Anda di halaman 1dari 7

Dispnea

Pengertian

Dispne atau sesak napas merupakan keadaanyang sering ditemukan pada penyakit
paru maupun penyakit jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang paling
dominan dalam infark jantung, maka dispne (sesak napas) merupakan hal yang
dominan pada penyakit paru. Akan tetapi kedua gejala ini jelas dapat dilihat pada
emboli paru, bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada payah jantung.

Secara umum yang dimaksud dengan dispne adalah kesulitan bernapas. Kesulitan
bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot otot pernapasan tambahan.
Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula terjadi
dengan cepat.

Berat ringannya dispne tidak dapat diukur dan kadang kadang sulit untuk dinilai,
sehingga bagi dokter yang memeriksa akan timbul pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah dispne merupakan suatu perasaan yang subyektif dari pasien atau
berhubungan dengan suatu penyakit.
2. Apakah yang dinilai ini bukannya suatu takipnea atau hiperpnea atau suatu
tipe pernapasan yang lain, misalnya perasaan cheyne stoke.
3. Apakah yang terjadi bukannya hanya suatu rasa nyeri saja, sehingga
penderita takut untuk bernapas dalam.

Sulit untuk menilai apakah suatu dispne bersifat fisiologi atau patologi. Akan
tetapi terdapat beberapa pegangan untuk menilai dispne yang patologi, yakni
sebagai berikut:

1. Berdasarkan riwayat penyakit apakah dispne tersebut terjadi secara


mendadak

2. Apakah dispne tersebut terjadi secara berulang (recurrent)

3. Waktu terjadinya dispne menentukan pula apakah setelah bekerja berat


atau terjadi tiba-tiba pada tengah malam
4. Sedangkan berdasarkan riwayat penyakit yang mendukung terjadinya
dispne yang bersifat subyektif, yakni bila terjadinya dispne berhubungan
banyak dengan umur, seperti misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang
tidak seimang dengan usia. Atau dispne yang bersifat ringan, yakni pada
penderita yang sehat tanpa disertai dengan kelainann kelainan fisik
maupun penyakit lainnya.

Oleh karena besarnya batas antara pernapasan biasa dan nilai maksimum yang
dapat dilakukan oleh paru (MBC), maka dispne merupakan keluhan dini dari
penyakit paru. Akan tetapi dispne yang berhubungan dengan olahraga merupakan
tanda dini dari penyakit asma, COPD, dan hipertensi pulmonal yang lanjut.

Serangan dispne yang dramatis menunjukkan adanya pneumotoraks atau emboli


paru. Nocturnal dyspnoe (dispne malam hari) menunjukkan adanya payah jantung
kiri. Sesak napas baik dengan atau tanpa disertai wheezing (mengi) menunjukkan
adanya alergi. Sesak yang terjadi berminggu minggu menunjukkan adanya efusi
pleura. Sesak yang kronis dan progresif menunjukkan adanya penyumbatan
bronkiolus atau menunjukkan adanya proses fibrosis paru.

Klasifikasi Dispnea

Dispne dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Inspiratori dispne, yakni kesukaran bernapas pada waktu inspirasi yang


disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru paru

2. Ekspiratori dispne, yakni kesukaran bernapas pada waktu ekspirasi yang


disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru paru

3. Kardiak dispne, yakni dispne yang disebabkan primer penyakit jantung

4. Exertional dispne, yakni dispne yang disebabkan oleh karena olahraga

5. Ekspantional dispne, dispne yang disebabkan oleh karena kesulitan


ekspansi dari rongga toraks
6. Paroksimal dispne, dispne yang terjadi sewaktu waktu, baik pada malam
maupun pada siang hari

7. Ortostatik dispne, yakni dispne yang berkurang pada waktu posisi duduk

Berdasarkan etiologi dispne dibagi menjadi 4 bagian, yakni:

1. Kardiak dispne, yakni dispne yang disebabkan oleh karena adanya


kelainan pada jantung, misalnya:

1) Infark jantung akut, dimana serangan dispne terjadi bersama sama


dengan nyeri dada yang hebat

2) Fibrilasi atrium, dispne timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat


penyakit katub jantung sebelumnya

3) Kegagalan jantung kiri dimana dispne dapat terjadi dengan mendadak


pada malam hari pada waktu penderita ssedang tidur yag disebut
dengan paroximal nocturnal dyspnea. Keadaan ini biasanya disertai
dengan ortopne dimana dispne akan berkurang bila si pasien
mengambil posisi duduk.

2. Pulmonal dispne, misalnya:

1) Pneumotoraks, dimana penderita dapat menjadi sesak dengan tiba-tiba,


sesak napas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi

2) Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispne ini adalah sama
dengan dispne yang terjadi pada penyakit jantung

3) Asma bronkiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari


ekspirasi dan wheezing (mengi)

4) COPD, sesak bersifat kronik dimana dispne mempunyai hubungan


dengan exertional (latihan)

3. Hematogeneus
Dispne yang disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau
anoksia, biasanya dispne ini berhubungan dengan exertional (latihan).

