________________ ____________________________
PT: Rontgen dada:
_______________________________ _______________________
Mammogram: EKG (40 th ke atas):
_______________________ ___________________
Tes kehamilan: Na/Cl:
______________________ ______________________________
Kalium: CO2:
____________________________ _______________________________
Ureum: Kreatinin:
____________________________ ____________________________
63
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
64
Lampiran 4. Contoh Informed Consent Anestesia
Komplikasi :
1. Efek samping pasca bedah berupa mual/ muntah, menggigil,
pusing, mengantuk, sakit tenggorokan, sakit menelan, bisa diatasi
dengan obat-obatan.
2. Pada pasien yang tidak puasa bisa terjadi aspirasi yaitu
masuknya isi lambung ke dalam jalan napas/ paru.
3. Kesulitan pemasangan alat / pipa pernapasan yang tidak
diduga sebelumnya.
4. Allergi/ hipersensitif terhadap obat (jarang), mulai derajat
ringan hingga berat/ fatal.
5. Kejang pita suara (spasme larings), kejang jalann napas bawah
(spasme bronkus) dari ringan hingga berat yang dapat
menyebabkan henti jantung.
6. Komplikasi akan meningkat pada pasien di bawah 1 tahun, umur
lanjut, pasien dengan penyakit penyerta (jantung, ginjal, hati,
saraf, paru, endokrin, dll)
Nama tanda-tangan
Pasien :
.........
1. . .................
. Keluarga pasien : ......
2 .. .................
(suami/isteri/anak/ayah/i
bu)
3. Perawat : ......
.................
4. Dokter anestesia : ......
.. .................
Bila masih ada hal yang belum jelas, maka dapat ditanyakan ke
dokter anestesi.
67
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Tanggal : pk :
Nama : tanda tangan :
1. Pasien :.. :
................................
2.
Saksi :................................................ .......................................
...................
4. Perawat......
........................................
5. Dokter anestesia.......
................................
68
Lampiran 5. Contoh Borang Pemeriksaan Alat dan ObAt Anestesia
1- Ephedrine oplosan
2- S. Atropin
3- Adrenalin
4- Lidocain
5- Defibrilator
Monitoring Equipment
Nama
Px:..............................................
Perawat : Paraf
..........
70
Lampiran 6. Contoh Rekam Medis Anestesia
6. Contoh Rekam Medis Anestesia
ContohNamaRumahSa
kit
71
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
72
Lampiran 7. Contoh Kriteria Pemulihan Pasca Anestesia
Formulir pasca-anestesia
KRITERIA PEMULIHAN PASCABEDAH
Pemulihan Fase 1 : Aldrete Scoring System
73
Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia
Tanda Vital
TD 20 mmHg dari nilai pra-
anestesia 2
TD 20-50 mmHg dari nilai pra-
anestesia 1
TD 50 mmHg dari nilai pra-
anestesia 0
Aktivitas, status mental
Orientasi & berjalan stabil 2
Orientasi atau berjalan stabil 1
Tidak dua-duanya 0
Nyeri, mual, muntah
Minimal 2
Sedang 1
Berat 0
Perdarahan surgical
Minimal 2
Sedang 1
Berat 0
Intake dan output
Minum dan BAK 2
Minum atau BAK 1
Tidak keduanya 0
75
DAFTAR PUSTAKA
76