PENDAHULUAN
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada
laki-laki di atas 50 tahun. National Institutes of Health (NIH) memperkirakan prevalensi BPH
pada laki-laki usia di atas 60 tahun sebanyak 50% dan laki-laki usia di atas 70 tahun sebanyak
90%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi hiperplasia prostat di RS
Immanuel Bandung. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional. Data diambil dari
berdasarkan data rekam medis pasien BPH di Rumah Sakit Immanuel periode Januari 2004
Desember 2006 dan pemeriksaan patologi anatomi sebagai tes konfirmasi. Hasil penelitian
didapatkan 102 kasus BPH dari Januari 2004 Desember 2006. Prevalensi BPH tahun 2004
ada 24 kasus, 2005 ada 33 kasus dan 2006 ada 45 kasus. Kesimpulan penelitian ini adalah
prevalensi BPH jarang ditemukan pada laki-laki usia di bawah 50 tahun(0,98%). Prevalensi
BPH meningkat setelah usia 50 tahun dengan puncaknya pada usia 60-70 tahun. Hasil
pemeriksaan patologi anatomi pada pasien BPH didapatkan 98% jinak dan 2% ganas. Kita
harus mempertimbangkan diagnosa BPH pada laki-laki usia di atas 60 tahun dengan keluhan
miksi.besaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah
urologi.Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas
usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang.Adanya hiperplasia ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki 64 tahun datang ke UGD dengan keluhan sukar kencing, sudah
berlangsung 1 minggu dan harus mengejan , sering tidak bisa menahan untuk kencing
(urgensi) dan frekuensi meningkat (polakisuri), terutama malam hari, sejak kemarin tidak bisa
kencing, perut bagian bawah membesar seperti ada apa-apa didalam perutnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Nama : Tn. X
Umur : 64 Tahun
Pekerjaan :-
Status nikah :-
Agama :-
ANAMNESIS
Keluhan utama: sukar kencing sejak 1minggu yang lalu dan harus mengejan
Keluhan tambahan :
Riwayat kebiasaan
- Apakah mengkonsumsi minuman beralkohol? bagaimana frekuensinya?
- Apa aktivitas pasien sehari-hari?
- Makanan apa yg dikonsumsi? (Contoh : jengkol)
Riwayat pengobatan
- Apa sudah pernah berobat ke dokter?
- Obat-obatan apa yang sudah di konsumsi?
- Apa pernah operasi?
- Apa pernah menggunakan kateter?
HIPOTESIS
Geografis
Iklim dan
Temperatur
Asupan Air
Diet
Pekerjaan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum :
1. Kesadaran : compos mentis
2. Tanda vital
a. Nadi :-
b. Tekanan darah :-
c. Pernapasan :-
d. Suhu :-
3. Antropometri :-
4. Kulit :-
5. Kepala dan wajah
a. Kepala :-
b. Mata :-
c. Telinga :-
d. Hidung :-
e. Mulut :-
6. Leher
a. Kelenjar Tiroid :-
b. Kelenjar getah bening leher : -
7. Thorax
a. Jantung :-
b. Pulmo :-
8. Abdomen Perut bagian bawah membesar (akibat retensi urin)
a. Nyeri tekan
b. Bising usus
c. Shifting dulness
d. Hepar
e. Lien :-
9. Urogenital :-
10. Genitalia eksterna :-
11. Anus dan rectum :-
12. Ekstremitas : -
1. Rectal Toucher
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus mediusi simetris, tidak
didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat,
batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus posterior tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Pada kasus ini, diagnosis kerja kami ialah penyakit Hipertrofi Prostat atau BPH
(Benign Prostat Hiperplasia). Diagnosis ini kami tegakkan atas dasar pasien adalah seorang
laki-laki yang berumur 64 tahun, kedua hal ini merupakan faktor resiko terjadinya BPH.
