A. PENGERTIAN ANASTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
danaesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan
meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di
operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien
gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
B. SKALA RESIKO ASA
American Society of Anaesthesiologists (ASA) menetapkan sistem penilaian yang
membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
I penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua
sehat dan bayi muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan
oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan
II
obesitas, penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan
menjalani apendektomi
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
III
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis akut
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang
IV tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal
insufisiensi koroner atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
V dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal penderita syok berat
karena perdarahan akibat kehamilan di luar uterus yang pecah.
C. PEMBAGIAN ANASTESI
1. ANASTESI UMUM
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
c. Anastesi Inhalasi
a. Stadium I
c. Stadium III
a. Tiopenthal :
b. Propofol:
1) Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan
kepekatan 1%. Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-
12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif 0,2mg/kgBB.
Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%.
c. Ketamin:
d. Opioid:
2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan
memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal
(biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas
bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien
dibaringkan miring dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat
melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera
setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat
blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih
rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada
jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat
jenis agens. Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan
serebrospinal (CSS), agens akan bergerak keposisi dependen spasium
subarachnoid, jika berat jenis agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka
anasteti akan bergerak menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan
oleh ahli anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,
tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari
kaki dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan
abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis
dalam konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,
parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan
mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada saraf
respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama
pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai aturan, reaksi ini
terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama pada struktur di dalam
rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan pemberian intarvena
secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan
khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur
tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan
anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi
neuropati,prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan
preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang
tidak stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan
untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga
adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin
parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi
umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran
16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal
mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi
spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil
(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama
(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada
suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan
duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal,
yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-
Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre).
Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala
pasca penyuntikan spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal,
antara lain:
1. Analgetik narkotik
a. Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB)
intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada
pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan
tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan
waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.
b. Petidin
2. Barbiturat
Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan
sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB
secara oral atau intramuslcular.
3. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan
dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular
bekerja setelah 10-15 menit.
4. Obat penenang (tranquillizer)
a. Diazepam
Kelumpuhan berkurang
denganpemberian obat
pelumpuh ototnondepolarisasi
dan asidosis
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja
3-5 menit. Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.
Kontraindikasi gangguan
hepar. Paska pemberian
menyebabkan menggigil.
2. Ketamin
3. Droperidol
4. Diprivan
1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.
2. Area operatif harus terpajan secara adekuat.
3. Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.
4. Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau konstriksi
pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.
5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi lengan, tangan,
tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan cedera serius atau paralisis.
Bidang bahu harus tersangga dengan baik untuk mencegah cedera saraf yang tidak
dapat diperbaiki, terutama jika posisi Trendelenburg diperlukan.
6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien
kurus, lansia atau obes.
7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila
pasien melawan
Posisi pasien di meja operasi:
K. TAHAPAN
1. Persipan Praanestesi
3. Rumatan Anestesi
Merah muda 2
Warna Pucat 1
Sianotik 0
Tidak bergerak 0
TRAKEA
1. Tujuan
2. Indikasi
Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan
napas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
3. Peralatan
Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11 cm
Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada
setidaknya setiap 5 menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi
pernafasan selalu dievaluasi pertama kali, diikuti dengan pengkajian
fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang dioperasi dan fungsi system
saraf pusat.
1. Tersedak
2. Pernapasan yang bising dan tidak teratur
3. Dalam beberapa menit kulit menjadi berwarna biru agak kehitaman
Satu-satunya cara untuka mengetahui apakah pasien bernafas
atau tidak adalah dengan menmpatkan telapak tangan di atas hidung
dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Tindakan
obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakan kepala kebelakang
dan mendorong kedepan pada sudut rahang bawah.
1. Obstruksi hipofaringeus terjadi leher yang fleksi memungkinkan dagu untuk turun
kearah dada; obstruksi hamper selalu terjadi ketika kepala dalam midposisi.
2. Mendongakan kepala kebelakang untuk meregangkan struktur leher anterior
menyebabkan dasar lidah terangkat menjauhi dinding faringeal posterior. Arah anak
panah menunjukkan tekanan dari tangan.
3. Membuka mulut diperlukan untuk memperbaiki obstruksi seperti katup dari saluran
hidung selama ekspirasi yang terjadi pada sekitar 30 % pasien tidak sadar.
R. PROSES KEPERAWATAN MERAWAT PASIEN PASCA ANESTESIA
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang
berikut :
1. Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter pernapasan ; sulit
dan bunyi napas
2. Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit.
3. Neurologi ; tingkat respon
4. Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang kesistem drainase
yang spesifik adanya dan kodisi balutan
5. Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan posisi yang
dibutuhkan.
6. Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan tidur ; gangguan
oleh kebisingan pengunjung, ketersedian bel pemanggil.
7. Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang tidak tersumbat;
cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik
8. Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik
S. PENGKAJIAN RESPIRASI
Yang harus diamati kualitas pernapasan dicatat seperti :
1. Kedalaman
2. Frekuensi
3. Bunyi napas
Pernapasan pendek dan cepat mungkin karena nyeri, balutan yang
terlalu ketat, dilatasi lambung atau obstruksi oleh sekresi.
T. PENGKAJIAN SIRKULASI
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler
adalah Pemantaun tanda-tanda syok dan hemoragi. penampilan
pasien, TTV untuk menentukan fungsi kardiovaskuler. Tekanan vena
sentral (TVS) dan nilai gas darah arteri dipantau jika kondisi pasien
membutuhkan pengkajian yang demikian.
Institusi mempunyai protocol spesifik untuk pemantauan
pascaoperatif. Nadidarah dan pernapasan dicatat setiap 15 menit
selama 2 jam pertama, dan setiap 30 menit selama 2 jam, dan setiap
30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali diindikasikan untuk
dilakukan lebih sering setelanhnya mereka diukur lebih jarang jika
semuanya tetap stabil. Suhu tubuh dipantau setiap 4 jam selama 24
jam pertama.
1. Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan lebih dari 30
kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah sistolik turun dibawah 90
mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan. Namun tekanan darah dasar atau
praoperatif pasien digunakan sebagai perbandingan pascaoperatif yang jelas.
2. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan menurun 5
mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus mewaspadakan perawat terhadap
adanya masalah.
DAFTAR PUSTAKA