Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada
laki-laki di atas 50 tahun. National Institutes of Health (NIH) memperkirakan prevalensi BPH
pada laki-laki usia di atas 60 tahun sebanyak 50% dan laki-laki usia di atas 70 tahun sebanyak
90%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi hiperplasia prostat di RS
Immanuel Bandung. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional. Data diambil dari
berdasarkan data rekam medis pasien BPH di Rumah Sakit Immanuel periode Januari 2004
Desember 2006 dan pemeriksaan patologi anatomi sebagai tes konfirmasi. Hasil penelitian
didapatkan 102 kasus BPH dari Januari 2004 Desember 2006. Prevalensi BPH tahun 2004
ada 24 kasus, 2005 ada 33 kasus dan 2006 ada 45 kasus. Kesimpulan penelitian ini adalah
prevalensi BPH jarang ditemukan pada laki-laki usia di bawah 50 tahun(0,98%). Prevalensi
BPH meningkat setelah usia 50 tahun dengan puncaknya pada usia 60-70 tahun. Hasil
pemeriksaan patologi anatomi pada pasien BPH didapatkan 98% jinak dan 2% ganas. Kita
harus mempertimbangkan diagnosa BPH pada laki-laki usia di atas 60 tahun dengan keluhan
miksi.besaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah
urologi.Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas
usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang.Adanya hiperplasia ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara
konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 64 tahun datang ke UGD dengan keluhan sukar kencing, sudah
berlangsung 1 minggu dan harus mengejan , sering tidak bisa menahan untuk kencing
(urgensi) dan frekuensi meningkat (polakisuri), terutama malam hari, sejak kemarin tidak bisa
kencing, perut bagian bawah membesar seperti ada apa-apa didalam perutnya.
BAB III
PEMBAHASAN

REKAM MEDIS Tn. X 65 tahun


IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. X
Umur : 64 Tahun
Pekerjaan :-
Status nikah :-
Agama :-

ANAMNESIS

Keluhan utama: sukar kencing sejak 1minggu yang lalu dan harus mengejan

Keluhan tambahan :

- Sering tidak bisa menahan kencing (urgensi).


- Frekuensi meningkat (polakisuri) terutama pada malam hari
(nokturia).
- Sejak kemarin tidak bisa kencing.
- perut bagian bawah membesar.

Riwayat penyakit dahulu :-


Riwayat Keluarga :-
Riwayat kebiasaan :-

Anamnesis tambahan, yaitu:

Riwayat penyakit sekarang


- Apa pernah mengalami trauma? Dimana?
- Apa ketika BAK disertai nyeri?
- Bagaimana frekuensi BAK?
- Bagaimana warna urin? Apa disertai darah?
- Apa disertai demam?
- Berapa banyak konsumsi air dalam sehari?
- Bagaimana pancaran kencing?
- Apa merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing?

Riwayat penyakit dahulu


- Apa pernah merasakan keluhan yang sama?
- Apa pernah menderita Infeksi Saluran Kencing?

Riwayat penyakit keluarga


- apakah ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa?
- Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita ca prostat?

Riwayat kebiasaan
- Apakah mengkonsumsi minuman beralkohol? bagaimana frekuensinya?
- Apa aktivitas pasien sehari-hari?
- Makanan apa yg dikonsumsi? (Contoh : jengkol)

Riwayat pengobatan
- Apa sudah pernah berobat ke dokter?
- Obat-obatan apa yang sudah di konsumsi?
- Apa pernah operasi?
- Apa pernah menggunakan kateter?

HIPOTESIS

Hipotesis Etiologi Gejala Hipotesis penyebab


Batu Saluran Factor intrinsic : - Nyeri pinggang - Usia:64 thn
- Nyeri saat - jenis Kelamin:
Kemih Herediter
Umur berkemih pria
Jenis Kelamin - Sering - sering
berkemih berkemih
Factor ekstrinsik : - Hematuria

Geografis
Iklim dan
Temperatur
Asupan Air
Diet
Pekerjaan

Hyperplasia Peningkatan - Sering


- Usia:64 thn
Prostat kadar berkemih
- Bertambahnya
- Nokturia
Benigna Dihidrotestosteron - Urgensi frekuensi miksi
(DHT) dan Proses - Berkemih
(Frequency)
Aging (penuaan). tersendat-sendat - Nokturia
Adanya - Mengejan saat - Miksi sulit
ketidakseimbangan mengeluarkan ditahan (Urgency)
antara estrogen - Disuria (Nyeri
miksi
testosterone. - Rasa tidak pada waktu miksi)
Interaksi antar lampias
sel stroma dan sel - Kemih yang
epitel prostat. menetes saat
Berkurangnya
setelah berkemih
kematian sel
(apoptosis)
Teori Stem Sel.