Selain itu, dari hasil anamnesis didapatkan data bahwa pasien sulit dan harus mengejan untuk
miksi. Didapatkan juga data bahwa pasien mengalami nokturia atau peningkatan frekuensi
miksi pada malam hari. Namun, diagnosis kerja kami masih perlu didukung dengan adanya
pemeriksaan fisik yang lengkap serta pemeriksaan penunjang karena dari data didapatkan
Diagnosis Banding
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis kerja
yang telah kami tentukan, pemeriksaaan yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin (pemeriksaan hb, leukosit, LED, Hiting Jenis Leukosit dan hitung
trombosit)
Untuk mengetahui apakah adaya infeksi atau keganasan.
2. Urinalisis
- Makroskopik :Untuk menilai warna, bau dan berat jenis urin
- Kimiawi : menilai derjat keasaman/PH, protein dan gula dalam urin.
- Mikroskopik : Mencari kemungkinan adanya sel-sel. Coast (silinder), atau
bentukan lain dalam urin.
-
3. Prostat Spesifik Antigen (PSA)
Untuk menyingkirkan dugaan menderita kanker prostat maka pemeriksaan
laboratorium ini dilakukan. PSA merupakan suatu protein yang diproduksi oleh sel
prostat dan seringkali pada kanker prostat levelnya meningkat.
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria
4. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada pemeriksaan urin ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran
kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah
datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi
keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
Pemeriksaan Lainnya
Uroflowmetri
Histologi
Pada prostat tampak kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma. Pada beberapa
kasus dapat ditemukan proliferasi otot yang hampir halus, walaupun kebanyakan menunjukan
pola firboadenomyomatous hiperplasia.
PATOFISIOLOGI
Sukar kencing merupakan salah satu gangguan berkemih. Banyak penyebab yang menjadikan
sukar kencing yaitu : kelemahan otot destrusor, inkoordinasi antara destrusor uretra dan
hambatan (obstruksi uretra). Kelemahan otot destusor meliputi kelainan medula spinalis dan
kelainan saraf perifer. Inkoordinasi antara destrutor uretra karena adanya cedera kauda
ekuina. Hambatan (obtruksi ) uretra disebabkan karena adanya gumpalan darah, sklerosis
leher buli buli, hiperplasi prostat, karsinoma prostat, striktur uretra, batu uretra, tumor
uretra, klep uretra, cedera uretra, fimosis, parafimosis, dan stenosis meatus uretra.
Pada kasus ini kami curiga pasien mengalami hiperplasia prostat (BPH), karena dilihat dari
insiden yang banyak terjadi pada laki laki usia diatas 60 tahun. Hiperplasia prostat
merupakan keadaan prostat membesar, mulai ditemui pada usia 45 tahun dan makin
meningkat menurut usia dimana terjadi perubahan otot otot polos stroma atrofi, jaringan
ikat kolagen stroma bertambah , epitel torak lebih rendah dan papil papil lebih jelas.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian vesika urinaria dan juga ke
kedua ureter. Tekanan pada kedua ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari vesika
urinaria ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya jatuh ke gagal ginjal.
Hiperplasi prostat akan menimbulkan gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas
gejala voiding (pembuangan), storage (penyimpanan), dan pasca miksi. Timbulnya gejala
pada saluran kemih bagian bawah merupakan manifestasi kompensasi otot otot vesika
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat , otot otot vesika urinaria mengalami
kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompesasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria yang terisi penuh dan teraba massa kistus
di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Pada kasus ini terlihat perut bagian bawah
membesar. Pada pasien yang mengalami distensi kandung kemih, seperti pada pasien dengan
hiperplasia prostat, selalu ada sejumlah besar urin residu. Tekanan di dalam vesika urinaria
terus-menerus meningkat. Sedikit peningkatan tekanan intra abdomen memperbesar tekanan
intravesikular sehingga cukup untuk mengatasi leher vesika urinaria, dan urin keluar.
Kebocoran urin ini mungkin terus-menerus atau intermitten. Jenis inkontinensia ini disebut
inkontinensia paradoksa, dimana didapatkan urin yang menetes tanpa disadari oleh pasien.