4. Neurogenik, dibagi atas:

1) Psikologik dispne yang terjadi misalnya oleh karena emosi

2) Organik dispne, terjadi misalnya oleh karena kerusakan pada jaringan


otak atau oleh karena paralisis dari otot-otot pernapasan

Fisiologi

Yang dimaksud dengan dispne adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena
suplai oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang
dibutuhkan oleh tubuh.

Patofisiologi dari dyspnea dapat dibagi menjadi 6 hal, yakni:

1. Kekurangan Oksigen (O2)

Ada beberapa penyebab dari kekurangan oksigen, yakni tekanan oksigen


inspirasi yang rendah, gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru-
paru, gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi, gangguan obstruksi
jalan napas, gangguan pada parenkim paru, dan gangguan yang
berhubungan dengan sirkulasi oksigen dalam darah.

2. Kelebihan karbon monoksida (CO2)

Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan


terjadinya aliran dari kanan ke kiri (right to the left).

3. Hiperaktifitasi reflex pernapasan

Pada beberapa keadaan reflex Hering Beuer dapat menjadi aktif. Hal ini
disebabkan oleh karena reflex pulmonary stretch.

4. Emosi

5. Asidosis
Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah. Akan tetapi dapat
pula terjadi oleh karena benda keton, misalnya pada penyakit diabetes.

6. Penambahan kecepatan metabolism

Pada umumnya tidak menimbulkan dispne kecuali bila terdapat penyakit


penyerta, misalnya COPD atau payah jantung (dekompensasi kordis).

Tingkat-Tingkat Dispne

Pembagian ini berdasarkan New York Heart Association dan dapat dibagi menjadi
empat tingkatan, yakni:

TINGKAT DEFINISI
I Bila dispne tidak membatasi aktivitas, artinya kebutuhan
oksigen baik pada masa istirahat maupun pada masa setelah
latihan dapat dikompensasi oleh paru-paru.
II Terjadi pembatasan yang ringan dari fungsi paru, artinya pada
penderita yang melakukan aktivitas fisik dapat terjadi dispne,
akan tetapi pada waktu istirahat tidak terjadi dispne.
III Akktivitas fisik penderita sangat terbatas dan dengan aktivitas
fisik yang ringan saja sudah dapat menimbulkan sesak napas.
IV Dispne terjadi pada keadaan istirahat. Kerja yang ringan akan
memperberat keadaan dispnenya.
Sumber: Tarbani, 2010

Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan fisik terlihat bahwa pasien menggunakan otot-otot pernapasan


tambahan. Ekspirasi maupun inspirasi tergantung kepada tipe dari dispne.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah sangat luas, akan tetapi dapat digolongkan
menjadi 7 bagian, yakni:

1. Kelainan yang terdapat pada paru-paru


Kelainan yang terdapat pada paru-paru dapat berupa penyempitan saluran
pernapasan atas atau penyempitan saluran pernapasan bawah, wheezing
(mengi) atau ronki basah pada paru-paru. Sedangkan pada pneumotoraks
suara pernapasan dapat menjadi hilang dan pada emfisema dapat menjadi
hipersonor.

2. Tanda-tanda yang menyongkong adanya dispne

Cuping hidung yang bergerak dan adanya sianosis.

3. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan pemeriksaan darah rutin, terutama untuk mengetahui adanya


anemia atau bentuk bentuk patologi yang lainnya. Sedangkan
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan foto rontgen harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas

Dengan pemeriksaan fungsi dari paru dapat diketahui apakah kelainan


tersebut bersifat obstruktif atau restriktif. Sedangkan pemeriksaan gas
analisis ditunjukkan pada udara inspirasi, ekspirasi, udara alveoli, dan
untuk menganalisis gas darah maupun reaksi dari paru terhadap
pemberian O2 dengan konsentrasi yang tinggi. Pemeriksaan udara
inspirasi, ekspirasi, dan alveoli bukan merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan di klinik, akan tetapi sebaliknya pemeriksaan gas darah telah
banyak dipergunakan diberbagai rumah sakit.

5. Pemeriksaan skantigrafi (Scantigraphy)

Pemeriksaan ini berdasarkan atas inhalasi maupun perfusi sehingga


dengan demikian dapat mengetahui ventilasi dan pengaliran darah ke
dalam paru-paru.

6. Pemeriksaan ekokardiografi

Merupakan suatu pemeriksaan yang noninvasive.


7. Pemeriksaan invasive jantung

Meliputi pemeriksaan dengan kateter swans ganz, angiografi, dan


kateterisasi.

Anda mungkin juga menyukai