Keganasan (Ca Predisposisi - Gangguan


Prostat) genetic saluran kemih - Usia:64 thn
Hormonal - Kesulitan miksi - Kesulitan
Diet - Nyeri miksi
miksi
- Hematuria ,
Lingkungan - Nyeri miksi
Infeksi yang menandakan
kanker sudah
menekan uretra.
Infeksi Usia - Demam tinggi - Usia :64 thn
Jenis kelamin - Sering - Urgensi
Saluran Kemih
- sering
(>> wanita) berkemih
(ISK) - Nokturia berkemih
Prevalensi
- Disuria - nokturia
bakterioma dan - urgensi - kesulitan
factor miksi
predisposisi
menyebabkan
perubahan struktur
saluran kemih
termasuk ginjal

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum :
1. Kesadaran : compos mentis
2. Tanda vital
a. Nadi :-
b. Tekanan darah :-
c. Pernapasan :-
d. Suhu :-
3. Antropometri :-
4. Kulit :-
5. Kepala dan wajah
a. Kepala :-
b. Mata :-
c. Telinga :-
d. Hidung :-
e. Mulut :-
6. Leher
a. Kelenjar Tiroid :-
b. Kelenjar getah bening leher : -
7. Thorax
a. Jantung :-
b. Pulmo :-
8. Abdomen Perut bagian bawah membesar (akibat retensi urin)
a. Nyeri tekan
b. Bising usus
c. Shifting dulness
d. Hepar
e. Lien :-
9. Urogenital :-
10. Genitalia eksterna :-
11. Anus dan rectum :-
12. Ekstremitas : -

Interpretasi pemeriksaan fisik


Inspeksi abdomen Perut bagian bawah membesar
Akibat retensi urin dimana retensi urin terjadi penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna, sehingga terjadi
kesulitan miksi.
.

PEMERIKSAAN FISIK ANJURAN


Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan anjuran untuk mengetahui lebih lanjut dari hasil
hipotesis yang didapat.

1. Rectal Toucher
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus mediusi simetris, tidak
didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat,
batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus posterior tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

2. Pemeriksaan Palpasi Vesika urinaria


Untuk mengetahui apakah adanya benjolan atau massa di suprasimpisis karena keganasan
atau ada pembesaran prostat yang disebabkan karena vesika urinaria terisi penuh dari suatu
retensi urin. Bila pada hiperplasia prostatna benigna didapatkan batas keras, vesika urinaria
penuh hingga melewati batas atas umbilikus dan retensi urin. Normaalnya prostat teraba
kenyal dan tanpa nodul.

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

Pada kasus ini, diagnosis kerja kami ialah penyakit Hipertrofi Prostat atau BPH
(Benign Prostat Hiperplasia). Diagnosis ini kami tegakkan atas dasar pasien adalah seorang
laki-laki yang berumur 64 tahun, kedua hal ini merupakan faktor resiko terjadinya BPH.
Selain itu, dari hasil anamnesis didapatkan data bahwa pasien sulit dan harus mengejan untuk
miksi. Didapatkan juga data bahwa pasien mengalami nokturia atau peningkatan frekuensi
miksi pada malam hari. Namun, diagnosis kerja kami masih perlu didukung dengan adanya
pemeriksaan fisik yang lengkap serta pemeriksaan penunjang karena dari data didapatkan

bahwa terdapat edema dibawah perut.

Diagnosis Banding

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


2. Keganasan (Kanker Prostat)

PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis kerja
yang telah kami tentukan, pemeriksaaan yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin (pemeriksaan hb, leukosit, LED, Hiting Jenis Leukosit dan hitung
trombosit)
Untuk mengetahui apakah adaya infeksi atau keganasan.

2. Urinalisis
- Makroskopik :Untuk menilai warna, bau dan berat jenis urin
- Kimiawi : menilai derjat keasaman/PH, protein dan gula dalam urin.
- Mikroskopik : Mencari kemungkinan adanya sel-sel. Coast (silinder), atau
bentukan lain dalam urin.
-
3. Prostat Spesifik Antigen (PSA)
Untuk menyingkirkan dugaan menderita kanker prostat maka pemeriksaan
laboratorium ini dilakukan. PSA merupakan suatu protein yang diproduksi oleh sel
prostat dan seringkali pada kanker prostat levelnya meningkat.

4. Faal ginjal (ureum dan kreatinin)

Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih


bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya
penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di
sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria

foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)


Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat,
menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain
yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

4. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada pemeriksaan urin ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran
kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah
datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi
keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
Pemeriksaan Lainnya

Uroflowmetri

Untuk menilai seberapa baik pancaran urine pasien. Pengurangan


pancaran urine sering kali merupakan tanda BPH.