Pada inkontinensia stres kebocoran hanya terjadi jika pasien mengejan. Cacat primernya
adalah hilangnya sokongan otot di uretrovesikular. Setiap peningkatan tekanan intra-abdomen
menyebabkan kebocoran. Di dalam kasus didapatkan pasien harus mengejan saat miksi dan
sering tidak bisa menahan untuk kencing (urgensi). Pada malam hari metabolisme tubuh lebih
baik. karena hal ini kami menduga frekuensi berkemih pada pasien meningkat pada malam
hari
Pada colok dubur , pasien yang mengalami hiperplasia prostat menunjukan konsistensi
kenyal, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
TATALAKSANA
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50
ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat
satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram.
Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai
dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan
terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu
pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya
kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Invasif
Observasi Medikamentosa Operasi
Minimal
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan
untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds.
Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya
pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran
kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan gejala-gejala tractus urinarius
bawah yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
A. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
C. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Perdarahan hebat
2. Prostatektomi Endourologi
A. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya.
Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat
reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien
yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain
tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi
jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Intoksikasi cairan
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
4. Invasif Minimal
A. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan
microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka
perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang
radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga
arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar
(pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
D. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam
bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai
protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan
pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat
dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi
penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.
KOMPLIKASI
Urine yang seharusnya dibuang oleh tubuh menumpuk sehingga menjadi media
pertumbuhan kuman. Apabila infeksi terjadi sebatas pada Vesika urinaria, tidak nyaman dan
terasa sakit saat buang air kecil dapat dirasakan. Akan tetapi gejala yang lebih serius dapat
timbul bila infeksi mencapai ginjal.
Kerusakan ginjal
Dapat berupa Insufisiensi ginjal ataupun Gagal ginjal. Diakibatkan oleh tekanan yang
tinggi di Vesika Urinaria. Tekanan tinggi ini dapat langsung merusak ginjal maupun
menyebabkan penjalaran infeksi traktus urinarius. Ketika pembesaran prostat menyebabkan
obstruksi ginjal, dapat juga mengakibatkan hydronephrosis, yaitu membengkaknya ginjal,
salah satu ataupun keduanya.
Adalah mineralmineral yang memadat dan menumpuk di saluran kemih yang dapat
menyebabkan infeksi, perlukaan, hematuri, dan obstruksi dari aliran urin yang biasanya
terjadi karena pengosongan urine yang tidak sempurna
Terjadi karena pengosongan urine yang tidak sempurna dalam jangka waktu yang
lama. Otot dinding Vesika Urinaria meregang dan melemah dan tidak dapat berkontraksi
dengan baik
PROGNOSIS
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
KELENJAR PROSTAT
MAKROSKOPIK
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsulfibromuskuler,
yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra
pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang
lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu
dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak
tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista
kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter
eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut
hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma
prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum
dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum
pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang
didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan
melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara
longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia
endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi
pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat
sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret.
b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagaia denomatous zone.
c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. Kapsul anatomis
2. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada
lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan
suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan
di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai
epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang daria.
iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.
pudendainterna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk
lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok
kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu
untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna,
iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus
dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
MIKROSKOPIK
Kelenjar tersebut merupakan kumpulan dari 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks yang
kecil-kecil, bermuara ke uretra pars prostatika melalui 15 sampai 30 saluran keluar kecil.
Unsur-unsur kelenjar tersebar pada tiga daerah yang berlainan yang tersusun kurang lebih
konsentris mengelilingi uretra. Kelenjar-kelenjar kecil terletak di mukosa dan dikelilingi oleh
kelenjar-kelenjar submukosa. Bagian utama terletak dibagian tepi dan merupakan bagian
terbesar dari kelenjar. Keseluruhan kelenjar dibungkus oleh simpai fibroelastik yang
mengandung banyak serat otot polos di sebelah dalam dan kaya akan pleksus vena.
Bagian- bagian kelenjar terbenam didalam stroma padat yang dibagian tepi berlanjut pada
simpai. Stromanya juga fibroelastik dan mengandung sejumlah berkas serat otot polos.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk dan ukurannya.
Alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali, keduanya memiliki lumen yang lebar.
Lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya selapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubis rendah, tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma banyak mengandung butir sekret, lisosom dan butir lipid.
FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam (6,5). Dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim
lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
2. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang
mati
3. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-
gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.7
Hiperplasi prostat
Tekanan intravesikal
Selula - Hidronefrosis
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen
mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya
pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi
gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus
otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan
tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung
dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Gejalanya ialah:
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga
faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun
volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat
dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya
kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.8
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada
saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat
gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin >
150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem
skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
a. Adakah anda
merasa buli-buli
0 1 2 3 4 5
tidak kosong
setelah berkemih
b. Berapa kali
anda berkemih lagi
0 1 2 3 4 5
dalam waktu 2
menit
c. Berapa kali
terjadi arus urin
0 1 2 3 4 5
berhenti sewaktu
berkemih
d. Berapa kali
anda tidak dapat
0 1 2 3 4 5
menahan untuk
berkemih
e. Beraapa kali 0 1 2 3 4 5
terjadi arus lemah
sewaktu memulai
kencing
f. Berapa keli
terjadi bangun
tidur anda 0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai
untuk berkemih
g. Berapa kali
anda bangun untuk
0 1 2 3 4 5
berkemih di
malam hari
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus,
antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual
atau mengalami infeksi prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan
antikolinergik atau alfa adrenergik.
5. Diagnosis BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris,
tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi
prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada
batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin
Elektrolit
Gula darah
Sedimen
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat)
atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd
dapat pula memberi gambaran indentasi.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di
dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar
prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : - daya
kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik
dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah
pancaran urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat
membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang
melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran
dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan
intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana
dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau
ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya
kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa
urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi
pada penderita prostat hipertrofi.
6. Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
1. kelainan medula spinalis
2. neuropatia diabetes mellitus
3. pasca bedah radikal di pelvis
4. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
1. kelainan neurologik
2. neuropati perifer
3. diabetes mellitus
4. alkoholisme
5. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3. Obstruksi fungsional :
1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
2. ketidakstabilan detrusor
derajat 2 : 50-100 ml
derajat 3 : >100 ml
derajat 3 : kissing 3 cm
7. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan
komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
7. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan.
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat
diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan
yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection
(TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam
keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam
maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi
setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian
terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang
mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala
klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan
gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Invasif
Observasi Medikamentosa Operasi
Minimal
3. TULP
(laser)
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
a.3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
b. Prostatektomi Endourologi
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri
dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini
cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian
kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan
tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk
membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak
terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup
murah adalah H2O steril (aquades).
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang
umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik
yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat
pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai
dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave
kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu
dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio
frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari
gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa dari dasar anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik
yang didapatkan, diagnosa pasien adalah benign prostate hyperplasia atau BPH. Namun
untuk dapat menegakkan diagnosa yang lebih baik dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang lebih lanjut seperti rectal toucher.
Terapi pada pasien ini dapat dilakukan TUNA karena kurang invasif, karena kemungkinan
sudah adanya retensi urin. Vesika urinaria harus segera dikosongkan agar dapat mengurangi
resiko terjadinya komplikasi apabila retensi urin lama terjadi.
BAB VI
DAPTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta : EGC, 199.
2. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2012.
3. Purnomo BP. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012
4. Benign Prostatic Hypertrophy. Medscape. Source:
http://emedicine.medscape.com/article/437359-medication. Accessed on: 4 October 2012.
5. WebMD. Enlarged Prostate (BPH). Source: http://www.webmd.com/prostate-
cancer/enlarged-prostate?page=2. Accessed on: 4 October 2012.
6. MedicineNet. Benign Prostatic Hyperplasia. Source:
http://www.medicinenet.com/benign_prostatic_hyperplasia/article.htm. Accessed on:
October 4 2012.
7. Purnomo BB. dasar dasar urologi. CV Sagung Seto:Jakarta;2011. p.120-130.