Histologi

Pada prostat tampak kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma. Pada beberapa
kasus dapat ditemukan proliferasi otot yang hampir halus, walaupun kebanyakan menunjukan
pola firboadenomyomatous hiperplasia.

PATOFISIOLOGI

Sukar kencing merupakan salah satu gangguan berkemih. Banyak penyebab yang menjadikan
sukar kencing yaitu : kelemahan otot destrusor, inkoordinasi antara destrusor uretra dan
hambatan (obstruksi uretra). Kelemahan otot destusor meliputi kelainan medula spinalis dan
kelainan saraf perifer. Inkoordinasi antara destrutor uretra karena adanya cedera kauda
ekuina. Hambatan (obtruksi ) uretra disebabkan karena adanya gumpalan darah, sklerosis
leher buli buli, hiperplasi prostat, karsinoma prostat, striktur uretra, batu uretra, tumor
uretra, klep uretra, cedera uretra, fimosis, parafimosis, dan stenosis meatus uretra.
Pada kasus ini kami curiga pasien mengalami hiperplasia prostat (BPH), karena dilihat dari
insiden yang banyak terjadi pada laki laki usia diatas 60 tahun. Hiperplasia prostat
merupakan keadaan prostat membesar, mulai ditemui pada usia 45 tahun dan makin
meningkat menurut usia dimana terjadi perubahan otot otot polos stroma atrofi, jaringan
ikat kolagen stroma bertambah , epitel torak lebih rendah dan papil papil lebih jelas.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat


aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin , buli buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan.
Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi buli buli(vesika urinaria)
berupa hipertofi otot destrutor, trabekulasi, terbentuknya selula , sakula dan divertikel buli
buli. Perubahan struktur pada vesika urinaria, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinari terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra pubik akibat retensi urin. Pada kasus didapatkan
perut bagian bawah membesar seperti ada apa apa dalam perutnya.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian vesika urinaria dan juga ke
kedua ureter. Tekanan pada kedua ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari vesika
urinaria ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya jatuh ke gagal ginjal.

Hiperplasi prostat akan menimbulkan gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas
gejala voiding (pembuangan), storage (penyimpanan), dan pasca miksi. Timbulnya gejala
pada saluran kemih bagian bawah merupakan manifestasi kompensasi otot otot vesika
urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat , otot otot vesika urinaria mengalami
kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompesasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria yang terisi penuh dan teraba massa kistus
di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Pada kasus ini terlihat perut bagian bawah
membesar. Pada pasien yang mengalami distensi kandung kemih, seperti pada pasien dengan
hiperplasia prostat, selalu ada sejumlah besar urin residu. Tekanan di dalam vesika urinaria
terus-menerus meningkat. Sedikit peningkatan tekanan intra abdomen memperbesar tekanan
intravesikular sehingga cukup untuk mengatasi leher vesika urinaria, dan urin keluar.
Kebocoran urin ini mungkin terus-menerus atau intermitten. Jenis inkontinensia ini disebut
inkontinensia paradoksa, dimana didapatkan urin yang menetes tanpa disadari oleh pasien.
Pada inkontinensia stres kebocoran hanya terjadi jika pasien mengejan. Cacat primernya
adalah hilangnya sokongan otot di uretrovesikular. Setiap peningkatan tekanan intra-abdomen
menyebabkan kebocoran. Di dalam kasus didapatkan pasien harus mengejan saat miksi dan
sering tidak bisa menahan untuk kencing (urgensi). Pada malam hari metabolisme tubuh lebih
baik. karena hal ini kami menduga frekuensi berkemih pada pasien meningkat pada malam
hari

Pada colok dubur , pasien yang mengalami hiperplasia prostat menunjukan konsistensi
kenyal, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
TATALAKSANA

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50
ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat
satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat


gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan:
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat
diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi
operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans
uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau
dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan
konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram.
Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai
dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah


membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau
memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi
terbuka

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan
terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu
pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya
kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Invasif
Observasi Medikamentosa Operasi
Minimal

Watchfull Penghambat TUMT


Prostatektomi terbuka
waiting adrenergik TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra


reduktase 1. TUR P dengan
Fitoterapi 2. TUIP prostacath
Hormonal TUNA
3. TULP
(laser)

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak
diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol
keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

A. Obat Penghambat adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher
vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di
dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-
obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat
penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a
(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat
dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine
dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual,
lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

B. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase


Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang
membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha
blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping
obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan
untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds.
Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya
pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:


menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor
androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas
enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran
kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan gejala-gejala tractus urinarius
bawah yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
A. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika

Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

B. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)


Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu


buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena
kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 20%)

Carcinoma
Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

C. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital

2. Prostatektomi Endourologi
A. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya.
Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat
reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien
yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain
tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi
jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol


Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.

B. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-
buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi
memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara
ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

C. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)


Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat
yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan
TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi
yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masing-
masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan
ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan
prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian
masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam
setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat
menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi
akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
2. Teknik lebih sederhana

3. Waktu operasi lebih cepat

4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan

6. Resiko impotensi tidak ada

7. Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

4. Invasif Minimal
A. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan
microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka
perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang
radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga
arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar
(pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

B. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

C. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan
ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan
untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme
ejakulasi dapat dipertahankan.

D. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam
bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai
protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan
pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat
dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi
penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.
KOMPLIKASI

Infeksi Traktus Urinarius

Urine yang seharusnya dibuang oleh tubuh menumpuk sehingga menjadi media
pertumbuhan kuman. Apabila infeksi terjadi sebatas pada Vesika urinaria, tidak nyaman dan
terasa sakit saat buang air kecil dapat dirasakan. Akan tetapi gejala yang lebih serius dapat
timbul bila infeksi mencapai ginjal.

Kerusakan ginjal

Dapat berupa Insufisiensi ginjal ataupun Gagal ginjal. Diakibatkan oleh tekanan yang
tinggi di Vesika Urinaria. Tekanan tinggi ini dapat langsung merusak ginjal maupun
menyebabkan penjalaran infeksi traktus urinarius. Ketika pembesaran prostat menyebabkan
obstruksi ginjal, dapat juga mengakibatkan hydronephrosis, yaitu membengkaknya ginjal,
salah satu ataupun keduanya.

Urolitiasis ( Batu Saluran Kemih )

Adalah mineralmineral yang memadat dan menumpuk di saluran kemih yang dapat
menyebabkan infeksi, perlukaan, hematuri, dan obstruksi dari aliran urin yang biasanya
terjadi karena pengosongan urine yang tidak sempurna

Kerusakan epitel Vesika Urinaria

Terjadi karena pengosongan urine yang tidak sempurna dalam jangka waktu yang
lama. Otot dinding Vesika Urinaria meregang dan melemah dan tidak dapat berkontraksi
dengan baik

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam


Menurut kelompok kami, prognosis pasien ini tergantung kepada stadium penyakit
serta keadaan pasien tersebut. Prognosis baik apabila pasien masih dalam stadium awal dan
belum ada penyakit ginjal penyerta serta diberikan edukasi, pengobatan secara baik serta
rutin kontrol.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

KELENJAR PROSTAT
MAKROSKOPIK
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsulfibromuskuler,
yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra
pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang
lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu
dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak
tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista
kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter
eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut
hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma
prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum
dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum
pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang
didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan
melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara
longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia
endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi
pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat
sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret.
b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagaia denomatous zone.
c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. Kapsul anatomis
2. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada
lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan
suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan
di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai
epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang daria.
iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.
pudendainterna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk
lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok
kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu
untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna,
iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus
dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
MIKROSKOPIK
Kelenjar tersebut merupakan kumpulan dari 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks yang
kecil-kecil, bermuara ke uretra pars prostatika melalui 15 sampai 30 saluran keluar kecil.
Unsur-unsur kelenjar tersebar pada tiga daerah yang berlainan yang tersusun kurang lebih
konsentris mengelilingi uretra. Kelenjar-kelenjar kecil terletak di mukosa dan dikelilingi oleh
kelenjar-kelenjar submukosa. Bagian utama terletak dibagian tepi dan merupakan bagian
terbesar dari kelenjar. Keseluruhan kelenjar dibungkus oleh simpai fibroelastik yang
mengandung banyak serat otot polos di sebelah dalam dan kaya akan pleksus vena.
Bagian- bagian kelenjar terbenam didalam stroma padat yang dibagian tepi berlanjut pada
simpai. Stromanya juga fibroelastik dan mengandung sejumlah berkas serat otot polos.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk dan ukurannya.
Alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali, keduanya memiliki lumen yang lebar.
Lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya selapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubis rendah, tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma banyak mengandung butir sekret, lisosom dan butir lipid.

FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam (6,5). Dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim
lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

Benigna Prostat Hyperplasia


1.Definisi BPH
Benigna Prostate Hyperplasia(BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

2. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)


Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat
empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming growth
factor 1, transforming growth factor 2, danepidermal growth factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang
mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)


Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,
keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex
hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductasemenjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk
kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.

3. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-
gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.7

Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter


Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter
Trabekulasi - Hidroureter

Selula - Hidronefrosis

Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis- Gagal ginjal

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen
mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya
pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi
gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus
otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan
tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung
dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

4. Gambaran Klinis BPH


Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih.

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak
oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan
atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejalanya ialah:
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga
faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun
volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat
dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya
kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.8
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada
saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat
gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin >
150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem
skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
Retensi urin
Inkontinensia paradoksa

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada Tidak


<20% <50% 50% >50% Hampir selalu
bulan terakhir sekali

a. Adakah anda
merasa buli-buli
0 1 2 3 4 5
tidak kosong
setelah berkemih

b. Berapa kali
anda berkemih lagi
0 1 2 3 4 5
dalam waktu 2
menit

c. Berapa kali
terjadi arus urin
0 1 2 3 4 5
berhenti sewaktu
berkemih

d. Berapa kali
anda tidak dapat
0 1 2 3 4 5
menahan untuk
berkemih

e. Beraapa kali 0 1 2 3 4 5
terjadi arus lemah
sewaktu memulai
kencing

f. Berapa keli
terjadi bangun
tidur anda 0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai
untuk berkemih

g. Berapa kali
anda bangun untuk
0 1 2 3 4 5
berkemih di
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus,
antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual
atau mengalami infeksi prostat akut
Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan
antikolinergik atau alfa adrenergik.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

5. Diagnosis BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris,
tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi
prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada
batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin
Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test


Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi


atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada vesica urinaria.

d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat)
atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd
dapat pula memberi gambaran indentasi.

4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)


Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan
volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin
ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di
dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar
prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.

6. MRI atau CT jarang dilakukan


Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.

e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : - daya
kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik
dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah
pancaran urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat
membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang
melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran
dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan
intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana
dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau
ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya
kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa
urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi
pada penderita prostat hipertrofi.

6. Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
1. kelainan medula spinalis
2. neuropatia diabetes mellitus
3. pasca bedah radikal di pelvis
4. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
1. kelainan neurologik
2. neuropati perifer
3. diabetes mellitus
4. alkoholisme
5. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :
1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
2. ketidakstabilan detrusor

7. Kriteria Pembesaran Prostat


Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine


derajat 1 : <>

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading


derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :


- derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm

7. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan
komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal

7. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan.
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat
diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan
yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection
(TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam
keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam
maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi
setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian
terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang
mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala
klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan
gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Invasif
Observasi Medikamentosa Operasi
Minimal

Watchfull Penghambat TUMT


Prostatektomi terbuka
waiting adrenergik TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra


reduktase 1. TUR dengan
Fitoterapi P prostacath
Hormonal 2. TUIP TUNA

3. TULP
(laser)

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-
obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem
skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher
vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di
dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-
obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat
penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu
1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat
dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine
dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual,
lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase


Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini
adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika

Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)


Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu
buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena
kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)

Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

a.3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital

b. Prostatektomi Endourologi

b.1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri
dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini
cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian
kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan
tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk
membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak
terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup
murah adalah H2O steril (aquades).
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus

Komplikasi:
- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.

b.2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang
umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik
yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat
pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai
dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio
kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave
kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu
dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio
frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari
gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)


Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
Kapsul prostat diregangkan
Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi
termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk
menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi
dapat dipertahankan.

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa dari dasar anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik
yang didapatkan, diagnosa pasien adalah benign prostate hyperplasia atau BPH. Namun
untuk dapat menegakkan diagnosa yang lebih baik dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang lebih lanjut seperti rectal toucher.

Terapi pada pasien ini dapat dilakukan TUNA karena kurang invasif, karena kemungkinan
sudah adanya retensi urin. Vesika urinaria harus segera dikosongkan agar dapat mengurangi
resiko terjadinya komplikasi apabila retensi urin lama terjadi.
BAB VI

DAPTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta : EGC, 199.
2. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2012.
3. Purnomo BP. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012
4. Benign Prostatic Hypertrophy. Medscape. Source:
http://emedicine.medscape.com/article/437359-medication. Accessed on: 4 October 2012.
5. WebMD. Enlarged Prostate (BPH). Source: http://www.webmd.com/prostate-
cancer/enlarged-prostate?page=2. Accessed on: 4 October 2012.
6. MedicineNet. Benign Prostatic Hyperplasia. Source:
http://www.medicinenet.com/benign_prostatic_hyperplasia/article.htm. Accessed on:
October 4 2012.
7. Purnomo BB. dasar dasar urologi. CV Sagung Seto:Jakarta;2011. p.120-130.

Anda mungkin juga menyukai